PENGAJIAN
DHUHA MASJID BAITUSSALAM
Dholim Kepada Sesama Melalui Harta.
H. Ahmad Susilo,
Lc.
Jum’at,
5 Sya’ban 1434 H – 14 Juni 2013
Assalamu’alikum
wr.wb.,
Muslimin
dan muslimat yang dirahamati Allah subhanahu
wata’ala.
Pada pengajian sebelumnya sudah kita
bahas tentang Larangan berbuat dzolim kepada sesama manusia melalui fisik
(badan). Kali ini kita bahsa tentang Larangan berbuat dzolim kepada sesama
manusia melalui harta.
Pada hakekatnya manusia itu serakah. Sementara
itu ada dua nikmat yang sering dilupakan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang. Biasanya sehat dan waktu luangnya semata hanya
untuk dunia, untuk mencari harta, menumpuk-numpuk kekayaan. Dan sungguh seorang manusia hatinya tidak
pernah akan tua, walaupun usianya tua. Apa yang senantiasa diinginkan oleh
manusia ? Ialah tamak kepada harta dan selalu ingin panjang umur.
Maka Allah subhanahu wata’ala memberikan pilihan kepada manusia : Kalian ingin
menghen-daki dunia atau menghendaki Akhirat. Dan kebanyakan manusia hanya
memilih salah satu di antaranya. Bukan berarti meninggalkan Akhirat, akan
tetapi bila Akhirat diutamakan maka dunia pasti mengiringinya.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam AlQur’an Surat Asy Syuura ayat 20 :
Barang
siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu
baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan
kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu
bahagianpun di akhirat.
Maksudnya, siapa yang menginginkan
kehidupan Akhirat, maka Allah akan memberikan keuntungan dunia dan Akhirat.
Untuk Akhirat terus-menerus diberi. Akan tetapi siapa yang hanya menginginkan
kehidupan dunia saja, Allah hanya akan memberikan sebagian saja dari dunianya
itu. Dan tidak ada baginya kelak di Akhirat bagian sedikitpun.
Surat
Al Isra’ ayat 18 :
Barangsiapa
menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia
itu apa yang Kami kehendaki. Bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan
baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir
(terhina).
Allah memberikan kesempatan (pilihan),
Akhirat atau dunia. Dan manusia terkadang curang, lalu berkata : Katanya harus
imbang antara dunia dan Akhirat.
Pertanyaannya : Betulkah mereka sudah seimbang antara Akhirat dan dunia
? Kalaupun sudah seimbang, manakah yang harus didahulukan, Akhirat atau dunia ? Manusia menginginkan dunia, tetapi Allah subhanahu wata’ala menghendaki Akhirat
yang harus diutamakan. Wal akhirotu khoiru wa abqa ( Di
sisi Allah Akhirat lebih baik dan lebih kekal) Sementara manusia banyak yang
lebih menghendaki dunia.
Maka dalam Surat Al Qashash ayat 77 Allah subhanahu
wata’ala memerintahkan kepada kita agar jangan melupakan dunia ketika kita mencari Akhirat. Bukan jangan melupakan akhirat ketika mencari
dunia. Sedangkan manusia berpedoman : Jangan lupakan akhirat ketika mencari
dunia. Maka Allah berfirman dalam
ayat berikut ini Allah pentingkan akhirat lebih dulu, kemudian jangan lupakan
dunia. Ayat 77 Al Qashash adalah :
Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Maksudnya, carilah dunia semata-mata untuk
kepentingan (kesenangan) negeri Akhirat. Dan sekali-kali kamu jangan melupakan
keadaanmu (hidupmu) di dunia. Raihlah
Akhirat tetapi jangan lupakan dunia. Bukan sebaliknya : Raihlah dunia jangan
lupakan Akhirat. Sebab bila seseorang sudah meraih dunia biasanya lupa akan
Akhirat. Jangankan sudah berhasil meraih dunia, yang belum (tidak) meraih dunia
saja banyak yang lupa kepada Akhirat. Maka Allah perintahkan : Carilah negeri Akhirat tetapi jangan lupakan
kehidupan dunia.
Disebutkan dalam ayat : Jangan kamu membuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang membuat kerusakan –
Maksudnya, ketika manusia dengan rakus mengambil harta milik orang lain yang
bukan miliknya dengan cara tidak Haq
(tidak benar).
Maka AlQur’an dan Hadits melarang manusia
mengambil harta milik sesama manusia dengan cara Dzolim.
Lihat Surat
An Nisaa’ ayat 29 :
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Ayat tersebut ditujukan kepada orang-orang
yang beriman, Yaitu agar kita jangan mendzolimi sesama manusia, mengambil harta
sesama manusia. Bagaimana kalau kita
tetap mengambil harta sesama manusia (melanggar) ?
Lihat ayat berikutnya (ayat 30) Allah subhanahu wata’ala berfirman :
Dan
barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak
akan memasukkannya ke dalam neraka.
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Yaitu mengambil dengan cara tidak benar
(curang), menyalahi hukum, jual-beli tetapi menipu, meminjam tidak
mengembalikan, atau dengan cara lain yang melanggar hukum, atau dengan cara dzolim, yaitu mencuri, merampas,
merampok, korupsi, dst. Siapa yang
melakukan seperti itu, kelak orang itu akan dimasukkan ke dalam neraka
Jahannam. Dan bagi Allah memasukkan manusia ke dalam neraka itu
mudah.
Lihat Surat
Al Baqarah ayat 188 :
Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal
kamu mengetahui.
Di Negara kita, biasanya orang yang berperkara,
kalau ingin menang, lalu diperkarakan di pengadilan. Apalagi bila orang itu punya kekuatan, punya
uang, punya jabatan, kenal dengan para hakim. Lalu mereka mudah sekali membawa
ke pengadilan. Merampas hak orang lain, tanah orang lain, rumah orang lain,
bukan hanya satu-dua meter, melainkan berhektar-hektar, nilainya-pun
bermilyar-milyar rupiah, dengan enaknya ia meng-klaim, mengambil, bahkan merasa
ini adalah miliknya, padahal ia tahu itu bukan miliknya. Demi Allah, Allah Maha Mengetahui.
Maka ayat tersebut dengan tegas Allah
melarang : Jangan sekali-kali sebagian dari kamu memakan harta sebagian yang
lain dengan cara bathil (curang),
lalu kamu memperkarakan kepada hakim, menyuap hakim, dengan tujuan memakan
harta sesama manusia dengan cara dzolim. Sedangkan kamu tahu, maka
perbuatan itu adalah dosa besar.
Dalam Hadits, diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim, dari sahabat yang bernama Sa’id bin Zaid, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang mengambil tanah orang lain
secara dzolim satu jengkal saja, kelak di hari Kiamat Allah akan timpakan
kepadanya beban dari bumi tujuh lapis”. (Hadits Mutafaqqun ‘alaih, Bukhari – Muslim).
Sementara itu di zaman sekarang orang
dengan mudah saja mengambil, merampas tanah orang lain, dengan mudah merampas
hak orang lain, dan itu adalah perbuatan dzolim. Tetapi manusia menyangka itu
biasa-biasa saja. Manusia menyangka itu perbuatan yang legal. Bahkan manusia
ketika mengambil hak orang lain ia tidak merasa bersalah, ketika telah
dimenangkan melewati jalur hukum, lalu ia menganggap “ini adalah milik saya”.
Betul memang ketika itu di dunia, karena
ia di pihak yang menang berperkara, tetapi kelak di Akhirat ia akan menderita
dengan penderitaan yang sangat berat.
Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, dan Imam Nasa-i dan Imam Tirmidzy, dari Samurah bin
Zundab, Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam telah bersabda : “Atas tanggungan
tangan seseorang yang mengambilnya sampai orang itu mau mengembalikan apa yang
telah diambilnya”.
Artinya, orang yang mengambil hak orang
lain (tentu dengan tangannya, dengan tulisan, lewat surat, telepon dan
lainnya), mengambil hak orang lain
dengan perbuatannya sendiri, maka itu menjadi tanggungan dirinya sampai ia mau
mengembalikan apa yang telah diambilnya. Bahkan orang yang mengambil dengan
mencuri baik secara paksa atau tidak, secara halus atau kasar, telah terbukti telah mengambil, maka
hukumannya adalah potong-tangannya.
Allah subhanahu
wata’ala berfirman dalam Surat Al
Maa-idah ayat 38 tentang hukuman bagi orang yang mencuri (merampas) :
Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Maka bagaimana supaya orang yang mencuri
itu diampuni oleh Allah subhanahu
wata’ala, dalam ayat berikutnya
(ayat 39) Allah membuat aturan :
Maka
barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan
itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Para Ahli Tafsir AlQur’an menjelaskan
bahwa yang dimaksudh “bertaubat” dalam ayat tersebut adalah :
1. Bertaubat meminta
ampun kepada Allah,
2. Meminta maaf
kepada orang yang didzolimi
3. Mengembalikan apa
yang telah diambilnya (dicuri, dirampas) kepada pemiliknya,
Maka
Allah subhanahu wata’ala pasti
akan mengampuni dosa-dosanya. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
Artinya, bahwa dalam ayat tersebut Allah
memerintahkan agar siapa yang mengambil
hak orang lain dan itu bukan haknya, dan terbukti bersalah, maka
dipotong tangannya.
Berapa batas minimal nilai barang yang
diambil sehingga harus dipotong tangannya ?
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim, dari ‘Aisyah rodhiyallahu
‘anha, bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan : “Dipotong tangan orang
yang mencuri pada harga yang nilainya seperempat Dinar”.
Keterangan.
Satu Dinar nilanya setara dengan 4,25 gram emas murni.
Bila 1(satu) gram emas murni sekarang
harganya Rp 600 ribu, maka satu
Dinar sama dengan 4, 25 gram X Rp 600 ribu = Rp 2.550.000,- (Dua juta
limaratus limapuluh ribu rupiah).
Seperempat Dinar adalah : Rp 2.550.000 : 4
= Rp 637.500,- (Enamratus tigapuluh tujuh ribu limaratus rupiah)
Maka siapa yang mencuri barang (uang)
senilai minimal Rp 637.500, - (Enamratus tigapuluh tujuh ribu limaratus rupiah)
hukumannya harus dipotong tangannya.
Lalu bagaimana dengan koruptor yang mencuri uang bermilyar-milyar rupiah
? Atau orang yang merampas tanah
berhektar-hektar ? Bagian tubuh yang mana yang harus dipotong ?. Na’udzubillah min dzalik !.
Sementara para pejabat kita yang diambil
sumpahnya ketika pelantikan, sambil mengucapkan sumpahnya AlQur’an di atasnya,
pejabat itu umumnya tidak tahu apa-apa tentang AlQur’an, bahkan tidak bisa
membaca AlQur’an. Kalaupun bisa membaca,
ia tidak tahu isi AlQur’an apalagi maknanya.
Apalagi tidak ada dalil bahwa orang yang bersumpah, maka AlQur’an
harus di atasnya. Yang benar, orang yang disumpah hanya mengucapkan : Wallahi,
Demi
Allah, saya bersumpah, dst.dst.
Dan setelah itu orang yang disumpah dengan seenaknya mengambil harta Negara atau
orang lain.
Maka bila anda mengucapkan sumpah, ucapkan
seperti ucapan sumpah tersebut ditas dan tidak akan berkhianat.
Ada Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim, dari sahabat yang bernama Ya’qil bin Yasar, Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda
: “Barang siapa dari kalian diberi oleh
Allah kemampuan untuk memimpin segolongan (sekelompok) rakyat untuk
dipimpinnya, lalu pada suatu ketika pemimpin itu mati, dan saat ia mati masih
dalam keadaan menipu rakyatnya, maka sungguh Allah haramkan baginya surga”.
Seandainya Hadits tersebut dibacakan
ketika selesai orang disumpah, orang akan takut sekali melanggar
sumpahnya. Tetapi mungkin takutnya hanya
seketika ia disumpah, untuk selanjutnya orang tidak ada yang tahu. Karena pada hakekatnya manusia itu tergiur
dengan dunia. Yang menjadi sasaran dan yang dikejar-kejar adalah dunia. Dunia-lah yang menjadi tolok ukur,
seolah-olah suksesnya manusia itu adalah kalau telah bisa meraih dunia.
Padahal Demi Allah, bukan. Sukses manusia bukan
dunia, melainkan Akhirat.
Lihat Surat
Ali Imran ayat 195 Allah subhanahu wata’ala berfirman :
Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke
dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung (sukses). kehidupan dunia itu
tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
Itulah orang yang sukses, orang yang
berhasil. Orang yang menang. Dunia yang
ia raih berapapun banyaknya, apapun bentuknya, kalau orang tidak bisa meraih surga,
maka Demi Allah ia akan hina-dina di hadapan Allah. Maka kita diperintahkan oleh Allah untuk lebih baik, lebih mulia di sisi Allah subhanahu wata’ala, meskipun kadang terhina di mata manusia.
Betapa banyak manusia bertakbir menyebut Nama Allah di dalam sholat, di dalam ruku’ dan
sujud, di tempat-tempat ibadah, tetapi keluar dari tempat ibadah menjadi takabur di hadapan Allah subhanahu wata’ala. Manusia menganggap
ringan di hadapan Allah. Padahal Allah
telah menetapkan aturan-aturan, dan siapa yang melanggar aturan itu berarti ia
telah berbuat dzolim.
Salah satu kedzoliman yang kadang kita
tidak sadari adalah meminjam. Atau
orang yang meminjamkan lalu mengharapkan kembaliannya lebih dari pinjamannya.
Orang meminjam berbuat dzolim,
ialah orang yang meminjam (misalnya pinjam uang) ia mampu tetapi tidak mau
membayar (mengembalikan) pinjamannya.
Padahal seberapa kecil-pun jumlahnya, kalau akadnya pinjam-meminjam maka
wajib mengembalikannya.
Bahkan di negeri kita ini orang
(pengusaha) meminjam bermilyar-milyar rupiah, tetapi tidak mau mengembalikan, dengan
alasan usahanya bangkrut (pailit). Lalu
minta kepada pengadilan agar diputuskan pailit, dst. Padahal ia tidak bangkrut atau pailit. Adakah
aturan Allah yang demikian itu ? Tidak bisa semudah itu. Ada aturan-aturannya. Orang yang mampu,
meminjam uang, lalu tidak mau membayar, maka ia termasuk orang yang dzolim.
Hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan
Imam Muslim dari sahabat yang bernama Abu Hurairah rodhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “Orang-orang yang
kaya (mampu) yang seharusnya membayar hutang yang dimilikinya, ternyata ia
tidak mau membayar, ia lebih cinta dengan hartanya itu, maka penahanan (tidak
mau bayar) itu suatu kedzoliman”.
Hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud., Imam Bukhari dan Imam An Nassa-i
dari Amir bin Syariq rodhiyallahu ‘anhu
berkata Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Penahanan (pinjaman) orang-orang yang telah benar-benar mampu
membayar, menghalalkan kehormatannya dan menghalalkan siksanya, maka ia
dianggap telah mencuri, boleh dipotong tangannya”.
Maksudnya, orang yang meminjam dan telah
mampu membayar (mengembalikan) tetapi tidak mau mengembalikan, maka ia
disamakan dengan mencuri, boleh dipotong tangannya, atau halal kehormatannya,
artinya boleh dilaporkan kepada yang berwajib dan boleh diambil hartanya
sebesar pinjamannya untuk dikembalikan kepada yang meminjamkan.
Sekarang ini banyak ditawarkan pinjaman
yang mengandung riba. Misalnya ditawarkan melalui iklan atau tulisan dipasang
ditempat umum :
Kredit
ringan, bunga ringan, proses cepat, Rp 10 – 200
juta, Syarat : BPKB, Sertifikat, dll. Maksudnya, orang menawarkan hutang kepada kita lalu
mengharap imbalan dari uang. Itulah Riba.
Karena mengambil keuntungan dari menghutangkan. Padahal orang yang
menghutangkan dalam Islam adalah ibadah atau shodakoh, tidak boleh ada bunga
(tambahan pembayaran). Allah yang akan
membayar pahalanya. Bukan kemudian mencari kekayaan dengan menghutangkan.
Tetapi yang terjadi di negeri kita, kalau
ada orang berhutang dan cicilannya belum dibayar (nunggak), bukan diberikan
keringanan justru dibebankan bunga-berganda.
Padahal Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 280 :
Dan
jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.
Sebetulnya Allah subhanahu wata’ala mengatur bahwa orang yang dalam kesulitan harus
kita bantu, jangan dibebankan bunga. Di
negeri kita kalau ada peminjam yang bayarannya nunggak maka si peminjam makin
senang, karena akan semakin besar tambahan pembayarannya.
Padahal itu Riba.
Apa hukumnya orang yang memakan Riba
?
Dalam Surat
Al Baqarah ayat 275 Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Ayat tersebut dahsyat sekali, sayangnya
umat Islam tidak mengetahui ayat-ayat yang semacam itu. Atau guru-mengajinya (ustad-nya) tidak pernah
membahas ayat-ayat tersebut. Padahal itu harus disampaikan kepada umat.
Hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan
Imam Muslim, dari sahabat yang bernama Mu’az bin Jabal, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Katakanlah yang haq (yang benar) apa-apa hukum Allah itu meskipun
pahit”.
Bahwa riba
itu haram, sampai Allah subhanahau
wataaaa’ala berfirman dalama ayat tersebut di atas: Bahwa pemakan riba itu
kelak di Akhirat tidak mampu berdiri, kalaupun mampu berdiri, maka berdirinya
seperti orang kemasukan syaithan, karena terkena penyakit gila.
Demikian berat. Mereka dikatakan seperti
itu karena mereka mengatakan : Jual-beli
sama saja dengan riba. Padahal
jauh berbeda. Dalam jual-beli ada
barang, ditukar dengan materi. Sedangkan riba adalah uang dibayar (ditukar)
dengan uang dan ada tambahan. Itu tidak
boleh.
Padahal sudah dikatakan : Allah menghalalkan jual-beli tetapi
mengharamkan riba.
Maka siapa yang mengambil dengan cara
riba, Allah subhanahu wata’ala
berfirman dalam ayat berikutnya, yaitu Surat
Al Baqarah ayat 276 : :
Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Maksudnya, Allah akan menghancurkan riba
dan orang mengambil harta orang lain secara dzolim melalui proses
riba, hartanya akan dimusnahkan oleh
Allah subhanahu wata’ala.
Sedangkan orang yang bershodakoh
(bersedekah) akan disuburkan (ditambah) hartanya. Dan Allah tidak pernah
menyukai orang yang ingkar dan banyak berdosa melalui harta.
Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam
Abu Daud dan Imam At Tirmidzy, dari sahabat Ibnu Hikam dan Abu Humaid As
Sa’idi, Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “Tidak halal
seseorang mengambil sebuah tongkat milik saudaranya, tanpa seizinnya”.
Sementara dalam kehidupan kita
sehari-hari, jangankan hanya sekedar tongkat, sekedar meminjam, orang mengambil
tanpa izin tetapi sama sekali tidak merasa bersalah (berdosa) karena menganggap
remeh dengan barang itu. Yang
demikian itu dilarang, karena setiap mengambil (menggunakan) barang sekecil
apapun harus dengan seizin yang punya. Ridho
dengan ridho. Siapa yang mengambil
harta sesama tanpa izin, sekecil apapun kelak akan dimintai tanggung-jawabnya
Hadits shahih lain diriwayatkan oleh Imam
Muslim, dari sahabat bernama Abu Hurairah rodhiyallahu
‘anhu, ketika Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam bertanya kepada para sahabat tentang muflis (bangkrut) : Tahukah
kalian apa itu Muflis ?
Para sahabat menjawab : “Ya Rasulullah, muflis (bangkrut) adalah orang yang
hartanya habis karena rugi dalam berniaga (dagang), atau karena musibah,
dll.”.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda
: Bukan itu. Yang dimaksud muflis (bangkrut) nanti di akhirat
adalah orang yang dari dunia membawa pahala yang banyak, tetapi karena
banyaknya dzolim kepada kepada sesama manusia, sering memaki, mencela,
mendzolimi, mengambil harta menyakiti orang lain, tanpa pernah meminta maaf
ketika masih di dunia, tanpa pernah menyelesaikan di dunia, maka kelak di Hari
Kiamat ia akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah, orang-orang yang dahulu di dzolimi ketika di
dunia akan diberikan pahala secara gratis oleh Allah dari orang yang berbuat
dzolim. Orang itu pahalanya akan diambil
lalu diberikan kepada orang-orang yang pernah didzolimi. Dan apabila
kedzolimannya demikian banyak, dan amalnya telah habis untuk menutupi
kedzolimannya, dan masih ada orang yang didzolimi, maka dosa orang yang
didzolimi oleh Allah diambil, lalu ditimpakan kepadanya. Maka bangkrutlah orang itu, padahal punya
modal amal dan pahala banyak, karena kesalahannya adalah ia tidak saling
meminta maaf ketika di dunia.
Maka bila ingin menjadi orang sukses,
janganlah berbuat dzolim dan banyaklah berbuat baik kepada sesama manusia.
Walluha a’lam.
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
No comments:
Post a Comment