PENGAJIAN DHUHA
MASJID BAITUSSALAM
Membangun
Keluarga Islami
Dr.
H.M.Soetrisno Hadi, SH, MM.
Jum’at, 20 Dzulqo’dah 1436 H – 4 September 2015
Assalamu’alaikum
wr. wb.,
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wataa’ala,
Bila Islam kita bedah, kita pelajari dan
kita kaji, maka tujuan Islam, Nabi dan Rasul, Kitab-Kitabnya diturunkan oleh Allah subhanahu wata’ala maka kita temukan bahwa semua itu adalah untuk
membangun manusia yang berkualitas, indvidu-individu yang sholeh.
Kalau setiap individu itu sholeh,
terbentuk rumahtangga sebagai kumpulan individu-individu, adalah rumahtangga
yang sakinah, rumahtangga yang
Islami. Rumah tangga yang mencerminkan nilai-nilai luhur ke-Islaman. Bila
setiap rumahtangga bersifat Islami, maka masyarakat yang terbangun adalah
masyarakat yang marhamah, penuh kasih sayang, hidup rukun damai, saling
mengucapkan salam, tidak ada pertengkaran.
Bila semua masyarakat itu marhamah, maka Negara yang akan dibangun
adalah Negara yang Baldatun thoyyibatun warobun ghofur. (Negara yang baik, yang
penuh dengan ampunan dari Allah subhanahu
wata’ala).
Bila semua Negara Thoyyibah, maka dunia
yang akan terwujud adalah Dunia yang Mardhotillah (Benua yang penuh
dengan ridho Allah subhanahu wata’ala).
Maka akan terwujud masyarakat internasional yang penuh ridho Allah subhanahyu wata’ala.
Untuk bahasan kali ini kita fokus pada Bab Keluarga Islami.
Secara Anthropologis, keluarga bisa disederhanakan menjadi 2 macam :
1.
Keluarga Inti, yaitu kerluarga
yang terdiri dari tiga komponen: Suami, isteri dan anak.
2.
Keluarga yang
diperluas,
yaitu suami, isteri dan anak, ada pula di dalamnya saudara sepupu, keponakan,
dst.
Kedua macam keluarga tersebut akan
membentuk masyarakat. Bila masyarakat
dibangun terdiri dari keluarga yang Islami tentu akan terbangun masyarakat yang
Islami, di mana nilai-nilai Islam dipraktekkan, dilaksanakan secara pas
(tepat). Itulah yang disebut Masyarakat
Marhamah. Dan Negara-nya juga akan mencerminkan nilai-nilai Islam. Maka Negara tidak perlu dengan sebutan Negara
Islam. Yang penting nilai Islam dipraktekkan dan dilaksanakan di situ.
Dari hasil kajian, maka di dalam
AlQur’an ada 4 macam keluarga :
Nama Keluarga Suami Isteri Anak Score Nilai
1.
Abu
Lahab negatif negatif negatif
0 – 3 Amat Buruk
2.
Nabi
Nuh, a.s. positf negatif negatif
1 – 2 Buruk
3.
Fir’aun negatif positif positif 2 – 1 Baik
4.
Ibrahim
a.s. positif positif positif 3 – 0 Amat Baik.
Keterangan :
Keluarga Abu Lahab : Suami, isteri, dan anak
kafir/buruk. Nilai : Amat Buruk
Keluarga Nabi Nuh. a.s. : Suami beriman,
isteri dan anak kafir, Nilai : Buruk.
Keluarga Fir’aun : Suami kafir, isteri
dan anak beriman/baik, Nilai : Baik.
Keluarga Ibrahim a.s. : Suami, isteri
dan anak beriman/baik, Nilai : Amat
Baik.
Dari tabel penilan tersebut ternyata
yang amat baik (paling baik) adalah Keluarga Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Seluruh komponen keluarganya semuat positif (beriman,
sholeh dan sholihah). Mudah-mudahan keluarga jamaah masjid Baitus-salam seperti
keluarga Nabi Ibrahim, a.s.
Maka setiap sholat selalu kita
sebut-sebut namanya, yaitu ketika kita sholat duduk Tahiyat Akhir, membaca
sholawat selalu menyebut Keluarga Nabi Ibrahim a.s. Minimal 5 kali
sehari-semalam umat Islam menyebut Keluarga Nabi Ibrahim a.s. sampai Hari
Kiamat. Dalam klasifikasi tersebut tidak
disebut Nabi Muhammad saw, karena telah terwakili oleh Keluarga Nabi
Ibrahim, a.s.
Tujuan
Syariat.
Bila disingkat, Islam berisi 3 perkara :
Iman – Islam – Ihsan.
Dengan bahasa akademis, Islam berisi : Akidah
– Syari’ah – Akhlak.
Akidah adalah
fondasinya, Syari’ah adalah bangunannya, Akhlak adalah atapnya.
Itulah rumah Islam (bangunan Islam).
Diturunkannya Syari’ah adalah untuk :
1.
Hifdzul ‘Aql (memelihara
akal manusia). Misalnya, orang dilarang mabuk, supaya manusia akalnya selamat.
Manusia dilarang zina, supaya akalnya sehat.
2.
Hifdzul Mal (memelihara
harta), harta harus dijaga, karena harta penting untuk manusia hidup. Harta
adalah wasilah (sarana) hidup dan
bahkan merupakan “jembatan emas” untuk meraih hidup bahagia. Maka Islam
mengajarkan manusia jadilah orang kaya. Maka dalam Sholat Dhuha ada doa minta
banyak rezki, agar menjadi orang kaya. Dst.
3.
Hifdzul Din (memelihara agama),
agar agama (Islam) tetap lestari, langgeng, sampai Hari Kiamat
4.
Hifdzul ‘Usroh (memelihara
keluarga), dengan turunnya Syari’at keluarga kita akan menjadi Islami.
5.
Hifdzul Mujtama’(memelihara
masyarakat).
Keluarga Rasulullah s.a.w. :
Menurut para ahli sejarah, isteri
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
ada 9 orang :
1.‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha.
Satu-satunya isteri Rasulullah saw yang
perawan (gadis) ketika menikah dengan Beliau s.a.w. usianya 9 tahun, putri dari
Abubakar As Siddiq rodhiyallahu ‘anhu, sahabat
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam.
Rasulullah saw menikah dengan Aisyah
r.a. putri Abubakar as Siddiq bukan karena dorongan syahwat, melainkan karena
menjaga keutuhan Islam.
Ketika itu Abubakar as Siddiq sangat
ingin agar putrinya, ‘Aisyah r.a. bisa menjadi isteri Rasulullah saw. Keinginannya itu disampaikan kepada Umar bin
Khathab r.a dan oleh Umar bin Khathab disampaikan kepada Rasulullah saw.
Rasulullah saw menjawab : Abubakar akan
mendapatkan apa yang diinginkan.
Tidak lama kemudian Rasulullah saw melamar
‘Aisyah r.a.
2.Hafshah, rodhiyallahu
‘anha.
Beliau adalah putri Umar bin Khathab rodhiyallahu ‘anhu. Rupanya Umar bin
Khathab-pun ingin agar putrinya dinikah oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. Maka Rasulullah shollallahu ‘alihi wasallam menikah dengan Hafshah, r.a. Ketika itu mempunyai menantu Rasulullah
saw merupakan kebanggaan.
3.Ummu Habibah, rodhiyallahu
‘anha.
Isteri ketiga ini adalah putri Abu
Sofyan, Gubernur Makkah ketika itu. Akhirnya Abu Sofyan masuk Islam. Padahal dahulunya Abu Sofyan sangat memusuhi
Islam bersama-sama Abu Jahal dan Abu Lahab.
4.Ummu Salamah, rodhiyallahu
‘anha,
Dia adalah isteri Abu Salamah, yang
ketika Abu Salamah wafat, Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam datang ta’ziyah. Ketika beliau datang ke rumah Abu Salamah
yang meninggal, Ummu Salamah (isteri Abu Salamah) sedang menangis sambil
meratap. Rasulullah saw mendengar ratapan Ummu Salamah, lalu berpesan kepada
salah seorang sahabat yang ada di situ : “Beritahu kepada Ummu Salamah, jangan
meratap bila sedang menghadapi musibah. Tetapi ucapkan do’a : Inna
lillahi wa inna ilaihi roji’un. Allahumma ajirni fi musibati waflugh min
khoiron minhu (Ya Allah
hindarkanlah aku dalam menghadapi musibah ini keluh-kesah dan mohon gantinya
yang lebih baik dibanding yang pergi ini”.
Setelah habis masa ‘iddahnya maka Rasulullah saw melamar Ummu Salamah menjadi isteri
beliau.
5.Zainab binti Jahry.
6.Maimunah binti Al Harits.
7.Saudah binti Zam’ah.
8.Juwariyah binti Haris
9.Shofiyah binti Huyai.
Semua isteri Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
cantik-cantik. Selain ‘Aisyah r.a. seluruh isteri beliau adalah janda. Maka Nabi Muhammad Rasulullah saw menikah
bukan karena dorongan syahwat dan hawa nafsu sebagaimana dituduhkan oleh orang
Barat, melainkan karena menjaga keutuhan
persahabatan dan martabat para janda-janda itu.
Konkordansi.
Islam mengajarkan konkordansi (ketundukan)
kepada Syari’at. Siapapun orangnya diminta untuk tunduk kepada Allah subhanahu wata’ala.
Dan manusia tidak boleh meng-intervensi apa
yang sudah diatur oleh Allah subhanahu
wata’ala. Manusia tidak boleh mengubah Syariat.
Misalnya, sesuatu yang dihalalkan tidak
boleh kemudian manusia mengharamkan-nya . Madu adalah halal, lalu ada manusia
mengatakan bahwa tidak mau minum madu karena madu haram. Berkata bahwa madu adalah haram, tidak
boleh. Karena yang demikian itu berarti
mengubah Syariat. Kita disuruh untuk konkordans, apa yang dihalalkan atau diharamkan, kita harus
mau menerima dengan kepatuhan.
Dalam mengelola rumahatangga, berdasarkan
ayat Al Qur’an (sebagaimana Surat At Tahrim ayat 3 – 5), dan Hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yang beliau
praktekkan, kita mesti melakukan 3 (tiga) macam transparansi (keterbukaan) :
1.Transparansi
Finansial,
seorang suami ketika mengelola keuangan keluarganya harus secara transparans.
Demikian pula isteri. Ketika ia diberi amanah oleh suami berupa uang untuk
keperluan keluarga ia harus mengelola uangnya itu dengan transparans. Syukur-syukur
kalau dicatat (ditulis). Bagaimana bila isteri juga bekerja yang punya
penghasilan ? Tidak masalah, asalkan ia bekerja seijin suami. Maka tata-kelola
keuangan harus diberitahukan kepada suami.
2.Transparansi
Tata-Kelola Rumahatangga, dalam hal-hal yang menyangkut rumahtangga, seorang suami ketika hendak memutuskan
persoalan rumahtangga paling tidak ia mengajak anak-isterinya berbicara.
Contoh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, tanggal 8 Dzulhijah malam beliau mimpi mendapat
perintah dari Allah subhanahu wata’ala
untuk menyembelih anaknya (Ismail ‘alaihissalam).
Nabi Ibrahim ketika mendapat perintah lewat mimpinya itu, beliau tidak lalu
otoriter, langsung dilaksanakan, tidak. Tetapi dibicarakan dengan
anak-isterinya. Tetapi hari itu tidak
ada kesepakatan.
Tanggal 9 Dzulhijah malam mimpi lagi dengan
perintah yang sama. Dibicarakan lagi dengan keluarga (anak-isteri) beliau,
tidak ada kesepakatan.
Tanggal 10 Dzulhijjah beliau mimpi lagi
dengan mimpi yang sama persis, dengan perintah yang sama, maka dibicarakan lagi
dengan anak-isteri beliau. Maka Ismail
berkata : “Wahai ayahku, kalau itu memang
perintah Allah, laksanakan saja, insya Allah engkau akan mendaptiku menjadi
orang yang sabar”.
Selanjutnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam hendak menyembelih Ismail,
melaksanakan perintah Allah subhanahu wata’ala.
Tetapi dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala, ketika keduanya
sudah ber-pasrah diri kepada Allah subhanahu
wata’ala dengan menempelkan pisau ke leher anaknya, maka dalam saat sekejap
itu digantilah Ismail dengan seekor qibas (domba), dan tersembelihlah qibas
itu, sementara Ismail sudah berdiri di depan Nabi Ibrahim dengan keadaan sehat
wal-afiat.
Intinya, ada transparansi dalam
tata-kelola rumahtangga Nabi Ibrahim, a.s. Ada keterbukaan, karena menyangkut
orang banyak, terutama anggota keluarga.
3.Transparansi
dalam Tata-kelola Komunikasi.
Komunikasi harus berjalan, ada persoalan
apapun dalam rumah tangga, harus saling memberitahu. Bila semua itu dilakukan,
maka itulah Keluarga Islami.
Untuk bisa membangun sebuah rumahtangga
dengan model transparansi sebagaimana disebutkan di atas, harus ada tahap awal
yang dilakukan, para ilmuwan mengatakan : Harus
bertaubat berdasarkan ayat AlQur’an.
Awal dari seluruh aktivitas yang baik,
dimulai dengan Taubat.
Konsekuensinya apabila melakukan sesuatu
aktivitas tidak didahului dengan Taubat,
Ibnu Ruslan seorang Ahli Fiqih terkenal yang menulis kitab dengan menarik
sekali, beliau mengutarakan kalimat-kalimat dalam kitabnya dengan bahasa puisi.
Misalnya kalimat beliau : Orang yang
berbuat taat kepada Allah subhanahu wata’ala tetapi berbuat haram jalan terus,
maka ia seperti membangun rumah di tengah ombak yang besar. Bagitu jadi rumahnya, ombak datang, makan
hancurlah rumah itu. Membangun rumah lagi, datang ombak lagi, maka hancur lagi
rumahnya itu.
Maka rugi terus-menerus. Kalau ingin tidak rugi, maka awalnya harus
bertaubat. Dan Taubat karena ada dosa. Ada dua macam dosa, yaitu dosa kepada
Allah dan dosa kepada sesama manusia. Bila berdosa kepada Allah, ingin ber-Taubat
maka syaratnya ada 3 :
1.
Menyesal,
2.
Cabut
dari maksiat dan
3.
Tidak
mengulang lagi perbuatan dosanya itu.
Dosa kepada sesama manusia, bila ingin
bertaubat ada 4 syarat : Yaitu tiga
syarat sebagaimana tersebut di atas,
lalu ditambah satu syarat lagi : Mengembalikan
hak orang yang didzolimi.
Bagaimana kalau orang korupsi milyaran
rupiah?. Akan sulit sekali mengembalikan-nya, dan itu adalah haram. Kalau itu
uang haram dan untuk memberi makan keluarga, maka setiap daging yang tumbuh
dari uang haram, maka bagi keluarga itu api neraka lebih layak dibandingkan ia
di surga.
Bagaimana
seorang isteri yang baik ?
Dalam Surat At Tahrim ayat 5 :
سُوۡرَةُ التّحْریم
عَسَىٰ رَبُّهُ ۥۤ إِن طَلَّقَكُنَّ أَن
يُبۡدِلَهُ ۥۤ أَزۡوَٲجًا خَيۡرً۬ا مِّنكُنَّ مُسۡلِمَـٰتٍ۬ مُّؤۡمِنَـٰتٍ۬
قَـٰنِتَـٰتٍ۬ تَـٰٓٮِٕبَـٰتٍ عَـٰبِدَٲتٍ۬ سَـٰٓٮِٕحَـٰتٍ۬ ثَيِّبَـٰتٍ۬
وَأَبۡكَارً۬ا (٥)
Jika
Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan
isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang
bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.
Kalau kita membuka dan baca AlQur’an ada
isteri yang baik dan yang tidak baik.
Isteri yang baik adalah para isteri Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam. Juga isteri Nabi Ibrahim, Sarah dan Hajar. Juga isteri Nabi Musa
‘alaihissalam, yaitu Shofuro, semua adalah baik-baik.
Isteri yang tidak baik misalnya isteri
Nabi Nuh ‘alaihissalam. Juga isteri
Nabi Luth ‘alaihissalam, di mana
isteri beliau lebih suka dengan sesama perempuan lain. Zaman itu banyak orang laki-laki yang suka sama laki-laki
(Homosex) dan peremuan suka sesama perempuan (Lesbian).
Isteri pertama Nabi Ismail juga termasuk
isteri yang tidak baik. Maka Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam berpesan kepada
anaknya (Ismail) : “Gantilah pintumu rumahmu”. Maksudnya agar Ismail
mengganti isterinya. Karena isteri Ismail suka mengeluh, dan menjelek-jelekkan
suami.
Isteri yang baik lagi, misalnya : Isteri Nabi Ya’qub ‘alaihissalam. Isteri Nabi Zakariya ‘alaihissalam.
Sekian bahasan, mudah-mudahan
bermanfaat. Sebelum diakhiri marilah kita membaca do’a untuk kita dan
keluarga. Al Fatihah.
Do’a :
Bismillahirrohmanirrohim,
Allahumma
bihaqqil Qur’an,
Wabi kalamikal
qodim,
Wabi Muhammadin
khotaminnabiyyin,
Wabi haqqi Ummil
Qur’an,
‘Allimnal
Qur’an, wafaqihna fiddin,
Wa’alimna
ta’wil, wahdina ilassawa-issabil.
Allahumma inna
nas-aluka imanan kaamilan,
Wayaqinan
shodiqon, warizqon wasi’an,
Waqolban
khosyi’an, walisanan dzakiron,
Wabadanan
shobiron, wal’afwa ‘indal hisab,
Wannajata
minannaar.
Allahummakhtimlana
bi husnil khotimah,
Wala takhtima
‘alaina bi su’il khotimah,
Robana atina
fiddun-ya hasanah,
Wafil akhiroti
hasanah waqina ‘adzabannaar.
Wal
hamdulillahirobbil ‘alamin.
Wassalamu’alaikum
wr.wb.
___________
No comments:
Post a Comment