Translate

Thursday, February 6, 2014

Sukses Komunikasi Rumah Tangga Rasulullah s.a.w., oleh : Ustadz. Sukeri Abdillah


PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM

Sukses Komunikasi Rumah Tangga Rasulullah s.a.w.

Ustadz. Sukeri Abdillah

Jum’at,  22 Rabi’ul Awal 1435 H – 24 Januari 2014.


 Assalamu’alaikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Judul bahasan kali ini adalah Sukses Komunikasi Rumahtangga Rasulullah s.a.w. sebagai Rasul Sang Tauladan.  Kita tahu bahwa kehadiran Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam baik sebagai sosok pribadi, orang Arab, maupun pembawa Risalah (Rasul Utusan Allah subhanahu wata’ala) untuk kita semua, banyak perilaku beliau yang patut kita jadikan Teladan.   Karena memang Allah subhanahau wata’ala  merekomendasikan demikian.

Salah satu yang pasti bisa kita teladani adalah dalam menjalankan amaliah-amaliah berumahtangga, mengingat Rumahtangga adalah merupakan miniatur kehidupan berbangsa dan bernegara.  Ada seorang teman dari Amerika Serikat sempat berkomentar : “Di negaramu (Indonesia) meskipun perceraian cukup tinggi, tetapi tidak setinggi di Negara kami (Amerika).  Di Indonesia pasangan yang melakukan perceraian kira-kira 20%, sedangkan di Negara kami (AS) tidak kurang dari 60%.  Kenapa pasangan hidup di Indonesai bisa lebih kuat ?”.

Suatu saat ketika teman dari Amerika itu sempat datang di Indonesia, ia menyaksikan tentang  nilai-nilai religious (keagamaan) di masyarakat Indonesia.
Artinya secara kasat-mata saja orang non muslim melihat kehidupan orang-orang beriman di Indonesia, dimana kita sendiri merasakan bahwa rumahtangga kita belum bersifat Islami,  orang Amerika itu merasakan kekaguman. 
Bayangkan seandainya rumahtangga-rumahtangga Islam di Indonesia benar-benar melaksanakan nilai-nilai Islam yang utuh yang Samil dan Mutakamil.  Dan salah satu entry point-nya adalah dalam ber-komunikasi.

Sebenarnya, problema rumahtangga kebanyakan ada pada komunikasi dan kesabaran.  Jika saja komunikasi dan kesabaran dalam rumahtangga dijaga dengan baik, insya Allah tidak ada rumahtangga yang karam dalam perjalanannya.
Maka salah satu “bidikan” bahasan kali ini adalah pada persoalan komunikasi.
Agar komunikasi rumahtangga berjalan dengan baik,  Allah subhanahu wata’ala telah menghadirkan sosok Rasulullah Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam.

Nabi Muhammad saw sendiri telah dipuji oleh Allah subhanahu wata’ala dengan pujian yanag tidak tanggung-tanggung dan diabadikan sepanjang zaman dalam AlQur’an Surat Al Qalam ayat 4 :

سُوۡرَةُ القَلَم

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ۬ (٤)


Dan sesungguhnya kamu(Muhammad)  benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Sebenarnya, akhlak dasar manusia itu sudah utama. Misalnya secara umum manusia itu mencintai kebaikan, secara umum setiap orang siap membela kehormatan, siap bekerja-sama, bergotong-royong, dst.   Tetapi bila kita sejenak melihat ke belakang, dalam Sirrah Nabawiyah didapatkan bahwa Akhlak-Mulia yang tidak di bentengi dengan nilai-nilai Ilahiyah, ternyata justru menjatuhkan harkat dan martabat manusia itu sendiri.

Contoh : ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha menceritakan  bahwa zaman dahulu zaman Jahiliyah ada model perkawinan Rabbi. Apabila seorang wanita siap menikah maka  ia beri tanda jalan menuju rumahnya.   Jika seorang pemuda melihat tanda itu dan ingin menikahinya maka ia menghubungi teman-temannya lima - sepuluh  orang pemuda yang juga siap menikah. Malam harinya mereka datang menemui wanita itu untuk menggauli wanita itu secara bergiliran.

Selesai melakukan mereka masing-masing memberikan uang kepada wanita tersebut sebagai tanda terima kasih. Bahkan bila salah seorang pemuda itu tidak punya uang maka salah seorang pemuda lainnya wajib membantu.
Sifat membantu itu adalah akhlak yang baik.  Tetapi membantu (bertolong-tolongan) dalam keburukan (kejahatan) adalah perbuatan buruk.

Kelak bila wanita yang digauli bersama-sama itu hamil maka dukun kampung akan memanggil ke-sepuluh pemuda itu, dikumpulkan di hadapan si wanita, lalu wanita itu akan meniliti satu-persatu pemuda itu untuk memilihnya menjadi suaminya.
Menjadikan seseorang menjadi suami adalah akhlak yang baik, tetapi karena tidak berdasarkan keimanan, maka perbuatan itu adalah buruk (jahat).
Itulah model perkawinan Rabbi.   

Ada lagi model perkawinan Gadai. Jika seorang wanita menikah sampai  pada kurun waktu yang lama belum punya anak,   maka suatu hari ketika sudah selesai haid, si wanita itu akan berkata kepada suaminya, bahwa salah satu tetangganya ada seorang suami yang berparas gagah, ganteng, lalu wanita itu minta agar diantar ke rumah orang tersebut untuk bisa mendapatkan bibit (benih) darinya.  Maka suaminya dengan senang hati mengantar isterinya itu ke rumah tetangganya yang berparas gagah dan ganteng itu.

Sampai di sana si wanita itu dititipkan untuk digauli agar bisa punya keturunan yang gagah atau cantik. Kalau nanti sudah hamil akan diambil lagi oleh suaminya. Dan ketika mengambil isterinya yang sudah hamil  itu si suami harus menebus (membayar) sejumlah uang.  Berusaha agar punya anak, atau memperbaiki keturunan adalah akhlak yang baik, tetapi perbuatan seperti dalam cerita tersebut adalah perbuatan buruk (jahat).

Ada lagi perkawinan Wali.  Inilah yang diambil oleh Islam. Jika seorang pemuda tertarik untuk menikah dengan seorang wanita maka pemuda itu akan datang kepada Walinya. Kemudian ia akan melamarnya baik-baik dan selanjutnya menikahinya.

Kedua model perkawinan diatas di mansuh (dihapus) oleh Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul dan diganti dengan model yang ketiga yaitu model perkawinan wali.  Model perkawinan pertama dan kedua adalah buruk maka tidak diambil, yang diambil adalah yang ketiga yaitu model perkawinan per-Walian.

Maka dalam ayat tersebut disebutkan bahwa Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam mempunyai akhlak utama di atas akhlak yang mulia. Allah sendiri yang memujinya.

Selanjutnya Allah subhanahu wata’ala memuji Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam sekaligus memberikan legitimasi kepada kita orang beriman,  seperti difirmankan Allah subhanahu wata’ala dalam Surat An Najm ayat 1 – 4 :

سُوۡرَةُ النّجْم
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

وَٱلنَّجۡمِ إِذَا هَوَىٰ (١) مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمۡ وَمَا غَوَىٰ (٢) وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ (٣) إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡىٌ۬ يُوحَىٰ (٤)


1. Demi bintang ketika terbenam.
2. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.
3. Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

Akhlak adalah sikap spontan yang muncul tanpa instruksi akal. Demikian menurut para ulama. Maka ada ahklakul karimah ( mulia) dan ada akhlakul fasad (buruk). 
Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam sikap spontan-nya baik, mulia. Meskipun beliau pernah keluar emosinya, yaitu berwajah muram, tetapi segera ditegur oleh Allah subhanahu wata’ala agar jangan emosional. (Lihat AlQur’an Surat ‘Abasa).

Maka seketika wajah beliau berubah, hilang emosinya menjadi wajah yang menyenangkan.  Dan  banyak sekali dalam AlQur’an digambarkan sikap-sikap kebaikan beliau Rasulullah saw), sehingga bagaimanapun beliau marah, tetap bisa dan wajib kita teladani.  Maka kalau kita sedang marah, menirulah marahnya Rasulullah saw. yaitu cukup bermuka merah saja dan tersenyum.

Legitimasi keteladanan terhadap sikap Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam tertuang dalam Surat Al Ahzab ayat 21,  Allah subhanahau wata’ala berfirman :

سُوۡرَةُ الاٴحزَاب

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ۬ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأَخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرً۬ا (٢١)


Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Kenapa pada Hari Akhir  (Kiamat) ? Karena jerih-payah kita beribadah di dunia akan dibalas oleh Allah subhanahu wata’ala. 
Perjumpaan kita dengan Allah subhanahu wata’ala, jerih-payah dan penderitaan selama kita memikul beban rumahtangga akan Allah balas dan Allah hapus segala dosa dan kesalahan kita, diampuni,  bahkan segala kesalahan dan aib kita, akan Allah tutupi, dan kita dimasukkan ke dalam surga.

Untuk itu maka mutlak kita harus bertauladan (mencontoh) kepada Rasulullah Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam. Seperti sifat dan sikap beliau di bawah ini :

1.Menutup aib lawan bicara guna meluruskan kesalahannya.
Sikap Rasulullah saw ketika memperlakukan orang lain, beliau menutup aib lawan bicara guna meluruskan kesalahannya. Ketika Rasulullah saw melihat seseorang berbuat salah, maka yang beliau lakukan terlebih dahulu adalah diam.

Mendiamkannya beberapa saat. Apalagi bila kesalahan seseorang itu dilakukan di depan banyak orang. Ketika seseorang melakukan kesalahan di depan umum, secara mentalitas sebetulnya orang itu sedang jatuh mentalnya. Tetapi oleh beliau ditutupi. Kemudian beliau beritahu yang benar, sehingga orang itu bisa bangkit untuk melakukan kebaikan.

Contoh : Suatu ketika Rasulullah saw  sedang duduk-duduk di masjid bersama dengan beberapa para sahabat.  Beliau   memberitahukan kepada seorang Badui (Arab gunung) yang buang air (kencing) di dalam masjid. Beliau beritahu dengan baik-baik, karena orang itu belum tahu bahwa itu adalah masjid, dan diberitahu bagaimana seharusnya, maka orang Arab Gunung itu sadar dan mengikuti apa yang dikatakan oleh Rasulullah saw. 

Rasulullah saw membuat orang yang semula menunduk karena malu, mnenjadi-kannya orang itu tegak. Menjadikan seseorang yang semula malu, menjadikan ia bisa menebus rasa malunya dengan kebanggaan sikap.  Cara beliau menegur atau meluruskan kesalahan seseorang dengan menutupi aibnya, membuat orang yang semula tidak suka, menjadikan orang itu bangkit motivasinya untuk melakukan kebenaran.

Contoh kedua, adalah ketika Rasulullah saw sedang berjalan menuju ke lapangan untuk sholat Ied, dilihat oleh beliau seorang anak kecil yang sedang menangis di pinggir lapangan.  Anak itu berbadan kotor dan berpakaian lusuh, sedang menangis sambil melihat teman-temannya yang sedang bergembira-ria. Semula anak tersebut ingin bergabung bermain dengan teman-temannya, tetapi teman-temannya mengusirnya karena badannya kotor dan bajunya lusuh. 

Oleh Rasulullah saw anak tersebut ditanya, lalu diajak pulang kerumah beliau. Disuruhnya Fatimah (putri beliau) untuk memandikan anak tersebut, diganti pakaiannya dengan pakaian yang bagus dan bersih dan diberinya makan (sarapan).  Kemudian Rasulullah saw mengajak kembali ke lapangan sambil diberi tahu bahwa anak tersebut diakui menjadi anak beliau dan akan hidup bersama beliau.  

Sampai di tanah lapang kembali, anak tersebut langsung membaur dengan teman-temannya dan berkata  bahwa ia  sudah punya ayah dan ayahnya adalah  Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam.

Kejadian tersebut membuktikan bahwa anak yang semula sedih, rendah diri, begitu diangkat anak oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, diganti pakaiannya dengan pakai yang bagus, diberi makanan, disantuni, maka anak itu menjadi senang kembali, punya harga diri tidak lagi merasa minder dengan teman-temannya, berani menatap dunia. Sekarang ia berbaur dengan teman-temannya dan dihormati oleh teman-temannya.

Untuk zaman sekarang bila ada seorang yang membela anak tetangga yang suka disakiti oleh teman-temannya, tentu si anak itu tidak akan lupa selamanya kepada  orang yang pernah membelanya. Itulah yang terpenting dalam kehidupan sehari-hari, yang kadang terlupakan, merasa rumahtangga hanyalah rumahtangga inti saja, hanya anak darah daging saja, padahal anak tetanggapun sebenarnya juga merupakan anak-anak kita.  Dan itulah sebenarnya yang menjadikan rumahtangga kita semakin berkah dengan ke-harmonisan.

2.Menegakkan hukum untuk menyambung kehidupan, bukan menghabisinya.
Kalaupun harus menghukum,  Rasulullah saw melakukan tindakan-tindakan hukum yang tetap membuat seseorang itu panjang umurnya baik umur kehidupan maupun umur amal. Tidak mematahkan semangat seseorang untuk beramal.

Ketika suatu saat datang seorang wanita yang telah melakukan zina (berzina) sehingga ia hamil,  wanita itu meminta agar dirajam (dihukum rajam). Lalu beliau bertanya apakah ada bukti dan saksi ?  Wanita itu mengatakan ada buktinya sambil menunjuk perutnya yang sudah membesar tanda hamil.  Kamudian Rasulullah saw memutuskan untuk memberi hukuman rajam kepada wanita tersebut, tetapi diberi tangguh sampai anak yang dikandungnya dilahirkan. 
 
Setelah wanita itu melahirkan seorang bayi, datanglah ia menemui Rasulullah saw dan beliau bersabda : “Kembalilah kamu ke rumahmu, susuilah anakmu itu selama dua tahun. Setelah itu kembalilah kamu ke sini”. Dua tahun kemudian wanita itu datang dengan membawa anaknya yang sudah disusui selama dua tahun, dan berkata : “Ya Rasulullah rajam-lah saya”.

Dalam Hadits ada dua versi, yaitu versi pertama mengatakan bahwa Rasulullah saw melaksanakan hukum rajam atas wanita tersebut, dan  versi kedua mengatakan  bahwa Rasulullah saw tidak jadi merajam wanita itu dengan sabda beliau : “Penderitaanmu hamil, melahirkan, menyusui anakmu sampai dua tahun semoga menghapuskan dosa-dosamu”.

Terlepas dari versi tersebut,  dalam Hadits tersebut ada pelajaran yang sangat bagus bahwa Rasulullah saw tetap menghukum,  tetapi tidak menghabisi kehidupan orang.   Karena ketika seseorang mengaku bersalah masih diberi tangguh (tenggat waktu) untuk menjalani hukuman, apakah pengakuannya itu murni, benar bahwa ia telah berbuat (zina) atau sebenarnya ia ingin lari dari kenyataan yang lain.

Katakanlah dalam versi Hadits tersebut wanita itu bisa jadi bukan berzina melainkan diperkosa, atau ia berzina tetapi laki-laki yang menzinai pergi tidak bertanggungjawab. Karena rasa malunya wanita tersebut lalu melapor kepada Rasulullah saw agar dirajam, suatu jalan menuju ke surga.  Itu membuktikan bahwa Hukum dalam Islam adalah sesuatu yang mahal harganya.  Yang namanya Surga itu sulit mencapainya.  Tidak bisa dicapai hanya dengan duduk-duduk saja.

Sementara itu banyak orang yang mencari mati demi menghindar dari realitas kesulitan hidup lalu ingin segera mati.  Ini yang harus kita waspadai dalam kehidupan rumahtangga kita.   Maka kepada para suami hendaknya waspada kalau tiba-tiba isterinya mengatakan bahwa yang dikandungnya adalah benih orang lain. Bisa jadi itu hanya pengakuan, yang merupakan jalan agar ia bisa lari dari anda sebagai suaminya.   Apalagi ia tahu bahwa anda sangat mencintainya. Ia akan memperdaya anda. Maka harus waspada.

Demikian pula para wanita, jangan mudah percaya pada omongan suami. Bisa saja seorang suami mengatakan kepada isterinya bahwa ia sudah punya wanita lain. Jangan mudah percaya.  Tetapi tetaplah lihat kenyataannya. Ingat seperti disampaikan pada pembahasan terdahulu bahwa pria atau wanita itu sama saja mudah cemburu.

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam menegakkan hukum untuk menyambung kehidupan.  Maka kitapun harus demikian.  Jangan terlalu mudah mem-vonis pasangan atau anak kita. Tetapi hendaknya bisa memotivasi.

 3.Tidak mencerca atau mencaci si terhukum.
Dalam kehidupan rumahtangga terkadang ada situasi yang mengerikan.
Beberapa waktu lalu ada cerita yang sungguh-sungguh terjadi pada sebuah pasangan suami-isteri.  Mereka sama-sama punya jabatan  manager pada suatu kantor, di mana isterinya punya hobby bisnis. Ketika suaminya ditugaskan oleh kantor untuk suatu tugas ke Eropa, dan sudah lama tidak pulang, maka si isteri ingin menyusul  ke Eropa, dimana suaminya bertugas.

Pasangan tersebut sudah 7 tahun menikah tetapi belum punya anak. Mereka saling mencintai.  Semula si suami tidak setuju isterinya menyusul ke Eropa, tetapi karena isterinya membujuk terus, akhirnya suami membolehkan isterinya menyusul   Tetapi si isteri mampir dulu di Paris karena ada perjanjian bertemu dengan teman pria-nya di Paris.  Ketika di Paris mereka bertemu dan ketika makan bersama di sebuah restaurant mereka akhir menginap di sebuah hotel di Paris.

Dan malam itu terjadi hubungan antara seorang isteri dengan pria lain yang bukan suaminya. Sesudah itu si pria pergi tanpa meninggalkan pesan dan HP-nyapun selalu dimatikan. Semua alat komunikasi diputus. Akhirnya si isteri itupun bingung sendiri dan berusaha dan mencari informasi bagaimana cara menghancurkan  sperma yang sudah masuk dalam rahimnya.  Memang akhirnya ia mendapatkan obat penghancur sperma dan ia minum beberapa butir kapsul, yang menurut keterangan dalam label kapsul itu bisa menghancurkan sperma dalam satu-dua minggu sperma dalam rahim bisa hancur.

Ia-pun sengaja menunda pertemuan dengan suaminya. Dan sampai pada waktu yang ditentukan akhirnya si isteri itu bertemu dengan suaminya sambil berbulan madu. Sampai pada bulan berikutnya si isteri terlambat menstruasi, dan diperiksakan ke dokter ternyata ia hamil.  Dalam keadaan hamil dan rasa gembira pasangan itu pulang ke Tanah Air dan pada bulan ke sembilan lebih sepuluh hari si isteri melahirkan seorang anak laki-laki. 

Sambil menunggu beberapa jam di rumah bersalin, si suami dipanggil oleh dokter yang menangani kelahiran anaknya dan dokter kandungan itu setelah berbasa-basi seperlunya lalu menanyakan golongan darah si suami itu, dijawab bahwa golongan darahnya B.   Sedangkan si isteri yang baru saja melahirkan golongan darahnya O.  

Lalu dokter tersebut memberikan keterangan : “Maaf, Pak, anak anda telah lahir dengan selamat.  Tetapi dalam pemeriksaan darah, ternyata darah anak anda terjadi lompatan genetika, yaitu darah anak anda adalah AB-plus.  
Kasus ini memang bisa terjadi yaitu mutasi golongan darah tetapi jarang terjadi atau langka. Kejadiannya adalah satu juta berbanding satu. Tetapi kalau Bapak tidak yakin, Bapak bisa meminta chek (periksa) untuk tes genetika”.

Padahal hari itu si suami sudah senang bukan main dan merasa bahagia sekali mendapatkan anak yang selama ini ia dambakan.  Bahkan sudah menelepon kepada pembantu di rumahnya agar mempersiapkan kamar dan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan  sang bayi yang baru lahir.  Tetapi karena mendengar keterangan dokter kandungan itu, si suami menjadi lemas, jatuh duduk terkulai.

Sampai di rumahnya dan sudah berjalan satu minggu ia belum memberitahukan hasil pemeriksaan dokter itu kepada isterinya.  Sampai minggu kedua ketika hendak melakukan Tes genetika, suaminya menyampaikan (menceritakan) hasil pemeriksaan dokter kandungan, bahwa terjadi lompatan golongan darah pada si bayi, sebagaimana disebutkan di atas.  Si isteri menjawab bahwa tidak apa-apa, yang penting sudah punya anak.

Ternyata hasil test genetika terhadap si bayi menghasilkan : 10% gen suami, 50% gen pria lain. Tetapi si suaminya mengatakan : Demi Allah saya tetap mencintai dia (isterinya) dan saya tidak akan menceraikannya.   
Ada kalanya seseorang bisa mengatakan demikian, tetapi karena “tekanan kanan-kiri” demikian dahsyat,  akhirnya si suami itu mengatakan : “Akhirnya, sudahlah saya ungsikan isteri saya dan isteri saya dengan legowo (rela) menceritakan apa yang dialaminya sebelumnya,”.

Dan dengan ikhlas si isteri mengatakan kalau memang hendak diceraikan, silakan ceraikan, ia tidak akan menuntut apa-apa. Kemudian suaminya berfikir : “Kalau-pun anak itu bukan darah-daging saya, anggaplah anak itu adalah anak-angkat kami.  Paling tidak saya berharap pahalanya sama dengan anak saya sendiri, dari sisi Allah subhanahu wata’ala”. 

Demikian luar-biasa sikap suaminya itu. Mereka bercerai, tetapi si suami tetap mencintai (bekas) isterinya itu bertanggungjawab dalam membesarkana anaknya itu.

Dalam Hadits lain dikisahkan bahwa terjadi pelaksanaan hukum rajam terhadap seorang pamuda.  Dalam kisah Hadits tersebut dinyatakan bahwa pemuda ini telah melakukan kemaksiatan yang dahsyat, ia datang kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam untuk dirajam,  dan untuk kali ini betul-betul dijalankan hukum rajamnya.   Pemuda yang berzina itu dikubur sampai ke lehernya, dan kepalanya masih di permukaan tanah dan dilempari dengan batu.  Ketika melempar, ada beberapa orang yang sambil melontar dengan batu,  melaknatnya.  Rasulullah saw bersabda : “Cukup, jangan engkau bantu syaithan untuk menjerumuskannya ke dalam Jahannam, karena dengan rajam ini ia akan masuk surga”.

Sementara di zaman sekarang dalam masyarakat kita,  ada orang tersangka korupsi dan baru tahap tersangka saja orang sudah gempar, dan mencaci-maki orang tersebut. Baru terduga saja maka sudah hancurlah nama keluarganya bahkan mungkin kelompoknya. Na’udzubillah min dzalik. 
Bandingkan dengan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam.  

Maka bisa diduga, bahwa semua yang terjadi di dalam masyarakat sekarang ini itulah awal rumahtangga-rumahtangga mereka. Terutama di kalangan Media-Massa. Kalaupun wartawannya tidak demikian, mungkin pemodalnya yang ber-akhlak seperti itu.

Merupakan tugas  kita sekarang, kita harus bisa mengembalikan sifat-sifat akhlakul karimah pada zaman Rasulullah saw .  missi beliau.  Beliau dan para sahabat sekarang sudah tidak ada, tetapi yang ada adalah kita kaum muslimin.   Siapa yang akan mempertahankan indahnya Islam,  mempertahankan romantisme rumahtangga yang baik, kalau bukan kita. 

Karena ahli waris yang sah agama ini (Islam), adalah kita umat Islam yang beriman, bukan orang Kristen Syiria, bukan Kristen Koptik, bukan  Hindu-Budha yang suka membantai kaum muslimin dan menggantikan masjid-masjid kaum muslimin, dengan sinagog-sinagog atau  pura-pura mereka. 
Siapkah kita melanjutkan Risalah Nubuwah ini ?. Siapkah kita menciptakan komunikasi yang harmonis di rumah masing-masing ?

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLHUMMA WABIHAMDIKA ASYAHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK. 
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
                                                                ____________

No comments:

Post a Comment