PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM
Indikator Taqwa
Dr. Hendri Tanjung, Ph.D.
Jum’at, 1 Dzulqo’dah 1434 H – 6 September 2013.
Assalamu’alaikum
wr.wb.,
Bahasan
kali ini adalah tentang Indikator orang yang ber-Taqwa. Allah subhanahu
wata’ala berfirman dalam AlQur’an Surat
Ali Imran ayat 133 – 134 :
133.
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
134.
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Ayat tersebut menceritakan ciri-ciri orang
yang bertaqwa. Banyak sekali ayat-ayat dalam AlQur’an yang isinya teentang
orang yang bertaqwa, atau yang serupa dengan taqwa tidak kurang dari 124
ayat. Yaitu tentang indikator orang-orang
yang ber-taqwa, dimana orang yang ber-taqwa dijamin masuk surga.
Pada ayat 133 Surat Ali Imran sebagaimana
tersebut diatas dikatakan : Bersegeralah
(cepat-cepatlah) untuk menuju ampuinan Allah subhanahu wata’ala. Demikian pula
bersegera menuju Surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
Tentang surga yang luasnya seluas langit
dan bumi tidak hanya dalam satu ayat dalam AlQur’an, melainkan juga di
ayat-ayat yang lain. Misalnya Surat Al Hadid ayat 21 :
Berlomba-lombalah
kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas
langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Maksudnya, jangan ragu-ragu, surga itu
sangat luas, tidak usah khawatir tidak mendapatkan tempat di surga. Yang penting berbuat amalan-amalan yang
menuju ke surga, insya Allah kita akan masuk ke dalam Surga Allah subhanahu wata’ala.
Surga disediakan bagi orang-orang yang
bertaqwa, sebagaimana disebutkan dalam ayat 134 di atas. Adapun ciri-ciri orang ber-taqwa sebagaimana
disebutkan dalam ayat 134 Surat Ali Imran adalah :
1.Orang
yang ber-infaq baik dalam keadaan lapang maupun sempit.
Kalau kita mendengar kata “infaq” maka ada hubungannya dengan
materi. Berbeda antara infaq dan
shodakoh. Infaq, bersifat materi,
sedangkan shodakoh bisa berupa materi bisa juga non materi. Ada Hadits, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tersenyum kepada saudaramu adalah shodakoh”.
Tersenyum dalam hal ini bukan memberi
materi, tetapi memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Biasanya orang yang
memberikan senyum kepada orang lain, pasti orang lain itu akan membalasnya
dengan senyum. Artinya dengan senyum orang itu men-transfer
kebahagiaan. Lalu terjadi saling berbalas kebahagiaan. Maka tersenyum kepada saudara (orang lain)
adalah shodakoh. Artinya, bahwa senyum
adalah disarankan oleh agama kita.
Sedangkan Infaq adalah memberi yang berupa materi. Artinya kita dianjurkan
untuk ber-infaq meskipun dalam keadaan sempit.
Dalam keadaan sempit tetapi kita memberikan infaq kepada saudara kita
yang kekurangan (memerlukan) itu adalah amalan yang luar biasa.
Besarnya infaq adalah dihitung dari
prosentase kekayaan seseorang, bukan dinilai dari jumlah uang yang
diinfaq-kan.
Misalnya orang yang berpendapatan sebulan
Rp 100 juta, maka mungkin ia akan berinfaq Rp 10 juta. Yaitu 10% dari penghasilannya. Kalau orang punya uang Rp 10 juta maka ia (mungkin)
akan ber-infaq sebesar Rp 1 juta. Orang yang punya uang satu juta, maka ia akan
ber-infaq sepuluh ribu rupiah. Artinya,
infaq itu yang dilihat adalah pada prosentase dari harta yang dimiliki, bukan
dari besarnya jumlah infaq.
Maka orang yang bisa (mampu)
meng-infaq-kan hartanya adalah luar biasa. Dalam riwayat Umar bin Khothob
ber-infaq sepertiga dari seluruh hartanya. Tidak dikatakan berapa jumlahnya,
tetapi disebutkan “sepertiga dari jumlah
hartanya”. Demikian pula sahabat
Abubakar Siddiq, meng-infaq-kan seluruh hartanya. Artinya itu berbicara prosentase bukan berapa
jumlahnya.
Keutamaan infaq adalah prosentase. Semakin besar prosentase-nya maka semakin
Allah cintai orang yang ber-infaq itu.
Ketika ditanyakan kepada Abubakar Siddiq :
Apa yang engkau tinggalkan untuk anak-isterimu, beliau menjawab bahwa yang ia
tinggalkan adalah Allah dan Rasul-Nya
untuk mereka. Demkian luar biasa tingkat keimanan Abubakar Siddiq rodhiyallahu ‘anhu.
Infaq merupakan salah
satu instrument untuk memutar kekayaan. Kalau semua orang ber-infak bisa dibayangkan
perputaraan kekayaan itu akan luar-biasa di tengah-tengah masyarakat. Dan itulah yang akan menghidupkan ekonomi, Bukan dengan system Riba yaitu per-bankan.
Seseorang punya uang, disimpan di bank, lalu mendapatkan bunganya, yang demikian itu berarti menumpuk-numpuk
harta. Tidak memutar harta. Dan yang punya harta orang-orang kaya, orang
miskin tidak pernah kebagian. Tetapi
dengan Infaq, maka akan terjadi
perputaran uang, dan orang miskin bisa
ikut menikmati manfaatnya. Dan itu sangat dianjurkan dalam agama kita (Islam).
Dalam AlQur’an Surat Al Baqarah ayat 261 – 263 Allah subhanahu wata’ala berfirman :
261.
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)
lagi Maha mengetahui.
262.
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak
mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan
dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi
Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.
263.
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi
dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi
Maha Penyantun.
Jelas sekali disebutkan bahwa apabila
infaq kita lakukan dengan ikhlas karena
Allah, maka akan dilipat-gandakan menjadi 700 kali. Dan Allah akan melipat-gandakan lagi
sekehendak-Nya tergantung kepada ke-ikhlasan orang yang ber-infaq. Infaq juga
merupakan harta simpanan di Akhirat bagi yang ber-infaq.
Dengan catatan bahwa yang ber-infaq tidak
boleh sama sekali mengungkit-ungkit apa yang telah ia infaq-kan, dengan
menceritakan pemberiannya itu (terutama kepada si penerima infaq). Bila diungkit-ungkit maka hapuslah pahalanya
di Akhirat, seperti debu di atas batu yang terkena air hujan, habis tidak
berbekas. Mengungkit-ungkit perbuatan
baik adalah pekerjaan syaithan, agar pahala manusia menjadi hilang.
Perkataan yang baik dan memaafkan lebih
bagus daripada mengungkit-ungkit (menyakiti hati si penerima infaq).
Infaq
merupakan
instrument dalam Islam yang bisa memutar perekonomian kita, dan di situ ada
nilai ibadah. Maka berbicara Infaq, bukan saja maslahat bagi dunia, tetapi juga maslahat bagi Akhirat.
Maka yakinlah apabila kita melaksanakan ajaran AlQur’an, maka dunia akan
baik dan Akhirat juga akan baik.
Maka hendaknya kita membiasakan ber-infaq
setiap hari,, berapapun besarnya. Kalau itu sudah dibiasakan, maka menjadi
ringan. Kalau sehari tidak ber-infaq
akan menjadi terasa ada yang kurang. Ingat, hendaknya infaq karena mengharap ridho Allah,
bukan karena ingin dilihat (didengar) orang lain.
2.Tanda
orang ber-Taqwa adalah Menahan marah.
Indikator kedua dari orang yang ber-Taqwa
adalah menahan marah, meskipun mampu
melam-piaskan. Marah adalah pekerjaan
syaithan. Biasanya orang marah itu ekspresi wajahnya tegang, matanya melotot,
mukanya merah-padam, dst. Seperti wajah
syaithan. Maka bila ingin melihat wajah
syaithan, lihatlah wajah orang yang sedang marah. Marah adalah sesuatu yang dilarang dalam
ajaran Islam. Indikasi orang ber-taqwa
adalah bisa menahan marah.
Dalam sebuah Hadits diriwayatkan oleh Imam
Bukhari, dari Abu Hurairah rodhiyallahu
‘anhu ada seseorang yang datang dan berkata kepada Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam : “Wahai
Rasulullah, berikan aku wasiat”. Maka
Nabi saw bersabda : “Jangan engkau
marah”. Orang itu berkata lagi : “Ya
Rasulullah beri aku wasiat” . Maka
Nabi saw berkata : “Jangan engkau marah”.
Demikian berulang-kali dan dijawab oleh Nabi Saw “Jangan engkau marah” berkali-kali juga.
Maknanya, Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam memberikan
wasiat kepada orang yang berkata itu dengan jawaban “Jangan engkau marah” dan berkali-kali
bukan hanya sekali.
Wasiat
artinya
sesuatu yang penting dalam hidup. Maka ketika orang akan meninggal, ia
menyampaikan wasiat, sesuatu yang sangat penting dalam hidup. Dalam kaitannya
dengan Hadits di atas, bahwa ada orang yang bertanya kepada Rasulullah saw
tentang wasiat apa yang bisa diberikan kepadanya, Rasulullah saw menjawab : “Jangan engkau marah”, diulang sampai
berkali-kali. Artinya bahwa menahan
marah adalah sangat penting dalam kehidupan.
Makna menahan marah adalah:
1. Bahwa kita mampu
menahan diri dari sebab-sebab yang membuat kemarahan. Dan dicari apa yang
menjadi sebabnya.
2. Jangan berlebihan
ketika marah. Artinya boleh marah tetapi proporsional. Misalnya ada orang
menghina kepada agama kita, menginjak-injak AlQur’an, maka boleh kita marah,
tetapi marah yang wajar, tidak berlebihan.
Bagimana cara menahan marah, agar tidak
terpancing kepada kemarahan:
1.
Selalu menjaga Wudhu.
Artinya selalu dalam keadaan Wudhu, kalau batal ber-wudhu lagi. Menjaga diri selalu dalam keadaan suci.
2.
Ketika terlanjur marah, kita harus ingat bila dalam
keadaan berdiri, segera duduk. Dengan
duduk maka kemarahan akan reda. Atau ingatkan diri kita agar membaca Ta’awudz, memohon perlindungan dari
pengarus syaithon, mengucapkan A’udzubillahiminasysyaithonirojim.
Syaithon selalu menggoda manusia dari
segala arah.
1. Dari depan (artinya Akhirat). Syaithon menghalangi manusia untuk memikirkan
Akhirat. Maka marilah kita melakukan
Akhirotisasi, yaitu selalu mengaitkan apa yang kita lakukan dengan Akhirat. (Akhiroti likulli sya’i). Kalau kita bisa
melakukan Akhirotisasi dalam bidang
ekonomi, maka ekonomi akan menjadi sehat. Selalu mengaitkan aspek Akhirat dalam
Hukum, maka hukum kita akan sehat, tidak ada lagi kedzoliman. Keadilan pasti
ditegakkan sesuai dengan hukum. Akhirat artinya pembalasan, perhitungan. Dan
kita pasti akan menuju Akhirat.
2. Dari belakang (artinya dunia). Syaitho membuat manusia terlena pada dunia.
Seolah-olah jabatan kita adalah seumur hidup, tidak mau melepaskan. Kalau sudah
kaya, ingin kaya terus, tidak mau miskin, dst. Akhirnya orang akan terjatuh
pada penyakit Wahn (cinta dunia, takut mati). Tidak mau lagi ber-jihad, tidak
mau lagi bersusah-payah. Kalau sudah begini maka akan diturunkan Adzab
(bencana) kepada kaum itu. Itulah tipuan
Syaithon, orang menjadi terlena kepada dunia.
3. Dari Kanan (artinya kebaikan), maksudnya syaithon
selalu menghalang-halangi manusia untuk berbuat baik. Bahkan kadang ia berwujud manusia, menghalangi
manusia lain untuk berbuat kebaikan. Siapa saja yang menghalangi orang untuk
berbuat baik, ia adalah syaithon, meskipun wujudnya manusia.
4. Dari kiri (artinya keburukan), syaithan selalu
berusaha agar manusia berbuat buruk. Dalam Surat Al Baqarah dijelaskan bahwa
syithan selalu membisikkan kepada manusia untuk tidak ber-infaq dan ia menyruh
manusia untuk berbuat keji. Dan kerja
syaithon itu luar-biasa. Syaithon
bekerja menggoda manusia secara maksimal. Maka kalau kita tidak maksimal
beribadah, mendekatkan diri kepada Allah, maka kita akan kalah dengan syaithan.
Itulah makna bahwa syaithon menggoda
manusia dari depan, belakang, kanan dan kiri manusia. Kemauan syaithon adalah
agar manusia ini masuk neraka semua.
Apapun akan ia lakukan. Karena syaithon sudah bersumpah di hadapan Allah
subhanahu wata’ala : Demi kemuliaan-Mu ya Allah, aku akan
menggoda semua manusia, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas.
Intinya
:
Bisa menahan marah. Kalaupun marah,
jangan sampai terlihat kemarahannya, dan ketika berkata-kata harus dengan
perkataan yang sejuk. Hati boleh panas
tetapi kepala harus tetap dingin.
3.Memaafkan
(kesalahan) orang.
Itulah kreteria yang ketiga dari orang
yang ber-Taqwa dalam ayat 134 Surat Ali Imran sebagaimana disebutkan di atas, Orang
yang bertaqwa bukanlah orang yang tidak pernah berbuat salah. Kita manusia
pasti pernah berbuat salah. Maka kalau kita berbuat salah, segeralah Istighfar, memohon ampun kepada Allah subhanahu wata’ala. Itulah orang yang
taqwa.
Jangankan manusia biasa, Nabi-pun pernah
berbuat salah. Tetapi Allah segera
menegur dan meluruskan dan memberi maaf.
Lihat AlQur’an Surat At Taubah
ayat 43 Allah subhanahu wata’ala
berfirman :
Semoga
Allah mema'afkanmu (Muhammad). mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk
tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam
keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?
Ketika itu Nabi Muhammad saw mengijinkan
beberapa sahabat untuk tidak ikut berperang dengan alasan macam-macam, bahkan
ada yang berdusta. Yang demikian itu maka Allah menegur kepada beliau. Dan
Allah memaafkan beliau.
Artinya, bahwa pemaaf adalah salah satu Sifat Allah subhanahu wata’ala. Allah
Maha Pengampun (Pemaaf). Dan Nabi-pun
pernah berbuat salah, tetapi langsung Allah menegur dan memaafkan.
Maka kita harus bisa memaafkan sesama,
sebagaimana Allah memaafkan kepada hamba-Nya. Memaafkan sesama adalah meniru
Sifat Allah subhanahu wata’ala.
Dan menjadi pemaaf akan berguna bagi
kesehatan tubuh. Orang pemaaf tidurnya
nyenyak. Sedangkan orang pendendam pasti sering tidak bisa tidur. Lalu kesehatannya terganggu. Apa yang
diperintahkan oleh Allah dalam AlQur’an kepada manusia pasti bagus bagi
manusia.
Dan pada ujung ayat tersebut (Ayat 134
Surat Ali Imran) disebutkan : Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik (kebajikan).
Karena ada sifat pemaaf, maka terjadilah
perdamaian dan persaudaraan antara sesama manusia.
Contoh : Buya Hamka pernah dijebloskan ke
dalam penjara pada zaman rezim Sukarno (Bung Karno), tetapi ketika Bung Karno
di akhir hidupnya meminta agar kelak bila beliau meninggal Buya Hamka yang
menyolati, maka Buya dengan ikhlas
menyolati jenazah Bung Karno ketika
beliau wafat. Buya Hamka yang pemaaf itu
menyolatkan orang yang pernah memenjarakannya. Itulah sifat pemaaf dari seorang
Buya Hamka.
Itulah inti dari Surat Ali Imran ayat 133
dan 134, bahwa ciri orang yang bertaqwa adalah :
1. Orang yang suka
ber-infaq baik di waktu lapang maupun di waktu sempit.
2. Orang yang mampu
menahan marah.
3. Orang yang
memaafkan orang lain.
Maknanya adalah : Kita ber-muamalah adalah
mendidik orang, bukan menghukum orang. Yang menghukum orang adalah Allah subhanahu wata’ala kelak di Akhirat.
Tanya-Jawab.
Pertanyaan:
Hampir setiap hari di rumah kami di
datangi pengemis (pengamen) dan selalu kami beri uang sekedarnya. Apakah dibenarkan tindakan kami yang selalu
memberi uang kepada pengemis (pengamen) setiap hari ?
Jawaban
:
Bila niat anda bersedekah, inya Allah
berpahala dan sampai dan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala. Karena
setiap perbuatan tergantung niatnya. Niat anda adalah bersedekah karena
Allah. Maka insya Allah sedekah anda
sampai dan diterima oleh Allah subhanahu
wata’ala. Namun demikian bila itu dilakukan terus-menerus dalam jangka
panjang, maka tindakan anda itu tidak
mendidik, orang (pengemis) itu selamanya akan datang ke rumah anda dan tidak
mau bekerja. Padahal ajaran Islam adalah
mendidik orang untuk bekerja keras, bukan meminta-minta.
Pertanyaan:
Ada keterangan bahwa ada kreteria-kreteria
dalam ber-infaq yaitu bagi yang mengharap balasan sepuluh kali lipat,
tujuhratus kali lipat dan balasan yang tanpa batas dari Allah subhanahu wata’ala. Mohon penjelasan.
Jawaban:
Benar. Kretria itu memang ada . Siapa yang ber-infaq akan dibalas oleh Allah subhanahu wata’ala dengan sepuluh kali
lipat, tujuhratus kali lipat, bahkan ada
yang balasannya tidak terbatas, dibalas dengan sebanyak-banyaknya
sebagaimana Allah Kehendaki, yaitu kepada siapa saja yang ber-infaq dengan ikhlas.
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh
_____________
No comments:
Post a Comment