PENGAJIAN DHUHA MASJID
BAITUSSALAM
Jadikan
Romadhon Memperoleh Kemuliaan
Ustad Ahmad Susilo, Lc
Jum’at,
29 Sya’ban 1435 H – 27 Juni 2014
Assalamu’alaikum
wr.wb.
Muslimin
dan Muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Sering kita mendengar, menyebut atau
mengucapkan “Bulan Suci Romadhon”.
Padahal setiap bulan adalah suci di sisi Allah subhanahu wata’ala, bukan hanya Romadhon. Yang paling tepat sebagaimana disebutkan oleh
Allah subhanahu wata’ala, bulan
Romadhon adalah “Syahru Mubarok” (Bulan
yang penuh dengan barokah). Sebagaimana
Allah subhanahu wata’ala firmankan
dalam Surat Ad Dukhan ayat 3 :
سُوۡرَةُ الدّخان
إِنَّآ أَنزَلۡنَـٰهُ
فِى لَيۡلَةٍ۬ مُّبَـٰرَكَةٍۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ (٣)
Sesungguhnya
Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi*)
dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.
Malam yang diberkahi ialah malam bulan Romadhon
yang didalamnya (pertama kali) diturunkan AlQur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan serta keterangan-keterangan. Dan AlQur’an disebut oleh Allah subhanahu wata’ala sebagai Al Furqon (Pembeda). Maka yang tepat: Bulan Romadhon adalah bulan yang penuh dengan
berkah (barokah).
Makna
“barokah” menurut Imam Ibnu
Qoyyim al Jauziyah adalah kebaikan yang terus-menerus, tidak pernah putus
bahkan semakin lama semakin bertambah.
Maka Romadhon, hari-hari terbaik bukan di awal atau di tengah melainkan pada hari-hari
terakhir. Bukan berarti kita memilih
ibadah di akhir bulan Romadhon saja. Ini
tidak benar.
Karena Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada kita dalam Hadits
yang diriwayatkan oleh Al Jamaah dalam
lafadz Muttaqun ‘alaih oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim, dari Abu Hurairah rodhiyallahu
‘anhu : “Barangsiapa puasa
(beribadah) di bulan Romadhon dengan penuh keimanan (dengan cara yang
benar, menghitung yang benar, dengan persiapan, pemahaman, ilmu dan keyakinan
yang baik, dan tatacara ibadah yang benar), semata-mata
mengharap ridho Allah subhanahu wata’ala, maka Allah akan ampuni baginya
kesalahan dan dosa-dosanya yang telah lalu”.
Maka kelak di saat selesai Romadhon,
bertemu dengan Idul Fitri, kita akan
dalam kondisi sebagaimana bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya. Demikian sabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. Bayi baru
lahir adalah bersih dari dosa-dosa. Masih murni. Setiap bayi lahir adalah dalam
keadaan fitrah (suci dari kesalahan)
dan murni akidahnya.
Kita semua tentu ingin meraih kemuliaan
dalam Romadhon. Di misalkan sebagaimana ulat bulu, ketika
masih berujud ulat ia menempel pada sebatang
pohon kerjanya hanya memakan daun-daun dari pohon itu. Siang dan malam tidak pernah berhenti makan
dan makan daun dari pohon itu. Ulat itu
tidak perduli pohon itu miliki siapa, yang penting ia kenyang. Maka ulat menjadi musuh para petani, karena
ulat suka menghabiskan daun-daun dan merupakan hama bagi petani.
Setelah ulat itu kenyang dan selesai
makan beberapa hari, maka ia akan diam saja
tidak mau makan sampai beberapa hari, dia menjadi kepompong. Ulat itu
berpuasa tidak makan dan tidak minum.
Seluruh indera-nya dipelihara, tidak pergi jalan-jalan kemana-mana,
tidak lagi makan dan minum, dan setelah selesai menjadi kepompong, setelah
menjalani puasa dengan baik dan benar, maka ia akan menjadi seekor kupu-kupu yang indah dan bagus
sekali, enak dipandang mata.
Semua orang akan suka dengan kupu-kupu
yang indah itu. Ketika ia hinggap di sebatang tanaman, tumbuhan atau di manapun
ia tidak akan menyusahkan, tidak merusak atau mengambil hak orang lain, tidak
mengambil milik petani.
Yang dimakan atau diminum adalah yang
baik-baik yaitu sari bunga, madu dan seterusnya. Dia tidak rakus, membuat manfaat dalam
penyerbukan dan pembuahan. Itulah tamsil bagi orang yang berpuasa di
bulan Romadhon.
Sebelum Romadhon mungkin kita lebih hina, lebih rakus, lebih buruk dari pada ulat. Bukan bentuknya, bukan cara makannya, bukan
dari sisi yang lain, tetapi di sisi Allah subhanahu
wata’ala kita ini buruk akidahnya., akhlaknya, sifatnya. Boleh jadi kita
rakus bahkan mengambil yang bukan hak kita, atau mengambil hak orang lain,
tidak peduli yang penting kita kaya, atau sikut sana sikut sini, tidak peduli yang
penting kita menang, mendapat kedudukan atau jabatan. Bahkan ibadah-pun sering ditinggalkan dan
larangan sering dilakukan. Kita lebih buruk di sisi Allah subhanahu wata’ala, meskipun di sisi manusia kita dipuji,
dihormati, disanjung, tetapi ketika sanjungan itu datang dari manusia, belum
tentu benar di sisi Allah subhanahu
wata’ala.
Di dalam Romadhon, selama satu bulan
penuh Allah subhanahu wata’ala
menyediakan waktu (saat-saat) baik di siang hari atau malam harinya, ada
saat-saat dan waktu-waktu yang ijabah yang Allah janjikan adanya Maghfiroh
(ampunan) ada rahmat dan barokah, dan Allah buka-kan pintu-pintu surga, Allah
belenggu baginya syaithan-syaithan. Siapa yang menghendakinya akan Allah
berikan.
Itulah
Kemuliaan Romadhon.
Itulah barokahnya Romadhon.
Maka kita wajib berusaha untuk meraihnya
itu dengan kesungguhan. Dalam Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari
Abu Hurairah r.a. , Ibnu Mas’ud r.a. Abdullah bin Umar r.a., Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila masuk bulan Romadhon maka dibuka
pintu-pintu surga, (dalam hadits lain : dibukakan pintu-pintu rahmat karena
surga adalah bagian dari Rahmat Allah), ditutup pintu-pintu neraka, dibelenggu
syaithan”.
Maknanya, bahwa Allah membuka pintu-pintu surga bagi siapa
saja yang mau mencari surga di bulan Romadhon. Dan ditutup pintu-pintu neraka bagi siapa yang berusaha menjauhkan diri
dari neraka di bulan Romadhon. Allah belenggu
syaithan bagi siapa saja manusia yang mau membelenggu hawa-nafsunya, yang
mau memelihara diri dari hawa-nafsu syaithan.
Bagaimana mungkin Allah akan membelenggu syaithan untuk kita, kalau kita tidak mau mengikat diri
(memelihara diri) dari hawa-nafsu syaithan.
Makna shaum (puasa) adalah Imsyak (menahan diri) baik dari lapar dan
haus, dari pandangan maupun dari sifat-sifat buruk, akhlak buruk, amal-buruk,
ibadah buruk. Itulah makna shaum
(puasa). Kalau shaum kita hanya sekedar
menahan lapar dan haus, mungkinah akan memperoleh kemuliaan di sisi Allah subhanahu
wata’ala ?
Belum tentu. Bahkan boleh jadi tidak.
Ada sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Imam Ahmad dari Abu Huraairah r.a. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang tidak meninggalkan
perkataan-perkataan yang dusta (tidak benar), tidak baik dan perkataan yang
jahil (bodoh) yang tidak sesuai dengan aturan Allah atau ia beramal dengan
amalan-amalan itu (artinya ia bekerja dengan amalan yang dusta, berdagang dengan menipu, dst) maka orang itu
tidaklah ada kepentingan bagi Allah akan ketidak-makan dan minumnya, puasanya
selesai sampai Maghrib, tetapi puasanya itu rusak di sisi Allah subhanahu
wata’ala”.
Maksudnya, ketika orang shaum (berpuasa)
silakan bekerja, berusaha, berdagang, tetapi hendaknya sesuai dengan aturan
Allah subhanahu wata’ala. Karena
manusia bekerja-pun adalah melaksanakan perintah dan menurut aturan Allah subhanahu wata’ala.
Dalam Surat At Taubah ayat 105 Allah
subhanahu wata’ala berfirman :
سُوۡرَةُ التّوبَة
وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ
فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُ ۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ
وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَـٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّہَـٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا
كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ (١٠٥)
Dan
katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
Artinya, pekerjaan kita baik atau buruk,
Allah yang akan menilai. Kelak di Akhirat akan dibuktikan.
Dimisalkan, orang yang menyatakan cinta
kepada isterinya, atau seorang isteri yang menyatakan cinta kepada suaminya, maka
ia harus membuktikan cintanya itu dengan perbuatan yang nyata. Bagaiamana mungkin seorang suami menyatakan
cinta kepada isterinya, tetapi tidak pernah memberikan mafkah, tidak pernah
melindungi isteri, tidak mau mengurus kebutuhan rumahtangganya.
Maka cinta suami yang demikian adalah dusta belaka. Artinya yang menilai
cintanya bukan suami, suami hanya membuktikan.
Setiap umat Islam pasti akan mengatakan cinta kepada Allah subhanahau wata’ala. Tetapi
Allah subhanahu wata’ala ingin
bukti. Pada bulan Romadhon ini. Apa yang
kita lakukan (ibadah) di bulan Romadhon adalah bukti seseorang cinta kepada
Allah subhanahu wata’ala.
Tetapi yang akan menilai amal-perbuatan
kita, betulkah sesuai dengan cinta kita kepada Allah, hanyalah Allah subhanahu wata’ala. Kalau kita bisa membuktikan cinta kita kepada
Allah, walaupun tidak kita umumkan kepada siapapun, bahwa kita cinta Allah, hanya Allah subhanahau wata’ala yang paling tahu.
Maka Islam (Allah subhanahu wata’ala) tidak butuh retorika, atau janji-janji,
slogan-slogan, pernyataan dengan spanduk yang dibentangkan di tengah jalan,
tidak butuh itu semua.
Di negeri kita ini setiap menghadapi bulan
Romadhon banyak sekali terpampang pamflet-pamflet, spanduk-spanduk yang
bertuliskan penyataan, janji : Marhaban Ya Romadhon,
Marhaban ya Romadhon.
Tetapi kenyataannya dalam bulan Romadhon banyak yang tidak berpuasa.
Minggu pertama masjid di waktu malam masih penuh orang sholat Tarawih
berjamaah, tetapi minggu kedua masjid semakin berkurang jamaahnya, dan minggu
ketiga semakin berkurang dan minggu terakhir masjid hanya berisi beberapa orang
saja yang sholat Tarawih berjamaah. Yang penuh adalah Mall-Mall, Pasar
swalayan, pasar-pasar. Orang yang berpuasa-pun sudah banyak berkurang, banyak
yang pulang kampung, dst.
Sementara itu bila anda saksikan di
Madinah, di Makkah, di Masjidil Haram, di Masjid Nabawi, atau di kota-kota
Mekkah dan Madinah termasuk di TV-TV di sana tidak pernah ada terpampang
spanduk-spanduk, tulisan-tulisan yang isinya retorika atau uacapan Marhaban ya
Romadhon, dst. Tetapi di Masjid-Masjid
mereka di bulan Romadhon selalu penuh sesak orang berjamaah sholat Tarawih,
setiap malam sejak awal sampai akhir Romadhon. Bahkan di akhir Romadhon di kedua masjid
tersebut penuh sesak dengan jamaah yang ingin beribadah di bulan Romadhon.
Islam bukan hanya janji atau
ucapan-ucapan, atau retorika atau slogan-slogan, spanduk atau brosur, tetapi
Islam adalah bukti amal. Allah subhanahu
wata’ala ingin bukti cinta kita kepada Allah benar atau tidak. Allah
sendiri yang akan menilai. Maka apa yang harus kita lakukan pada bulan Romadhon
adalah sebagaimana disebutkan di atas : Bulan Romadhon penuh dengan
barokah, dst.
Sungguh, Allah subhanahu wata’ala ingin mengajak kita masuk surga.
Dalam AlQur’an Surat Yunus ayat 25 Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
سُوۡرَةُ التّوبَة
وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ
فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُ ۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ
وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَـٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّہَـٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا
كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ (١٠٥)
Allah
menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam).
Bayangkan, Allah subhanahu wata’ala mengajak kita masuk surga, tetapi kita manusia
banyak yang menolak. Bagaimana cara
meraih Surga ? Ialah dengan mendatangi
majlis-majlis ta’lim, datangi masjid-masjid untuk sholat berjmaah, datangi
tempat-tempat untuk mencari ilmu (agama Islam). Baca dan pelajari AlQur’an,
shodakoh dengan harta, dst.
Tetapi ternyata tidak banyak orang yang
mau mendatangi seruan Allah tersebut.
Bila kita lihat (saksikan) di Masjidil Haram di Mekkah atau di Masjid Nabawi di Madinah, dua tempat
yang paling mulia di sisi Allah subhanahu
wata’ala, ketika awal Romadhon di dua tempat tersebut belum penuh sesak. Pada pertengahan kedua Romadhon sudah
mulai penuh sesak dan pada sepuluh hari terakhir di dua tempat itu sudah penuh
sesak dengan jamaah bahkan jamaahnya tumpah-ruah sampai di luar masjid.
Sementara di Indonesia, di masjid-masjid
pada akhir Romadhon semakin sedikit jamaahnya. Tinggal beberapa shof saja, itulah orang-orang yang
tersaring, orang-orang pilihan Allah
subhanahu wata’ala. Orang-orang yang
setiap hari (setiap malam) tetap aktif di masjid, mereka tetap taat di sana.
Itulah orang yang mendapat barokah yang
sesungguhnya.
Barokah
Romadhon
ada justru di akhir Romadhon.
Dalam Hadits, dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha dalam Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, beliau (‘Aisyah r.a.) berkata : “Apabila telah akhir Romadhon yaitu pada
sepuluh hari terakhir bulan Romadhon Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mengencangkan
ikat pinggangnya, beliau bangunkan keluarganya untuk bangun di malam-malam itu
dan beliau hidupkan malam-malamnya”.
Sementara di negeri kita pada akhir
Romadhon justru semakin lemah semangatnya, bukan menghidupkan malam-malamnya,
tetapi menghidupkan siangnya untuk mencari barang-barang keperluan hidupnya
untuk merayakan Lebaran.
Dan malam harinya tidur lelap. Kalau-pun
bangun malam adalah untuk persiapan keperluan Lebaran. Padahal malam-malam akhir Romadhon itu justru
penuh barokah, di mana pada malam-malam
ganjil akan datang Lailatul Qadar di
mana bila orang beribadah pada malam Lailtul Qadar pahalanya lebih baik
dibanding beribadah seribu bulan.
Maka dalam Hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallama bersabda
: “Allah
turun ke langit dunia setiap malam yaitu akan turun pada sepertiga malam yang akhir”.
Maka Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam membangunkan keluarganya di pertengahan
malam, untuk menghidupkan akhir-malam (sepertiga malam terakhir) pada sepuluh
hari terakhir bulan Romadhon. Dan pada malam-malam itu Allah subhanahu wata’ala akan memberi semua
permintaan manusia. Allah berfirman :
“Siapa
yang ketika itu meminta kepada-Ku akan Aku beri permintaannya, siapa yang
berdoa akan Aku ijabah do’anya. Siapa yang memohon ampun kepada-Ku maka Aku
ampuni”.
Maka hendaknya jangan sia-siakan
malam-malam (sepuluh malam) terakhir bulan Romadhon. Sebab boleh jadi kita tidak ketemu lagi
dengan Romadhon tahun depan. Jangankan Romadhon tahun depan, akhir Romadhon
tahun ini saja belum tentu bisa kita lalui.
Jangan sia-siakan Romadhon, sambut gembira-lah Romadhon, bukan hanya
dengan retorika, pamflet, spanduk-spanduk, baliho atau janji-janji, melainkan bukti. Allah subhanahu wata’ala hanya ingin bukti
dari kita.
Bukti dari kita masing-masing bahwa
Romadhon betul-betul kita jadikan untuk meraih Kemuliaan, Maghfiroh (ampunan), untuk mendapatkan surga. Bila yang demikian itu betul-betul umat Islam
lakukan, insya Allah Romadhon akan indah.
Janganlah umat Islam ketika Romadhon hanya
tekun mengikuti siaran-siaran TV-TV yang isinya hanya urusan dunia, acara
sinetron, acara cengengesan, tertawa-tawa,
iklan, perlombaan, kuis, yang semuanya itu samasekali tidak ada
manfaatnya, bahkan menimbulkan maksiat.
Itulah perilaku orang-orang yang tidak tahu tentang Akhirat, orang-orang
yang lebih mencintai dunia.
Padahal seharusnya saat itu kita sedang munajat.
Ketika kita bangun jam 03.00 pagi, makan sahur, kemudian Taddarus membaca
AlQur’an, bermunajat, dzikrullah, memohon ampun kepada
Allah subhanahu wata’ala, bukan
menonton TV, tertawa-tawa, tidak merasa takut kepada Allah.
Mungkinkah kita akan tertawa-tawa di saat
malam penuh barokah itu ?
Maka pada bulan Romadhon hentikan menonton
TV pada malam-malam tersebut, kecuali TV-TV Parabola yang Islami (Rodja TV,
Insan TV, Wesal TV dan Ummat TV), yang selalu menyiarkan kajian-kajian Islam.
Karena semua TV-TV yang selain disebutkan itu programnya adalah melalaikan dan
menjauhkan dari Islam.
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim, dari Ali bin Abi Thalib, juga dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam bersumpah ketika menyampaikan Hadits ini : “Demi yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya,
seandainya kalian wahai para sahabat benar-benar melihat seperti apa yang aku
lihat, kalian akan sedikit tertawa di muka bumi ini, kalian akan lebih banyak
menangis”.
Sabda Rasulullah ini tidak main-main, artinya
sungguh-sungguh, apalagi dengan ucapan sumpah “Demi yang jiwaku ada dalam
genggaman-Nya”. Mendengar sabda
(sumpah) tersebut para sahabat semua tertunduk bahkan sahabat Abubakar as
Siddiq berlinang airmatanya. Sahabat lalu bertanya : “Wahai Rasulullah, apa
yang telah engkau lihat, sehingga engkau lebih banyak menangis dan sedikit
tertawa ?”.
Maka Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mengulangi sumpahnya : “Demi yang jiwaku dalam genggaman-Nya, aku
benar-benar telah melihat neraka, bagaimana dahsyatnya neraka, sangat
menakutkan, bagaimana adzab (siksa) neraka. Dan sungguh aku benar-benar melihat
surga, bagaimana nikmatnya surga”.
Seandainya orang pernah melihat neraka,
pasti tidak mau berbuat jahat di dunia.
Tidak mau korupsi, manipulasi, suap-menyuap, berdusta, ghibah, dst,
karena resikonya akan masuk neraka. Tetapi karena kita tidak pernah melihat neraka,
maka berbuat jahat, korupsi, ghibah, dst. rasanya ringan saja dan setiap hari dilakukan.
Sebaliknya bagaimana bila kita bisa
melihat nikmatnya surga, maka Allah subhanahu
wata’ala mengajak kita manusia sebagaimana ayat tersebut di atas (Surat
Yunus ayat 25). Yaitu Allah mengajak
kita menuju Surga Darussalam.
Maka bulan Romadhon disebut pula oleh
para Ulama sebagai Bulan Maghfiroh
(penuh ampunan). Siapa yang ingin
diampuni maka memohonlah ampun kepada Allah subhanahu
wata’ala. Karena ampunan tidak akan diberikan kepada orang kecuali
orang-orang yang memiliki kemuliaan.
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidaklah Allah akan memberikan kemuliaan kepada seorang hamba kecuali
hamba itu mau memaafkan kesalahan orang lain”.
Tidaklah salah seorang di antara kalian
merendahkan diri karena Allah, kita
selalu meminta maaf kepada orang walaupun orang itu mencela kita, kita selalu bertaubat kepada Allah, walaupun kita
merasa tidak punya dosa, karena tidak mungkin orang tidak punya dosa. Orang yang rendah hati seperti ini yang
rendah diri di hadapan Allah, melainkan oleh Allah akan tinggikan derajatnya.
Bukankah kemuliaan Allah akan berikan
kepada orang-orang yang memohon ampun kepada Allah, orang-orang yang selalu
meminta maaf kepada manusia lain, orang-orang yang mau memaafkan kesalahan
?. Karena itu Allah memerintahkan kepada
kita agar kita selalu memohon ampun, selalu bertaubat dan selalu memaafkan
kesalahan orang lain.
Dalam AlQur’an Surat Huud ayat ayat 3 Allah
subhanahu wata’ala berfirman :
سُوۡرَةُ هُود
وَأَنِ ٱسۡتَغۡفِرُواْ
رَبَّكُمۡ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِ يُمَتِّعۡكُم مَّتَـٰعًا حَسَنًا إِلَىٰٓ
أَجَلٍ۬ مُّسَمًّ۬ى وَيُؤۡتِ كُلَّ ذِى فَضۡلٍ۬ فَضۡلَهُ ۥۖ وَإِن
تَوَلَّوۡاْ فَإِنِّىٓ أَخَافُ عَلَيۡكُمۡ عَذَابَ يَوۡمٍ۬ كَبِيرٍ (٣)
Dan
hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika
kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik
(terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan
memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.
Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari
kiamat.
Tetapi ingat bahwa tidak akan Allah ampuni
kalau kesalahan itu berdasarkan hablumminnaas (hubungan antara manusia),
sebelum itu mintalah maaf kepada manusia yang kita sakiti. Yang demikian bukan hina, meskipun seorang
atasan meminta maaf kepada bawahannya, atau seorang suami meminta maaf kepada
isterinya, atau orangtua meminta maaf kepada anaknya.
Ketahuilah, bahwa yang salah bukan hanya
bawahan kepada atasannya, atau isteri kepada suaminya atau anak kepada
orangtuanya. Demi Allah, orang yang
meminta maaf adalah mulia di sisi
Allah subhanahu wata’ala.
Setelah kita minta maaf kepada sesama,
lalu bertaubat kepada Allah subhanahu
wata’ala, maka jaminannya : Niscaya Allah subhanahu wata’ala akan
memberi-kan kenikmatan yang terus-menerus sampai waktu yang Allah tetapkan.
Tetapi ingat, bahwa kenikmatan jangan
diukur hanya dengan materi saja, atau diukur dengan sukses di dunia saja, atau
diukur dengan kesehatan badan.
Kenikmatan adalah bagaimana hati dan jiwa
kita memahami dengan baik apapun yang Allah tetapkan kepada kita. Itu adalah di
sisi Allah subhanahau wata’ala. Kebaikan itu semua ada dalam genggaman Allah subhanahau wata’ala. Maka tidak ada yang
buruk bagi manusia. Kecuali manusia yang
tidak memiliki ilmu.
Semua yang dari Allah adalah baik. Allah
akan memberikan tambahan kemuliaan kepada seseorang bagi siapa yang memiliki
kelebihan. Pada ujung ayat : Jika kamu berpaling – Maksudnya tidak
mau mengikuti Allah, tidak memohon ampun kepada Allah, tidak segera saling
memaafkan kepada sesama manusia, -
Maka
Allah takut (khawatir) kalian akan ditimpa adzab (siksa) yang sangat berat pada
hari yang besar –
Maksudnya, kalau kamu berpaling tidak mengikuti aturan Allah, Allah khawatir
kita manusia akan ditimpa adzab (siksa) neraka.
Sayang sekali manusia banyak yang tidak
takut kepada siksa neraka. Betapa banyak orang pada bulan Romadhon tidak
berpuasa, tidak sholat, betapa banyak orang yang berbuat jahat, tidak takut
masuk neraka. Padahal Allah
meng-khawatirkan mereka (manusia) masuk neraka. Dan Allah subhanahu
wata’ala sediakan surga, dan mengajak manusia untuk masuk surga, tetapi
kebanyakan manusia tidak mau masuk surga.
Maka pada bulan Romadhon perbanyaklah
amal-ibadah kita, amal-sholih, shodakoh,
membaca AlQur’an, mempelajarinya, Taddarus, kemudian memahaminya, dan kita
perbanyak untuk dzikir (dzikrullah). Kita perbanyak sholat-sholat Sunnah,
perbanyak amal-amal kebaikan. Sehingga selesai Romadhon kita menjadi indah
seperti kupu-kupu. Indah akhlaknya, tutur-katanya. Semoga pasca-Romadhon kita
mendapatkan Kemuliaan di sisi Allah subhanahau wata’ala.
Tanya-Jawab.
Pertanyaan:
1. Biasanya kami kaum
wanita tidak bisa penuh berpuasa di bulan Romadhon karena Haid
(menstruasi). Bolehkah kami minum obat
atau sejenis pencegah datangnya Haid, agar bisa berpuasa penuh sebulan ? Bolehkah seorang wanita ketika beribadah Haji
juga meminum obat sebagai pencegah datangnya Haid ?
2. Seperti disebutkan
dalam AlQur’an, wanita yang sedang Haid tidak boleh memasuki masjid. Bagaimanakah bila wanita sedang Haid
ber-ziarah kubur, bolehkah ?
Jawaban:
1.Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memerintahkan bagi wanita
yang akan ber-Haji atau puasa Romadhon untuk meminum obat pencegah Haid. Maka
tidak usah dilakukan meminum obat tersebut. Karena tidak ada ketetapannya.
Sebab bagi wanita apabila datang Haid, seharusnya kotoran (hormon) itu sudah
keluar tetapi ditahan, akibatnya nanti secara emosional akan berubah menjadi
penyakit. Jadi bila tidak ada perintah, tidak usah mengubah diri dengan cara
menahan Haid dengan obat, sebagaimana dimaksud.
Bagaimana dengan Umroh bila datang Haid ? Para ulama mengatakan : Sekiranya
betul-betul Haid, maka sempurnakan Umroh-mu dan tetap bisa melakukan Umroh dan
Thawaf di Ka’bah, karena yang demikian itu
bersifat dhoruroh (darurat).
Bagaimana dengan puasa Romadhon ? Jelas :
Wanita Haid tidak boleh berpuasa. Seperti jelas dikatakan dalam ayat : Bila
kamu berhalangan (sakit atau dalam perjalanan) maka tidak berpuasa dan diganti
pada hari-hari lain. Maka jangan memaksakan diri.
Ketika seorang wanita Haid maka tidak
boleh masuk masjid. Dasar hukumnya, ada Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam At
Tirmidzi, dari ‘Aisyah rodhiyallahu
‘anha, Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “Aku tidak halalkan wanita yang
sedang haid dan laki-laki dan wanita yang sedang junub masuk ke dalam masjid”.
Kata “Aku
tidak halalkan” berarti dilarang. Kalau sudah dilarang, taati saja, tidak
usah di-logika-kan, tidak usah diakal-akali, dengan mengatakan karena orang
Haid darahnya khawatir menetes di masjid.
Kalau bisa ditutupi, ditahan sehingga tidak menetes, maka boleh masuk masjid. Tidak demikian.
Karena itu Hadits maka jangan di-logika-kan atau di akal-akali dengan pemahaman
akal manusia.
Yang benar adalah Hadits itu harus
ditaati. Jangan memakai logika. Bila agama memakai logika maka rusaklah agama
itu. Hukumnya tetap : Orang Haid tidak boleh masuk masjid.
Allah subhanahu
wata’ala berfirman dalam AlQur’an Surat
Jaatsiyah ayat 18 :
سُوۡرَةُ هُود
وَأَنِ ٱسۡتَغۡفِرُواْ
رَبَّكُمۡ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِ يُمَتِّعۡكُم مَّتَـٰعًا حَسَنًا إِلَىٰٓ
أَجَلٍ۬ مُّسَمًّ۬ى وَيُؤۡتِ كُلَّ ذِى فَضۡلٍ۬ فَضۡلَهُ ۥۖ وَإِن
تَوَلَّوۡاْ فَإِنِّىٓ أَخَافُ عَلَيۡكُمۡ عَذَابَ يَوۡمٍ۬ كَبِيرٍ (٣)
Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat
(peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah
kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
Maksudnya, ikutilah Syariat dari Allah dan
Rasul-Nya. Kalau sudah ada syariat, maka
jangan memakai akal. Jangan mengikuti hawa-nafsu orang yang tidak tahu Syari’at
itu. Syari’at atau dalil agama yang
harus dinomor-satukan. Bukan akal.
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
_________________
No comments:
Post a Comment