Translate

Sunday, April 27, 2014

Kepemimpinan Dalam Islam, oleh : Ustadz Tengku Zulkarnain



PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM


Kepemimpinan Dalam Islam

Ustadz Tengku Zulkarnain


Jum’at,  11 Jumadil Akhir 1435 H  - 11 April 2014.




Assalamu’alaikum wr.wb. ,

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Ada pendapat orang-orang sekuler yang  mengatakan bahwa urusan Negara dipisahkan dengan agama.  Sementara itu agama Islam menjelaskan bahwa di dunia ini tidak ada satupun urusan yang tidak diatur oleh agama (Islam). Karena dalam Islam,  semua urusan, termasuk urusan Negara  diatur oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya.

Agama, dalam AlQur’an disebut Ad Din, kalau dikaitkan dengan Allah subhanahu wata’ala. Misalnya : Innaddina ‘indallahil Islam (Agama di sisi Allah adalah Islam). Bila kata agama dikaitkan dengan Nabi maka dipakai  kata Millah . Misalnya Millah Nabi Muhammad,  Millah Nabi Ibrahim, dst. (Surat Al An’am ayat 161: Millata Ibrohima hanifan  (Agama Nabi Ibrahim  yang lurus).
Do’a terkenal Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam yang diajarkan kepada kita ketika mengubur jenazah :  Bismillahi wa’ala millati Rasulillah.

Secara singkat :
-         Kata Ad Din – untuk Allah subhanahu wata’ala  
-         Kata Millah – untuk Nabi dan Rasul


Ulama  adalah ahli waris Nabi.  Dalam Hadits Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa warisan beliau ada dua : AlQur’an dan As Sunnah. 
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Al’ulama warosatul anbiyaa (Ahli waris nabi adalah ulama).  Maka yang berhak mengambil harta warisan Nabi (AlQur’an dan As Sunnah) adalah Ulama.  Bila seseorang mati yang berhak mengambil harta warisan orang tersebut adalah ahli warisnya, yaitu isteri dan anak-anaknya.  Kalau ada orang lain ikut mengambil, maka orang itu pencuri, mengambil yang bukan haknya.

AlQur’an dan As Sunnah adalah pusaka (warisan ) Nabi, dan ahli warisnya adalah Ulama. Kalau ada orang bukan Ulama mengambil langsung AlQur’an dan As Sunnah pasti ia akan dikatakan pencuri (maling) karena ia tidak cukup berkemampuan dalam pemahaman.  Bisa terjadi pemahamannya salah, padahal AlQur’annya benar dan Haditsnya (Sunnahnya) shahih.  Berapa banyak orang menjadi sesat akibat mengambil hukum dari AlQur’an dan Hadits karena cara memahaminya yang salah. Karena mereka bukan Ulama.

Terjemahan bukanlah maksud yang diterjemahkan. Translation is not interpretation.  Terjemahan tidak sama dengan Tafsir. Maka buku terjemah AlQur’an hanya satu jilid, sedangkan Kitab Tafsir AlQur’an bisa berjilid-jilid.
Karena Tafsir tidak sama dengan terjemahan.

Oleh karena itu para Ulama mengumpulkan Hukum Islam dengan rapih sekali bab- per-bab. Misalnya Kitab Fiqih Imam Syafi’i  (Kitab Al ‘Um) 7.000 (tujuhribu) halaman, adalah lengkap, berurutan dan rapih).   Mulai Bab Air, Bab Wudhu, Istinja’, sholat, dst. sampai Bab Jinayah (Hukum Pidana) semuanya itu diambil dari AlQur’an dan Hadits,  yang dalam AlQur’an dan Hadits masih belum tersusun rapih, masih berserakan di banyak Surat dan Juz.  Maka tugas Ulama-lah Kitab Hukum itu menjadi tersusun rapih dan mudah dipelajari dan dipahami.   Demikian pula Kitab-Kitab yang disusun oleh Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Ahmad, dst.

Ternyata dalam Islam, tidak ada urusan di muka bumi ini yang tidak diurus oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Karena Ad Din, Millah, Madzhab adalah cara pikir dan cara pandang (Way of Life). Bukan sekedar anutan.  Agama Islam bukan sekedar anutan. Bukan sekedar Islam KTP.  Islam adalah cara pikir, cara pandang dan cara hidup.  Oleh karena itulah, didunia ini tidak ada urusan yang tidak diatur oleh Allah subhanahu wataa’ala dan Rasul-Nya.

Misalnya perkara makan, yang hukumnya bukan wajib melainkan mubah. Mau makan atau tidak makan tidaklah berdosa.  Seseorang mengatakan : “Pagi ini saya tidak mau makan”, maka ia tidak berdosa. Namun demikian meskipun makan itu tidak wajib, tetapi diatur secara sempurna oleh Allah subhanahu wata’ala.

Allah subhanahu wata’ala berfirman  dalam Surat Al Baqarah ayat 168 :

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِى ٱلۡأَرۡضِ حَلَـٰلاً۬ طَيِّبً۬ا وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٲتِ ٱلشَّيۡطَـٰنِ‌ۚ إِنَّهُ ۥ لَكُمۡ عَدُوٌّ۬ مُّبِينٌ (١٦٨)

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Maksudnya, makanlah yang halal dan baik. Jadi diatur, tidak semua makanan boleh dimakan.  Dan dilarang berlebihan. Makan dan minum tidak boleh berlebihan.  Jadi diatur : Halal, baik, tidak berlebihan.  Sampai kepada cara makan dan minum-pun diatur, dan banyak sekali aturan tentang makan dan minum.  Segala sesuatu diatur oleh Islam.

Bahkan bercampur suami-isteri diatur dalam Islam. Do’anya diajarkan.  Masuk masjid diatur,  sampai-sampai masuk WC-pun diatur.  Begitu sempurnanya Islam, maka disebut Ad Dinul Kamilah (Agama yang sempurna). Seluruh gerak hidup manusia diatur dalam Islam.

Tentang Pemimpin.
Kalau makan, minum, tidur, bekerja, beramal semuanya diatur oleh AlQur’an dan Hadits, apakah mungkin memilih pemimpin tidak diatur. Pasti di atur dalam Islam. Mustahil kalau Islam tidak mengatur pemimpin dan cara memilih pemimpin.

Dalam AlQur’an dan Hadits banyak sekali ayat yang mengatur dan cara memilih pemimpin.   Seperti misalnya ketika MUI (Majlis Ulama Indonesia) bersidang  di Padang Panjang tahun 2009, tidak kurang dari 850 orang Ulama Fatwa se Indonesia hadir, salah keputusannya adalah :  Memilih Pemimpin Hukumnya Wajib. Dan Pemimpin yang wajib dipilih adalah pemimpin yang muslim.

Tetapi ketika itu diberitakan oleh pers : Bahwa MUI memutuskan Golput haram.  
Berita itu tidak benar. Padahal MUI tidak pernah memutuskan seperti itu.
Misalnya lagi, MUI memutuskan :  Sebanyak 87% ulama mengatakan bahwa merokok adalah Haram. dan 13% ulama mengatakan merokok adalah Makruh. Terjadi khilafiyah (berbeda pendapat) antara Haram dan Makruh. tetapi dua-duanya merupakan larangan (tetap dilarang).  

Oleh pers diberitakan : Dalam urusan Fatwa rokok, MUI khilaf, keliru  (perbedaan pendapat)  antara Halal dan  Haram.   Padahal bukan keliru, tetapi yang benar adalah : Terjadi khilaf (beda pendapat) para ulama antara Haram dan Makruh.  Dua-duanya bersifat larangan.  Yaitu larangan merokok.   Tetapi karena wartawannya tidak tahu agama, maka menulis beritanya  menjadi salah.

Dalam Islam,   Hukum  memilih pemimpin  adalah Wajib,  dan yang dipilih harus orang  muslim.  Lihat Surat Al Maa-idah ayat 55 :


إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُ ۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُمۡ رَٲكِعُونَ (٥٥)

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).

Maksud ayat tersebut, bahwa Penolong (Pemimpin, Wali atau Wakil) kamu adalah :
1.     Allah subhanahu wata’ala,
2.     Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam,
3.     Orang-orang yang beriman.

Artinya, meminta tolong boleh kepada orang yang beriman. Memilih pemimpin, wali atau wakil adalah orang-orang yang beriman. Bukan beriman saja, tetapi ada syarat : 

1.     Orang yang menegakkan sholat,  artinya bukan sekedar menegakkan, mendirikan atau mengerjakan sholat saja, tetapi wujud sifat dalam sholat harus terbawa di luar sholat. Yaitu ia merasa selalu diawasi oleh Allah subhanahu wata’ala. Selalu bersikap jujur, menghindari perbuatan keji dan mungkar.
2.     Membayar zakat.  Di Indonesia setiap pemimpin dan semua kaum muslimin harus mendaftarkan kekayaannya kepada Negara dengan tertulis dan jelas, karena ada kewajiban membayar zakat.  Bagaimana orang Islam akan membayar zakat kalau kekayaannya tidak tertulis (terdaftar). Zakat adalah  2,5% dari harta kekayaan.  Bagaimana mungkin akan membayar zakat, kalau jumlah harta kekayaannya saja tidak tahu. Maka dalam Islam, manajemen keuangan adalah wajib, karena berhubungan dengan zakatnya.    
3.     Tunduk dengan hukum Allah subhanahu wata’ala (sebagaimana dalam ayat tersebut di atas).  Yaitu melaksanakan hukum-hukum Islam.

Sistem Pemilihan.
Banyak kaum muslimin yang menolak system pemilihan umum di negeri kita karena mereka menganggap bahwa yang dipakai adalah system demokrasi, system kafir . Maka mereka menganggap haram mengikuti Pemilu.

Tetapi bila kita mengikuti Hadits,  bahwa para sahabat Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam  adalah orang-orang yang paling paham dan tahu mengikuti Sunnah beliau.  Sahabat-sahabat itu pernah membuat semua system dalam pemilihan pemimpin.  Ketika Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam wafat, para sahabat memilih Khalifah (pemimpin,  sekarang : Presiden)  adalah Abubakar as Siddiq rodhiyallahu ‘anhu.  Dipilih langsung berdasarkan musyawarah para sahabat.

Beberapa tahun kemudian ketika Abubakar as Siddiq sakit dan sudah merasa umurnya tidak akan lama lagi, maka beliau menunjuk langsung Umar bin Khathab rodhiyallahu ‘anhu untuk menggantikan kedudukan beliau sebagai Khalifah.  Para sahabat-pun menyetujui. Dan ketika Umar bin Khathab menjadi Khalifah, beliau menjalankan pemerintahan dengan adil, berdasarkan ajaran Islam.
Sampai-sampai kerajaan Rumawi dan persi dengan dua juta balatentaranya tunduk kepada Khalifah Umar bin Khathab. Beliau sukses.  Bukan sistemnya yang salah.

Sistemnya adalah ditunjuk langsung oleh Khalifah sebelumnya (Abubakar as Siddiq). Seolah-olah seperti diktator,  yaitu sistim “tunjuk langsung”,  tetapi karena yang menunjuk langsung (yang memilih)  adalah orang sekaliber Abubakar as Siddiq dan yang dipilih adalah orang sekaliber Umar bin Khathab, maka terjadilah pemerintahan (ke-Khalifahan) yang  jujur dan adil.

Ketika akhirnya Umar bin Khathab wafat, sebelum wafat, dalam keadaan sakit karena ditusuk punggungnya oleh seorang pengkhianat ketika memimpin sholat, beliau berwasiat : “Kalau aku mati, maka lakukan pemilihan Khalifah dengan cara Majlis Syuro”.   Maka ditunjuklah oleh beliau para sahabat yang lain sebagai Majlis Syuro, yaitu : ‘Utsman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin ‘Auf. Ka’b bin Ubadah, ditambah dari seorang kalangan generasi muda yaitu Ibnu Umar (Putera Umar bin Khathab). Ibnu Umar adalah penghafal Hadits ketiga setelah Abu Hurairah dan Anas bin Malik.   Umar bin Khathab berpesan : Anakku (Ibnu Umar) hanya berhak memilih, tidak berhak untuk dipilih.

Ternyata terpilih sebagai pengganti Khalifah adalah ‘Utsman bi ‘Affan rodhiyallahu ‘anhu . 
Dan sebagai pengganti ‘Utsman bin ‘Affan ketika beliau mati terbunuh, adalah Ali bin Abi Thalib rodhiyallahu ‘anhu, sebagai hasil permufakatan Majlis Syuro bentukan Umar bin Khathab.

Ketika Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah terjadi peperangan antara Muawiyah dengan Ali bin Abi Thalib sehingga Ali bin Abi Thalib terbunuh. Maka oleh Majlis Syuro ditunjuklah Hasan bin Abi Thalib (putera Ali bin Abi Thalib) untuk menggantikan ayahnya menjadi Khalifah.  Ketika itu Hasan bin Ali menulis surat, yang isinya Hasan menolak untuk menjadi Khalifah, agar damai, biarlah Muawiyah saja yang menjadi Khalifah.  Maka kekuasaan (Khalifah) diberikan kepada Muawiyah.  Maka Muawiyah menjadi penguasa (pemimpin). Keadaaan menjadi aman, semua bersatu.

Ketika Muawiyah wafat, maka Khalifah digantikan kepada anaknya, yaitu  Yazid bin Muawiyah.  Di zaman kepemimpinan Yazid bin Muawiyah terbunuhlah Husin bin Ali (adik dari Hasan bin Ali).   Yang membunuh Husin bukan Muawiyah, tetapi orang-orang Syi’ah memfitnah dengan mengatakan bahwa yang membunuh Husin adalah Muawiyah. Padahal tidak pernah Muawiyah membunuh Husin bin Ali,  karena Husin bin Ali terbunuh setelah Muawiyah wafat.

Setelah Muawiyah wafat, digantikan oleh Muawiyah II,  kepemimpinan Muawiyah II hanya beberapa bulan, karena beliau menyerahkan kepemimpinan, beliau orang yang sangat sholih, tidak mau menjadi Khalifah.   Lalu Khalifah digantikan oleh Umar bin Abdul ‘Aziz (Cucu dari Umar bin Khathab).   

Setelah itu kepemimpinan Islam disebut Raja. Yaitu Raja-raja Bani ‘Abbasiyah,  Raja Bani Umayah dan seterusnya sampai tahun 1924 Masehi dibubarkan Khilafah Islamiyah di Turki oleh Kemal Atatturk.  Jadi  sistem kepemimpinan Islam dari Khalifah, Raja, Monarkhi, Mujlis Syuro atau ditunjuk langsung, semua itu dilakukan oleh para sahabat.
Di Indonesia sekarang ribut-ribut perkara Pancasila.  Ada yang mengatakan Pancasila wajib ditolak karena bertentang dengan AlQur’an dan Hadits. Lalu bila ditanya dimana Pancasila bertentangan dengan AlQur’an dan Hadits ? Mereka tidak bisa menjawab dengan pasti.

Padahal dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, yang membuat Indonesia ini merdeka dari penjajahan adalah dengan dibentuknya PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) terdiri dari 9 orang,  yang 8 orang adalah ulama besar dan 1 orang Kristen (Dr.Maramis).
Mereka menerima Pancasila, karena Pancasila semuanya dari AlQur’an. Bila dicermati, 57% kata-kata dalam sila-sila Pancasila adalah berasal dari bahasa Arab (bahasa AlQur’an), atau diambil dari ajaran AlQur’an. 

Misalnya : Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah ajaran AlQur’an. Lihat Surat Al Ikhlas : Qulhuwallahu Ahad (Katakanlah, Dia Allah adalah Maha Esa). Tidak ada dalam Kitab Injil pernyataan tersebut, kecuali dalam AlQur’an.

Kemanusiaan yang adil dan beradab – ketiganya berasal dari bahasa Arab : kata manusia berasal dari nas (nasia) artinya sering lupa, manusia adalah makhluk yang sering lupa.  Adil adalah bahasa Arab (murni bahasa Arab). Adab adalah murni bahasa Arab.  Secara etimologi, kata Adil tidak ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia, bahasa Melayu, Jawab, Sunda, atau bahasa lainnya.  Di seluruh Indonesia tidak mengenal kata Adil sebelum Islam datang di negeri ini. Jadi yang membawa kata Adil ke Indonesia adalah Islam.

Dalam ilmu bahasa, kalau sebuah kata tidak ada dalam suatu bahasa, maka bendanya tidak ada. Tetapi bila sudah ada kata (istilah) dalam bahasa itu, walaupun bendanya tidak bisa dilihat,  pasti bendanya ada. Misalnya : kata “naga” (ular naga) pasti ada bendanya, ada dalam bahasa Indonesia.  Misalnya : “Kentut”  atau “angin” meskipun tidak terlihat, pasti ada bendanya itu.

Kata “Adil” dalam bahasa Indonesia tidak ada, kalau ada berarti Islam-lah yang membawa kata adil itu.  Demikian pula kata “Adab” tidak ada dalam bahasa Indonesia,  karena berasal dari bahasa Arab.
Dalam bahasa Jawa adal istilah “Tatakrama”  adalah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata “kiramun”, ditulis dengan huruf Jawa lalu orang Jawa menyebutnya  kerama – menjadi  krama, menjadi tata-krama.

Persatuan Indonesia – persatuan manusia adalah ajaran AlQur’an ( Kanannaas ummatan wahidatan – adalah manusia itu umat yang satu (persatuan). Adalah ajaran AlQur’an, : walatafarroku (bersatu, jangan terpecah-belah).  
Bhineka Tunggal Ika , berasal dari ajaran AlQur’an, : Li ta’arofu (saling mengenal di antara kamu, meskipun berbeda suku, daerah atau beda paham).

Jauh sebelum kerajaan Majapahit atau Syailendra menuliskan Bhineka Tunggal Ika,  AlQur’an sudah menulis dan mengajarkan : “Hai manusia, bertakwalah kamu kepada Allah yang telah menjadikan kamu dari seorang manusia kemudian berkembang-biak menjadi banyak manusia, bersuku-suku, berbangsa-bangsa  dan bergolong-golongan. Yang paling mulia di antara kamu adalah yang bertakwa kepada Allah”.

Dan seterusnya, semua kata dan istilah dalam Pancasila adalah berasaal dari Islam (AlQur’an),  mengapa ada orang yang menolak Pancasila ?  Bukan sistemnya yang salah, melainkan para pelaku (orang-orangnya) yang salah.Oranya-lah yang harus diperbaiki (diluruskan).

Bila dalam suatu kampung (kaum)  90% maling, lalu diadakan pemilihan kepala desa, tentu yang terpilih adalah Raja maling. Kalau ada orang sholih yang menjadi kepala desanya, maka esok harinya ia akan dibunuh orang. Kalau di Negara kita ini pemimpinnya rata-rata “maling”  artinya berarti rakyat di negeri kita ini rata-rata maling.  Pemimpin adalah pencerminan dari rakyatnya. Kapan Indonesia ini terbebas dari korupsi ? Kalau rakyatnya sudah tidak korupsi lagi.  Siapapun yang terpilih menjadi pemimpin (presiden) pasti orang jujur.

Maka menurut  para Ulama : Untuk pemilihan umum yang akan datang ini umat Islam harus ikut memilih. Jangan Golput.   Sebab kalau umat Islam golput, maka yang memilih pemimpin adalah orang non muslim.  Tentu hasil pilihannya adalah cerminan mereka, yang nantinya akan memimpin kita umat Islam. Alangkah ruginya kalau umat Islam dipimpin oleh orang hasil pilihan orang non-muslim.

Indonesia ini ibarat gelas minum. Kita semua ada dalam gelas. Kalau gelas itu berisi minuman keras, wiski, dll,  maka jangan gelasnya yang dibuang, tetapi cucilah gelas itu dan gantilah dengan air zamzam.

Pemilihan umum tahun lalu golput: 29%.  Kristen: 10%. Lain-lain: 3%.
Apa yang terjadi, anggota DPR-RI hampir 40% orang Kristen.   Mereka hanya 10% tetapi karena ditambah golput 29% maka menjadi hampir 40%.  Artinya, setiap orang Islam golput (tidak memilih) maka jatuhnya ke Kristen. Sebab dalam Pemilu kita, meskipun pemilih Kristen hanya 10%  dan semua orang Islam golput, Pemilu tetap sah. Itulah gilanya negeri kita. Itu sudah kesepatakan (undang-undang) kita.  Maka kalau umat Islam golput,  yang rugi adalah kita sendiri umat Islam. 

Kalau umat Islam golput, tentu anggota DPR adalah hasil pilihan orang non Islam. Nantinya yang memilih pemimpin (Presiden, Gubernur, Bupati, Kepala Daerah, dst) adalah  orang-orang jahat (kafir-kafir)  itu. Dan hasil pilihannya untuk memimpin kita umat Islam. Celakalah umat Islam Indonesia.  
Hendak pindah kemana kita ?  Sebentar lagi Gubernur DKI Jakarta orang Non Islam. Mau kemana kita ? Semua itu karena kesalahan besar kita umat Islam, yang memilih golput.   Maka kita hrus ikut memilih, jangan golput.

Ironisnya dengan sistem demokrasi, semua orang suaranya sama. Seorang ulama yang puluhan tahun belajar agama, tinggal di Mekkah atau di Madinah, kalau dia kembali ke Indonesia menjadi seorang ulama, ikut mencoblos dalam Pemilu, suaranya sama dengan seorang pelacur (WTS), sama-sama satu suara.  Seorang Prof. Doktor, yang sekolah S3, berbudi luhur, disamakan dengan seorang maling yang dihukum 10 tahun di penjara. Sama-sama satu suara. Itulah demnokrasi.

Kemudian orang-orang sholih itu, ulama, ilmuwan Islam semua golput,  tidak mau ikut memilih.   Lalu yang memilih pemimpin adalah para penjahat (para pelacur, para maling dan kafir-kafir) itu.  Dan hasil pilihannya untuk memimpin kita umat Islam. Celakalah kita umat Islam Indonesia. Kita dibodohi oleh mereka.

Padahal seharusnya proporsional (adil),  kalau umat Islam Indonesia ada 87%,  maka seharusnya yang duduk sebagai anggota DPR-RI adalah 87% Islam. Sebanyak 13% adalah selain Islam.   Tetapi kenyataan anggota DPR-R hasil pemilu tahun lalu yang Kristen adalah 40%.  Itu akibat kebodohan kita umat Islam.

Yang paling dahsyat lagi, adalah mereka dan sebagian umat Islam mengatakan :
“Kita tidak usah membawa-bawa agama.  Negara kita Negara Pancasila, maka boleh saja Gubernurnya, Bupatinya atau walikotanya orang Kristen.  Kita bebas-rahasia, haknya sama”. 

Kata-kata demikian itu adalah kata-kata tipuan saja.  Buktinya, di daerah-daerah dimana  banyak orang Kristen, ada orang Islam ingin menjadi lurah saja,  mereka sudah menolak, tidak boleh mencalonkan diri karena ia umat Islam.  Di Bali tidak ada orang Islam menjadi lurah (kepala desa), apalagi menjadi Bupati atau Gubernur, pasti mereka menolak dengan sengitnya. Di Menado, tidak ada orang muslim yang menjadi Gubernur atau Bupati. Jangan harap sampai hari Kiamat.

Di Tapanuli Utara, Kepala KUA-nya saja orang Kristen. Apalagi kepala-kepala Dinas lainnya, mereka menolak kalau dari orang Islam. Padahal cukup banyak umat Islam di sana. Demikian pula di NTT orang ingin mendirikan masjid sudah 7 tahun belum juga berdiri, karena banyak penolakan dari orang non Islam di sana.
Giliran di Jakarta, wakil Gubernurnya adalah orang non-muslim. Padahal 90% penduduk Jakarta adalah orang Islam.  Inilah apartheid terjadi di Jakarta.

Dahulu, di Solo ada Walikota dan Wakilnya Kristen. Belum sampai selesai masa jabatan Walikotanya itu, kemudian Walikota itu sekarang menjadi Gubernur di Jakarta, wakilnya juga Kristen. Dan itu pasti diatur dengan sengaja. Tidak mungkin peristiwa dua kali berturut-turut sama, tidak disengaja. Pasti disengaja.

Umat Islam berjuang mengurus RUU  yang berbau Islam sulitnya bukan main. Misalnya, RUU Anti Pornografi sudah 11 tahun tetapi belum juga berhasil. Yang paling keras menolak adalah PDIP.  Demikian pula RUU tentang Pendidikan Nasional, voting kita menang, tetapi PDIP walk out.  RUU tentang Anti Minuman Keras,  PDIP menolak. Mereka (PDIP) minta agar minuman keras bebas dijual di mana-mana, orang mau minum silakan, mau mabuk silakan mau mati silakan. Kata mereka. Tidak perlu dibuat undang-undangnya. Terakhir RUU tentang Jaminan Produk Halal, kelompok PDIP menolak,  mereka bahkan mengusulkan RUU Jaminan Produk Haram.  

Menteri Kesehatan yang sekarang (seorang Kristiani) mengatakan bahwa obat di Indonesia 70% haram, mustahil menjadikan makanan dan obat di Indonesia menjadi halal.  Itupun kami sudah memprotes keras.  Karena Menteri Kesehatan adalah regulator, pengatur, bukan produsen obat. Kenapa ia menjadi “corong”  produsen obat ?  Tidak boleh ada seorang Menteri membela pengusaha.
Menteri harus membela rakyat.

Maka sebagai orang muslim, bila memilih pemimpin pilihlah orang Islam, jangan pilih yang non Islam. Hendaknya para kaum muslimin dan muslimah jangan golput, tetapi harus ikut memilih. Pilihlah pemimpin yang Islam.

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.  

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
                                                           _____________

No comments:

Post a Comment