PENGAJIAN DHUHA
MASJID BAITUSSALAM
Kepemimpinan Dalam Islam
Ustadz
Tengku Zulkarnain
Jum’at, 11 Jumadil Akhir 1435
H - 11 April 2014.
Assalamu’alaikum
wr.wb. ,
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Ada pendapat orang-orang sekuler
yang mengatakan bahwa urusan Negara
dipisahkan dengan agama. Sementara itu
agama Islam menjelaskan bahwa di dunia ini tidak ada satupun urusan yang tidak
diatur oleh agama (Islam). Karena dalam Islam,
semua urusan, termasuk urusan Negara diatur oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya.
Agama, dalam AlQur’an disebut Ad Din, kalau dikaitkan dengan Allah subhanahu wata’ala. Misalnya : Innaddina ‘indallahil Islam (Agama di
sisi Allah adalah Islam). Bila kata agama dikaitkan dengan Nabi maka
dipakai kata Millah . Misalnya Millah Nabi Muhammad, Millah Nabi Ibrahim, dst. (Surat Al An’am
ayat 161: Millata Ibrohima hanifan (Agama Nabi Ibrahim yang lurus).
Do’a terkenal Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam yang diajarkan kepada kita ketika
mengubur jenazah : Bismillahi wa’ala millati Rasulillah.
Secara singkat :
-
Kata
Ad Din – untuk Allah subhanahu wata’ala
-
Kata
Millah – untuk Nabi dan Rasul
Ulama
adalah ahli waris Nabi. Dalam Hadits Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
bersabda bahwa warisan beliau ada dua : AlQur’an
dan As Sunnah.
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Al’ulama warosatul anbiyaa (Ahli waris nabi adalah ulama). Maka yang berhak mengambil harta warisan Nabi
(AlQur’an dan As Sunnah) adalah Ulama.
Bila seseorang mati yang berhak mengambil harta warisan orang tersebut
adalah ahli warisnya, yaitu isteri dan anak-anaknya. Kalau ada orang lain ikut mengambil, maka
orang itu pencuri, mengambil yang bukan haknya.
AlQur’an
dan
As Sunnah adalah pusaka (warisan )
Nabi, dan ahli warisnya adalah Ulama. Kalau ada orang bukan Ulama mengambil
langsung AlQur’an dan As Sunnah pasti ia akan dikatakan pencuri (maling) karena
ia tidak cukup berkemampuan dalam pemahaman.
Bisa terjadi pemahamannya salah, padahal AlQur’annya benar dan Haditsnya
(Sunnahnya) shahih. Berapa banyak orang
menjadi sesat akibat mengambil hukum dari AlQur’an dan Hadits karena cara
memahaminya yang salah. Karena mereka bukan Ulama.
Terjemahan bukanlah maksud yang
diterjemahkan. Translation is not
interpretation. Terjemahan tidak
sama dengan Tafsir. Maka buku terjemah AlQur’an hanya satu jilid, sedangkan Kitab
Tafsir AlQur’an bisa berjilid-jilid.
Karena Tafsir tidak sama dengan
terjemahan.
Oleh karena itu para Ulama mengumpulkan Hukum Islam dengan rapih sekali bab-
per-bab. Misalnya Kitab Fiqih Imam
Syafi’i (Kitab Al ‘Um) 7.000 (tujuhribu)
halaman, adalah lengkap, berurutan dan rapih). Mulai Bab Air, Bab Wudhu, Istinja’, sholat,
dst. sampai Bab Jinayah (Hukum Pidana) semuanya itu diambil dari AlQur’an dan
Hadits, yang dalam AlQur’an dan Hadits
masih belum tersusun rapih, masih berserakan di banyak Surat dan Juz. Maka tugas Ulama-lah Kitab Hukum itu menjadi
tersusun rapih dan mudah dipelajari dan dipahami. Demikian pula Kitab-Kitab yang disusun oleh Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Ahmad, dst.
Ternyata dalam Islam, tidak ada urusan
di muka bumi ini yang tidak diurus oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Karena Ad Din, Millah, Madzhab adalah cara pikir dan cara pandang (Way of
Life). Bukan sekedar anutan. Agama Islam
bukan sekedar anutan. Bukan sekedar Islam KTP.
Islam adalah cara pikir, cara pandang dan cara hidup. Oleh karena itulah, didunia ini tidak ada
urusan yang tidak diatur oleh Allah subhanahu
wataa’ala dan Rasul-Nya.
Misalnya perkara makan, yang hukumnya
bukan wajib melainkan mubah. Mau makan
atau tidak makan tidaklah berdosa. Seseorang
mengatakan : “Pagi ini saya tidak mau makan”, maka ia tidak berdosa. Namun
demikian meskipun makan itu tidak wajib, tetapi diatur secara sempurna oleh
Allah subhanahu wata’ala.
Allah subhanahu wata’ala berfirman
dalam Surat Al Baqarah ayat 168 :
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ
كُلُواْ مِمَّا فِى ٱلۡأَرۡضِ حَلَـٰلاً۬ طَيِّبً۬ا وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٲتِ
ٱلشَّيۡطَـٰنِۚ إِنَّهُ ۥ لَكُمۡ عَدُوٌّ۬ مُّبِينٌ (١٦٨)
Hai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Maksudnya, makanlah yang halal dan baik. Jadi diatur, tidak semua makanan boleh dimakan. Dan dilarang berlebihan. Makan dan minum tidak
boleh berlebihan. Jadi diatur : Halal,
baik, tidak berlebihan. Sampai
kepada cara makan dan minum-pun diatur, dan banyak sekali aturan tentang makan
dan minum. Segala sesuatu diatur oleh
Islam.
Bahkan bercampur suami-isteri diatur dalam
Islam. Do’anya diajarkan. Masuk masjid
diatur, sampai-sampai masuk WC-pun
diatur. Begitu sempurnanya Islam, maka
disebut Ad Dinul Kamilah (Agama yang sempurna). Seluruh gerak hidup
manusia diatur dalam Islam.
Tentang
Pemimpin.
Kalau makan, minum, tidur, bekerja,
beramal semuanya diatur oleh AlQur’an dan
Hadits, apakah mungkin memilih
pemimpin tidak diatur. Pasti di atur dalam Islam. Mustahil kalau Islam tidak
mengatur pemimpin dan cara memilih pemimpin.
Dalam AlQur’an dan Hadits banyak sekali
ayat yang mengatur dan cara memilih pemimpin.
Seperti misalnya ketika MUI (Majlis Ulama Indonesia) bersidang di Padang Panjang tahun 2009, tidak kurang
dari 850 orang Ulama Fatwa se Indonesia hadir, salah keputusannya adalah : Memilih
Pemimpin Hukumnya Wajib. Dan Pemimpin yang wajib dipilih adalah pemimpin yang
muslim.
Tetapi ketika itu diberitakan oleh pers :
Bahwa MUI memutuskan Golput haram.
Berita itu tidak benar. Padahal MUI tidak
pernah memutuskan seperti itu.
Misalnya lagi, MUI memutuskan : Sebanyak 87% ulama mengatakan bahwa merokok
adalah Haram. dan 13% ulama
mengatakan merokok adalah Makruh. Terjadi
khilafiyah (berbeda pendapat) antara
Haram dan Makruh. tetapi dua-duanya merupakan larangan (tetap dilarang).
Oleh pers diberitakan : Dalam urusan Fatwa rokok, MUI khilaf, keliru
(perbedaan pendapat) antara Halal dan Haram.
Padahal bukan keliru, tetapi yang benar adalah : Terjadi khilaf
(beda pendapat) para ulama antara Haram
dan Makruh. Dua-duanya bersifat larangan. Yaitu larangan
merokok. Tetapi karena wartawannya
tidak tahu agama, maka menulis beritanya
menjadi salah.
Dalam Islam, Hukum memilih
pemimpin adalah Wajib, dan yang dipilih
harus orang muslim.
Lihat Surat Al Maa-idah ayat
55 :
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ
ٱللَّهُ وَرَسُولُهُ ۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ
ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُمۡ رَٲكِعُونَ (٥٥)
Sesungguhnya
penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
Maksud ayat tersebut, bahwa Penolong (Pemimpin, Wali atau Wakil) kamu
adalah :
1. Allah subhanahu wata’ala,
2.
Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam,
3. Orang-orang yang
beriman.
Artinya, meminta tolong boleh kepada orang
yang beriman. Memilih pemimpin, wali atau wakil adalah orang-orang yang
beriman. Bukan beriman saja, tetapi ada syarat :
1.
Orang yang
menegakkan sholat, artinya bukan sekedar menegakkan, mendirikan
atau mengerjakan sholat saja, tetapi wujud
sifat dalam sholat harus terbawa di luar sholat. Yaitu ia merasa selalu
diawasi oleh Allah subhanahu wata’ala. Selalu
bersikap jujur, menghindari perbuatan keji dan mungkar.
2.
Membayar
zakat. Di Indonesia
setiap pemimpin dan semua kaum muslimin harus mendaftarkan kekayaannya kepada
Negara dengan tertulis dan jelas, karena ada kewajiban membayar zakat. Bagaimana orang Islam akan membayar zakat
kalau kekayaannya tidak tertulis (terdaftar). Zakat adalah 2,5% dari harta kekayaan. Bagaimana mungkin akan membayar zakat, kalau
jumlah harta kekayaannya saja tidak tahu. Maka dalam Islam, manajemen keuangan
adalah wajib, karena berhubungan dengan zakatnya.
3.
Tunduk dengan
hukum Allah subhanahu wata’ala
(sebagaimana
dalam ayat tersebut di atas). Yaitu
melaksanakan hukum-hukum Islam.
Sistem
Pemilihan.
Banyak kaum muslimin yang menolak system
pemilihan umum di negeri kita karena mereka menganggap bahwa yang dipakai
adalah system demokrasi, system kafir . Maka mereka menganggap haram mengikuti
Pemilu.
Tetapi bila kita mengikuti Hadits, bahwa para sahabat Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam adalah orang-orang yang paling paham dan tahu
mengikuti Sunnah beliau. Sahabat-sahabat
itu pernah membuat semua system dalam pemilihan pemimpin. Ketika Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam wafat, para sahabat memilih Khalifah
(pemimpin, sekarang :
Presiden) adalah Abubakar as Siddiq rodhiyallahu ‘anhu. Dipilih langsung berdasarkan musyawarah para
sahabat.
Beberapa tahun kemudian ketika Abubakar as
Siddiq sakit dan sudah merasa umurnya tidak akan lama lagi, maka beliau menunjuk langsung Umar bin Khathab rodhiyallahu ‘anhu untuk menggantikan
kedudukan beliau sebagai Khalifah. Para
sahabat-pun menyetujui. Dan ketika Umar bin Khathab menjadi Khalifah, beliau
menjalankan pemerintahan dengan adil, berdasarkan ajaran Islam.
Sampai-sampai kerajaan Rumawi dan persi
dengan dua juta balatentaranya tunduk kepada Khalifah Umar bin Khathab. Beliau
sukses. Bukan sistemnya yang salah.
Sistemnya
adalah
ditunjuk langsung oleh Khalifah sebelumnya (Abubakar as Siddiq). Seolah-olah
seperti diktator, yaitu sistim “tunjuk
langsung”, tetapi karena yang menunjuk
langsung (yang memilih) adalah orang
sekaliber Abubakar as Siddiq dan yang dipilih adalah orang sekaliber Umar bin
Khathab, maka terjadilah pemerintahan (ke-Khalifahan) yang jujur dan adil.
Ketika akhirnya Umar bin Khathab wafat,
sebelum wafat, dalam keadaan sakit karena ditusuk punggungnya oleh seorang
pengkhianat ketika memimpin sholat, beliau berwasiat : “Kalau aku mati, maka
lakukan pemilihan Khalifah dengan cara Majlis Syuro”. Maka ditunjuklah oleh beliau para sahabat
yang lain sebagai Majlis Syuro, yaitu : ‘Utsman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib,
Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin ‘Auf. Ka’b bin Ubadah, ditambah dari
seorang kalangan generasi muda yaitu Ibnu Umar (Putera Umar bin Khathab).
Ibnu Umar adalah penghafal Hadits ketiga setelah Abu Hurairah dan Anas bin
Malik. Umar bin Khathab berpesan : Anakku (Ibnu Umar) hanya berhak memilih,
tidak berhak untuk dipilih.
Ternyata terpilih sebagai pengganti
Khalifah adalah ‘Utsman bi ‘Affan rodhiyallahu ‘anhu .
Dan sebagai pengganti ‘Utsman bin ‘Affan
ketika beliau mati terbunuh, adalah Ali bin Abi Thalib rodhiyallahu ‘anhu, sebagai hasil permufakatan Majlis Syuro
bentukan Umar bin Khathab.
Ketika Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah
terjadi peperangan antara Muawiyah dengan Ali bin Abi Thalib sehingga Ali bin
Abi Thalib terbunuh. Maka oleh Majlis Syuro ditunjuklah Hasan bin Abi Thalib (putera
Ali bin Abi Thalib) untuk menggantikan ayahnya menjadi Khalifah. Ketika itu Hasan bin Ali menulis surat, yang
isinya Hasan menolak untuk menjadi Khalifah, agar damai, biarlah Muawiyah saja
yang menjadi Khalifah. Maka kekuasaan
(Khalifah) diberikan kepada Muawiyah. Maka
Muawiyah menjadi penguasa (pemimpin). Keadaaan menjadi aman, semua bersatu.
Ketika Muawiyah wafat, maka Khalifah
digantikan kepada anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Di zaman kepemimpinan Yazid bin Muawiyah
terbunuhlah Husin bin Ali (adik dari Hasan bin Ali). Yang membunuh Husin bukan Muawiyah, tetapi
orang-orang Syi’ah memfitnah dengan mengatakan bahwa yang membunuh Husin adalah
Muawiyah. Padahal tidak pernah Muawiyah membunuh Husin bin Ali, karena Husin bin Ali terbunuh setelah
Muawiyah wafat.
Setelah Muawiyah wafat, digantikan oleh
Muawiyah II, kepemimpinan Muawiyah II
hanya beberapa bulan, karena beliau menyerahkan kepemimpinan, beliau orang yang
sangat sholih, tidak mau menjadi Khalifah.
Lalu Khalifah digantikan oleh Umar
bin Abdul ‘Aziz (Cucu dari Umar bin Khathab).
Setelah itu kepemimpinan Islam disebut
Raja. Yaitu Raja-raja Bani ‘Abbasiyah,
Raja Bani Umayah dan seterusnya sampai tahun 1924 Masehi dibubarkan
Khilafah Islamiyah di Turki oleh Kemal Atatturk. Jadi
sistem kepemimpinan Islam dari Khalifah, Raja, Monarkhi, Mujlis Syuro
atau ditunjuk langsung, semua itu dilakukan oleh para sahabat.
Di Indonesia sekarang ribut-ribut perkara
Pancasila. Ada yang mengatakan Pancasila
wajib ditolak karena bertentang dengan AlQur’an dan Hadits. Lalu bila ditanya
dimana Pancasila bertentangan dengan AlQur’an dan Hadits ? Mereka tidak bisa
menjawab dengan pasti.
Padahal dalam sejarah pergerakan
kemerdekaan Indonesia, yang membuat Indonesia ini merdeka dari penjajahan
adalah dengan dibentuknya PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
terdiri dari 9 orang, yang 8 orang
adalah ulama besar dan 1 orang Kristen (Dr.Maramis).
Mereka menerima Pancasila, karena Pancasila
semuanya dari AlQur’an. Bila dicermati, 57% kata-kata dalam sila-sila Pancasila
adalah berasal dari bahasa Arab (bahasa AlQur’an), atau diambil dari ajaran
AlQur’an.
Misalnya : Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah ajaran AlQur’an. Lihat Surat Al
Ikhlas : Qulhuwallahu Ahad
(Katakanlah, Dia Allah adalah Maha Esa). Tidak ada dalam Kitab Injil pernyataan
tersebut, kecuali dalam AlQur’an.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab
– ketiganya berasal dari bahasa Arab : kata manusia berasal dari nas (nasia) artinya sering lupa,
manusia adalah makhluk yang sering lupa. Adil adalah
bahasa Arab (murni bahasa Arab). Adab adalah
murni bahasa Arab. Secara etimologi,
kata Adil tidak ada padanan katanya
dalam bahasa Indonesia, bahasa Melayu, Jawab, Sunda, atau bahasa lainnya. Di seluruh Indonesia tidak mengenal kata Adil sebelum Islam datang di negeri
ini. Jadi yang membawa kata Adil ke
Indonesia adalah Islam.
Dalam ilmu bahasa, kalau sebuah kata tidak
ada dalam suatu bahasa, maka bendanya tidak ada. Tetapi bila sudah ada kata
(istilah) dalam bahasa itu, walaupun bendanya tidak bisa dilihat, pasti bendanya ada. Misalnya : kata “naga”
(ular naga) pasti ada bendanya, ada dalam bahasa Indonesia. Misalnya : “Kentut” atau “angin” meskipun tidak terlihat, pasti
ada bendanya itu.
Kata “Adil”
dalam bahasa Indonesia tidak ada, kalau ada berarti Islam-lah yang membawa
kata adil itu. Demikian pula kata “Adab” tidak ada dalam bahasa Indonesia, karena berasal dari bahasa Arab.
Dalam bahasa Jawa adal istilah
“Tatakrama” adalah berasal dari bahasa
Arab, yaitu dari kata “kiramun”, ditulis dengan huruf Jawa
lalu orang Jawa menyebutnya kerama – menjadi krama,
menjadi tata-krama.
Persatuan
Indonesia – persatuan
manusia adalah ajaran AlQur’an ( Kanannaas ummatan wahidatan – adalah
manusia itu umat yang satu (persatuan). Adalah ajaran AlQur’an, : walatafarroku (bersatu, jangan
terpecah-belah).
Bhineka
Tunggal Ika
, berasal dari ajaran AlQur’an, : Li
ta’arofu (saling mengenal di antara kamu, meskipun berbeda suku, daerah
atau beda paham).
Jauh sebelum kerajaan Majapahit atau
Syailendra menuliskan Bhineka Tunggal Ika,
AlQur’an sudah menulis dan
mengajarkan : “Hai manusia, bertakwalah
kamu kepada Allah yang telah menjadikan kamu dari seorang manusia kemudian
berkembang-biak menjadi banyak manusia, bersuku-suku, berbangsa-bangsa dan bergolong-golongan. Yang paling mulia di
antara kamu adalah yang bertakwa kepada Allah”.
Dan seterusnya, semua kata dan istilah
dalam Pancasila adalah berasaal dari Islam (AlQur’an), mengapa ada orang yang menolak Pancasila
? Bukan sistemnya yang salah, melainkan
para pelaku (orang-orangnya) yang salah.Oranya-lah yang harus diperbaiki
(diluruskan).
Bila dalam suatu kampung (kaum) 90% maling, lalu diadakan pemilihan kepala
desa, tentu yang terpilih adalah Raja maling. Kalau ada orang sholih yang
menjadi kepala desanya, maka esok harinya ia akan dibunuh orang. Kalau di
Negara kita ini pemimpinnya rata-rata “maling”
artinya berarti rakyat di negeri kita ini rata-rata maling. Pemimpin adalah pencerminan dari rakyatnya.
Kapan Indonesia ini terbebas dari korupsi ? Kalau rakyatnya sudah tidak korupsi
lagi. Siapapun yang terpilih menjadi
pemimpin (presiden) pasti orang jujur.
Maka menurut para Ulama : Untuk pemilihan umum yang akan
datang ini umat Islam harus ikut memilih. Jangan
Golput. Sebab kalau umat Islam
golput, maka yang memilih pemimpin adalah orang non muslim. Tentu hasil pilihannya adalah cerminan
mereka, yang nantinya akan memimpin kita umat Islam. Alangkah ruginya kalau
umat Islam dipimpin oleh orang hasil pilihan orang non-muslim.
Indonesia ini ibarat gelas minum. Kita
semua ada dalam gelas. Kalau gelas itu berisi minuman keras, wiski, dll, maka jangan gelasnya yang dibuang, tetapi
cucilah gelas itu dan gantilah dengan air zamzam.
Pemilihan umum tahun lalu golput:
29%. Kristen: 10%. Lain-lain: 3%.
Apa yang terjadi, anggota DPR-RI hampir
40% orang Kristen. Mereka hanya 10% tetapi
karena ditambah golput 29% maka menjadi hampir 40%. Artinya, setiap orang Islam golput (tidak
memilih) maka jatuhnya ke Kristen. Sebab dalam Pemilu kita, meskipun pemilih Kristen
hanya 10% dan semua orang Islam golput,
Pemilu tetap sah. Itulah gilanya negeri kita. Itu sudah kesepatakan
(undang-undang) kita. Maka kalau umat
Islam golput, yang rugi adalah kita
sendiri umat Islam.
Kalau umat Islam golput, tentu anggota DPR
adalah hasil pilihan orang non Islam. Nantinya yang memilih pemimpin (Presiden,
Gubernur, Bupati, Kepala Daerah, dst) adalah
orang-orang jahat (kafir-kafir) itu. Dan hasil pilihannya untuk memimpin kita
umat Islam. Celakalah umat Islam Indonesia.
Hendak pindah kemana kita ? Sebentar lagi Gubernur DKI Jakarta orang Non
Islam. Mau kemana kita ? Semua itu karena kesalahan besar kita umat Islam, yang
memilih golput. Maka kita hrus ikut
memilih, jangan golput.
Ironisnya dengan sistem demokrasi, semua orang suaranya sama. Seorang ulama yang
puluhan tahun belajar agama, tinggal di Mekkah atau di Madinah, kalau dia
kembali ke Indonesia menjadi seorang ulama, ikut mencoblos dalam Pemilu,
suaranya sama dengan seorang pelacur (WTS), sama-sama satu suara. Seorang Prof. Doktor, yang sekolah S3, berbudi
luhur, disamakan dengan seorang maling yang dihukum 10 tahun di penjara.
Sama-sama satu suara. Itulah demnokrasi.
Kemudian orang-orang sholih itu, ulama,
ilmuwan Islam semua golput, tidak mau
ikut memilih. Lalu yang memilih
pemimpin adalah para penjahat (para pelacur, para maling dan kafir-kafir)
itu. Dan hasil pilihannya untuk memimpin
kita umat Islam. Celakalah kita umat Islam Indonesia. Kita dibodohi oleh
mereka.
Padahal seharusnya proporsional
(adil), kalau umat Islam Indonesia ada
87%, maka seharusnya yang duduk sebagai
anggota DPR-RI adalah 87% Islam. Sebanyak 13% adalah selain Islam. Tetapi kenyataan anggota DPR-R hasil pemilu
tahun lalu yang Kristen adalah 40%. Itu
akibat kebodohan kita umat Islam.
Yang paling dahsyat lagi, adalah mereka
dan sebagian umat Islam mengatakan :
“Kita
tidak usah membawa-bawa agama. Negara
kita Negara Pancasila, maka boleh saja Gubernurnya, Bupatinya atau walikotanya
orang Kristen. Kita bebas-rahasia,
haknya sama”.
Kata-kata demikian itu adalah kata-kata tipuan saja. Buktinya, di daerah-daerah dimana banyak orang Kristen, ada orang Islam ingin
menjadi lurah saja, mereka sudah
menolak, tidak boleh mencalonkan diri karena ia umat Islam. Di Bali tidak ada orang Islam menjadi lurah
(kepala desa), apalagi menjadi Bupati atau Gubernur, pasti mereka menolak
dengan sengitnya. Di Menado, tidak ada orang muslim yang menjadi Gubernur atau
Bupati. Jangan harap sampai hari Kiamat.
Di Tapanuli Utara, Kepala KUA-nya saja
orang Kristen. Apalagi kepala-kepala Dinas lainnya, mereka menolak kalau dari
orang Islam. Padahal cukup banyak umat Islam di sana. Demikian pula di NTT
orang ingin mendirikan masjid sudah 7 tahun belum juga berdiri, karena banyak
penolakan dari orang non Islam di sana.
Giliran di Jakarta, wakil Gubernurnya
adalah orang non-muslim. Padahal 90% penduduk Jakarta adalah orang Islam. Inilah apartheid terjadi di Jakarta.
Dahulu, di Solo ada Walikota dan Wakilnya
Kristen. Belum sampai selesai masa jabatan Walikotanya itu, kemudian Walikota
itu sekarang menjadi Gubernur di Jakarta, wakilnya juga Kristen. Dan itu pasti
diatur dengan sengaja. Tidak mungkin peristiwa dua kali berturut-turut sama, tidak
disengaja. Pasti disengaja.
Umat Islam berjuang mengurus RUU yang berbau Islam sulitnya bukan main.
Misalnya, RUU Anti Pornografi sudah 11 tahun tetapi belum juga berhasil. Yang
paling keras menolak adalah PDIP.
Demikian pula RUU tentang Pendidikan Nasional, voting kita menang,
tetapi PDIP walk out. RUU tentang Anti
Minuman Keras, PDIP menolak. Mereka (PDIP)
minta agar minuman keras bebas dijual di mana-mana, orang mau minum silakan,
mau mabuk silakan mau mati silakan. Kata mereka. Tidak perlu dibuat
undang-undangnya. Terakhir RUU tentang Jaminan Produk Halal, kelompok PDIP
menolak, mereka bahkan mengusulkan RUU
Jaminan Produk Haram.
Menteri Kesehatan yang sekarang (seorang
Kristiani) mengatakan bahwa obat di Indonesia 70% haram, mustahil menjadikan
makanan dan obat di Indonesia menjadi halal. Itupun kami sudah memprotes keras. Karena Menteri Kesehatan adalah regulator,
pengatur, bukan produsen obat. Kenapa ia menjadi “corong” produsen obat ? Tidak boleh ada seorang Menteri membela
pengusaha.
Menteri harus membela rakyat.
Maka sebagai orang muslim, bila memilih
pemimpin pilihlah orang Islam, jangan pilih yang non Islam. Hendaknya para kaum
muslimin dan muslimah jangan golput,
tetapi harus ikut memilih. Pilihlah pemimpin yang Islam.
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
_____________
No comments:
Post a Comment