Translate

Thursday, July 20, 2017

Waqaf, oleh : Hendri Tanjung, Ph.D.



PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM

"Waqaf"
Hendri Tanjung, Ph.D.

Jum’at,  20 Syawal 1438H – 14 Juli 2017.

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimah yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Berbicara tentang Waqaf, dalam AlQur’an tidak ada kata “Waqaf”. Tetapi makna Waqaf ada, yaitu dalam Surat Ali Imran ayat 92. Allah subhanahu wata’ala berfirman : 
  
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan.  Maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.

لَن تَنَالُواْ ٱلۡبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ‌ۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَىۡءٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ۬ (٩٢)

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan [yang sempurna], sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (92)

Dalam ayat tersebut, “sebagian harta yang kamu cintai”,  maksudnya tidak semua harta kita, tetapi hanya sebagian dari harta yang kita cintai. Misalnya sebidang tanah, kebun atau rumah yang bernilai tinggi. Untuk dinafkahkan (diwaqafkan). 

Meskipun kita sudah melakukan ibadah sebaik mungkin, tetapi kita belum dianggap sempurna berbuat kebaikan (kebajikan) sebelum kita menafkah (me-waqafkan) sebagian harta kita yang kita cintai. Dan Allah Maha Mengetahui tentang hati kita berkaitan dengan harta yang dinafkahkan (di waqafkan).

Ayat tersebut dikupas panjang lebar oleh Imam Abu Ubay bin Salam dalam kitabnya Al Amwal.  Intinya mengatakan : Itulah ayat (Surat Ali Imran ayat 92)  yang men-Syari’atkan Waqaf.

Dalam Hadits, diriwayatkan ketika ayat tersebut turun, tidak lama kemudian sahabat yang bernama Abu Thalhah, yang mempunyai kebun kurma yang luas dan subur sekali (disebut Bairuha) didepan (dekat Masjid Nabawi) di Madinah. Abu Thalhah sangat mencintai kebun kurma itu. Kemudian ia menemui Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Ya Rasulullah, aku mendengar ayat itu (Ayat 92 Surat Ali Imran) turun. Maka untuk mendapatkan kebaikan (kebajikan) yang sempurna, aku serahkan kebunku (Bairuha) kepada Islam”.

Dalam Hadits lain diriwayatkan, Ibnu Umar (Putra Umar bin Khathab r.a.)  mempunyai seorang hamba sahaya (budak) perempuan, keturunan orang Romawi, dan Ibnu Umar sangat mencintai hamba sahaya (budak) perempuan itu. Ibnu Umar mendatangi Rasulullah saw dan berkata : “ Ya Rasulullah, aku mempunyai seorang budak wanita yang aku cintai, untuk melaksanakan ayat AlQur’an itu (Ayat 92 Surat Ali Imran), bagaimana caranya ?
Rasulullah saw bersabda : “Wahai Ibnu Umar, merdekakan budak permpuanmu itu”.  Mendengar jawban itu kemudian Ibnu Umar memerdekakan budak perempuannya yang keturunan Romawi itu, menjadi orang yang merdeka.

Ketika zaman itu para sahabat begitu mendengar suatu ayat AlQur’an turun melalui Rasulullah saw, dengan pola pikir sederhana, mereka (para sahabat) ingin sekali melaksanakan perintah ayat itu.  Kita umkat Islam Indonsia tahu (paham) bahwa Agama (Islam) ini memang bukan sesuatu yang harus diseminarkan, didiskusikan, melainkan untuk dipahami dan diamalkan. Sikap para sahabat ketika itu : Sami’na wa atho’na (Kami mendengar, kami taat).

Waqaf itu ternyata dampaknya dahsyat sekali, bila dikelola dengan benar. Maka pembangunan ekonomi umat adalah melalui Waqaf.  Waqaf yang sekarang hendaknya Waqaf yang produktif, yaitu dengan Waqaf itu dikelola untuk menjalankan perekonomian umat.

Benarkah ketika itu semua sahabat mewaqafkan sebagian hartanya ? 
Ternyata dalam Kitab Al Mughni, yang ditulis oleh Imam Ibnu Qudamah, halaman 185 tertulis : Tidak ada satupun yang  tersisa dari sahabat-sahabat Rasulullah shollllahu ‘alaihi wasallam, yang mereka punya kemampuan, kecuali mereka ber-Waqaf dengan harta mereka.

Artinya, tidak seorangpun sahabat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yang tidak ber-Waqaf.  Semuanya ber-Waqaf. Padahal harta mereka tidaklah banyak.
Bagaimana dengan kita umat Islam saat ini ?  Bukankah banyak saudara-saudara kita umat Islam yang mempunyai banyak harta ? Sudahkah mereka itu ber-Waqaf ?
Sementara mereka punya mobil sampai dua, tiga bahkan lima sampai sepuluh mobil.  Punya sejumlah rumah dan tanah, sudahkah mereka ber-Waqaf ?

Maka Waqaf perlu disosialisasi-kan, dipromosikan, karena dengan Waqaf akan bisa mengubah struktur ekonomi kita (Negara Indonesia). Bayangkan, bila Waqaf dikelola secara Macro Nasional, insya Allah Negara kita akan menjadi Negara yang makmur dan berjaya ekonominya. Hari ini data dari Biro Pusat Statistik menunjukkan : 30% dari warga Negara Indonesia  adalah Ekonomi menengah keatas. Artinya mempunyai kemampuan secara financial. Sementara yang 70% tidak punya kemampuan financial.

Bila dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang  beragama Islam, katakanlah 200 juta saat ini, (30% X 200 juta = sekitar 60 juta orang) dengan status Ekonomi Menengah keatas. Bila setiap keluarga ada 5 orang maka maka ada 12 juta kepala keluarga dengan status Ekonomi Menengah ke atas.

Bila kita minta (ditarik) dari setiap kepala keluarga Rp 1 juta pertahun, untuk Tabungan Waqaf, (berarti satu bulan hanya Rp 80.ribu), untuk ditabung sebagai Tabungan Waqaf, maka akan terkumpul Rp 12 trilyun), maka kita akan bisa membangun jalan Tol antara Jawa-Barat dan Jawa-Tengah, tanpa harus minta pinjaman dari luar negeri.  Dan Jalan Tol itu tidak bisa dijual ke pihak Asing, atau  ke pihak swasta, karena jalan Tol itu dibangun dengan Dana Waqaf.

Selanjutnya tahun-tahun depan kita (Indonesia) bisa membangun Dermaga atau Bandara yang baru, tidak usah mencari pinjaman ke pihak luar-negari.  Bayangkan kita bisa membangun proyek-proyek besar dari Dana Waqaf Umat Islam. Hanya dari Rp 80 ribu sebulan setiap kepala keluarga.

Setiap tahun akan punya akumulasi pembangunan. Tahun ini punya jalan Tol, tahun depan punya Bandara baru, tahun depan punya Dermaga (pelabuhan) baru, semua itu dari Harta Waqaf, milik umat.  Bila hasil semuanya itu dikembalikan kepada umat, maka pembangunan negara Indonesia tidak dibiayai oleh Hutang Luar Negeri sebagaimana yang terjadi selama ini. Dengan catatan kalau semua orang yang statusnya Menengah Keatas ber-Waqaf.

Bila Kitab Al Mughni yang ditulis oleh Imam Ibnu Qudamah tersebut di atas dijadikan Dalil (acuan), insya Allah bisa terlaksana, dan hasil sarana dan prasarana untuk kepentingan umat (rakyat) tidak bisa diperjual-belikan, karena Harta Waqaf tidak bisa diperjual-belikan. Selamanya akan menjadi asset ekonomi umat.
Bayangkan bila pengelolaan Waqaf umat itu dikelola pada tataran Makro (Negara), dikelola oleh Lembaga yang professional, account-nya oleh Bank Indonesia, maka akan merupakan ekonomi umat yang dahsyat.

Itulah pesan AlQur’an, bagaimana bila Waqaf dikelola oleh Negara, akan menjadi faktor utama pembangunan ekonomi Negara.  Kita harus bisa meninggalkan Hutang Luar negari. Karena hutang itu sesungguhnya berbahaya. Kita (Indonesia) tidak akan menjadi Negara yang mandiri, selama masih punya hutang Luar Negeri. Dalam Hadits sudah dicontohkan sebuah doa dari Rasulullah saw : Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari dililit oleh hutang.  

Dalam Hadits, diriwayatkan ketika Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat yang kaya raya dari berdagang, ditanya : Apakah rahasia engkau dalam berdagang ? Abdurrahman bin Auf menjawab : “Pertama, aku tidak pernah menolak keuntungan yang sedikit dari penjualan barang.. Kedua, aku tidak pernah menyimpan barang terlau lama, segera aku jual meskipun untungnya sedikit. Ketiga, aku tidak pernah berniaga (berbisnis) dengan cara hutang-piutang”. 

Dalam Hadits lain, ketika Muhammad belum menjadi Nabi/Rasul, beliau sering membawa dagangan milik Khadijah, pedagang kaya di Mekah, berpuluh unta dengan barang dagangan ke negeri Syam (sekarang Syiria), kembalinya membawa uang banyak,  dengan kafilah berpuluh unta bersama-sama dengan anggota kafilah lainnya, ketika itu aman-aman saja tidak pernah dirampok (dibegal) oleh Penjahat.

Beliau bersama-sama kafilah lainnya, membawa uang dan barang dagangan lainnya, tetapi tidak pernah dirampok (dibegal) oleh perampok, Mereka aman-aman saja,  karena dilindungi oleh Allah subhanahu wata’ala sebagiamana dalam AlQur’an Surat Quraisy :  
1لِإِيلَـٰفِ قُرَيۡشٍ (١) إِیلَـٰفِهِمۡ رِحۡلَةَ ٱلشِّتَآءِ وَٱلصَّيۡفِ (٢) فَلۡيَعۡبُدُواْ رَبَّ هَـٰذَا ٱلۡبَيۡتِ (٣) ٱلَّذِىٓ أَطۡعَمَهُم مِّن جُوعٍ۬ وَءَامَنَهُم مِّنۡ خَوۡفِۭ (٤)

 Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
2.(Yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas*)
3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).
4. yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.

*] Orang Quraisy (termasuk Muhammad saw) biasa mengadakan perjalanan terutama untuk berdagang ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman pada musim dingin. dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan keamanan dari penguasa-penguasa dari negeri-negeri yang dilaluinya. ini adalah suatu nikmat yang amat besar dari Tuhan mereka. oleh karena itu sewajarnya-lah mereka menyembah Allah yang telah memberikan nikmat itu kepada mereka.

Tanya-Jawab.

Pertanyaan:
1.     Apa bedanya Waqaf dengan Hibah ?
2.     Bagaimana dengan Waqaf sebuah rumah gedung, yang berupa warisan orang tua, ketika itu orangtua me-Waqafkan rumah gedung kepada sebuah Yayasan, tetapi pada waktu-waktu berikutnya, ketika si pe-Waqaf sudah meninggal ternyata rumah gedung itu terkena pelebaran jalan raya, dan oleh pihak Pemerintah rumah-Waqaf itu diganti dengan uang seharga rumah itu.

Jawaban:
Menjawab pertanayaan no.2 terlebih dulu :
Untuk ber-Waqaf, seseorang harus berhati-hati, harus dengan surat resmi (pernyataan dalam Surat Resmi, lewat Notaris atau pihak Pengadilan) dst. Karena biasanya tanah atau rumah sudah di-Waqafkan  tetapi diperebutkn oleh ahli waris dari orang yang mewaqafkan, dan sudah meninggal. Demikian itu sering tejadi di mana-mana. 
Karena oleh si Pe-Waqaf, ketika me-Waqafkan tidak segera dibuatkan Surat Keterangan (Sertifikat) atas tanah/rumah gedung yang dimaksud. Untuk saat ini oleh pihak BPN (Badan Pertanahan Negara) sudah disedikan Sertifikat bagi siapa yang ingin me-Waqafkan tanah/rumah kepada masyarakat.  Agar tidak terjadi sengketa atas tanah/gedung yang sudah di-Waqafkan. Untuk lebih jelasnya, anda bisa datang di kantor BPN, menemui Biro Hukum-nya untuk bisa mendapatkan penjelasan lebih lanjut.

Pertanyaan no.1 tentang bedanya Waqaf dan Hibah :
Hibah artinya pemberian, hadiah, berupa barang, rumah atau tanah kepada orang lain, yayasan atau badan hukum lainnya, sifatnya hadiah/pemberian.
Bila hibah itu berbentuk bangunan rumah/gedung, maka hendaknya segera dibuatkan Sertifikatnya  atau surat keterngan lain dengan pihak Notaris.

Waqaf adalah penyerahan Hak tas harta berupa rumah/gedung, atau tanah kepada umat, atau Yayasan, atau masyarakat/Pemerintah. bukan kepada pribadi /perorangan.  Harta Waqaf adalah sumber-dana yang abadi.  Maka pengumpul (pengelola) Waqaf harus ber-Badan Hukum, bukan orang-per-orang.

Pertanyaan:
Sebagaimana diterangkan di atas, bila pengelolaan Dana Waqaf dilakukan dengan baik, maka akan bisa membiayai program-program Pemerintah. Apakah ada upaya-upaya dari para Ulama atau pihak Majlis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendorong Pemerintah meng-efektifkan Waqaf di Indonesia ? Misalnya dibuat suatu Peraturan Pemerintah atau Undang-undng sehingga nantinya negeri ini bisa membangun dan bisa segera mengentaskan kemiskinan.

Jawaban :
Bisa. Kita usulkan dan mendorong kepada MUI dan DPR untuk menggalakkan dan dan Undang-Undang tentang mengelola Waqaf di Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Waqaf sudah ada ada yaitu PP No.218 Tahun 1977.

Sekian bahasan mudah-mudahan bisa dilanjutkan pada pertemuan yang akan datang. Semoga bermanfaat.

SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA, ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA,  ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
                                                             _________            



No comments:

Post a Comment