PENGAJIAN DHUHA MASJID
BAITUSSALAM
Fiqih Nafkah
Dan Ekonomi Keluarga
Ahmad Fihri, MA.
Jum’at, 21 Dzulhijjah 1437H – 23 September 2016
Assalamu’alaikum
wr.wb.,
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Bahasan berikut adalah tentang Fiqih
Nafkah dan Ekonomi Keluarga. Berbicara
tentang nafkah, maka konotasinya adalah suami.
Mengapa para suami harus mencari nafkah, ada beberapa permasalahan yang
hari ini menjadi budaya dalam masyarakat kita tetapi bertolak-belakang dengan
ajaran AlQur’an. Contoh : Penghasilan (harta) yang didapat oleh suami dari
mencari nafkah, seluruhnya diberikan kepada isteri.
Lihat AlQur’an Surat An Nisaa’ ayat 34, Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
سُوۡرَةُ النِّسَاء
ٱلرِّجَالُ قَوَّٲمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ
ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡۚ
فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتٌ۬ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ
وَٱلَّـٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِى
ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَڪُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡہِنَّ
سَبِيلاًۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّ۬ا ڪَبِيرً۬ا (٣٤)
Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab
itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka.
Kemudian
jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha besar.
Dalam ayat tersebut Allah subhanahu wata’ala memuliakan karakter
orang laki-laki. Yaitu menjadikan orang laki-laki pemimpin, menjadi
pilar-kokohnya isteri dan keluarganya. Maka laki-laki yang menjadi pemimpin
keluarga menjadi pilar (soko-guru) sebuah rumahtangga. Menjadi penegaknya,
pendirinya. Maka laki-laki harus punya
karakter sebagai Imam (pemimpin, leader). Juga karakter laki-laki
adalah sebagai pendidik. Paling tidak
di dalam keluarganya.
Dalam ayat tersebut ada tiga kata yang
artinya pemimpin : Qawamuna (pemimpin), ‘Ala (di atas) dan Ba’dhohum
‘ala ba’dhin (melebihkan sebagian dari bagian yang lain). Karena tiga kemuliaan tersebut, maka
laki-laki harus (wajib) menafkahi keluarganya. Karena sebelumnya Allah sudah
memberikan kekuatannya :
1. Akalnya, maka para laki-laki, para suami,
tinjauannya selalu berdasarkan akal (logika). Sifatnya selalu logis. Sementara
perempuan tinjauannya selalu dengan rasa (perasaan). Maka para wanita tidak boleh
menjadi pemimpin. Karena wanita ibadahnya lemah (sedikit). Sering libur-sholat
(ketika haid, ketika nifas, dst).
2. Kekuatan fisik,
3.
Kekuatan
keberaniannya.
Maka seorang laki-laki tidak boleh
menganggur (tidak bekerja mencari nafkah), dan sifat-sifat tersebut adalah firah, sudah Allah beri sejak awal
kejadian manusia.
Maka kepada orangtua yang punya anak
laki-laki, sejak anaknya itu masih kecil, berikan pendidikan dan ajaran bahwa
ia akan menjadi pemimpin (leader). Paling tidak pemimpin dalam keluarganya
kelak ketika sudah berumah-tangga. Didiklah anak laki-laki menjadi pemimpin.
Selanjutnya dalam ayat tersebut dikatakan
bahwa suami menafkahi isterinya dari
sebagian hartanya (tidak
seluruhnya). Maka dalam Islam tidak ada istilah harta Gono-gini (harta milik
bersama suami-isteri). Dari segi kepemilikan harus jelas, mana harta suami dan
mana harta isteri. Adapun dari segi pemanfaatannya dipakai bersama, silakan,
tetapi dari kepemilikan harus jelas.
Sehingga sering terjadi dalam masyarakat
ketika suami atau isteri mati (meninggal) terjadi keributan dalam pembagian
warisan. Itu dikarenakan antara lain karena kepemilikan harta antara suami dan
isteri tidak jelas. Dalam Islam yang dikenal adalah harta bersama, yaitu harta yang didapat ketika sudah menjadi
suami-isteri.
Nafkah.
Menurut Kitab Fiqih Sunnah yang ditulis
oleh Imam Sayyid Sabiq yang dimaksud
Nafkah adalah kewajiban pemenuhan
kebutuhan isteri terhadap makanan, tempat tinggal, layanan, termasuk obat,
sekalipun isterinya kaya raya. Hukumnya wajib bagi laki-laki (suami).
Maka dalam Surat An Nisaa’ para lelaki tidak boleh ada yang menganggur. Dan
kekuatan laki-laki adalah memberi,
sedangkan wanita adalah menerima (diberi). Maka bila ada seorang
perempuan dimana anak-anaknya masih kecil-kecil, belum baligh, sauminya
meninggal (mati) maka kehidupan perempuan itu selanjutnya adalah menjadi
tanggunjawab orangtuanya (ayah dari perempuan itu). Oleh karena itu seyogyanya
wanita itu ter-cover dengan orang-orang walinya, termasuk ketika dalam proses
pernikahan.
Dalam Islam harus jelas nasab-nya (garis keturunan
laki-laki). Apalagi anak perempuan,
harus jelas siapa ayahnya (walinya). Maka letak kewajiban atas perempuan yang
ditinggal mati suaminya masih pada ayah dari perempuan itu. Maka pada dasarnya,
perempuan harus diberi, bukan memberi. Dan bila seorang suami memenuhi
kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat tersebut di atas, maka maka isterinya
(wanita) tersebut sudah berada ditempat yang mulia. Yaitu mengabdi, melahirkan,
menyusui, mendidik anak, semua itu adalah Peradaban
Dunia.
Kenyataan hari ini banyak wanita yang
tidak mau hamil, tidak mau punya anak. Apakah dengan demikian akan ada
peradaban dunia di masa depan ? Habislah
dunia ini dan dunia akan diisi oleh orang-orang jahat. Termasuk apabila dari
komunitas muslim tidak ada Imam yang
bisa ditampilkan, karena disebabkan oleh kesibukan dunia yang pragmatis dan
politiknya yang luar biasa. Itu semua
menjadi PR bagi kita kaum muslimin.
Ingat do’a kita yang diajarkan oleh Allah subhanahu wata’ala : Robbana
hablana min azwajina wadzurriyatina qurrota a’yun waja’alina lil muttaqina
imama.
(Ya
Allah, ya Tuhan kami anugerahkan kepada kami
isteri-isteri dan keturunan yang
menyejukkan mata memandang (penyenang hati)
dan jadikanlah kami sebagai imam orang-orang yang bertakwa).
Pertanyaannya, adakah hari ini anak-anak
kita sudah menjadi Qurrota a’yun (pandangan yang menyejukkan) di tengah-tengah
masyarakat ? Ataukah anak-anak kita terjerumus pada narkoba-an, Gay, Lesbi,
Homosex, dst ?
Padahal Allah subhanahu wata’ala menciptakan laki-laki dan perempuan, dua-duanya
adalah mulia. Pada perempuan kemuliaan-nya adalah : Melahirkan kader-kader
pemimpin umat dan itu akan berproses perputarannya, melahirkan anak-anak yang
sholih dan mulia di muka bumi. Sementara laki-laki akan menjadi pemimpin dan
pilar kokohnya (Imamnya) dan bila semua masyarakat paham dan meliput kewajiban
seorang ayah (suami), maka wanita dengan mulia-nya akan melahirkan, menyusui
serta mendidik anaknya, dan itulah pilar-pilar perdaban manusia yang luar-biasa
di muka bumi.
Dalil dari memberi nafkah adalah AlQur’an Surat Ath Thalaq ayat 7 :
سُوۡرَةُ الطّلاَق
لِيُنفِقۡ ذُو سَعَةٍ۬ مِّن سَعَتِهِۦۖ وَمَن قُدِرَ
عَلَيۡهِ رِزۡقُهُ ۥ فَلۡيُنفِقۡ مِمَّآ ءَاتَٮٰهُ ٱللَّهُۚ لَا يُكَلِّفُ
ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَٮٰهَاۚ سَيَجۡعَلُ ٱللَّهُ بَعۡدَ عُسۡرٍ۬
يُسۡرً۬ا (٧)
Hendaklah
orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang
disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.
Atas dasar ayat tersebut, ketika seorang
suami menafkahi isteri dan keluarganya, maka ‘izzah (wibawa) nya ada.
Tetapi bila penghasilan (gaji) suami lebih kecil dibandingkan penghasilan
(gaji) isterinya, maka suami itu ‘izzah-nya rendah. Karena suami
adalah berkewajiban memberi rezkinya kepada isteri dan isteri menerima (bukan memberi)
rezki atas suaminya. Isteri berhak untuk diberi, bukan meminta.
Syarat isteri diberi nafkah :
1. Terjadinya akad
nikah yang shahih. Calon suami harus bisa memberikan Mahar yang terbaik untuk calon isterinya. Dan calon isteri yang
baik adalah : Jangan meringankan Mahar dari calon suami. Suami yang tidak ideal (tidak diharapkan)
adalah Mahar-nya kecil (nilainya rendah). Ketika sudah terjadi Akad-Nikah, maka
Mahar adalah Hak isteri sepenuh-nya. Suami tidak boleh ikut campur pada Mahar
yang telah diberikan kepada isterinya, kecuali seijin isterinya. Apabila si
suami memakai (meminjam) harta mahar dari si Isteri, ketika terjadi Thalak
satu, Thalak dua sampai Thalak tiga, maka mahar harus dikembalikan kepada si
Isteri.
2. Mau dan mampu
melayani kebutuhan biologis secara umum, kecuali ada Udzur Syar’i. Misalnya
karena penyakit, dsb. Tidak menentang (Nusyuz), tetapi kalau isteri berbuat
Nusyuz, selingkuh, berzina dengan
orang lain, dst., maka boleh suami menceraikan isterinya. Atau tidak mau
tinggal bersama dengan suami, atau meninggalkan rumah tanpa ijin suami, maka
suami boleh menceraikan isterinya itu.
Lihat AlQur’an Surat Al Baqarah ayat 233 :
سُوۡرَةُ البَقَرَة
۞ وَٱلۡوَٲلِدَٲتُ يُرۡضِعۡنَ
أَوۡلَـٰدَهُنَّ حَوۡلَيۡنِ كَامِلَيۡنِۖ لِمَنۡ أَرَادَ أَن يُتِمَّ
ٱلرَّضَاعَةَۚ وَعَلَى ٱلۡمَوۡلُودِ لَهُ ۥ رِزۡقُهُنَّ وَكِسۡوَتُہُنَّ
بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ لَا تُكَلَّفُ نَفۡسٌ إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَا تُضَآرَّ
وَٲلِدَةُۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوۡلُودٌ۬ لَّهُ ۥ بِوَلَدِهِۦۚ وَعَلَى
ٱلۡوَارِثِ مِثۡلُ ذَٲلِكَۗ فَإِنۡ أَرَادَا فِصَالاً عَن تَرَاضٍ۬ مِّنۡہُمَا
وَتَشَاوُرٍ۬ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡہِمَاۗ وَإِنۡ أَرَدتُّمۡ أَن تَسۡتَرۡضِعُوٓاْ
أَوۡلَـٰدَكُمۡ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ إِذَا سَلَّمۡتُم مَّآ ءَاتَيۡتُم
بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا
تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ۬ (٢٣٣)
Para
ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.
Dan
jika kamu ingin anakmu disusu-kan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Besaran Nafkah menurut para ulama Ahli
Fiqih :
1. Besaran Nafkah
harus disesuaikan dan dilihat dari kondisi si isteri. Masing-masing orang berbeda-beda kondisinya,
ada yang kaya, ada yang sederhana, ada pula yang pas-pasan. Demikian menurut
pendapat Imam Malik bin Anas
(Madzhab Maliki).
2. Besaran Nafkah
harus dilihat dari kondisi calon suami. Demikian menurut pendapat Imam Syafi’i. Lihat Surat
Ath Thalaq ayat 7 :
سُوۡرَةُ الطّلاَق
لِيُنفِقۡ ذُو سَعَةٍ۬ مِّن سَعَتِهِۦۖ وَمَن قُدِرَ
عَلَيۡهِ رِزۡقُهُ ۥ فَلۡيُنفِقۡ مِمَّآ ءَاتَٮٰهُ ٱللَّهُۚ لَا يُكَلِّفُ
ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَٮٰهَاۚ سَيَجۡعَلُ ٱللَّهُ بَعۡدَ عُسۡرٍ۬
يُسۡرً۬ا (٧)
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari
harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada
seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan
memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
3.
Besaran Nafkah ditentukan oleh kondisi kedua-belah
pihak (pihak calon suami dan pihak calon isteri). Demikian pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam
Abu Hanifah (Madzhab Hanafiah).
Terhadap suami yang bakhil (kikir, pelit):
1. Isteri bersabar,
dan suami harus berusaha mencari nafkah sekuat tenaga.
2. Isteri boleh mengambil secukupnya untuk dia dan
anak-anaknya. Demikian Hadits, Rasulullah saw bersabda karena seorang isteri
sahabat bernama Hindun mengadukan suaminya yang kikir, maka sabda beliau : “Boleh engkau ambil secukupnya dan untuk
anakmu dengan cara yang baik”.
Disamping memberi Nafkah, maka kewajiban
suami adalah :
1. Menyediakan tempat
tinggal bagi isteri dan anak-anaknya, termasuk alat-alat rumah tangga. Demikian menurut Kitab Fiqih Islam yang
ditulis oleh Dr. Wahbah Az Zuhaily, dari Universitas Islam Damaskus.
2. Pengurusan rumah
tangga adalah kewajiban suami. Termasuk menyediakan pembantu (pelayan) untuk
isterinya bila ada kemampuan dan isteri membutuhkan.
3. Bila ada kemampuan
ada kewajiban imbal-balik nafkah tambahan kepada isteri. Ada peran berbagi. Suami tidak boleh
menyerahkan pekerjaan keluarga
sepenuhnya kepada isteri, melainkan harus bekerja-sama sesuai porsinya
masing-masing suami dan isteri.
4. Semua pekerrjaan
rumahtangga di-akomodir oleh suami sebagai seorang Imam (Leader).
Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha
berkata, ketika ditanya tentang apa yang dilakukan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam di rumah
beliau : “Beliau melakukan seperti yang
kalian lakukan ketika membantu isteri kalian. Beliau menjahit sandal, menambal
gamis beliau dan beliau juga mengangkat ember air untuk keperluan kami”.
Tetapi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pernah ditegur oleh Allah subhanahu wata’ala, karena salah seorang
isterinya (‘Aisyah r.a) cemburu terhadap salah seorang isteri beliau (Zainab
r.a.) yang telah menghidangkan semangkuk madu. Maka Rasulullah saw bersabda
bahwa beliau tidak meminum madu lagi (mengharamkan madu), untuk menyenangkan
hati ‘Aisyah r.a. Maka turunlah teguran
dari Allah subhanahu wata’ala, Surat At Tahrim ayat 1 :
سُوۡرَةُ التّحْریم
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّبِىُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ أَحَلَّ
ٱللَّهُ لَكَۖ تَبۡتَغِى مَرۡضَاتَ أَزۡوَٲجِكَۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬ (١)
Hai
Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari
kesenangan hati isteri-isterimu? dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Selanjutnya, bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menjadi
suami teladan, jika datang waktu sholat maka beliau keluar rumah untuk
melakukan sholat (Fardhu) berjamaah di masjid beliau.
Peran isteri dalam rumahtangga adalah
mulia. Isteri melayani suami dengan baik, mengurus rumah tangga dengan baik,
adalah tugas mulia seorang isteri. Termasuk menjaga/memelihara keturunan.
Sekian bahasan mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alikum
warohmatullahiu wabarokatuh.
____________
No comments:
Post a Comment