PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM
Ketika Waktu Menjadi
Penghalang Mengasuh Anak.
Bendri Jaisyurrahman
Jum’at,
4 Jumadil Akhir 1435 H – 4 April
2014
Assalamu’alaikum
wr.wb.,
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Bahasan kali ini merupakan bagian
(lanjutan) dari bahasan sebelumhnya berkenaan dengan Pendidikan Anak Dalam Keluarga. Menjadi penting untuk kita pelajari karena
memang tidak ada sekolah menjadi orangtua.
Seseorang untuk menjadi dokter, polisi, akuntan atau menjadi bankir,
dst., semua itu ada sekolahnya. Tetapi
kita orang tua ini tidak dipersiapkan secara serius oleh pemerintah untuk
menjadi orangtua bagi anak-anak kita.
Maka kita mendidik anak, semua dengan
coba-coba. Dengan meniru bapak atau ibu
kita, bagaimana mereka melakukan terhadap anak , begitulah yang kita tiru. Akhirnya tantangan sedemikian besar dan hebat
dari luar keluarga, dan akhirnya kita sulit meng-antisipasinya. Tehnologi berkembang demikian cepat,
terkadang kita sebagai orangtua
tertinggal mengikutinya, sementara itu anak kita sudah sedemikian
canggih mengikuti perkembangan tehnologi.
Misalnya anak-anak bisa menyimpan film porno di file mereka
sendiri, orangtuanya tidak tahu. Setiap
malam anak-anak kita bisa men-download
film porno sepuas hati.
Sementara orangtuanya hanya bisa main handphone (HP) walaupun ikon S5 cukup
hanya SMS-an atau memotret, sementara anak-anaknya sudah jauh lebih canggih
lagi. Itulah yang dialami oleh anak-anak sekarang.
Karena itu hendaknya menjadi orangtua
zaman sekarang harus lebih cerdas lagi. Jangan sampai ketika anak-anak kita
kelak menjadi dewasa tidak ada bekas pendidikan orangtua, orangtua tidak
membekas di jiwa anak-anak kita.
Maka kali ini kita bahas materi yang
bertema : Satu Moment Untuk Selamanya.
Suatu hal yang kita inginkan dari
anak-anak kita adalah munculnya kenangan manis saat bersama orangtua di masa
kecil. Kenangan manis inilah yang akan
membuat mereka (anak-anak kita) meskipun di tengah rasa kesal atau gundah, atau
sedih karena mungkin orangtua pernah memarahinya, tetapi mereka masih berfikir positif terhadap
orangtuanya. Ia akan ingat kenangan manis ketika masih kecil bersama
ibu-bapaknya.
Tetapi dari pengamatan, di zaman sekarang banyak terjadi demikian
mudah marahnya anak-anak remaja kita kepada orangtuanya, sehingga mereka lupa akan
kebaikan orangtuanya. Sehingga kalau
sudah marah, caci-makinya kepada orangtuanya tidak tanggung-tanggung. Mereka
tidak malu lagi sampai kemarahan atau caci-makinya ditampilkan di dunia
maya. Di up-load semuanya. Di twitter mereka tanpa malu-malu
mencaci-maki orangtuanya (ibunya) dan itu di Up-load di internet.
Bisa dilihat dalam contoh kalimat di
twitter mereka yang di Upload di internet :
Anjing,
kalau bukan orangtua gue udah gue ungkit semuanya, bangsat amat, punya mulut
ngga dijaga jadi mama. Setiap ada lu,
gue pasti emosi.
Demikianlah, anak sekarang tidak
malu-malunya mencaci-maki ibunya di twitter.
Contohnya lagi di twitter, di dunia maya mereka mencaci-maki kepada ibunya :
-
Tuh kan, sama
ayah boleh, sama mama tidak boleh. Ah
bangsat, kau ma!
-
Emang gue
frontal, tetapi mama gue keterlaluan, anjing, bangsat. Tolong mulutnya dijaga.
Dan kalimat-kalimat demikian itu
ditemukan di dunia maya hampir ribuan jumlahnya di Twitter-an. Kenapa muncul fenomena demikian itu, salah
satunya karena anak-anak banyak yang mengalami parent-distrust. Selalu dimarah oleh orangtuanya sampai
lupa kebaikan orangtua, karena memang dari orangtuanya tidak ada kesan
yang positif di jiwa mereka
(anak-anak). Yang mereka tahu : Mamanya
melarang keluar-malam, membikin sebal
hati, dst, tidak ada yang positif di benak mereka.
Padahal salah satu tugas orangtua ketika
mengasuh anak adalah menanamkan ke dalam otak si anak, sehingga dalam memorinya
: Meskipun papa-mama galak tetapi kamu
pernah merasakan kenangan manis bersama papa-mama.
Dan itu yang dirasakan oleh para sahabat
dalam Kitab Hadits. Sahabat Usamah bin
Zaid menceritakan dalam sebuah Hadits bagaimana kenangan manis bersama
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
dan ia ingat betul ketika sudah dewasa.
Kenangan manis itu diingat terus, dalam
Hadit riwayat Imam Bukhari : Dari Usamah bin Zaid berkata :
“Dahulu ketika aku masih kecil,
Rasulullah mengambil aku dan didudukkan aku di paha yang satu dan beliau mendudukan Hasan (cucu beliau) di paha yang
lain. Aku ingat benar Rasulullah memeluk kami dan berdo’a untuk kami: Ya Allah
kasihilah kedua anak ini karena sesungguhnya aku mengasihi mereka”.
Oleh Usamah hal tersebut diingat betul
sampai ia menjadi dewasa. Dan ia sampaikan hal itu dengan mendetail. Padahal dalam beberapa hal Usamah pernah juga
dimarahi oleh Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam. Yaitu ketika dalam peperangan Usamah membunuh salah
seorang pasukan musyrikin, padahal orang pasukan musyrik itu sudah mengucapkan
kalimat Tauhid : Lailaha illallah.
Melihat hal itu Rasulullah marah dan
bersabda : “Wahai Usamah mengapa kamu bunuh
padahal ia telah mengucapkan Lailaha
illallah ?”.
Usamah menjawab : “Ya Rasulullah, ia mengucapkan itu sebagai alasan saja supaya tidak
dibunuh”. Rasulullah sholallahu ‘a’alihi wasallam bertanya :
“Bagaimana kamu bisa menilai hati
seseorang ? Kita harus menilai apa yang nampak dari lisannya, perkara urusan
hati adalah urusan Allah”.
Ketika dimarah demikian oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam Usamah tidak
dendam, tidak kecewa, lalu mencaci-maki Rasulullah, tidak.
Karena bagi Usamah ada kenangan manis dahulu ketika ia masih kecil suka
dipangku oleh Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam. Inilah yang hilang pada anak-anak zaman sekarang.
Kenangan manis bersama orangtua sehingga ketika ia dewasa menjadi daya pengikat
ketika ibunya (orangtua) melarang sesuatu.
Maka salah tugas pengasuhan kepada anak
adalah bagaimana membuat kenangan manis ketika anak menjadi besar
(dewasa). Contoh : Sahabat Mahmud bin
Arrabi menceritakan bagaimana ketika ia masih kecil (anak-anak) pernah
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
bermain bersamanya.
“Beliau
menyiramkan air dengan sebuah ember pada wajahku. Ketika itu aku dan teman-temanku tertawa-tawa senang sekali. Air itu diambil dari sebuah sumur dekat
rumahku dan aku ingat waktu itu aku berusia 5 tahun”.
Artinya, bermain dengan Rasulullah saja
merupakan memori yang indah, diingat sehingga dengan ingatan itu ia merasa
nyaman.
Oleh karena itu bagi orangtua yang
bekerja, kalau tidak bisa memberikan waktu yang banyak kepada anak-anaknya,
berikan waktu (bergaul) yang sedikit tetapi berkesan. Yang terjadi saat ini, orangtua tidak bisa
memberikan kesan indah kepada anak-anaknya.
Alasannya karena sibuk bekerja.
Ketika ada waktu sedikit, mungkin liburan keluar kota, duduk-duduk di
suatu taman, anak-anak main PS sementara ayahnya main Gadget. Atau si ayah duduk-duduk saja, merokok, membaca koran, dst.
Merasa sudah bersama anak, tetapi tidak ada kesan apa-apa.
Ketika anak sudah dewasa ditanya apa
kenangan manis dari ayah-ibu, si anak tidak bisa menjawab karena memang tidak
punya kenangan manis dengan orangtuanya.
Tidak punya kesan orangtua. Ia merasa sudah yatim sebelum waktunya.
Kalau kita membaca Hadits, para sahabat punya memori yang kuat kepada
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. Sampai-sampai julukan yang diberikan saat mereka berinteraksi dengan Rasulullah, julukan itu dipakai. Sahabat Ali bin Abi Thalib pernah merasakan moment yang luar biasa. Suatu ketika Ali pernah bertengkar dengan
isterinya (Fatimah, putri Rasul), karena
bertengkar maka Ali keluar ditinggalkan rumahnya.
(Hal ini bisa merupakan petunjuk bagi
kita kaum muslimin, dan ini direkomenda-sikan oleh para ulama, kalau siami-isteri bertengkar, bila salah
satu pihak ingin keluar rumah, maka hendaknya yang keluar rumah adalah suami.
Selama ini kalau suami-isteri bertengkar, yang keluar rumah adalah
isterinya. Bahayanya bila isteri yang
keluar rumah, maka ia akan dekat atau bertemu dengan orang lain, lalu
mengeluarkan unek-uneknya, akhirnya dikompor-kompori oleh orang lain itu, agar
bercerai dst.).
Ketika Ali bin Abi Thalib bertengkar
dengan isterinya, beliau keluar rumah menuju masjid. (Ini juga merupakan
pelajaran bagi kita para suami kelau sedang ribut dengan isteri, jangan lari ke
tempat hiburan, ke Mall, dst, melainkan
pergilah ke masjid, untuk istighfar,
dzikir, dst. ).
Ketika itu Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam datang ke
rumah Ali dan bertemu dengan Fatimah, putri beliau. Fatimah lalu menceritakan bahwa mereka baru
saja cekcok dan Ali sedang berada di Masjid.
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam segera menuju masjid dan di
masjid menemukan Ali sedang tiduran di pinggir masjid.
Ketika itu masjid Nabawi masih berlantai
tanah dan banyak debu. Terlihat Ali sedang tidur dan badannya penuh debu. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam tersenyum, lalu memgang tubuh Ali bin
Abi Thalib bersabda :
“Bangunlah
wahai Abu Thurob”. (Abu Thurob
artinya Bapak Debu, panggilan spontan karena tubuh Ali banyak debu). Peristiwa tersebut diceritakan kepada
sahabat-sahabat lain dan Ali mengatakan : “Sejak
sekarang panggillah aku Abu Thurob”.
Rupanya Ali sangat terkesan dengan peristiwa itu yang merupakan kenangan manis
baginya berkaitan dengan Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam.
Kajian ini dimaksudkan, bahwa kenangan
manis bagi anak dengan orangtuanya, khususnya ketika anak itu masih kecil, kenangan itu akan direkam dalam otak si anak,
maka akan menjadi pengingat (kenangan) ketika ia sudah dewasa. Apalagi kenanagan manis, maka itu akan
membuat si anak cinta kepada orangtuanya. Ketika si anak dimarah (dinasihati)
orangtuanya, ia tidak akan membenci kepada orangtuanya.
Maka bagi orangtua, buatlah setiap
pertemuan dengan anak bisa menjadi memorable (kenangan manis), bukan
sekedar interaksi, tetapi seberapa kesan baik yang ditimbulkan. Ada beberapa moment (waktu) di mana
orangtua diperlukan hadir dan memanfaatkan waktu itu dalam rangka mengasuh dan
memberikan kesan yang indah bagi anak (anak-anaknya) :
1.Hadirlah
orangtua ketika anak sedang sedih.
Terutama, orangtua hadirlah ketika si
anak sedang sedih. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan dalam Hadits, dimana Anas bin Malik bercerita
suatu hari Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wasallam hadir ke rumahnya : “Ketika saudaraku yang masih kecil bernama
Abu Umair yang senang memelihara burung pipit, kebetulan burung pipitnya
mati. Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wasallam sengaja mengunjungi saudaraku yang masih kecil itu (Abu Umair) yang
sedang bersedih karena burung pipitnya mati”.
Ketika anak sedang sedih, mungkin
diledek teman-temannya, atau sebab lain, ia sedang membutuhkan sandaran
jiwa. Siapa yang hadir ketika anak
sedang sedih dan bisa menghibur, itulah yang akan menjadi Super-Hero-nya.
Bisa jadi anak perempuan yang sedang
sedih karena ditolak pacarnya, di rumah tidak ada lagi yang bisa di ajak
bicara, lalu Facebook-an, bertemu dengan anak laki-laki sebayanya baru tiga
hari, lalu cur-hat. Kemudian karena
sudah cur-hat, merasa sudah semakin
akrab dengan “cowoknya” di Facebook,
lalu diadakan pertemuan di suatu tempat, selanjutnya apa yang terjadi ? Anak
perempuan itu menyerahkan segalanya kepada “cowoknya”
itu. Apa sebab itu terjadi ? Karena di saat ia sedang sedih orangtuanya
tidak ada yang mau menemuinya.
Maka hendaknya ketika si anak sedang
sedih, usahakan orangtua bisa hadir. Jangan sampai yang datang (hadir) adalah
orang yang tidak bertanggungjawab. Yang akhirnya terjadi sesuatu yang sangat
merugikan seluruh keluarga.
Karena biasanya di zaman sekarang,
ketika ada anak sedang bersedih yang datang adalah kaki-tangan bandar Narkoba. Jadilah si anak menjadi terbujuk menjadi
pemakai narkoba.
Orangtua yang hadir ketika si anak
sedang sedih, akan selalu diingat benar sampai seumur hidupnya tidak akan
terlupakan. Jangan sampai ketika si anak sedang sedih yang datang (hadir) pembantunya
(babunya). Bisa berakibat ketika si
pembantu dipecat, si anak akan ikut pembantunya. Maka ketika anak sedang
sedih, temanilah ia, lebih baik ditemani oleh bapak ibunya atau
salah seorang dari orangtuanya.
2.Hadirlah
orang tua ketika anak sedang sakit.
Juga ketika si anak sedang sakit, usahakan ditunggui (ditemani) oleh bapak-
ibunya atau salah satu dari orangtuanya.
Dalam Hadits, diceritakan oleh Anas bin
Malik bahwa ada seorang anak Yahudi yang sering membantu-bantu di rumah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam sedang sakit. Lalu Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mendampingi anak tersebut.
Di saat mendampingi anak tersebut Rasulullah
sholallahu ‘alaihi wasallam langsung
mengajak anak Yahudi itu masuk Islam.
Anak Yahudi lalu menoleh memandangi ayahnya yang sedang berada di
dekatnya juga. Orang Yahudi (bapak anak
tersebut) mengangguk dan berkata : “Ikutilah
Abu Qosim”. (Maksudnya bahwa orang tua si anak tersebut mengijinkan anaknya
masuk Islam, agar mengikuti Abu Qosim
(Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi
wasallam).
Maka anak tersebut masuk Islam dan
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
mendo’akan dengan sabda beliau : “Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah yang menyelamatkannya dari siksa api neraka”.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa ketika
seseorang anak sedang sakit, emosinya mudah disentuh. Maka kalau kita amati banyak para
missionaris yang sering mendatangi pasien di rumah sakit, beberapa suster dari
sebuah gereja sengaja mendatangi orang-orang yang sedang sakit di RS dan
berdo’a. Memang orang yang sedang sakit secara emosional butuh ditemani.
Missionaris tersebut akan mengajak agar si pasien mau ikut agama mereka
(Kristen).
Maka ketika Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mengunjungi
anak yang sedang sakit, beliau selalu mendo’akan dan sambil memeluk anak
tersebut menyuruh anak tersebut sholat agar Allah subhanahu wata’ala semakin sayang.
Bila seorang anak sedang sakit lalu ayah
atau ibunya mendampingi, menemani, lalu di katakan kepada si anak : “Nanti kalau sudah sembuh rajin ke masjid,
agar Allah subhanahu wata’ala semakin sayang kepadamu”. Insya Allah si anak akan merasa diperhatikan
oleh bapak-ibunya. Dan kenangan demikian itu tidak akan terlupakan sampai ia
menjadi dewasa. Maka jangan sampai anak
sedang sakit tidak diperhatikan.
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam ketika mengunjungi anak sedang sakit,
beliau selalu berdo’a dan do’anya sengaja dikeraskan (di-jahr-kan) agar si anak ikut mendengarkan lafal do’anya itu. Kenapa?
Menurut Imam An Nawawi ada tiga alasan
mengapa do’a untuk anak sakit harus dijahr-kan
(diperdengarkan), alasannya :
1.
Agar
si anak (yang sedang sakit) tahu bahwa segala sesuatu itu datangnya (sumbernya)
dari Allah subhanahu wata’ala. Berkaitan
dengan ajaran Tauhid.
2.
Merupakan
bagian kepedulian dari kedua orangtuanya.
Si anak menjadi tahu bahwa bapak-ibunya peduli kepadanya.
3.
Menunjukkah
harapan si orangtua kepada si anak agar anak rajin sholat.
Maka Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam ketika mendo’akan anak, lafal do’anya
dikeraskan (di-jahr-kan) agar
si anak tahu dan merasa diperhatikan.
3.Hadirlah
orangtua ketika anak sedang unjuk prestasi.
Dalam
Hadits, Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam mencontohkan,
ketika beliau sedang berjalan sampai pada suatu kelompok anak-anak
sedang main panahan. (Lomba memanah).
Disebutkan dalam riwayat Hadits tersebut bahwa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam tidak
berlalu begitu saja, melainkan beliau duduk di dekat anak-anak tersebut,
kemudian beliau memberikan motivasi dengan kalimat : “Ayo teruslah memanah, wahai keturunan Ismail, sesungguhnya kakekmu
Ismail adalah seorang pemanah”.
Maka anak-anak itu menjadi semakin
semangat dan disebutkan dalam Hadits tersebut
bahwa di hari depan dari anak-anak itu banyak yang menjadi seorang yang
handal dalam hal memanah ketika mereka dewasa.
Seorang anak ketika unjuk prestasi, ia
membutuhkan dukungan dari orang yang disayangi, orang yang terdekat. Maka ketika si anak sedang pentas di sekolah
misalnya lomba puisi, menari, atau lomba baca AlQur’an, yang dibutuhkan adalah dukungan orangtuanya
yang ikut hadir di situ. Bukan tepuk tangan dari gurunya atau teman-temannya
melainkan yang diharapkan adalah
tepuk-tangan dan pujian dari bapak-ibunya hadir di saat pentas itu.
Si anak akan kecewa sekali ketika
saat-saat yang mengesankan itu ayah-bundanya tidak hadir. Biasanya untuk selanjutnya si anak akan
menjadi manusia yang acuh tak acuh, kepada siapa saja, kepada lingkungannya,
dst.
4.Seringlah
makan bersama dengan anak.
Saat makan bersama adalah saat yang
indah dikenang seperti diriwayatkan dalam Hadits bagaimana kisah sahabat Umar
bin Abi Salamah, ketika ia masih kecil masih dalam asuhan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, saat makan bersama Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam duduk
mendampinginya dan bersabda : “Wahai
Ghulam (anakku), bacalah Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan ambillah
makan yang dekat (di hadapanmu)”.
Moment demikian sangat berkesan bagi
Umar bin Abi Salamah. Ia berkata : “Setelah
itu aku selalu makan seperti yang diajarkan oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wasallah”.
Artinya, bahwa makan bersama selalu
menjadi moment yang penting. Maka Allah
subhanahu wata’ala menciptakan
Romadhon dengan puasanya. Dengan buka
dan makan sahur bersama (makan bersama
dengan kedua orangtua). Yang pada
hari-hari biasanya sangat sulit orangtua melakukan makan bersama dengan
keluarga.
Sayangnya, banyak orang-orang tua tidak
memanfaatkan moment ini, yaitu berpuasa
di bulan Romadhon dan makan bersama keluarga (ketika buka dan sahur).
Sebaliknya ada keluarga yang seharusnya
makan bersama (Buka dan Sahur) sambil
orangtua menyampaikan cerita-cerita ringan tentang sahabat Nabi, cerita kepada
anak dan keluarganya, dalam rangka meng-akrabkan kepada anak-anak, tetapi
justru itu dilakukan makan sambil nonton TV masing-masing tanpa dibarengi
dengan suasana kekeluargaan, cerita, dst. Tidak ada kesan sama sekali.
Alangkah sayangnya. Moment penting yang jarang terjadi tidak dimanfaatkan oleh
orangtua. Makan bersama adalah contoh
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. Bila dilakukan akan mendatangkan berkah
sekeluarga.
Dalam Hadits diriwayatkan Imam Ibnu
Majah, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Berkumpullah kalian saat makan, dan sebutlah
Nama Allah di dalamnya (membaca Basmalah),
niscaya Allah memberkahi kalian”.
Imam An Nawawi mengartikan Hadits
tersebut dengan kata-kata beliau : “Yang
dimaksud makan bersama adalah mengambil lauk yang sama, dibagi bersama. Atau
saling mencicipi saling menawarkan makanan-nya”.
Dan sunnahnya, ketika makan bersama
diselingi dengan cerita-cerita ringan akan menambah ke-akraban.
5.Jadikan
saat libur menjadi acara keluarga.
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan: Beliau menyengaja
(mengkhususkan) bersama keluarga, bermain dengan keluarga. Libur tidak harus pergi bersama keluarga.
Pernah Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wasallam mengumpulkan anak-anak dari keluarga ‘Abbas bin Abdul Mutholib.
(‘Abbas adalah paman Nabi). Beberapa anak (Abdullah, Ubaidillah dan Katsir)
ditantang oleh beliau untuk lomba bermain dan diberi hadiah. Anak-anak diberi kesempatan untuk memenangkan
lomba. Ketika ada yang merasa menang, mereka senang sekali dan mendapat hadiah.
Sekedar untuk memberikan rasa akrab kepada anak.anak.
Demikianlah Lima Waktu yang disebut Quality Times, waktu yang berkualitas
dimana ayah dan ibu sibuk bekerja, tetapi bila orangtua bisa membuat
waktu-waktu sebagaimana disebutkan di atas.
Itu akan menjadi kenangan manis di saat anak-anak sudah menjadi dewasa.
Dan anak akan berfikir bahwa ayah-bunda adalah segalanya. Anak tidak akan “lari” kemana-mana. Sehingga
terjalinlah Emosional Bonding (Ikatan Emosional antara anak dan orangtua).
Sekian bahasan, mudah-mudahan
bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
Masya Allah... bagus sekali... jazakallah khayr tips2nya Ustad Bendri
ReplyDelete