Translate

Thursday, April 10, 2014

Ketika Waktu Menjadi Penghalang Mengasuh Anak. oleh : Ustadz Bendri Jaisyurrahman


PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM


Ketika Waktu Menjadi Penghalang Mengasuh Anak.
Bendri Jaisyurrahman


 Jum’at,  4 Jumadil Akhir 1435 H – 4 April  2014



Assalamu’alaikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Bahasan kali ini merupakan bagian (lanjutan) dari bahasan sebelumhnya berkenaan dengan Pendidikan Anak Dalam Keluarga.   Menjadi penting untuk kita pelajari karena memang tidak ada sekolah menjadi orangtua.   Seseorang untuk menjadi dokter, polisi, akuntan atau menjadi bankir, dst., semua itu ada sekolahnya.  Tetapi kita orang tua ini tidak dipersiapkan secara serius oleh pemerintah untuk menjadi orangtua bagi anak-anak kita.

Maka kita mendidik anak, semua dengan coba-coba.  Dengan meniru bapak atau ibu kita, bagaimana mereka melakukan terhadap anak , begitulah yang kita tiru.  Akhirnya tantangan sedemikian besar dan hebat dari luar keluarga, dan akhirnya kita sulit meng-antisipasinya.   Tehnologi berkembang demikian cepat, terkadang kita sebagai orangtua  tertinggal mengikutinya, sementara itu anak kita sudah sedemikian canggih mengikuti perkembangan tehnologi.  Misalnya anak-anak bisa menyimpan film porno di file mereka sendiri,  orangtuanya tidak tahu. Setiap malam anak-anak kita bisa men-download film porno sepuas hati.

Sementara orangtuanya hanya bisa main handphone (HP) walaupun ikon S5 cukup hanya SMS-an atau memotret, sementara anak-anaknya sudah jauh lebih canggih lagi. Itulah yang dialami oleh anak-anak sekarang.

Karena itu hendaknya menjadi orangtua zaman sekarang harus lebih cerdas lagi. Jangan sampai ketika anak-anak kita kelak menjadi dewasa tidak ada bekas pendidikan orangtua, orangtua tidak membekas di jiwa anak-anak kita.

Maka kali ini kita bahas materi yang bertema : Satu Moment Untuk Selamanya.
Suatu hal yang kita inginkan dari anak-anak kita adalah munculnya kenangan manis saat bersama orangtua di masa kecil.  Kenangan manis inilah yang akan membuat mereka (anak-anak kita) meskipun di tengah rasa kesal atau gundah, atau sedih karena mungkin orangtua pernah memarahinya,  tetapi mereka masih berfikir positif terhadap orangtuanya. Ia akan ingat kenangan manis ketika masih kecil bersama ibu-bapaknya.

Tetapi dari pengamatan,  di zaman sekarang banyak terjadi demikian mudah marahnya anak-anak remaja kita kepada orangtuanya, sehingga mereka lupa akan kebaikan orangtuanya.  Sehingga kalau sudah marah, caci-makinya kepada orangtuanya tidak tanggung-tanggung. Mereka tidak malu lagi sampai kemarahan atau caci-makinya ditampilkan di dunia maya.  Di up-load semuanya.  Di twitter mereka tanpa malu-malu mencaci-maki orangtuanya (ibunya) dan itu di Up-load di internet. 

Bisa dilihat dalam contoh kalimat di twitter mereka yang di Upload di internet :
Anjing, kalau bukan orangtua gue udah gue ungkit semuanya, bangsat amat, punya mulut ngga dijaga jadi mama.  Setiap ada lu, gue pasti emosi.

Demikianlah, anak sekarang tidak malu-malunya mencaci-maki ibunya di twitter.
Contohnya lagi  di twitter, di dunia maya  mereka mencaci-maki kepada ibunya :
-         Tuh kan, sama ayah boleh, sama mama tidak boleh.  Ah bangsat, kau ma!
-         Emang gue frontal, tetapi mama gue keterlaluan, anjing, bangsat. Tolong mulutnya dijaga.

Dan kalimat-kalimat demikian itu ditemukan di dunia maya hampir ribuan jumlahnya di Twitter-an.  Kenapa muncul fenomena demikian itu, salah satunya karena anak-anak banyak yang mengalami parent-distrust. Selalu dimarah oleh orangtuanya sampai lupa kebaikan orangtua, karena memang dari orangtuanya tidak ada kesan yang  positif di jiwa mereka (anak-anak).  Yang mereka tahu : Mamanya melarang keluar-malam,  membikin sebal hati, dst, tidak ada yang positif di benak mereka.

Padahal salah satu tugas orangtua ketika mengasuh anak adalah menanamkan ke dalam otak si anak, sehingga dalam memorinya : Meskipun papa-mama galak tetapi kamu pernah merasakan kenangan manis bersama papa-mama. 

Dan itu yang dirasakan oleh para sahabat dalam Kitab Hadits.  Sahabat Usamah bin Zaid menceritakan dalam sebuah Hadits bagaimana kenangan manis bersama Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam dan ia ingat betul ketika sudah dewasa.
Kenangan manis itu diingat terus, dalam Hadit riwayat Imam Bukhari : Dari Usamah bin Zaid  berkata :  Dahulu ketika aku masih kecil, Rasulullah mengambil aku dan didudukkan aku di paha yang satu dan beliau  mendudukan Hasan (cucu beliau) di paha yang lain. Aku ingat benar Rasulullah memeluk kami dan berdo’a untuk kami: Ya Allah kasihilah kedua anak ini karena sesungguhnya aku mengasihi  mereka”.

Oleh Usamah hal tersebut diingat betul sampai ia menjadi dewasa. Dan ia sampaikan hal itu dengan mendetail.  Padahal dalam beberapa hal Usamah pernah juga dimarahi oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. Yaitu ketika dalam peperangan Usamah membunuh salah seorang pasukan musyrikin, padahal orang pasukan musyrik itu sudah mengucapkan kalimat Tauhid : Lailaha illallah.  

Melihat hal itu Rasulullah marah dan bersabda : “Wahai Usamah mengapa kamu bunuh padahal ia telah mengucapkan Lailaha illallah ?”.
Usamah menjawab : “Ya Rasulullah, ia mengucapkan itu sebagai alasan saja supaya tidak dibunuh”.  Rasulullah sholallahu ‘a’alihi wasallam bertanya : “Bagaimana kamu bisa menilai hati seseorang ? Kita harus menilai apa yang nampak dari lisannya, perkara urusan hati adalah urusan Allah”.

Ketika dimarah demikian oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam Usamah tidak dendam, tidak kecewa, lalu mencaci-maki Rasulullah,  tidak.  Karena bagi Usamah ada kenangan manis dahulu ketika ia masih kecil suka dipangku oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. Inilah yang hilang pada anak-anak zaman sekarang. Kenangan manis bersama orangtua sehingga ketika ia dewasa menjadi daya pengikat ketika ibunya (orangtua) melarang sesuatu.

Maka salah tugas pengasuhan kepada anak adalah bagaimana membuat kenangan manis ketika anak menjadi besar (dewasa).  Contoh : Sahabat Mahmud bin Arrabi menceritakan bagaimana ketika ia masih kecil (anak-anak) pernah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bermain bersamanya. 


Beliau menyiramkan air dengan sebuah ember pada wajahku. Ketika itu aku dan teman-temanku tertawa-tawa senang sekali. Air itu diambil dari sebuah sumur dekat rumahku dan aku ingat waktu itu aku berusia 5 tahun”.

Artinya, bermain dengan Rasulullah saja merupakan memori yang indah, diingat sehingga dengan ingatan itu ia merasa nyaman.

Oleh karena itu bagi orangtua yang bekerja, kalau tidak bisa memberikan waktu yang banyak kepada anak-anaknya, berikan waktu (bergaul) yang sedikit tetapi berkesan.   Yang terjadi saat ini, orangtua tidak bisa memberikan kesan indah kepada anak-anaknya.  Alasannya karena sibuk bekerja.  Ketika ada waktu sedikit, mungkin liburan keluar kota, duduk-duduk di suatu taman, anak-anak main PS sementara ayahnya main Gadget. Atau si ayah duduk-duduk saja, merokok, membaca koran, dst. Merasa sudah bersama anak, tetapi tidak ada kesan apa-apa.

Ketika anak sudah dewasa ditanya apa kenangan manis dari ayah-ibu, si anak tidak bisa menjawab karena memang tidak punya kenangan manis dengan orangtuanya.
Tidak punya kesan orangtua.  Ia merasa sudah yatim sebelum waktunya.

Kalau kita membaca Hadits,  para sahabat punya memori yang kuat kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam.  Sampai-sampai julukan yang diberikan  saat mereka berinteraksi dengan Rasulullah,  julukan itu dipakai.  Sahabat Ali bin Abi Thalib pernah merasakan moment yang luar biasa.  Suatu ketika Ali pernah bertengkar dengan isterinya (Fatimah, putri Rasul),  karena bertengkar maka Ali keluar ditinggalkan rumahnya.

(Hal ini bisa merupakan petunjuk bagi kita kaum muslimin, dan ini direkomenda-sikan oleh para ulama,  kalau siami-isteri bertengkar, bila salah satu pihak ingin keluar rumah, maka hendaknya yang keluar rumah adalah suami. Selama ini kalau suami-isteri bertengkar, yang keluar rumah adalah isterinya.  Bahayanya bila isteri yang keluar rumah, maka ia akan dekat atau bertemu dengan orang lain, lalu mengeluarkan unek-uneknya, akhirnya dikompor-kompori oleh orang lain itu, agar bercerai dst.).

Ketika Ali bin Abi Thalib bertengkar dengan isterinya, beliau keluar rumah menuju masjid. (Ini juga merupakan pelajaran bagi kita para suami kelau sedang ribut dengan isteri, jangan lari ke tempat hiburan, ke Mall,  dst, melainkan pergilah ke masjid,  untuk istighfar, dzikir, dst. ).

Ketika itu Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam datang ke rumah Ali dan bertemu dengan Fatimah, putri beliau.   Fatimah lalu menceritakan bahwa mereka baru saja cekcok dan Ali sedang berada di Masjid.  Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam segera menuju masjid dan di masjid menemukan Ali sedang tiduran di pinggir masjid.

Ketika itu masjid Nabawi masih berlantai tanah dan banyak debu. Terlihat Ali sedang tidur dan badannya penuh debu.   Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam tersenyum, lalu memgang tubuh Ali bin Abi Thalib bersabda :
Bangunlah wahai Abu Thurob”.  (Abu Thurob artinya Bapak Debu, panggilan spontan karena tubuh Ali banyak debu).  Peristiwa tersebut diceritakan kepada sahabat-sahabat lain dan Ali mengatakan : “Sejak sekarang  panggillah aku Abu Thurob”. Rupanya Ali sangat terkesan dengan peristiwa itu yang merupakan kenangan manis baginya berkaitan dengan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam.

Kajian ini dimaksudkan, bahwa kenangan manis bagi anak dengan orangtuanya, khususnya ketika anak itu masih kecil,  kenangan itu akan direkam dalam otak si anak, maka akan menjadi pengingat (kenangan) ketika ia sudah dewasa.  Apalagi kenanagan manis, maka itu akan membuat si anak cinta kepada orangtuanya. Ketika si anak dimarah (dinasihati) orangtuanya, ia tidak akan membenci kepada orangtuanya.

Maka bagi orangtua, buatlah setiap pertemuan dengan anak bisa menjadi memorable (kenangan manis), bukan sekedar interaksi, tetapi seberapa kesan baik yang ditimbulkan.  Ada beberapa moment (waktu) di mana orangtua diperlukan hadir dan memanfaatkan waktu itu dalam rangka mengasuh dan memberikan kesan yang indah bagi anak (anak-anaknya) :

1.Hadirlah orangtua ketika anak sedang sedih.
Terutama, orangtua hadirlah ketika si anak sedang sedih.  Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan dalam Hadits, dimana Anas bin Malik bercerita suatu hari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam hadir ke rumahnya :  Ketika saudaraku yang masih kecil bernama Abu Umair yang senang memelihara burung pipit, kebetulan burung pipitnya mati.  Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam sengaja mengunjungi saudaraku yang masih kecil itu (Abu Umair) yang sedang bersedih karena burung pipitnya mati”. 

Ketika anak sedang sedih, mungkin diledek teman-temannya, atau sebab lain, ia sedang membutuhkan sandaran jiwa.  Siapa yang hadir ketika anak sedang sedih dan bisa menghibur, itulah yang akan menjadi Super-Hero-nya.

Bisa jadi anak perempuan yang sedang sedih karena ditolak pacarnya, di rumah tidak ada lagi yang bisa di ajak bicara,  lalu Facebook-an, bertemu dengan anak laki-laki sebayanya baru tiga hari,  lalu cur-hat.  Kemudian karena sudah cur-hat, merasa sudah semakin akrab dengan “cowoknya” di Facebook, lalu diadakan pertemuan di suatu tempat, selanjutnya apa yang terjadi ? Anak perempuan itu menyerahkan segalanya kepada “cowoknya” itu.  Apa sebab itu terjadi ?   Karena di saat ia sedang sedih orangtuanya tidak ada yang mau menemuinya.

Maka hendaknya ketika si anak sedang sedih, usahakan orangtua bisa hadir. Jangan sampai yang datang (hadir) adalah orang yang tidak bertanggungjawab. Yang akhirnya terjadi sesuatu yang sangat merugikan seluruh keluarga.
Karena biasanya di zaman sekarang, ketika ada anak sedang bersedih yang datang adalah kaki-tangan bandar Narkoba.  Jadilah si anak menjadi terbujuk menjadi pemakai narkoba. 

Orangtua yang hadir ketika si anak sedang sedih, akan selalu diingat benar sampai seumur hidupnya tidak akan terlupakan. Jangan sampai ketika si anak sedang sedih yang datang (hadir) pembantunya (babunya).  Bisa berakibat ketika si pembantu dipecat, si anak akan ikut pembantunya. Maka ketika anak sedang sedih,  temanilah ia,   lebih baik ditemani oleh bapak ibunya atau salah seorang dari orangtuanya.

2.Hadirlah orang tua ketika anak sedang sakit.
Juga ketika si anak sedang sakit,  usahakan ditunggui (ditemani) oleh bapak- ibunya atau salah satu dari orangtuanya.
Dalam Hadits, diceritakan oleh Anas bin Malik bahwa ada seorang anak Yahudi yang sering membantu-bantu di rumah  Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam sedang sakit.   Lalu Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mendampingi anak tersebut.

Di saat mendampingi anak tersebut Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam langsung mengajak anak Yahudi itu masuk Islam.  Anak Yahudi lalu menoleh memandangi ayahnya yang sedang berada di dekatnya juga.  Orang Yahudi (bapak anak tersebut) mengangguk dan berkata : “Ikutilah Abu Qosim”. (Maksudnya bahwa orang tua si anak tersebut mengijinkan anaknya  masuk Islam, agar mengikuti Abu Qosim (Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam).

Maka anak tersebut masuk Islam dan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mendo’akan dengan sabda beliau : “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang menyelamatkannya dari siksa api neraka”.

Hadits tersebut menunjukkan bahwa ketika seseorang anak sedang sakit, emosinya mudah disentuh.   Maka kalau kita amati banyak para missionaris yang sering mendatangi pasien di rumah sakit, beberapa suster dari sebuah gereja sengaja mendatangi orang-orang yang sedang sakit di RS dan berdo’a. Memang orang yang sedang sakit secara emosional butuh ditemani. Missionaris tersebut akan mengajak agar si pasien mau ikut agama mereka (Kristen).

Maka ketika Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mengunjungi anak yang sedang sakit, beliau selalu mendo’akan dan sambil memeluk anak tersebut menyuruh anak tersebut sholat agar Allah subhanahu wata’ala semakin sayang.

Bila seorang anak sedang sakit lalu ayah atau ibunya mendampingi, menemani, lalu di katakan kepada si anak : “Nanti kalau sudah sembuh rajin ke masjid, agar Allah subhanahu wata’ala semakin sayang kepadamu”.  Insya Allah si anak akan merasa diperhatikan oleh bapak-ibunya. Dan kenangan demikian itu tidak akan terlupakan sampai ia menjadi dewasa.   Maka jangan sampai anak sedang sakit tidak diperhatikan.

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam ketika mengunjungi anak sedang sakit, beliau selalu berdo’a dan do’anya sengaja dikeraskan (di-jahr-kan) agar si anak ikut mendengarkan lafal do’anya itu.  Kenapa?
Menurut Imam An Nawawi ada tiga alasan mengapa do’a untuk anak sakit harus dijahr-kan (diperdengarkan), alasannya :

1.     Agar si anak (yang sedang sakit) tahu bahwa segala sesuatu itu datangnya (sumbernya) dari Allah subhanahu wata’ala. Berkaitan dengan ajaran Tauhid.  
2.     Merupakan bagian kepedulian dari kedua orangtuanya.  Si anak menjadi tahu bahwa bapak-ibunya peduli kepadanya.
3.     Menunjukkah harapan si orangtua kepada si anak agar anak rajin sholat.

Maka Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam ketika mendo’akan anak,  lafal do’anya  dikeraskan (di-jahr-kan) agar si anak tahu dan merasa diperhatikan.



3.Hadirlah orangtua ketika anak sedang unjuk prestasi.
Dalam  Hadits, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan,  ketika beliau sedang berjalan sampai pada suatu kelompok anak-anak sedang main panahan. (Lomba memanah).   Disebutkan dalam riwayat Hadits tersebut bahwa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam tidak berlalu begitu saja, melainkan beliau duduk di dekat anak-anak tersebut, kemudian beliau memberikan motivasi dengan kalimat : “Ayo teruslah memanah, wahai keturunan Ismail, sesungguhnya kakekmu Ismail adalah seorang pemanah”.

Maka anak-anak itu menjadi semakin semangat dan disebutkan dalam Hadits tersebut  bahwa di hari depan dari anak-anak itu banyak yang menjadi seorang yang handal dalam hal memanah ketika mereka dewasa.

Seorang anak ketika unjuk prestasi, ia membutuhkan dukungan dari orang yang disayangi, orang yang terdekat.   Maka ketika si anak sedang pentas di sekolah misalnya lomba puisi, menari, atau lomba baca AlQur’an,  yang dibutuhkan adalah dukungan orangtuanya yang ikut hadir di situ. Bukan tepuk tangan dari gurunya atau teman-temannya melainkan yang diharapkan  adalah tepuk-tangan dan pujian dari bapak-ibunya hadir di saat pentas itu.

Si anak akan kecewa sekali ketika saat-saat yang mengesankan itu ayah-bundanya tidak hadir.  Biasanya untuk selanjutnya si anak akan menjadi manusia yang acuh tak acuh, kepada siapa saja, kepada lingkungannya, dst.

4.Seringlah makan bersama dengan anak.
Saat makan bersama adalah saat yang indah dikenang seperti diriwayatkan dalam Hadits bagaimana kisah sahabat Umar bin Abi Salamah, ketika ia masih kecil masih dalam asuhan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam,  saat makan bersama Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam duduk mendampinginya dan bersabda : “Wahai Ghulam (anakku), bacalah Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan ambillah makan yang dekat (di hadapanmu)”.

Moment demikian sangat berkesan bagi Umar bin Abi Salamah. Ia berkata : “Setelah itu aku selalu makan seperti yang diajarkan oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallah”.

Artinya, bahwa makan bersama selalu menjadi moment yang penting.   Maka Allah subhanahu wata’ala menciptakan Romadhon dengan puasanya.  Dengan buka dan makan sahur bersama  (makan bersama dengan kedua orangtua).  Yang pada hari-hari biasanya sangat sulit orangtua melakukan makan bersama dengan keluarga.  
Sayangnya, banyak orang-orang tua tidak memanfaatkan moment ini, yaitu berpuasa di bulan Romadhon dan makan bersama keluarga (ketika buka dan sahur).

Sebaliknya ada keluarga yang seharusnya makan bersama  (Buka dan Sahur) sambil orangtua menyampaikan cerita-cerita ringan tentang sahabat Nabi, cerita kepada anak dan keluarganya, dalam rangka meng-akrabkan kepada anak-anak, tetapi justru itu dilakukan makan sambil nonton TV masing-masing tanpa dibarengi dengan suasana kekeluargaan, cerita, dst. Tidak ada kesan sama sekali.   

Alangkah sayangnya. Moment penting yang jarang terjadi tidak dimanfaatkan oleh orangtua.  Makan bersama adalah contoh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam.  Bila dilakukan akan mendatangkan berkah sekeluarga.
Dalam Hadits diriwayatkan Imam Ibnu Majah, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Berkumpullah kalian saat makan, dan sebutlah Nama Allah di dalamnya  (membaca Basmalah), niscaya Allah memberkahi kalian”.

Imam An Nawawi mengartikan Hadits tersebut dengan kata-kata beliau : “Yang dimaksud makan bersama adalah mengambil lauk yang sama, dibagi bersama. Atau saling mencicipi saling menawarkan makanan-nya”.
Dan sunnahnya, ketika makan bersama diselingi dengan cerita-cerita ringan akan menambah ke-akraban.

5.Jadikan saat libur menjadi acara keluarga.
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan: Beliau menyengaja (mengkhususkan) bersama keluarga, bermain dengan keluarga.  Libur tidak harus pergi bersama keluarga. Pernah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mengumpulkan anak-anak dari keluarga ‘Abbas bin Abdul Mutholib. (‘Abbas adalah paman Nabi).    Beberapa anak (Abdullah, Ubaidillah  dan Katsir)  ditantang oleh beliau untuk lomba bermain dan diberi hadiah.  Anak-anak diberi kesempatan untuk memenangkan lomba. Ketika ada yang merasa menang, mereka senang sekali dan mendapat hadiah. Sekedar untuk memberikan rasa akrab kepada anak.anak. 

Demikianlah Lima Waktu yang disebut Quality Times, waktu yang berkualitas dimana ayah dan ibu sibuk bekerja, tetapi bila orangtua bisa membuat waktu-waktu sebagaimana disebutkan di atas.  Itu akan menjadi kenangan manis di saat anak-anak sudah menjadi dewasa. Dan anak akan berfikir bahwa ayah-bunda adalah segalanya.  Anak tidak akan “lari” kemana-mana. Sehingga terjalinlah Emosional Bonding (Ikatan Emosional antara anak dan orangtua).

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

1 comment:

  1. Masya Allah... bagus sekali... jazakallah khayr tips2nya Ustad Bendri

    ReplyDelete