Translate

Saturday, September 19, 2015

Membangun Keluarga Islami (II), oleh : Dr. H.M.Soetrisno Hadi, SH,MM.



 PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM

 Membangun Keluarga Islami (II)
 Dr. H.M.Soetrisno Hadi, SH,MM.

Jum’at,  28 Dzulqo’dah 1436H – 11 September 2015

 Assalamu’alaikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Pada pengajian sebelum ini kita telah membicarakan tentang Keluarga Islami secara umum yang berdasarkan AlQur’an dan Sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. Untuk kali ini kita akan lebih memperdalam kajian, seperti apa membangun Keluarga Islami itu.  Dalam Al Qur’an Surat At Tahrim ayat 6 Allah subhanahu wata’ala berfirman :

سُوۡرَةُ التّحْریم

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارً۬ا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡہَا مَلَـٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ۬ شِدَادٌ۬ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ (٦)


Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Berdasarkan ayat tersebut, para ilmuwan Tafsir AlQur’an, antara lain Prof.Dr. Wahbah Az Zuhaily, mengatakan bahwa ayat  tersebut merupakan perintah dari Allah subhanahu wata’ala secara resmi kepada kita umat Islam, untuk menjaga diri kita dan keluarga (suami-isteri dan anak-anak) dari ancaman api neraka. Berdasarkan ayat tersebut, setiap kepala keluarga siapapun orangnya diwajibkan mem-proteksi (menjaga) diri dan keluarga dari siksaan api neraka.   Caranya :

1.     Taat kepada Allah subhanahu wata’ala,
2.     Mempelajari Islam dengan baik, benar, tekun,  teliti dan cermat serta menyeluruh, jangan sepotong-sepotong, yang menyebabkan salah paham sehingga di antara umat Islam sendiri saling selisih paham, bentrok, dan bersengketa, hanya karena salah memahami Islam.
3.     Kepala keluarga (suami) wajib mengajar, mendidik,  membimbing anak dan isterinya agar  taat kepada Allah subhanahu wata’ala.
4.     Menjauhi perbuatan kufur dan maksiat misalnya : Judi, mabuk, zina, dusta gossip (ghibah), dst.
5.     Memelihara diri dari kejahatan, sekecil apapun kejahatan itu harus dijauhi.

Menurut para Ilmuwan Tafsir, bila 5 hal tersebut dijalankan, dilaksanakan, maka kita dan keluarga akan selamat dunia dan Akhirat.

Untuk bisa membangun keluarga yang Islami, maka para pihak (isteri dan suami) harus punya adat (kebiasaan), aturan, etika yang harus dibangun. 
Menurut Surat Al Baqarah ayat 228 :  

سُوۡرَةُ البَقَرَة

وَٱلۡمُطَلَّقَـٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَـٰثَةَ قُرُوٓءٍ۬‌ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكۡتُمۡنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرۡحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤۡمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ‌ۚ وَبُعُولَتُہُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٲلِكَ إِنۡ أَرَادُوٓاْ إِصۡلَـٰحً۬ا‌ۚ وَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِى عَلَيۡہِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِ‌ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيۡہِنَّ دَرَجَةٌ۬‌ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (٢٢٨)


Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru' (tiga kali suci) tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti (masa ‘Iddah) itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Maksudnya : Suami punya hak atas isteri dan isteri punya hak atas suaminya. Dan laki-laki (suami) ada lebih  haknya dibanding isteri.
Sebagaimana pesan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dalam Hadits shahih bahwa masing-masing suami dan isteri mempunyai hak.  Dengan kalimat lain : Adab bersuami-isteri akan bisa berlangsung apabila antara suami dan isteri menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik.

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dalam Hadits shahih bersabda : “Ingatlah bahwa bagimu ada hak atas isterimu dan dan bagi isterimu ada hak atas kamu”.
Hak masing-masing orang itu harus dipenuhi, dilaksanakan.  Bila itu dilaksanakan maka terjadilah harmonisasi hidup berkeluarga.

Dizaman Rasul, ada kejadian yang menyangkut keharmonisan rumahtangga.  Ketika itu ada seorang sahabat yang bernama Abu Darda, seorang tergolong pedagang besar ketika itu, ia sering bepergian berdagang ke luar negerinya : Bahrain, Syiria, dan ke negeri Syam lainnya.  Abu Darda seorang yang sibuk berdagang tetapi ibadahnya rajin.  Malam sholat Tahajud, siang harinya berpuasa Sunnah.

Suatu hari saudaranya yang bernama Salman Al Farisi  datang ke rumah Abu Darda, tetapi hanya ditemui oleh isterinya karena Abu Darda sedang pergi berdagang.  Salman Al Farisi agak heran ketika bertemu dengan isteri Abu Darda, karena ia terlihat kusut,  pakaiannya sangat tidak rapih, penampilannya seperti orang yang sedang murung. Padahal dahulunya, ia terlihat cantik, ceria, berdandan dengan rapih. Maka Salman Al Farisi bertanya tentang diri isteri Abu Darda itu, kenapa tidak seceria dulu, dan kenapa berpakaiannya cenderung kusut, dan wajah-nya seperti sering murung?.

Maka isteri Abu Darda berkata : “Wahai Salman Al Farisi, sekarang saudaramu (Abu Darda) sudah tidak tertarik kepadaku lagi, entahlah mengapa, kalau malam  ia sibuk Sholat malam, siangnya puasa sunnah terus menerus setiap hari.  Kepadaku ia sudah tidak cinta lagi”.

Sore harinya Abu Darda pulang dan senang hatinya karena bertemu dengan Salman Al Farisi, saudaranya yang sudah lama tidak bertemu. Abu Darda menyuruh isterinya menyediakan makan untuk tamunya (Salman Al Farisi) tetapi Salman Al Farisi menolak dan berkata : “Wahai saudaraku Abu Darda, aku tidak akan makan di rumahmu, kalau kamu  tidak makan bersamaku”. Maka Abu Darda melepas puasa-sunnahnya dan kemudian makan bersama dengan Al Farisi, sambil  berbincang-bincang sebagaimana saudara yang sudah lama tidak bertemu. 

Malam harinya, Abu Darda berkata kepada Salman Al Farisi agar ia jangan pulang tetapi menginap di rumah  Abu Darda.  Maka Salman Al Farisi menjawab: “Tidak, aku tidak akan menginap di rumahmu kalau kamu tidak tidur bersama isterimu”.
Maka ketika malam harinya Abu Darda tidur bersama isterinya, yang selama ini sudah jarang sekali ia lakukan.   Dan Salman Al Farisi bersedia menginap di rumah Abu Darda. 

Esok harinya ketika sholat Subuh, mereka sholat di masjid Nabawi, berjamaah bersama Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yang menjadi Imam sholat.  Selesai sholat mereka (Abu Darda dan Salman Al Farisi) menemui Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, Abu Darda melapor : “Ya Rasulullah, karena dia (Salam Al Farisi) datang dan menginap di rumahku maka kemarin aku tidak puasa sunnah dan tadi malam aku tidak Tahajud”.

Rasulullah saw bertanya : “Apakah kamu menggauli isterimu semalam?”. Abu Darda menjawab: “Benar, ya Rasulullah, sehingga aku tidak sholat Malam”.
Rasulullah saw bersabda : “Salman Al Farisi  benar, kamu Abu Darda yang terlalu,  punya istri tidak kamu pergauli dengan semestinya”.

Maksudnya, seorang suami tidak boleh karena menjalankan ibadah demikian rajin sehingga melupakan isterinya. Karena di situ ada hak isteri.  Demikian pula seorang isteri tidak boleh menolak ajakan suami untuk berhubungan suami isteri.  Harus ada keseimbangan antara hak isteri dan hak suami.

Indikator Keluarga Islami.
Ada Hadits shahih, Rasulullah shollalalahu ‘alaihi wasallam bersabda :  Keluarga bahagia mempunyai 4 ciri :

1.     Mempunyai rumah yang luas. Maksudnya : Rumah yang luas dengan rahmat dan  kasih-sayang Allah subhanahu wata’ala. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam Hadits Shahih ; Terangilah rumahmu dengan bacaan ayat-ayat AlQur’an dan sholat berjamaah.
2.     Pasangan yang taat. Dalam keluarga itu terdiri dari suami-isteri yang taat kepada Allah subhanahu wata’ala, rajin beribadah.
3.     Anak yang sholeh.  Rumahtangga (keluarga) akan  merasa berbahagia kalau punya anak sholeh/sholihah.
4.     Kendaraan yang indah.  Maksudnya, menjadi Islam sebagai “kendaraan” sehari-hari. Berperilaku, bekerja, makan, minum, tidur dst.  dengan cara Islam, bertetangga dan bergaul dengan siapapun dengan cara Islam. Itulah yang disebut keluarga Islami.
Interaksi sosial yang harmonis.
Interaksi sosial yang harmonis akan terjadi bila suami bergaul dengan isteri dan anak dengan baik. Dalam diri suami ada hak isteri, dalam diri isteri ada hak suami, dalam diri anak ada hak orangtua dan dalam diri orangtua ada hak anak, dst.
Bila hal tersebut berjalan dengan serasi, maka keluarga itu akan berbahagia. Jadi sesungguhnya sederhana dalam usaha keluarga Islami, kalau masing-masing orang mem-fungsikan hak dan kewajibannya dengan baik. 

Hak suami atas isteri.
1.     Suami berhak ditaati oleh isteri.  Maka menjadi kewajiban seorang isteri mentaati suaminya. Dalam Hadits dikatakan : Tidak boleh seorang isteri menolak “ajakan” suami, meskipun si isteri sudah diatas pelana unta.  Tidak boleh seorang isteri menolak “ajakan” suami meskipun si isteri sedang disamping tungku dapur.
2.     Suami berhak dijaga kemuliaan dan kehormatannya. Tidak boleh seorang isteri menjatuhkan martabat dan kehormatan suami di depan orang lain.
3.     Suami berhak memerintahkan isteri untuk taat kepada suami. (Hadits Shahih).

Hak isteri atas suami :
1.      Isteri berhak atas suami untuk digauli. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam AlQur’an : “Pergaulilah isterimu dengan baik”. Atas dasar ayat AlQur’an tersebut,  seorang suami berkewajiban menggauli isterinya. Karena bergaul-nya itu merupakan Hak Isteri.  Maka berikanlah haknya.
2.     Isteri berhak untuk diajarkan Islam. Maka suami berkewajiban untuk mengajarkan Islam  kepada istrinya.  Kalau tidak mampu (bisa),  maka suami mengajaklah mengaji (belajar) ilmu-ilmu Islam.  Atau mengundang guru ke rumah untuk mengajarkan Islam.
3.     Isteri berhak mendapatkan bimbingan dari suami tentang cara-cara beragama, cara ibadah, membaca AlQur’an, ber-akhlak dan bersopan-santun.
4.     Isteri berhak diperlakukan adil. Terutama bila suaminya berpoligami. Adil dalam tiga hal : Dalam nafkah (proporsional), dalam hal menginap (mabit), dan dalam mencintai.
5.     Isteri berhak dijaga rahasianya. Suami tidak boleh menceritakan kepada orang lain tentang kelemahan, ketidak sempurnaan isterinya atau kelebihan isterinya.

 Hak anak.
Ada hak anak terhadap orangtuanya:
1.     Anak berhak mendapatkan nama yang baik.   Orangtua memberi nama kepada anak hendaknya nama yang baik dan bagus, sehingga bila disebut, anak yang bersangkutan senang dan bangga.
2.     Di-‘Aqiqah-kan (menyembelih kambing) pada hari ke-tujuh sejak kelahirannya. ‘Aqiqah yang benar adalah pada hari ke-tujuh sejak kelahiran anak.
3.     Anak berhak untuk dihitan.
4.     Anak berhak di kasihi dan disayangi, tidak boleh disakiti (didzolimi).
5.     Anak berhak mendapatkan nafkah yang baik dan halal.
6.     Anak berhak mendapatakan pendidikan yang baik.  Maka bila ada anak yang tidak mengerti Islam, tidak mendapatkana ajaran Islam, maka yang berdosa adalah orangtuanya. Serta anak mendapatkan pendidikan Akhlak.
7.     Anak berhak untuk dicarikan jodoh dan dinikahkan. Orangtua harus mencarikan jodoh untuk anaknya dan menikahkannya.  Bila anak menolak, maka tidak boleh dipaksa.

Selanjutnya masih banyak yang harus dibahas tentang Keluarga yang Islami, tetapi karena keterbatasan waktu, sampai di sini bahasan kali ini, insya Allah akan dilanjutkan pada pertemuan yang akan datang.

Sebelum diakahiri marilah kita membaca do’a untuk kita dan keluarga. 
Al Fatihah.
Do’a :
Bismillahirrohmanirrohim,
Allahumma bi haqqil Qur’an,
Wabi kalamikal qodim,
Wabi Muhammadin khotaminnabiyyin
Wabi haqqi ummil Qur’an,
‘Allimnal Qur’an,  ‘Alimnal Qur’an,
Wafaqihna fiddin, wa’alimna ta’wil,
Wahdina ilassawa-issabil.

Allahumma inna nas-aluka imanan kamilan,
Wayaqinan shodiqon, warizqon wasi’an,
Waqolban khosyti’an, Walisanan dzakiron,
Wabadanan shobiron, Wal’afwa ‘indal hisab,
Wannajata minannaar.

Allahummakhtimlana bi husnil khotimah,
Wala takhtim ‘alaina bi su’il khotimah,
Robbana atina fiddun-ya hasanah,
Wafil akhiroti hasanah waqina ‘adzabannar.
Walhamdulillahirobbil ‘alamin. 

Wassalamu’alikum wr.wb.

                            ______________

No comments:

Post a Comment