PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM
Sukses
Komunikasi Rumah Tangga Rasulullah s.a.w.
Ustadz. Sukeri Abdillah
Assalamu’alaikum
wr.wb.,
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Judul bahasan kali ini adalah Sukses
Komunikasi Rumahtangga Rasulullah s.a.w. sebagai Rasul Sang Tauladan. Kita tahu bahwa kehadiran Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam baik sebagai
sosok pribadi, orang Arab, maupun pembawa Risalah (Rasul Utusan Allah subhanahu wata’ala) untuk kita semua,
banyak perilaku beliau yang patut kita jadikan Teladan. Karena memang Allah subhanahau wata’ala merekomendasikan
demikian.
Salah satu yang pasti bisa kita teladani
adalah dalam menjalankan amaliah-amaliah berumahtangga, mengingat Rumahtangga
adalah merupakan miniatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada seorang teman dari Amerika Serikat sempat
berkomentar : “Di negaramu (Indonesia)
meskipun perceraian cukup tinggi, tetapi tidak setinggi di Negara kami
(Amerika). Di Indonesia pasangan yang
melakukan perceraian kira-kira 20%, sedangkan di Negara kami (AS) tidak kurang
dari 60%. Kenapa pasangan hidup di
Indonesai bisa lebih kuat ?”.
Suatu saat ketika teman dari Amerika itu
sempat datang di Indonesia, ia menyaksikan tentang nilai-nilai religious (keagamaan) di
masyarakat Indonesia.
Artinya secara kasat-mata saja orang non
muslim melihat kehidupan orang-orang beriman di Indonesia, dimana kita sendiri
merasakan bahwa rumahtangga kita belum bersifat Islami, orang Amerika itu merasakan kekaguman.
Bayangkan seandainya
rumahtangga-rumahtangga Islam di Indonesia benar-benar melaksanakan nilai-nilai
Islam yang utuh yang Samil dan Mutakamil. Dan salah satu entry point-nya adalah dalam ber-komunikasi.
Sebenarnya, problema rumahtangga
kebanyakan ada pada komunikasi dan kesabaran.
Jika saja komunikasi dan kesabaran dalam rumahtangga dijaga dengan
baik, insya Allah tidak ada rumahtangga yang karam dalam perjalanannya.
Maka salah satu “bidikan” bahasan kali
ini adalah pada persoalan komunikasi.
Agar komunikasi rumahtangga berjalan
dengan baik, Allah subhanahu wata’ala telah menghadirkan sosok Rasulullah Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam.
Nabi Muhammad saw sendiri telah dipuji
oleh Allah subhanahu wata’ala dengan
pujian yanag tidak tanggung-tanggung dan diabadikan sepanjang zaman dalam AlQur’an Surat Al Qalam ayat 4 :
سُوۡرَةُ القَلَم
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ
خُلُقٍ عَظِيمٍ۬ (٤)
Dan
sesungguhnya kamu(Muhammad) benar-benar
berbudi pekerti yang agung.
Sebenarnya, akhlak dasar manusia itu sudah utama. Misalnya secara umum manusia
itu mencintai kebaikan, secara umum setiap orang siap membela kehormatan, siap
bekerja-sama, bergotong-royong, dst.
Tetapi bila kita sejenak melihat ke belakang, dalam Sirrah Nabawiyah didapatkan bahwa Akhlak-Mulia yang tidak di
bentengi dengan nilai-nilai Ilahiyah,
ternyata justru menjatuhkan harkat dan martabat manusia itu sendiri.
Contoh : ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha menceritakan
bahwa zaman dahulu zaman Jahiliyah
ada model perkawinan Rabbi. Apabila
seorang wanita siap menikah maka ia beri
tanda jalan menuju rumahnya. Jika
seorang pemuda melihat tanda itu dan ingin menikahinya maka ia menghubungi
teman-temannya lima - sepuluh orang
pemuda yang juga siap menikah. Malam harinya mereka datang menemui wanita itu
untuk menggauli wanita itu secara bergiliran.
Selesai melakukan mereka masing-masing
memberikan uang kepada wanita tersebut sebagai tanda terima kasih. Bahkan bila
salah seorang pemuda itu tidak punya uang maka salah seorang pemuda lainnya
wajib membantu.
Sifat membantu itu adalah akhlak yang baik. Tetapi membantu (bertolong-tolongan) dalam
keburukan (kejahatan) adalah perbuatan buruk.
Kelak bila wanita yang digauli
bersama-sama itu hamil maka dukun kampung akan memanggil ke-sepuluh pemuda itu,
dikumpulkan di hadapan si wanita, lalu wanita itu akan meniliti satu-persatu
pemuda itu untuk memilihnya menjadi suaminya.
Menjadikan seseorang menjadi suami adalah akhlak yang baik, tetapi karena tidak
berdasarkan keimanan, maka perbuatan itu adalah buruk (jahat).
Itulah model perkawinan Rabbi.
Ada lagi model perkawinan Gadai. Jika seorang wanita menikah sampai pada kurun waktu yang lama belum punya anak, maka suatu hari ketika sudah selesai haid, si wanita itu akan berkata kepada
suaminya, bahwa salah satu tetangganya ada seorang suami yang berparas gagah,
ganteng, lalu wanita itu minta agar diantar ke rumah orang tersebut untuk bisa
mendapatkan bibit (benih) darinya. Maka
suaminya dengan senang hati mengantar isterinya itu ke rumah tetangganya yang
berparas gagah dan ganteng itu.
Sampai di sana si wanita itu dititipkan
untuk digauli agar bisa punya keturunan yang gagah atau cantik. Kalau nanti
sudah hamil akan diambil lagi oleh suaminya. Dan ketika mengambil isterinya
yang sudah hamil itu si suami harus
menebus (membayar) sejumlah uang.
Berusaha agar punya anak, atau memperbaiki keturunan adalah akhlak yang baik, tetapi perbuatan
seperti dalam cerita tersebut adalah perbuatan buruk (jahat).
Ada lagi perkawinan Wali. Inilah yang
diambil oleh Islam. Jika seorang pemuda tertarik untuk menikah dengan seorang
wanita maka pemuda itu akan datang kepada Walinya. Kemudian ia akan melamarnya
baik-baik dan selanjutnya menikahinya.
Kedua model perkawinan diatas di mansuh
(dihapus) oleh Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam ketika
beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul dan diganti dengan model yang ketiga
yaitu model perkawinan wali. Model perkawinan pertama dan kedua adalah
buruk maka tidak diambil, yang diambil adalah yang ketiga yaitu model
perkawinan per-Walian.
Maka dalam ayat tersebut disebutkan bahwa
Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam mempunyai akhlak utama di atas akhlak yang mulia. Allah sendiri yang
memujinya.
Selanjutnya Allah subhanahu wata’ala memuji Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam sekaligus
memberikan legitimasi kepada kita orang beriman, seperti difirmankan Allah subhanahu wata’ala dalam Surat An Najm ayat 1 – 4 :
سُوۡرَةُ النّجْم
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
وَٱلنَّجۡمِ إِذَا هَوَىٰ
(١) مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمۡ وَمَا غَوَىٰ (٢) وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ
(٣) إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡىٌ۬ يُوحَىٰ (٤)
1. Demi
bintang ketika terbenam.
2. Kawanmu
(Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.
3. Dan
Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
4. Ucapannya
itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
Akhlak adalah sikap
spontan yang muncul tanpa instruksi akal. Demikian menurut para ulama. Maka ada
ahklakul karimah ( mulia) dan ada akhlakul fasad (buruk).
Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam sikap spontan-nya baik, mulia. Meskipun
beliau pernah keluar emosinya, yaitu berwajah muram, tetapi segera ditegur oleh
Allah subhanahu wata’ala agar jangan
emosional. (Lihat AlQur’an Surat ‘Abasa).
Maka seketika wajah beliau berubah, hilang
emosinya menjadi wajah yang menyenangkan.
Dan banyak sekali dalam AlQur’an
digambarkan sikap-sikap kebaikan beliau Rasulullah saw), sehingga bagaimanapun
beliau marah, tetap bisa dan wajib kita teladani. Maka kalau kita sedang marah, menirulah
marahnya Rasulullah saw. yaitu cukup bermuka merah saja dan tersenyum.
Legitimasi
keteladanan
terhadap sikap Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam tertuang dalam Surat
Al Ahzab ayat 21, Allah subhanahau wata’ala berfirman :
سُوۡرَةُ الاٴحزَاب
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِى
رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ۬ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ
ٱلۡأَخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرً۬ا (٢١)
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Kenapa pada Hari Akhir (Kiamat) ? Karena jerih-payah kita beribadah
di dunia akan dibalas oleh Allah subhanahu
wata’ala.
Perjumpaan kita dengan Allah subhanahu wata’ala, jerih-payah dan
penderitaan selama kita memikul beban rumahtangga akan Allah balas dan Allah
hapus segala dosa dan kesalahan kita, diampuni,
bahkan segala kesalahan dan aib kita, akan Allah tutupi, dan kita
dimasukkan ke dalam surga.
Untuk itu maka mutlak kita harus
bertauladan (mencontoh) kepada Rasulullah Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam. Seperti sifat dan sikap beliau di
bawah ini :
1.Menutup aib lawan bicara guna meluruskan
kesalahannya.
Sikap Rasulullah saw ketika memperlakukan
orang lain, beliau menutup aib lawan bicara guna meluruskan kesalahannya.
Ketika Rasulullah saw melihat seseorang berbuat salah, maka yang beliau lakukan
terlebih dahulu adalah diam.
Mendiamkannya beberapa saat. Apalagi bila
kesalahan seseorang itu dilakukan di depan banyak orang. Ketika seseorang
melakukan kesalahan di depan umum, secara mentalitas sebetulnya orang itu
sedang jatuh mentalnya. Tetapi oleh beliau ditutupi. Kemudian beliau beritahu
yang benar, sehingga orang itu bisa bangkit untuk melakukan kebaikan.
Contoh : Suatu ketika Rasulullah saw sedang duduk-duduk di masjid bersama dengan
beberapa para sahabat. Beliau memberitahukan kepada seorang Badui (Arab
gunung) yang buang air (kencing) di dalam masjid. Beliau beritahu dengan
baik-baik, karena orang itu belum tahu bahwa itu adalah masjid, dan diberitahu
bagaimana seharusnya, maka orang Arab Gunung itu sadar dan mengikuti apa yang
dikatakan oleh Rasulullah saw.
Rasulullah saw membuat orang yang semula
menunduk karena malu, mnenjadi-kannya orang itu tegak. Menjadikan seseorang yang
semula malu, menjadikan ia bisa menebus rasa malunya dengan kebanggaan
sikap. Cara beliau menegur atau
meluruskan kesalahan seseorang dengan menutupi aibnya, membuat orang yang
semula tidak suka, menjadikan orang itu bangkit motivasinya untuk melakukan
kebenaran.
Contoh kedua, adalah ketika Rasulullah saw
sedang berjalan menuju ke lapangan untuk sholat Ied, dilihat oleh beliau
seorang anak kecil yang sedang menangis di pinggir lapangan. Anak itu berbadan kotor dan berpakaian lusuh,
sedang menangis sambil melihat teman-temannya yang sedang bergembira-ria.
Semula anak tersebut ingin bergabung bermain dengan teman-temannya, tetapi
teman-temannya mengusirnya karena badannya kotor dan bajunya lusuh.
Oleh Rasulullah saw anak tersebut ditanya,
lalu diajak pulang kerumah beliau. Disuruhnya Fatimah (putri beliau) untuk
memandikan anak tersebut, diganti pakaiannya dengan pakaian yang bagus dan
bersih dan diberinya makan (sarapan).
Kemudian Rasulullah saw mengajak kembali ke lapangan sambil diberi tahu
bahwa anak tersebut diakui menjadi anak beliau dan akan hidup bersama beliau.
Sampai di tanah lapang kembali, anak
tersebut langsung membaur dengan teman-temannya dan berkata bahwa ia
sudah punya ayah dan ayahnya adalah
Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wasallam.
Kejadian tersebut membuktikan bahwa anak
yang semula sedih, rendah diri, begitu diangkat anak oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, diganti
pakaiannya dengan pakai yang bagus, diberi makanan, disantuni, maka anak itu
menjadi senang kembali, punya harga diri tidak lagi merasa minder dengan
teman-temannya, berani menatap dunia. Sekarang ia berbaur dengan teman-temannya
dan dihormati oleh teman-temannya.
Untuk zaman sekarang bila ada seorang yang
membela anak tetangga yang suka disakiti oleh teman-temannya, tentu si anak itu
tidak akan lupa selamanya kepada orang
yang pernah membelanya. Itulah yang terpenting dalam kehidupan sehari-hari,
yang kadang terlupakan, merasa rumahtangga hanyalah rumahtangga inti saja, hanya
anak darah daging saja, padahal anak tetanggapun sebenarnya juga merupakan
anak-anak kita. Dan itulah sebenarnya
yang menjadikan rumahtangga kita semakin berkah dengan ke-harmonisan.
2.Menegakkan hukum untuk menyambung
kehidupan, bukan menghabisinya.
Kalaupun harus menghukum, Rasulullah saw melakukan tindakan-tindakan
hukum yang tetap membuat seseorang itu panjang umurnya baik umur kehidupan
maupun umur amal. Tidak mematahkan semangat seseorang untuk beramal.
Ketika suatu saat datang seorang wanita
yang telah melakukan zina (berzina) sehingga ia hamil, wanita itu meminta agar dirajam (dihukum
rajam). Lalu beliau bertanya apakah ada bukti dan saksi ? Wanita itu mengatakan ada buktinya sambil menunjuk
perutnya yang sudah membesar tanda hamil. Kamudian Rasulullah saw memutuskan untuk
memberi hukuman rajam kepada wanita tersebut, tetapi diberi tangguh sampai anak
yang dikandungnya dilahirkan.
Setelah wanita itu melahirkan seorang
bayi, datanglah ia menemui Rasulullah saw dan beliau bersabda : “Kembalilah kamu ke rumahmu, susuilah anakmu
itu selama dua tahun. Setelah itu kembalilah kamu ke sini”. Dua tahun
kemudian wanita itu datang dengan membawa anaknya yang sudah disusui selama dua
tahun, dan berkata : “Ya Rasulullah
rajam-lah saya”.
Dalam Hadits ada dua versi, yaitu versi
pertama mengatakan bahwa Rasulullah saw melaksanakan hukum rajam atas wanita
tersebut, dan versi kedua
mengatakan bahwa Rasulullah saw tidak
jadi merajam wanita itu dengan sabda beliau : “Penderitaanmu hamil, melahirkan, menyusui anakmu sampai dua tahun
semoga menghapuskan dosa-dosamu”.
Terlepas dari versi tersebut, dalam Hadits tersebut ada pelajaran yang
sangat bagus bahwa Rasulullah saw tetap menghukum, tetapi tidak menghabisi kehidupan orang. Karena ketika seseorang mengaku bersalah
masih diberi tangguh (tenggat waktu) untuk menjalani hukuman, apakah
pengakuannya itu murni, benar bahwa ia telah berbuat (zina) atau sebenarnya ia
ingin lari dari kenyataan yang lain.
Katakanlah dalam versi Hadits tersebut
wanita itu bisa jadi bukan berzina melainkan diperkosa, atau ia berzina tetapi
laki-laki yang menzinai pergi tidak bertanggungjawab. Karena rasa malunya
wanita tersebut lalu melapor kepada Rasulullah saw agar dirajam, suatu jalan
menuju ke surga. Itu membuktikan bahwa
Hukum dalam Islam adalah sesuatu yang mahal harganya. Yang namanya Surga itu sulit mencapainya.
Tidak bisa dicapai hanya dengan duduk-duduk saja.
Sementara itu banyak orang yang mencari
mati demi menghindar dari realitas kesulitan hidup lalu ingin segera mati. Ini yang harus kita waspadai dalam kehidupan
rumahtangga kita. Maka kepada para
suami hendaknya waspada kalau tiba-tiba isterinya mengatakan bahwa yang
dikandungnya adalah benih orang lain. Bisa jadi itu hanya pengakuan, yang
merupakan jalan agar ia bisa lari dari anda sebagai suaminya. Apalagi ia tahu bahwa anda sangat mencintainya.
Ia akan memperdaya anda. Maka harus waspada.
Demikian pula para wanita, jangan mudah
percaya pada omongan suami. Bisa saja
seorang suami mengatakan kepada isterinya bahwa ia sudah punya wanita lain.
Jangan mudah percaya. Tetapi tetaplah
lihat kenyataannya. Ingat seperti disampaikan pada pembahasan terdahulu bahwa
pria atau wanita itu sama saja mudah cemburu.
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam menegakkan hukum untuk menyambung
kehidupan. Maka kitapun harus
demikian. Jangan terlalu mudah mem-vonis
pasangan atau anak kita. Tetapi hendaknya bisa memotivasi.
3.Tidak mencerca atau mencaci si terhukum.
Dalam kehidupan rumahtangga terkadang ada
situasi yang mengerikan.
Beberapa waktu lalu ada cerita yang
sungguh-sungguh terjadi pada sebuah pasangan suami-isteri. Mereka sama-sama punya jabatan manager pada suatu kantor, di mana isterinya
punya hobby bisnis. Ketika suaminya
ditugaskan oleh kantor untuk suatu tugas ke Eropa, dan sudah lama tidak pulang,
maka si isteri ingin menyusul ke Eropa,
dimana suaminya bertugas.
Pasangan tersebut sudah 7 tahun menikah
tetapi belum punya anak. Mereka saling mencintai. Semula si suami tidak setuju isterinya
menyusul ke Eropa, tetapi karena isterinya membujuk terus, akhirnya suami
membolehkan isterinya menyusul Tetapi
si isteri mampir dulu di Paris karena ada perjanjian bertemu dengan teman
pria-nya di Paris. Ketika di Paris
mereka bertemu dan ketika makan bersama di sebuah restaurant mereka akhir
menginap di sebuah hotel di Paris.
Dan malam itu terjadi hubungan antara
seorang isteri dengan pria lain yang bukan suaminya. Sesudah itu si pria pergi
tanpa meninggalkan pesan dan HP-nyapun selalu dimatikan. Semua alat komunikasi
diputus. Akhirnya si isteri itupun bingung sendiri dan berusaha dan mencari
informasi bagaimana cara menghancurkan sperma
yang sudah masuk dalam rahimnya. Memang
akhirnya ia mendapatkan obat penghancur sperma dan ia minum beberapa butir
kapsul, yang menurut keterangan dalam label kapsul itu bisa menghancurkan
sperma dalam satu-dua minggu sperma dalam rahim bisa hancur.
Ia-pun sengaja menunda pertemuan dengan
suaminya. Dan sampai pada waktu yang ditentukan akhirnya si isteri itu bertemu
dengan suaminya sambil berbulan madu. Sampai pada bulan berikutnya si isteri
terlambat menstruasi, dan diperiksakan ke dokter ternyata ia hamil. Dalam keadaan hamil dan rasa gembira pasangan
itu pulang ke Tanah Air dan pada bulan ke sembilan lebih sepuluh hari si isteri
melahirkan seorang anak laki-laki.
Sambil menunggu beberapa jam di rumah
bersalin, si suami dipanggil oleh dokter yang menangani kelahiran anaknya dan
dokter kandungan itu setelah berbasa-basi seperlunya lalu menanyakan golongan
darah si suami itu, dijawab bahwa golongan darahnya B. Sedangkan si isteri yang baru saja
melahirkan golongan darahnya O.
Lalu dokter tersebut memberikan keterangan
: “Maaf, Pak, anak anda telah lahir
dengan selamat. Tetapi dalam pemeriksaan
darah, ternyata darah anak anda terjadi lompatan genetika, yaitu darah anak
anda adalah AB-plus.
Kasus
ini memang bisa terjadi yaitu mutasi golongan darah tetapi jarang terjadi atau
langka. Kejadiannya adalah satu juta berbanding satu. Tetapi kalau Bapak tidak
yakin, Bapak bisa meminta chek (periksa) untuk tes genetika”.
Padahal hari itu si suami sudah senang
bukan main dan merasa bahagia sekali mendapatkan anak yang selama ini ia
dambakan. Bahkan sudah menelepon kepada
pembantu di rumahnya agar mempersiapkan kamar dan segala sesuatunya untuk
menyambut kedatangan sang bayi yang baru
lahir. Tetapi karena mendengar keterangan
dokter kandungan itu, si suami menjadi lemas, jatuh duduk terkulai.
Sampai di rumahnya dan sudah berjalan satu
minggu ia belum memberitahukan hasil pemeriksaan dokter itu kepada isterinya. Sampai minggu kedua ketika hendak melakukan
Tes genetika, suaminya menyampaikan (menceritakan) hasil pemeriksaan dokter
kandungan, bahwa terjadi lompatan golongan darah pada si bayi, sebagaimana
disebutkan di atas. Si isteri menjawab
bahwa tidak apa-apa, yang penting sudah punya anak.
Ternyata hasil test genetika terhadap si
bayi menghasilkan : 10% gen suami, 50% gen pria lain. Tetapi si suaminya
mengatakan : Demi Allah saya tetap mencintai dia (isterinya) dan saya tidak
akan menceraikannya.
Ada kalanya seseorang bisa mengatakan
demikian, tetapi karena “tekanan kanan-kiri” demikian dahsyat, akhirnya si suami itu mengatakan : “Akhirnya, sudahlah saya ungsikan isteri saya
dan isteri saya dengan legowo (rela) menceritakan apa yang dialaminya
sebelumnya,”.
Dan dengan ikhlas si isteri mengatakan
kalau memang hendak diceraikan, silakan ceraikan, ia tidak akan menuntut
apa-apa. Kemudian suaminya berfikir : “Kalau-pun
anak itu bukan darah-daging saya, anggaplah anak itu adalah anak-angkat
kami. Paling tidak saya berharap
pahalanya sama dengan anak saya sendiri, dari sisi Allah subhanahu wata’ala”.
Demikian luar-biasa sikap suaminya itu.
Mereka bercerai, tetapi si suami tetap mencintai (bekas) isterinya itu
bertanggungjawab dalam membesarkana anaknya itu.
Dalam Hadits lain dikisahkan bahwa terjadi
pelaksanaan hukum rajam terhadap seorang pamuda. Dalam kisah Hadits tersebut dinyatakan bahwa
pemuda ini telah melakukan kemaksiatan yang dahsyat, ia datang kepada
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
untuk dirajam, dan untuk kali ini
betul-betul dijalankan hukum rajamnya. Pemuda yang berzina itu dikubur sampai ke
lehernya, dan kepalanya masih di permukaan tanah dan dilempari dengan
batu. Ketika melempar, ada beberapa
orang yang sambil melontar dengan batu, melaknatnya.
Rasulullah saw bersabda : “Cukup,
jangan engkau bantu syaithan untuk menjerumuskannya ke dalam Jahannam, karena
dengan rajam ini ia akan masuk surga”.
Sementara di zaman sekarang dalam
masyarakat kita, ada orang tersangka korupsi dan baru tahap
tersangka saja orang sudah gempar, dan mencaci-maki orang tersebut. Baru
terduga saja maka sudah hancurlah nama keluarganya bahkan mungkin kelompoknya. Na’udzubillah min dzalik.
Bandingkan dengan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam.
Maka bisa diduga, bahwa semua yang terjadi
di dalam masyarakat sekarang ini itulah awal rumahtangga-rumahtangga mereka.
Terutama di kalangan Media-Massa. Kalaupun wartawannya tidak demikian, mungkin
pemodalnya yang ber-akhlak seperti itu.
Merupakan tugas kita sekarang, kita harus bisa mengembalikan
sifat-sifat akhlakul karimah pada zaman Rasulullah saw . missi beliau.
Beliau dan para sahabat sekarang sudah tidak ada, tetapi yang ada adalah
kita kaum muslimin. Siapa yang akan mempertahankan indahnya
Islam, mempertahankan romantisme
rumahtangga yang baik, kalau bukan kita.
Karena ahli waris yang sah agama ini
(Islam), adalah kita umat Islam yang beriman, bukan orang Kristen Syiria, bukan
Kristen Koptik, bukan Hindu-Budha yang
suka membantai kaum muslimin dan menggantikan masjid-masjid kaum muslimin,
dengan sinagog-sinagog atau pura-pura mereka.
Siapkah kita melanjutkan Risalah
Nubuwah ini ?. Siapkah kita menciptakan komunikasi yang harmonis di
rumah masing-masing ?
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLHUMMA WABIHAMDIKA ASYAHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Assalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
____________
No comments:
Post a Comment