PENGAJIAN
DHUHA MASJID BAITUSSALAM
Ustad Salim Qibas
Jum’at, 1 Sya’ban 1435H – 30 Mei 2014.
Assalamu’alaikum
wr. wb.,
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Kaidah-Kaidah
memahami Islam secara mudah ada lima dasar, yaitu:
Kaidah pertama, bahwa Islam adalah Agama
Wahyu. Kaidah ini adalah kaidah
(frame, bingkai) yang tidak boleh keluar dari kaidah tersebut. Lihat dalam masyarakat, kita ber-Agama satu
(Islam) AlQur’annya satu, Sunnahnya (Haditsnya) satu, tetapi pemahamannya. cara
beribadahnya berberbeda-beda. Padahal
Allah subhanahu wata’ala berkali-kali melarang kita jangan ber-ikhtilaf
(berselisih), jangan berbeda-beda, cerai-berai atau terpecah-belah.
Kelima kaidah tersebut di atas adalah
Kaidah Dasar. Maka para ulama terdahulu, yaitu Ulama Ahlussunnah berbeda
dengan para ulama pengikut hawa nafsu.
Ulama Ahlussunnah membuat Kaidah dari dalil. Ketika ada dalil barulah membuat kaidah.
Sementara para ulama pengikut hawa nafsu membuat kaidah, barulah sesudah
itu lalu mencari dalilnya.
Lima Kaidah yang dimaksud adalah :
1.
Islam adalah agama Wahyu, bukan akal. Ini
mutlak, tidak boleh dilanggar.
2.
Hukum asal dari Syariat adalah tidak ada sampai di
syaria’t-kan,
barulah boleh dijalani. Maka kalau sudah disyariatkan tidak boleh lalu
mengada-ada, karena syari’at adalah
Wahyu.
3.
Apabila Syariat telah disyari’at-kan (dari Allah
telah disyaria’tkan), maka mengikat kepada seluruh manusia, bukan hanya
yang beriman saja. Karena Allah subhanahu
wata’ala membuat Syaria’t untuk seluruh manusia, bukan hanya untuk orang
Islam saja. Orang bukan Islam akan masuk neraka kalau tidak mau masuk Islam.
Berarti Islam itu mengikat, memaksa. Karena
hukum asalnya adalah : Agama untuk mengatur manusia. Maka Syari’at yang
di-syari’atkan adalah bersifat mengikat (manusia sejak dari Nabi Adam sampai
Hari Kiamat). Yang mengikutinya mendapat reward (pahala) dan yang
mengingkarinya mendapat punishment (dosa, sanksi).
4.
Sami’na wa atho’na (Kami mendengar dan kami
taat). Cara mengikuti Islam adalah
dengan cara sami’na wa atho’na (mendengar dan taat). Mendengar
dalam arti sampai faham dan kalau sudah faham tidak boleh ngeyel
(bertanya-tanya untuk mendebat kenapa begitu, kenapa begini, dst).
5.
Cara mentaati syari’at agama dengan Ittiba’ bukan
Ibtida’. Artinya
dengan mencontoh apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, bukan dengan cara
mengada-ada dalam agama. Terjadinya
perpecahan dalam umat Islam adalah karena ada gagasan dan ide baru yang masuk
dalam Islam yang datang dari akal manusia.
Sebenarnya untuk menjelaskan
kaidah-kaidah tersebut diperlukan sekitar 300 ayat AlQur’an.. Tetapi untuk kali ini kita persingkat saja,
secara sederhana dan akan kita bahas satu Kaidah saja, yaitu Islam
adalah agama Wahyu.
Agama (Islam) adalah wahyu bukan akal
manusia. Peran akal adalah mengikuti wahyu. Wahyu diturunkan untuk
membimbing akal. Maka fungsi akal adalah memahami wahyu lalu mengikutinya.
Bukan meng-akali-nya.
Maka kalau umpama ada ayat AlQur’an yang
tidak dipahami akal, atau dianggap tidak masuk akal, bukan ayat (wahyu) itu
yang salah, melainkan akal manusia yang bermasalah.
Penjelasannya adalah :
1.
Dengan
Ke-Maha-Bijaksanaan Allah maka dalam urusan agama, Allah tidak memberikan hak kepada kita
manusia. Bayangkan, kalau agama diserahkan kepada amanusia, maka anda akan
repot sekali. Satu sama lain akan berbeda dan bertabrakan, maka Allah tidak
memberikan kewenangan urusan agama kepada akal.
2.
Sebaliknya, seandainya semua urusan termasuk urusan
dunia itu diatur oleh wahyu tentu kita manusia akan repot sekali. Misalnya anda hendak pulang kampung saja,
harus bertanya apa kendaraannya dan bagaimana dalilnya. Maka ada dua wilayah
dimana ada wilayah yang tidak boleh dimasuki akal yaitu agama di mana agama
hanya mengikuti wahyu. Sementara wilayah
(urusan) dunia Allah serahkan kepada akal manusia. Rasulullah
sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah Hadits shahih :
“Urusan dunia kalian lebih tahu daripada aku”.
3.
Kalau
perkara dunia harus tergantung wahyu, tentu akan sangat membeleng-gu akal. Kita manusia menjadi tidak kreatif, tidak
inovatif dan tidak berkembang akalnya.
Kalau semua sudah diprogram maka kita manusia hanya seperti robot.
Kenapa agama harus wahyu, bukan akal
? Ada 12 alasan, tetapi disini
disampai-kan cukup 3 alasan saja :
1.Agama berkaitan dengan perkara
Ghaib.
Bila anda bertanya kepada seorang
dokter, apakah itu mati ? Maka ia
akan menjawab : Mati adalah tidak berfungsinya batang otak belakang. Tanyakan
lagi : Sesudah tidak berfungsinya otak belakang, kemana orang itu ? Maka dokter itu tidak akan bisa
menjawab. Agama banyak berdimensi
Akhirat, dan Akhirat adalah perkara Ghaib.
Dan manusia tidak tahu akan perkara
Ghaib itu. Maka perkara Ghaib harus melalui wahyu, tidak boleh dengan
akal.
Lihat Surat Al An’am ayat 59
Allah subhanahu wata’ala berfirman :
وۡرَةُ الاٴنعَام
۞ وَعِندَهُ ۥ مَفَاتِحُ ٱلۡغَيۡبِ لَا
يَعۡلَمُهَآ إِلَّا هُوَۚ وَيَعۡلَمُ مَا فِى ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۚ وَمَا تَسۡقُطُ
مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ۬ فِى ظُلُمَـٰتِ ٱلۡأَرۡضِ وَلَا رَطۡبٍ۬
وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِى كِتَـٰبٍ۬ مُّبِينٍ۬ (٥٩)
Dan
pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan
di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya
(pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak
sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata
(Lauh Mahfudz)"
Pahala,
dosa, surga, neraka semuanya itu adalah Ghaib karena kita manusia tidak
tahu. Kita tidak tahu amal-amal apa saja
yang bisa memasukkan kita ke neraka atau ke surga, awalnya kita tidak tahu. Karena itu adalah
perkara Ghaib, sebagaimana disebutkan dalam Ayat tersebut di atas.
Demikian
pula dalam Surat An Naml ayat 65 Allah subhanahu wata’ala
mengulang lagi :
سُوۡرَةُ الاٴنعَام
قُلۡ هُوَ ٱلۡقَادِرُ عَلَىٰٓ أَن يَبۡعَثَ
عَلَيۡكُمۡ عَذَابً۬ا مِّن فَوۡقِكُمۡ أَوۡ مِن تَحۡتِ أَرۡجُلِكُمۡ أَوۡ يَلۡبِسَكُمۡ
شِيَعً۬ا وَيُذِيقَ بَعۡضَكُم بَأۡسَ بَعۡضٍۗ ٱنظُرۡ كَيۡفَ نُصَرِّفُ ٱلۡأَيَـٰتِ
لَعَلَّهُمۡ يَفۡقَهُونَ (٦٥)
Katakanlah(Muhamma):
"tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib,
kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.
Lihat
juga Surat Al Jin ayat 26 – 27 :
سُوۡرَةُ الجنّ
عَـٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ فَلَا يُظۡهِرُ عَلَىٰ
غَيۡبِهِۦۤ أَحَدًا (٢٦) إِلَّا مَنِ ٱرۡتَضَىٰ مِن رَّسُولٍ۬ فَإِنَّهُ ۥ يَسۡلُكُ
مِنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ رَصَدً۬ا (٢٧)
26.
(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan
kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.
27.
Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan
penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.
Maka
kita manusia tidak ada yang tahu tentang perkara Ghaib sama sekali. Manusia
yang diberi tahu perkara Ghaib hanya Rasul-Nya saja (yaitu Malaikat dan para
Nabi). Lihat Surat Fathir ayat 1 :
سُوۡرَةُ فَاطِر
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ فَاطِرِ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ
وَٱلۡأَرۡضِ جَاعِلِ ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةِ رُسُلاً أُوْلِىٓ أَجۡنِحَةٍ۬ مَّثۡنَىٰ وَثُلَـٰثَ
وَرُبَـٰعَۚ يَزِيدُ فِى ٱلۡخَلۡقِ مَا يَشَآءُۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬
قَدِيرٌ۬ (١)
Segala
puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan Malaikat sebagai
utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap,
masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada
ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.
Maka
pada awalnya para malaikat tidak tahu misalnya kapan hujan turun sampai Allah
memberitahu. Karena pada awalnya catatan ada di Lauhil Mahfudz.
Itulah
sebabnya agama tidak diserahkan kepada akal manusia, karena akal tidak tahu
tentang perkara Ghaib, sementara
agama berkaitan dengan perkara-perkara Ghaib.
2.Nabi
Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam
adalah orang yang paling cerdas di seluruh muka bumi sejak Nabi Adam sampai
Hari Kiamat. Namun demikian beliau juga tidak tahu tentang agama Islam ini,
sampai Wahyu disampaikan kepada beliau.
Nabi Muhammad saw tahu agama adalah dari Wahyu, bukan dari akal
beliau. Artinya beliau tahu setelah wahyu disampaikan kepada beliau, sebelumnya
tidak tahu. Apalagi kita manusia biasa.
Lihat
Surat Asy Syuura ayat 52 Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
وۡرَةُ الشُّعَرَاء
۞ وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰ مُوسَىٰٓ أَنۡ أَسۡرِ
بِعِبَادِىٓ إِنَّكُم مُّتَّبَعُونَ (٥٢)
Dan
demikianlah Kami (Allah) wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami.
sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula
mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang
Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami.
dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
Sumber agama adalah Kitab (AlQur’an). Azas agama adalah Iman. Yang
membedakan antara orang Islam dengan orang kafir adalah Iman-nya. Maka
agama diketahui sumbernya dari Kitab (AlQur’an). Dan agama itu tegak
dengan lebih dahulu azas-nya (Iman). Nabi Muhammad saw saja belum tahu
sebelumnya, sampai Allah memberitahu dengan Wahyu.
Akhir ayat tersebut mengatakan : Dan
sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang
lurus.
Maksudnya, Nabi Muhammad saw
memberitahukan apa yang beliau terima (wahyu) dari Tuhannya, lalu memberi
petunjuk kepada kita jalan yang lurus.
3.Akal tidak mengerti akan
hakikat keburukan dan kebaikan.
Misalnya, ketika anda menentukan mana
sekolah terbaik untuk anak anda saja,
anda berdebat dengan isteri anda sampai berhari-hari. Apalagi perkara baik untuk Akhirat, tentu anda lebih tidak tahu
lagi. Padahal banyak sekali dalil-nya.
Lihat Surat Al Baqarah ayat 216 :
سُوۡرَةُ البَقَرَة
كُتِبَ عَلَيۡڪُمُ ٱلۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهٌ۬
لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـًٔ۬ا وَهُوَ خَيۡرٌ۬ لَّڪُمۡۖ وَعَسَىٰٓ
أَن تُحِبُّواْ شَيۡـًٔ۬ا وَهُوَ شَرٌّ۬ لَّكُمۡۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا
تَعۡلَمُونَ (٢١٦)
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Maksudnya, bahwa akal manusia banyak
tidak tahu tentang kebaikan. Yang tahu
hanya Allah subhanahu wata’ala. Maka pada akhir ayat tersebut disebutkan
:
Allah mengetahui sedangkan kamu
tidak mengetahui –
Maksudnya, bahwa yang tahu tentang kebaikan dan keburukan hanyalah Allah, anda
tidak tahu.
Kita manusia hanya ber-ilmu sedikit
(secuil) saja. Lihat Surat Al Isra’
ayat 85 :
سُوۡرَةُ بنیٓ اسرآئیل / الإسرَاء
وَيَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلرُّوحِۖ قُلِ ٱلرُّوحُ
مِنۡ أَمۡرِ رَبِّى وَمَآ أُوتِيتُم مِّنَ ٱلۡعِلۡمِ إِلَّا قَلِيلاً۬ (٨٥)
Dan
mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".
Maksudnya,
bahwa manusia tidak diberi ilmu kecuali hanya sedikit tentang hakikat
kehidupan, sehingga manusia membutuhkan panduan, di luar akal, yaitu dengan wahyu.
Kebenaran
adalah bias, lihat Surat Al Mu’minun ayat 71 :
سُوۡرَةُ المؤمنون
وَلَوِ ٱتَّبَعَ ٱلۡحَقُّ أَهۡوَآءَهُمۡ لَفَسَدَتِ
ٱلسَّمَـٰوَٲتُ وَٱلۡأَرۡضُ وَمَن فِيهِنَّۚ بَلۡ أَتَيۡنَـٰهُم بِذِڪۡرِهِمۡ فَهُمۡ
عَن ذِكۡرِهِم مُّعۡرِضُونَ (٧١)
Andaikata
kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini,
dan semua yang ada di dalamnya. sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan
itu.
Maksudnya,
kalau kebenaran itu mengikuti akal manusia, maka alam ini akan rusak. Contohnya, untuk membentuk satu
Undang-undang saja di Republik ini, masing-masing orang punya persepsi. Sebanyak tidak kurang dari 500 Anggota DPR
membuat satu undang-undang, setelah jadi terbentuk, akhirnya dibatalkan oleh
Mahkamah Konstitusi (MK). Menunjukkan bahwa kebenaran (Agama) tidak bisa
diserahkan kepada akal manusia.
Pertanyaannya,
bagaimana fungsi akal ?
Pertama, agama diturunkan untuk membimbing akal. Maka Allah menamakan agama adalah Hudan
(Petunjuk, pembimbing akal manusia). Maka setiap Hudan (hidayah), selalu
disandarkan kepada wahyu, bukan akal.
Lihat
Surat Al Baqarah ayat 185 :
سُوۡرَةُ البَقَرَة
شَہۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ
هُدً۬ى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍ۬ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَہِدَ مِنكُمُ
ٱلشَّہۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن ڪَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ فَعِدَّةٌ۬ مِّنۡ
أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِڪُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِڪُمُ ٱلۡعُسۡرَ
وَلِتُڪۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُڪَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَٮٰكُمۡ وَلَعَلَّڪُمۡ
تَشۡكُرُونَ (١٨٥)
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah)
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil).
Dan
sesuatu yang paling tinggi dan paling urgent pada diri manusia
adalah akal. Maka wahyu diturunkan untuk membimbing akal manusia. Maka AlQur’an adalah pembimbing.
Banyak
lagi dalil semacam itu, misalnya Surat 10 ayat 57 :
سُوۡرَةُ یُونس
هُوَ يُحۡىِۦ وَيُمِيتُ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ
(٥٦) يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡكُم مَّوۡعِظَةٌ۬ مِّن رَّبِّڪُمۡ وَشِفَآءٌ۬
لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدً۬ى وَرَحۡمَةٌ۬ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ (٥٧)
Hai
manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Maksudnya,
bahwa AlQur’an (wahyu) diturunkan untuk membimbing (memberi petunjuk) kepada
akal dan rahmat kepada orang yang
beriman. Jadi akal di bawah wahyu, bukan sebaliknya. Akal harus mengikuti apa
kata wahyu.
Kedua,
tidak mungkin wahyu bertentangan dengan
akal. Contoh, tidak mungkin seorang guru
menerangkan sesuatu pelajaran yang tidak dipahami oleh muridnya. Kalau seorang guru saja ingin sekali
memudahkan memahami apa yang diajarkan,
maka mustahil Allah subhanahu wata’ala mengajarkan agama
yang sulit dipahami oleh umat-Nya.
Lihat
Surat Ar Rahman ayat 1 – 3 :
سُوۡرَةُ الرَّحمٰن
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلرَّحۡمَـٰنُ (١) عَلَّمَ ٱلۡقُرۡءَانَ
(٢) خَلَقَ ٱلۡإِنسَـٰنَ (٣)
1.
(Tuhan) yang Maha pemurah,
2.
Yang telah mengajarkan Al Quran.
3.
Dia menciptakan manusia.
Maksudnya,
Allah yang Maha Pemurah mengajarkan AlQur’an dengan mudah dipahami oleh
umat-Nya. Allah Maha Penyantun,
Menciptakan manusia dan Mengajarkan AlQur’an. Pasti mudah diterima oleh akal
manusia. Mustahil Allah mempersulit umat-Nya memahami AlQur’an. Kalau ada akal
tidak bisa memahami AlQur’an, akal manusia itu yang bermasalah.
Lihat
Surat Al Qomar ayat 17, diulang lagi pada ayat 22, 32, 40
Allah subhanahu wata’ala berfirman :
سُوۡرَةُ القَمَر
وَلَقَدۡ يَسَّرۡنَا ٱلۡقُرۡءَانَ لِلذِّكۡرِ
فَهَلۡ مِن مُّدَّكِرٍ۬ (١٧)
Dan
sesungguhnya telah Kami(Allah) mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah
orang yang mengambil pelajaran?
Maksudnya,
bahwa Allah subhanahu wata’ala memudahkan Al Qur’an, jadi mustahil kalau
AlQur’an bertentangan dengan akal. Mustahil kalau AlQur’an tidak
dipahami oleh akal manusia. Mustahil kalau AlQur’an bertentangan dengan akal
manusia.
AlQur’an
itu mudah sekali dipelajari, dipahami dan dihafal. Dan Allah tahu sampai dimana kemampuan nalar
manusia. Maka mustahil AlQur’an bertentangan dengan akal.
Kemudian
ada orang yang mengatakan bahwa AlQur’an tidak relevans dengan
zaman. Padahal orang tersebut pasti
sudah membaca Ayat Kursi :
سُوۡرَةُ البَقَرَة
ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡحَىُّ
ٱلۡقَيُّومُۚ لَا تَأۡخُذُهُ ۥ سِنَةٌ۬ وَلَا نَوۡمٌ۬ۚ لَّهُ ۥ مَا فِى
ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِۗ مَن ذَا ٱلَّذِى يَشۡفَعُ عِندَهُ ۥۤ إِلَّا
بِإِذۡنِهِۦۚ يَعۡلَمُ مَا بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡۖ وَلَا يُحِيطُونَ
بِشَىۡءٍ۬ مِّنۡ عِلۡمِهِۦۤ إِلَّا بِمَا شَآءَۚ وَسِعَ كُرۡسِيُّهُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ
وَٱلۡأَرۡضَۖ وَلَا يَـُٔودُهُ ۥ حِفۡظُهُمَاۚ وَهُوَ ٱلۡعَلِىُّ ٱلۡعَظِيمُ
(٢٥٥)
Allah,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at
di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan
di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi*] Allah meliputi langit dan
bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi
lagi Maha besar.
*] Kursi
dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah
dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya.
Maknanya,
Ilmu Allah tidak terbatas, tidak terbatas untuk zaman tertentu saja, melainkan
segala zaman. Jadi tidak mungkin AlQur’an tidak relevans pada zaman
sekarang atau zaman kapanpun.
Dan Allah subhanahu wata’ala
tidak akan menyulitkan umat-Nya.
Lihat Surat Thaha ayat 2, 3, 4 dan 5
:
سُوۡرَةُ طٰه
مَآ أَنزَلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡقُرۡءَانَ لِتَشۡقَىٰٓ
(٢) إِلَّا تَذۡڪِرَةً۬ لِّمَن يَخۡشَىٰ (٣) تَنزِيلاً۬ مِّمَّنۡ خَلَقَ ٱلۡأَرۡضَ
وَٱلسَّمَـٰوَٲتِ ٱلۡعُلَى (٤) ٱلرَّحۡمَـٰنُ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ ٱسۡتَوَىٰ (٥)
1.
Thaahaa
2.
Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
3.
Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),
4.
Yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.
5.
(Yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy.
Maknanya,
tidak mungkin Allah subhanahu wata’ala akan membuat kesulitan kepada
umat-Nya..
Pelajarannya
:
1.Yang
punya otoritas membuat Syari’at dan mengatur adalah Allah subhanahu
wata’ala. Akal hanya mengikuti
panduan Wahyu. Karena akal tidak memahami hakikat kebaikan dan keburukan.
Maka
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam AlQur’an Surat Al Kahfi 29 :
سُوۡرَةُ الکهف
وَقُلِ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكُمۡۖ فَمَن شَآءَ
فَلۡيُؤۡمِن وَمَن شَآءَ فَلۡيَكۡفُرۡۚ إِنَّآ أَعۡتَدۡنَا لِلظَّـٰلِمِينَ نَارًا
أَحَاطَ بِہِمۡ سُرَادِقُهَاۚ وَإِن يَسۡتَغِيثُواْ يُغَاثُواْ بِمَآءٍ۬ كَٱلۡمُهۡلِ
يَشۡوِى ٱلۡوُجُوهَۚ بِئۡسَ ٱلشَّرَابُ وَسَآءَتۡ مُرۡتَفَقًا (٢٩)
Dan
katakanlah(Muhammad) : "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa
yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah
ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu
neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek.
Maka
tugas kita sebagai orang beriman adalah memahami Wahyu itu dengan Kaidah
pemahaman yang benar.
Setiap
manusia tidak terbebas dari hawa-nafsu. Dan sifat dari nafsu adalah menyuruh
kepada ke-durhakaan. Lihat Surat
Yusuf ayat 53 :
سُوۡرَةُ یُوسُف
۞ وَمَآ أُبَرِّئُ نَفۡسِىٓۚ إِنَّ ٱلنَّفۡسَ
لَأَمَّارَةُۢ بِٱلسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓۚ إِنَّ رَبِّى غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬
(٥٣)
Dan
aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.
Bahwa
agama bukan akal. Dalam Ilmu Fiqih disebutkan ketika orang hendak wudhu
tanpa melepas sepatu lars-nya, maka yang diusap ketika mengusap sepatu
hanya bagian atasnya saja, tidak mengusap bagian bawah sepatu.
Dasarnya
adalah Hadits yang meriwayatkan ketika Ali bin Abi Thalib rodhiyallahu ‘anhu
dan para sahabat bertanya kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
: “Ya Rasulullah, dimana kami harus menyapu (mengusap) sepatu kami ?”. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
menjawab : “Di (bagian) atas sepatu kalian”. Maka Ali bin Abi Thalib berkata : “Wahai
manusia perhatikanlah, sekiranya agama adalah akal, maka tentu mengusap
(membasuh) sepatu di sebelah bawahnya, yang selalu sering terkena kotoran”.
Masih
banyak contoh lain yang menunjukkan bahwa agama bukan akal. Banyak perkara
agama yang tidak bisa dicerna oleh akal.
Tetapi kita yakin, karena tidak mungkin agama bertentangan dengan akal.
Maka Allah subhanahu wata’ala tidak menyerahkan agama kepada akal.
Demikianlah Akidah yang pertama.
Sekian
bahasan sementara untuk dilanjutkan pada kesempatan yang akan datang. Insya
Allah.
SUBHANAKALLAHUMMA
WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
______________
No comments:
Post a Comment