Translate

Saturday, September 19, 2015

Membangun Keluarga Islami, oleh : Dr. H.M.Soetrisno Hadi, SH, MM.



PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM

Membangun Keluarga Islami
Dr. H.M.Soetrisno Hadi, SH, MM.

Jum’at, 20 Dzulqo’dah 1436 H – 4 September 2015


Assalamu’alaikum wr. wb.,

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wataa’ala,
Bila Islam kita bedah, kita pelajari dan kita kaji, maka tujuan Islam, Nabi dan Rasul, Kitab-Kitabnya  diturunkan oleh Allah subhanahu wata’ala maka kita temukan bahwa semua itu adalah untuk membangun manusia yang berkualitas, indvidu-individu yang sholeh.

Kalau setiap individu itu sholeh, terbentuk rumahtangga sebagai kumpulan individu-individu, adalah rumahtangga yang sakinah, rumahtangga yang Islami. Rumah tangga yang mencerminkan nilai-nilai luhur ke-Islaman. Bila setiap rumahtangga bersifat Islami, maka masyarakat yang terbangun adalah masyarakat yang marhamah, penuh kasih sayang, hidup rukun damai, saling mengucapkan salam, tidak ada pertengkaran.  Bila semua masyarakat itu marhamah, maka Negara yang akan dibangun adalah Negara yang Baldatun thoyyibatun warobun ghofur. (Negara yang baik, yang penuh dengan ampunan dari Allah subhanahu wata’ala).

Bila semua Negara Thoyyibah, maka dunia yang akan terwujud adalah Dunia yang Mardhotillah (Benua yang penuh dengan ridho Allah subhanahu wata’ala). Maka akan terwujud masyarakat internasional yang penuh ridho Allah subhanahyu wata’ala.
Untuk bahasan kali ini kita fokus pada Bab Keluarga Islami. 
Secara Anthropologis,  keluarga bisa disederhanakan  menjadi 2 macam :
1.     Keluarga Inti, yaitu kerluarga yang terdiri dari tiga komponen: Suami, isteri dan anak.
2.     Keluarga yang diperluas, yaitu suami, isteri dan anak, ada pula di dalamnya saudara sepupu, keponakan, dst.

Kedua macam keluarga tersebut akan membentuk masyarakat.  Bila masyarakat dibangun terdiri dari keluarga yang Islami tentu akan terbangun masyarakat yang Islami, di mana nilai-nilai Islam dipraktekkan, dilaksanakan secara pas (tepat).  Itulah yang disebut Masyarakat Marhamah. Dan Negara-nya juga akan mencerminkan nilai-nilai Islam.   Maka Negara tidak perlu dengan sebutan Negara Islam. Yang penting nilai Islam dipraktekkan dan dilaksanakan di situ.

Dari hasil kajian, maka di dalam AlQur’an ada 4 macam keluarga :

Nama Keluarga                Suami         Isteri        Anak      Score          Nilai

1.     Abu Lahab              negatif       negatif      negatif    0 – 3       Amat Buruk
2.     Nabi Nuh, a.s.         positf         negatif      negatif   1 – 2        Buruk
3.     Fir’aun                    negatif       positif       positif     2 – 1        Baik
4.     Ibrahim a.s.             positif        positif       positif     3 – 0        Amat Baik.

Keterangan :
Keluarga Abu Lahab : Suami, isteri, dan anak kafir/buruk. Nilai : Amat Buruk  
Keluarga Nabi Nuh. a.s. : Suami beriman, isteri dan anak kafir, Nilai : Buruk.   
Keluarga Fir’aun : Suami kafir, isteri dan anak beriman/baik, Nilai : Baik.   
Keluarga Ibrahim a.s. : Suami, isteri dan anak beriman/baik, Nilai : Amat Baik.

Dari tabel penilan tersebut ternyata yang amat baik (paling baik) adalah Keluarga Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Seluruh komponen keluarganya semuat positif (beriman, sholeh dan sholihah). Mudah-mudahan keluarga jamaah masjid Baitus-salam seperti keluarga Nabi Ibrahim, a.s.  

Maka setiap sholat selalu kita sebut-sebut namanya, yaitu ketika kita sholat duduk Tahiyat Akhir, membaca sholawat selalu menyebut Keluarga Nabi Ibrahim a.s. Minimal 5 kali sehari-semalam umat Islam menyebut Keluarga Nabi Ibrahim a.s. sampai Hari Kiamat.  Dalam klasifikasi tersebut tidak disebut Nabi Muhammad saw, karena telah terwakili oleh Keluarga Nabi Ibrahim,  a.s.

Tujuan Syariat.
Bila disingkat, Islam berisi 3 perkara : Iman – Islam – Ihsan.  
Dengan bahasa akademis, Islam berisi : Akidah – Syari’ah – Akhlak.
Akidah adalah fondasinya, Syari’ah adalah bangunannya, Akhlak adalah atapnya. Itulah rumah Islam (bangunan Islam).

Diturunkannya Syari’ah adalah untuk :
1.     Hifdzul ‘Aql (memelihara akal manusia). Misalnya, orang dilarang mabuk, supaya manusia akalnya selamat. Manusia dilarang zina, supaya akalnya sehat.
2.     Hifdzul Mal (memelihara harta), harta harus dijaga, karena harta penting untuk manusia hidup. Harta adalah wasilah (sarana) hidup dan bahkan merupakan “jembatan emas” untuk meraih hidup bahagia. Maka Islam mengajarkan manusia jadilah orang kaya. Maka dalam Sholat Dhuha ada doa minta banyak rezki, agar menjadi orang kaya. Dst.
3.     Hifdzul Din (memelihara agama), agar agama (Islam) tetap lestari, langgeng, sampai Hari Kiamat
4.     Hifdzul ‘Usroh (memelihara keluarga), dengan turunnya Syari’at keluarga kita akan menjadi Islami.
5.     Hifdzul Mujtama’(memelihara masyarakat). 

Keluarga  Rasulullah s.a.w. :
Menurut para ahli sejarah, isteri Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam ada 9 orang :

1.‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha.
Satu-satunya isteri Rasulullah saw yang perawan (gadis) ketika menikah dengan Beliau s.a.w. usianya 9 tahun, putri dari Abubakar As Siddiq rodhiyallahu ‘anhu, sahabat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam.  Rasulullah saw menikah dengan Aisyah r.a. putri Abubakar as Siddiq bukan karena dorongan syahwat, melainkan karena menjaga keutuhan Islam. 

Ketika itu Abubakar as Siddiq sangat ingin agar putrinya, ‘Aisyah r.a. bisa menjadi isteri Rasulullah saw.   Keinginannya itu disampaikan kepada Umar bin Khathab r.a dan oleh Umar bin Khathab disampaikan kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw menjawab : Abubakar akan mendapatkan apa yang diinginkan.
Tidak lama kemudian Rasulullah saw melamar ‘Aisyah r.a.

2.Hafshah,  rodhiyallahu ‘anha.
Beliau adalah putri Umar bin Khathab rodhiyallahu ‘anhu. Rupanya Umar bin Khathab-pun ingin agar putrinya dinikah oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. Maka Rasulullah shollallahu ‘alihi wasallam menikah dengan Hafshah, r.a.  Ketika itu mempunyai menantu Rasulullah saw  merupakan kebanggaan.

3.Ummu Habibah,  rodhiyallahu ‘anha.
Isteri ketiga ini adalah putri Abu Sofyan, Gubernur Makkah ketika itu. Akhirnya Abu Sofyan masuk Islam.  Padahal dahulunya Abu Sofyan sangat memusuhi Islam bersama-sama Abu Jahal dan Abu Lahab.

4.Ummu Salamah,  rodhiyallahu ‘anha,
Dia adalah isteri Abu Salamah, yang ketika Abu Salamah wafat, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam datang ta’ziyah.  Ketika beliau datang ke rumah Abu Salamah yang meninggal, Ummu Salamah (isteri Abu Salamah) sedang menangis sambil meratap. Rasulullah saw mendengar ratapan Ummu Salamah, lalu berpesan kepada salah seorang sahabat yang ada di situ : “Beritahu kepada Ummu Salamah, jangan meratap bila sedang menghadapi musibah. Tetapi ucapkan do’a : Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Allahumma ajirni fi musibati waflugh min khoiron minhu (Ya Allah hindarkanlah aku dalam menghadapi musibah ini keluh-kesah dan mohon gantinya yang lebih baik dibanding yang pergi ini”.
Setelah habis masa ‘iddahnya maka Rasulullah saw melamar Ummu Salamah menjadi isteri beliau.

5.Zainab binti Jahry.
6.Maimunah binti Al Harits.
7.Saudah binti Zam’ah.
8.Juwariyah binti Haris
9.Shofiyah binti Huyai.

Semua isteri Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam cantik-cantik. Selain ‘Aisyah r.a. seluruh isteri beliau adalah janda.  Maka Nabi Muhammad Rasulullah saw menikah bukan karena dorongan syahwat dan hawa nafsu sebagaimana dituduhkan oleh orang Barat, melainkan karena  menjaga keutuhan persahabatan dan martabat para janda-janda itu.

Konkordansi.
Islam mengajarkan konkordansi (ketundukan) kepada Syari’at. Siapapun orangnya diminta untuk tunduk kepada Allah subhanahu wata’ala. 
Dan manusia tidak boleh meng-intervensi apa yang sudah diatur oleh Allah subhanahu wata’ala. Manusia tidak boleh mengubah Syariat.
Misalnya, sesuatu yang dihalalkan tidak boleh kemudian manusia mengharamkan-nya . Madu adalah halal, lalu ada manusia mengatakan bahwa tidak mau minum madu karena madu haram.  Berkata bahwa madu adalah haram, tidak boleh.  Karena yang demikian itu berarti mengubah Syariat. Kita disuruh untuk konkordans,  apa yang dihalalkan atau diharamkan, kita harus mau menerima dengan kepatuhan.

Dalam mengelola rumahatangga, berdasarkan ayat Al Qur’an (sebagaimana Surat At Tahrim ayat 3 – 5), dan Hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yang beliau praktekkan, kita mesti melakukan 3 (tiga) macam transparansi (keterbukaan) :

1.Transparansi Finansial, seorang suami ketika mengelola keuangan keluarganya harus secara transparans. Demikian pula isteri. Ketika ia diberi amanah oleh suami berupa uang untuk keperluan keluarga ia harus mengelola uangnya itu dengan transparans. Syukur-syukur kalau dicatat (ditulis). Bagaimana bila isteri juga bekerja yang punya penghasilan ? Tidak masalah, asalkan ia bekerja seijin suami. Maka tata-kelola keuangan harus diberitahukan kepada suami. 

2.Transparansi Tata-Kelola Rumahatangga, dalam hal-hal yang menyangkut rumahtangga,  seorang suami ketika hendak memutuskan persoalan rumahtangga paling tidak ia mengajak anak-isterinya berbicara. 

Contoh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, tanggal 8 Dzulhijah malam beliau mimpi mendapat perintah dari Allah subhanahu wata’ala untuk menyembelih anaknya (Ismail ‘alaihissalam). Nabi Ibrahim ketika mendapat perintah lewat mimpinya itu, beliau tidak lalu otoriter, langsung dilaksanakan, tidak. Tetapi dibicarakan dengan anak-isterinya.  Tetapi hari itu tidak ada kesepakatan. 

Tanggal 9 Dzulhijah malam mimpi lagi dengan perintah yang sama. Dibicarakan lagi dengan keluarga (anak-isteri) beliau, tidak ada kesepakatan.  
Tanggal 10 Dzulhijjah beliau mimpi lagi dengan mimpi yang sama persis, dengan perintah yang sama, maka dibicarakan lagi dengan anak-isteri beliau.  Maka Ismail berkata : “Wahai ayahku, kalau itu memang perintah Allah, laksanakan saja, insya Allah engkau akan mendaptiku menjadi orang yang sabar”.

Selanjutnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam hendak menyembelih Ismail, melaksanakan perintah Allah subhanahu wata’ala.
Tetapi dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala, ketika keduanya sudah ber-pasrah diri kepada Allah subhanahu wata’ala dengan menempelkan pisau ke leher anaknya, maka dalam saat sekejap itu digantilah Ismail dengan seekor qibas (domba), dan tersembelihlah qibas itu, sementara Ismail sudah berdiri di depan Nabi Ibrahim dengan keadaan sehat wal-afiat.
Intinya, ada transparansi dalam tata-kelola rumahtangga Nabi Ibrahim, a.s. Ada keterbukaan, karena menyangkut orang banyak, terutama anggota keluarga.

3.Transparansi dalam Tata-kelola Komunikasi.
Komunikasi harus berjalan, ada persoalan apapun dalam rumah tangga, harus saling memberitahu. Bila semua itu dilakukan, maka itulah Keluarga Islami.

Untuk bisa membangun sebuah rumahtangga dengan model transparansi sebagaimana disebutkan di atas, harus ada tahap awal yang dilakukan, para ilmuwan mengatakan : Harus bertaubat berdasarkan ayat AlQur’an.
Awal dari seluruh aktivitas yang baik, dimulai dengan Taubat.

Konsekuensinya apabila melakukan sesuatu aktivitas  tidak didahului dengan Taubat, Ibnu Ruslan seorang Ahli Fiqih terkenal yang menulis kitab dengan menarik sekali, beliau mengutarakan kalimat-kalimat dalam kitabnya dengan bahasa puisi. Misalnya kalimat beliau : Orang yang berbuat taat kepada Allah subhanahu wata’ala tetapi berbuat haram jalan terus, maka ia seperti membangun rumah di tengah ombak yang besar.  Bagitu jadi rumahnya, ombak datang, makan hancurlah rumah itu. Membangun rumah lagi, datang ombak lagi, maka hancur lagi rumahnya itu.

Maka rugi terus-menerus.  Kalau ingin tidak rugi, maka awalnya harus bertaubat. Dan Taubat karena ada dosa. Ada dua macam dosa, yaitu dosa kepada Allah dan dosa kepada sesama manusia. Bila berdosa kepada Allah, ingin ber-Taubat maka syaratnya ada 3 :
1.     Menyesal,
2.     Cabut dari maksiat dan
3.     Tidak mengulang lagi perbuatan dosanya itu.

Dosa kepada sesama manusia, bila ingin bertaubat ada 4 syarat :  Yaitu tiga syarat sebagaimana tersebut di atas,  lalu ditambah satu syarat lagi : Mengembalikan hak orang yang didzolimi.
 
Bagaimana kalau orang korupsi milyaran rupiah?. Akan sulit sekali mengembalikan-nya, dan itu adalah haram. Kalau itu uang haram dan untuk memberi makan keluarga, maka setiap daging yang tumbuh dari uang haram, maka bagi keluarga itu api neraka lebih layak dibandingkan ia di surga.

Bagaimana seorang isteri yang baik ?
Dalam Surat At Tahrim ayat 5 :

سُوۡرَةُ التّحْریم

عَسَىٰ رَبُّهُ ۥۤ إِن طَلَّقَكُنَّ أَن يُبۡدِلَهُ ۥۤ أَزۡوَٲجًا خَيۡرً۬ا مِّنكُنَّ مُسۡلِمَـٰتٍ۬ مُّؤۡمِنَـٰتٍ۬ قَـٰنِتَـٰتٍ۬ تَـٰٓٮِٕبَـٰتٍ عَـٰبِدَٲتٍ۬ سَـٰٓٮِٕحَـٰتٍ۬ ثَيِّبَـٰتٍ۬ وَأَبۡكَارً۬ا (٥)


Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.

Kalau kita membuka dan baca AlQur’an ada isteri yang baik dan yang tidak baik.  Isteri yang baik adalah para isteri Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam.  Juga isteri Nabi Ibrahim, Sarah dan Hajar.  Juga isteri Nabi Musa ‘alaihissalam, yaitu Shofuro, semua adalah baik-baik.

Isteri yang tidak baik misalnya isteri Nabi Nuh ‘alaihissalam. Juga isteri Nabi Luth ‘alaihissalam, di mana isteri beliau lebih suka dengan sesama perempuan lain. Zaman itu banyak orang laki-laki yang suka sama laki-laki (Homosex) dan peremuan suka sesama perempuan (Lesbian).

Isteri pertama Nabi Ismail juga termasuk isteri yang tidak baik.  Maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berpesan kepada anaknya (Ismail) : “Gantilah pintumu rumahmu”. Maksudnya agar Ismail mengganti isterinya. Karena isteri Ismail suka mengeluh, dan menjelek-jelekkan suami.

Isteri yang baik lagi,  misalnya : Isteri Nabi Ya’qub ‘alaihissalam. Isteri Nabi Zakariya ‘alaihissalam.

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat. Sebelum diakhiri marilah kita membaca do’a untuk kita dan keluarga.  Al Fatihah.

Do’a :
Bismillahirrohmanirrohim,
Allahumma bihaqqil Qur’an,
Wabi kalamikal qodim,
Wabi Muhammadin khotaminnabiyyin,
Wabi haqqi Ummil Qur’an,
‘Allimnal Qur’an, wafaqihna fiddin,
Wa’alimna ta’wil, wahdina ilassawa-issabil.

Allahumma inna nas-aluka imanan kaamilan,
Wayaqinan shodiqon, warizqon wasi’an,
Waqolban khosyi’an, walisanan dzakiron,
Wabadanan shobiron, wal’afwa ‘indal hisab,
Wannajata minannaar.

Allahummakhtimlana bi husnil khotimah,
Wala takhtima ‘alaina bi su’il khotimah,
Robana atina fiddun-ya hasanah,
Wafil akhiroti hasanah waqina ‘adzabannaar.
Wal hamdulillahirobbil ‘alamin.

Wassalamu’alaikum wr.wb.
                                   ___________

No comments:

Post a Comment