Translate

Monday, February 10, 2014

Dholim Kepada Sesama Melalui Harta. Oleh : H. Ahmad Susilo, Lc.



PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM

Dholim Kepada Sesama Melalui Harta.

H. Ahmad Susilo, Lc.

 Jum’at,  5 Sya’ban 1434 H – 14 Juni 2013

 
Assalamu’alikum wr.wb.,

 Muslimin dan muslimat yang dirahamati Allah subhanahu wata’ala.
Pada pengajian sebelumnya sudah kita bahas tentang Larangan berbuat dzolim kepada sesama manusia melalui fisik (badan).  Kali ini kita bahsa tentang Larangan berbuat dzolim kepada sesama manusia melalui harta.

Pada hakekatnya manusia itu serakah. Sementara itu ada dua nikmat yang sering dilupakan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang. Biasanya sehat dan waktu luangnya semata hanya untuk dunia, untuk mencari harta, menumpuk-numpuk kekayaan.  Dan sungguh seorang manusia hatinya tidak pernah akan tua, walaupun usianya tua. Apa yang senantiasa diinginkan oleh manusia ? Ialah tamak kepada harta dan selalu ingin panjang umur.

Maka Allah subhanahu wata’ala memberikan pilihan kepada manusia : Kalian ingin menghen-daki dunia atau menghendaki Akhirat. Dan kebanyakan manusia hanya memilih salah satu di antaranya. Bukan berarti meninggalkan Akhirat, akan tetapi bila Akhirat diutamakan maka dunia pasti mengiringinya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam AlQur’an Surat Asy Syuura ayat 20 :

Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.

Maksudnya, siapa yang menginginkan kehidupan Akhirat, maka Allah akan memberikan keuntungan dunia dan Akhirat. Untuk Akhirat terus-menerus diberi. Akan tetapi siapa yang hanya menginginkan kehidupan dunia saja, Allah hanya akan memberikan sebagian saja dari dunianya itu. Dan tidak ada baginya kelak di Akhirat bagian sedikitpun.

Surat Al Isra’ ayat 18 :

 Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki. Bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir (terhina).

Allah memberikan kesempatan (pilihan), Akhirat atau dunia. Dan manusia terkadang curang, lalu berkata : Katanya harus imbang antara dunia dan Akhirat.  Pertanyaannya : Betulkah mereka sudah seimbang antara Akhirat dan dunia ? Kalaupun sudah seimbang, manakah yang harus didahulukan,  Akhirat atau dunia ?   Manusia menginginkan dunia, tetapi Allah subhanahu wata’ala menghendaki Akhirat yang harus diutamakan. Wal akhirotu khoiru wa abqa ( Di sisi Allah Akhirat lebih baik dan lebih kekal) Sementara manusia banyak yang lebih menghendaki dunia.

Maka dalam Surat Al Qashash ayat 77 Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kepada kita agar jangan melupakan dunia ketika kita mencari Akhirat.  Bukan jangan melupakan akhirat ketika mencari dunia.  Sedangkan manusia berpedoman : Jangan lupakan akhirat ketika mencari dunia.  Maka Allah berfirman dalam ayat berikut ini Allah pentingkan akhirat lebih dulu, kemudian jangan lupakan dunia.  Ayat 77 Al Qashash adalah :
 
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Maksudnya, carilah dunia semata-mata untuk kepentingan (kesenangan) negeri Akhirat. Dan sekali-kali kamu jangan melupakan keadaanmu (hidupmu) di dunia.  Raihlah Akhirat tetapi jangan lupakan dunia. Bukan sebaliknya : Raihlah dunia jangan lupakan Akhirat. Sebab bila seseorang sudah meraih dunia biasanya lupa akan Akhirat. Jangankan sudah berhasil meraih dunia, yang belum (tidak) meraih dunia saja banyak yang lupa kepada Akhirat. Maka Allah perintahkan : Carilah negeri Akhirat tetapi jangan lupakan kehidupan dunia. 

Disebutkan dalam ayat : Jangan kamu membuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang membuat kerusakan – Maksudnya, ketika manusia dengan rakus mengambil harta milik orang lain yang bukan miliknya dengan cara tidak Haq (tidak benar).  
Maka AlQur’an dan Hadits melarang manusia mengambil harta milik sesama manusia dengan cara Dzolim.

Lihat Surat An Nisaa’ ayat 29 :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Ayat tersebut ditujukan kepada orang-orang yang beriman, Yaitu agar kita jangan mendzolimi sesama manusia, mengambil harta sesama manusia.  Bagaimana kalau kita tetap mengambil harta sesama manusia (melanggar) ?

Lihat ayat berikutnya (ayat 30) Allah subhanahu wata’ala berfirman :  

Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
  
Yaitu mengambil dengan cara tidak benar (curang), menyalahi hukum, jual-beli tetapi menipu, meminjam tidak mengembalikan, atau dengan cara lain yang melanggar hukum, atau dengan cara dzolim, yaitu mencuri, merampas, merampok, korupsi, dst.  Siapa yang melakukan seperti itu, kelak orang itu akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam.  Dan bagi  Allah memasukkan manusia ke dalam neraka itu mudah.

Lihat Surat Al Baqarah ayat 188 :
Ÿ
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.

Di Negara kita, biasanya orang yang berperkara, kalau ingin menang, lalu diperkarakan di pengadilan.  Apalagi bila orang itu punya kekuatan, punya uang, punya jabatan, kenal dengan para hakim. Lalu mereka mudah sekali membawa ke pengadilan. Merampas hak orang lain, tanah orang lain, rumah orang lain, bukan hanya satu-dua meter, melainkan berhektar-hektar, nilainya-pun bermilyar-milyar rupiah, dengan enaknya ia meng-klaim, mengambil, bahkan merasa ini adalah miliknya, padahal ia tahu itu bukan miliknya. Demi Allah,  Allah Maha Mengetahui.

Maka ayat tersebut dengan tegas Allah melarang : Jangan sekali-kali sebagian dari kamu memakan harta sebagian yang lain dengan cara bathil (curang), lalu kamu memperkarakan kepada hakim, menyuap hakim, dengan tujuan memakan harta sesama manusia dengan cara dzolim. Sedangkan kamu tahu, maka perbuatan itu adalah dosa besar.

Dalam Hadits, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari sahabat yang bernama Sa’id bin Zaid, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang mengambil tanah orang lain secara dzolim satu jengkal saja, kelak di hari Kiamat Allah akan timpakan kepadanya beban dari bumi tujuh lapis”. (Hadits Mutafaqqun ‘alaih, Bukhari – Muslim).

Sementara itu di zaman sekarang orang dengan mudah saja mengambil, merampas tanah orang lain, dengan mudah merampas hak orang lain, dan itu adalah perbuatan dzolim. Tetapi manusia menyangka itu biasa-biasa saja. Manusia menyangka itu perbuatan yang legal. Bahkan manusia ketika mengambil hak orang lain ia tidak merasa bersalah, ketika telah dimenangkan melewati jalur hukum, lalu ia menganggap “ini adalah milik saya”.
Betul memang ketika itu di dunia, karena ia di pihak yang menang berperkara, tetapi kelak di Akhirat ia akan menderita dengan penderitaan yang sangat berat.

Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, dan Imam Nasa-i dan Imam Tirmidzy, dari Samurah bin Zundab, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda : “Atas tanggungan tangan seseorang yang mengambilnya sampai orang itu mau mengembalikan apa yang telah diambilnya”. 

Artinya, orang yang mengambil hak orang lain (tentu dengan tangannya, dengan tulisan, lewat surat, telepon dan lainnya),  mengambil hak orang lain dengan perbuatannya sendiri, maka itu menjadi tanggungan dirinya sampai ia mau mengembalikan apa yang telah diambilnya. Bahkan orang yang mengambil dengan mencuri baik secara paksa atau tidak, secara halus atau kasar,  telah terbukti telah mengambil, maka hukumannya adalah potong-tangannya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Al Maa-idah ayat 38 tentang hukuman bagi orang yang mencuri (merampas) :
 
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Maka bagaimana supaya orang yang mencuri itu diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala, dalam ayat berikutnya (ayat 39)  Allah membuat aturan :

Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Para Ahli Tafsir AlQur’an menjelaskan bahwa yang dimaksudh “bertaubat” dalam ayat tersebut adalah :
1.      Bertaubat meminta ampun kepada Allah,
2.      Meminta maaf kepada orang yang didzolimi
3.      Mengembalikan apa yang telah diambilnya (dicuri, dirampas) kepada pemiliknya,

Maka  Allah subhanahu wata’ala pasti akan mengampuni dosa-dosanya. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Artinya, bahwa dalam ayat tersebut Allah memerintahkan agar siapa yang mengambil  hak orang lain dan itu bukan haknya, dan terbukti bersalah, maka dipotong tangannya. 
Berapa batas minimal nilai barang yang diambil sehingga harus dipotong tangannya ?
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha,  bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan : “Dipotong tangan orang yang mencuri pada harga yang nilainya seperempat Dinar”.

Keterangan.
Satu Dinar nilanya setara dengan  4,25 gram emas murni.
Bila 1(satu) gram emas murni sekarang harganya  Rp 600 ribu,  maka satu Dinar sama dengan 4, 25 gram X Rp 600 ribu = Rp 2.550.000,- (Dua juta limaratus limapuluh ribu rupiah).
Seperempat Dinar adalah : Rp 2.550.000 : 4 = Rp 637.500,- (Enamratus tigapuluh tujuh ribu limaratus rupiah)

Maka siapa yang mencuri barang (uang) senilai minimal Rp 637.500, - (Enamratus tigapuluh tujuh ribu limaratus rupiah) hukumannya harus dipotong tangannya.   Lalu bagaimana dengan koruptor yang mencuri uang bermilyar-milyar rupiah ?  Atau orang yang merampas tanah berhektar-hektar ? Bagian tubuh yang mana yang harus dipotong ?. Na’udzubillah min dzalik !.

Sementara para pejabat kita yang diambil sumpahnya ketika pelantikan, sambil mengucapkan sumpahnya AlQur’an di atasnya, pejabat itu umumnya tidak tahu apa-apa tentang AlQur’an, bahkan tidak bisa membaca AlQur’an.  Kalaupun bisa membaca, ia tidak tahu isi AlQur’an apalagi maknanya.  Apalagi tidak ada dalil bahwa orang yang bersumpah, maka AlQur’an harus  di atasnya. Yang benar,  orang yang disumpah hanya mengucapkan : Wallahi, Demi Allah, saya bersumpah, dst.dst.
Dan setelah itu orang yang disumpah  dengan seenaknya mengambil harta Negara atau orang lain.

Maka bila anda mengucapkan sumpah, ucapkan seperti ucapan sumpah tersebut ditas dan tidak akan berkhianat.

Ada Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari sahabat yang bernama Ya’qil bin Yasar, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barang siapa dari kalian diberi oleh Allah kemampuan untuk memimpin segolongan (sekelompok) rakyat untuk dipimpinnya, lalu pada suatu ketika pemimpin itu mati, dan saat ia mati masih dalam keadaan menipu rakyatnya, maka sungguh Allah haramkan baginya surga”.

Seandainya Hadits tersebut dibacakan ketika selesai orang disumpah, orang akan takut sekali melanggar sumpahnya.  Tetapi mungkin takutnya hanya seketika ia disumpah, untuk selanjutnya orang tidak ada yang tahu.  Karena pada hakekatnya manusia itu tergiur dengan dunia. Yang menjadi sasaran dan yang dikejar-kejar adalah dunia.  Dunia-lah yang menjadi tolok ukur, seolah-olah suksesnya manusia itu adalah kalau telah bisa meraih dunia. 
Padahal Demi Allah, bukan.   Sukses manusia bukan dunia, melainkan Akhirat. 

Lihat Surat Ali Imran ayat 195  Allah subhanahu wata’ala berfirman :

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung (sukses). kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.

Itulah orang yang sukses, orang yang berhasil. Orang yang menang.  Dunia yang ia raih berapapun banyaknya, apapun bentuknya, kalau orang tidak bisa meraih surga, maka Demi Allah ia akan hina-dina di hadapan Allah. Maka kita diperintahkan oleh Allah  untuk lebih baik, lebih  mulia di sisi Allah subhanahu wata’ala, meskipun kadang terhina di mata manusia.

Betapa banyak manusia bertakbir menyebut Nama Allah di dalam sholat, di dalam ruku’ dan sujud, di tempat-tempat ibadah, tetapi keluar dari tempat ibadah menjadi takabur di hadapan Allah subhanahu wata’ala. Manusia menganggap ringan di hadapan Allah.  Padahal Allah telah menetapkan aturan-aturan, dan siapa yang melanggar aturan itu berarti ia telah berbuat dzolim. 

Salah satu kedzoliman yang kadang kita tidak sadari adalah meminjam. Atau orang yang meminjamkan lalu mengharapkan kembaliannya lebih dari pinjamannya.
Orang meminjam berbuat dzolim, ialah orang yang meminjam (misalnya pinjam uang) ia mampu tetapi tidak mau membayar (mengembalikan) pinjamannya.  Padahal seberapa kecil-pun jumlahnya, kalau akadnya pinjam-meminjam maka wajib mengembalikannya.

Bahkan di negeri kita ini orang (pengusaha) meminjam bermilyar-milyar rupiah, tetapi tidak mau mengembalikan, dengan alasan usahanya bangkrut (pailit).  Lalu minta kepada pengadilan agar diputuskan pailit, dst.  Padahal ia tidak bangkrut atau pailit. Adakah aturan Allah yang demikian itu ? Tidak bisa semudah itu.  Ada aturan-aturannya. Orang yang mampu, meminjam uang, lalu tidak mau membayar, maka ia termasuk orang yang dzolim.

Hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat yang bernama Abu Hurairah  rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Orang-orang yang kaya (mampu) yang seharusnya membayar hutang yang dimilikinya, ternyata ia tidak mau membayar, ia lebih cinta dengan hartanya itu, maka penahanan (tidak mau bayar) itu suatu kedzoliman”.

Hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Dawud., Imam Bukhari  dan Imam An Nassa-i dari Amir bin Syariq rodhiyallahu ‘anhu berkata  Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Penahanan (pinjaman) orang-orang yang telah benar-benar mampu membayar, menghalalkan kehormatannya dan menghalalkan siksanya, maka ia dianggap telah mencuri, boleh dipotong tangannya”.


Maksudnya, orang yang meminjam dan telah mampu membayar (mengembalikan) tetapi tidak mau mengembalikan, maka ia disamakan dengan mencuri, boleh dipotong tangannya, atau halal kehormatannya, artinya boleh dilaporkan kepada yang berwajib dan boleh diambil hartanya sebesar pinjamannya untuk dikembalikan kepada yang meminjamkan.

Sekarang ini banyak ditawarkan pinjaman yang mengandung riba. Misalnya ditawarkan melalui iklan atau tulisan dipasang ditempat umum :
Kredit ringan, bunga ringan, proses cepat, Rp 10 – 200  juta, Syarat : BPKB, Sertifikat, dll. Maksudnya,  orang menawarkan hutang kepada kita lalu mengharap imbalan dari uang.  Itulah Riba.  Karena mengambil keuntungan dari menghutangkan. Padahal orang yang menghutangkan dalam Islam adalah ibadah atau shodakoh, tidak boleh ada bunga (tambahan pembayaran).  Allah yang akan membayar pahalanya. Bukan kemudian mencari kekayaan dengan menghutangkan.

Tetapi yang terjadi di negeri kita, kalau ada orang berhutang dan cicilannya belum dibayar (nunggak), bukan diberikan keringanan justru dibebankan bunga-berganda.
Padahal Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 280 :
 
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

Sebetulnya Allah subhanahu wata’ala mengatur bahwa orang yang dalam kesulitan harus kita bantu, jangan dibebankan bunga.  Di negeri kita kalau ada peminjam yang bayarannya nunggak maka si peminjam makin senang, karena akan semakin besar tambahan pembayarannya.
Padahal  itu Riba.

Apa hukumnya orang yang memakan Riba ? 

Dalam Surat Al Baqarah ayat 275 Allah subhanahu wata’ala berfirman :  

šOrang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Ayat tersebut dahsyat sekali, sayangnya umat Islam tidak mengetahui ayat-ayat yang semacam itu.  Atau guru-mengajinya (ustad-nya) tidak pernah membahas ayat-ayat tersebut. Padahal itu harus disampaikan kepada umat.

Hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari sahabat yang bernama Mu’az bin Jabal, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Katakanlah yang haq  (yang benar) apa-apa hukum Allah itu meskipun pahit”.

Bahwa riba itu haram, sampai Allah subhanahau wataaaa’ala berfirman dalama ayat tersebut di atas: Bahwa pemakan riba itu kelak di Akhirat tidak mampu berdiri, kalaupun mampu berdiri, maka berdirinya seperti orang kemasukan syaithan, karena terkena penyakit gila. 

Demikian berat. Mereka dikatakan seperti itu karena mereka mengatakan : Jual-beli sama saja dengan riba. Padahal jauh berbeda.  Dalam jual-beli ada barang, ditukar dengan materi. Sedangkan riba adalah uang dibayar (ditukar) dengan uang dan ada tambahan.  Itu tidak boleh.
Padahal sudah dikatakan : Allah menghalalkan jual-beli tetapi mengharamkan riba. 

Maka siapa yang mengambil dengan cara riba, Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam ayat berikutnya, yaitu Surat Al Baqarah ayat 276 : :

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.

Maksudnya, Allah akan menghancurkan riba dan orang mengambil harta orang lain secara dzolim melalui proses riba,  hartanya akan dimusnahkan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Sedangkan orang yang bershodakoh (bersedekah) akan disuburkan (ditambah) hartanya. Dan Allah tidak pernah menyukai orang yang ingkar dan banyak berdosa melalui harta.

Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud dan Imam At Tirmidzy, dari sahabat Ibnu Hikam dan Abu Humaid As Sa’idi, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidak halal seseorang mengambil sebuah tongkat milik saudaranya, tanpa seizinnya”.


Sementara dalam kehidupan kita sehari-hari, jangankan hanya sekedar tongkat, sekedar meminjam, orang mengambil tanpa izin tetapi sama sekali tidak merasa bersalah (berdosa) karena menganggap remeh dengan barang itu. Yang demikian itu dilarang, karena setiap mengambil (menggunakan) barang sekecil apapun harus dengan seizin yang punya. Ridho dengan ridho. Siapa yang mengambil harta sesama tanpa izin, sekecil apapun kelak akan dimintai tanggung-jawabnya 

Hadits shahih lain diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari sahabat bernama Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, ketika Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada para sahabat tentang muflis (bangkrut) :  Tahukah kalian apa itu Muflis ? 
Para sahabat menjawab : “Ya Rasulullah, muflis (bangkrut) adalah orang yang hartanya habis karena rugi dalam berniaga (dagang), atau karena musibah, dll.”. 

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Bukan itu. Yang dimaksud muflis (bangkrut) nanti di akhirat adalah orang yang dari dunia membawa pahala yang banyak, tetapi karena banyaknya dzolim kepada kepada sesama manusia, sering memaki, mencela, mendzolimi, mengambil harta menyakiti orang lain, tanpa pernah meminta maaf ketika masih di dunia, tanpa pernah menyelesaikan di dunia, maka kelak di Hari Kiamat ia akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah,  orang-orang yang dahulu di dzolimi ketika di dunia akan diberikan pahala secara gratis oleh Allah dari orang yang berbuat dzolim.  Orang itu pahalanya akan diambil lalu diberikan kepada orang-orang yang pernah didzolimi. Dan apabila kedzolimannya demikian banyak, dan amalnya telah habis untuk menutupi kedzolimannya, dan masih ada orang yang didzolimi, maka dosa orang yang didzolimi oleh Allah diambil, lalu ditimpakan kepadanya.  Maka bangkrutlah orang itu, padahal punya modal amal dan pahala banyak, karena kesalahannya adalah ia tidak saling meminta maaf ketika di dunia.

Maka bila ingin menjadi orang sukses, janganlah berbuat dzolim dan banyaklah berbuat baik kepada sesama  manusia.  Walluha a’lam.

 
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

No comments:

Post a Comment