PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM
"Waqaf"
Hendri Tanjung, Ph.D.
Jum’at,
20 Syawal 1438H – 14 Juli 2017.
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Muslimin dan muslimah yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Berbicara
tentang Waqaf, dalam AlQur’an tidak ada kata “Waqaf”. Tetapi makna Waqaf ada,
yaitu dalam Surat Ali Imran ayat 92.
Allah subhanahu wata’ala berfirman
:
Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan. Maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
لَن تَنَالُواْ ٱلۡبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُواْ مِمَّا
تُحِبُّونَۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَىۡءٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ۬ (٩٢)
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebaikan [yang sempurna], sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya. (92)
Dalam ayat
tersebut, “sebagian harta yang kamu cintai”, maksudnya tidak semua harta kita, tetapi hanya
sebagian dari harta yang kita cintai. Misalnya sebidang tanah, kebun atau rumah
yang bernilai tinggi. Untuk dinafkahkan (diwaqafkan).
Meskipun kita
sudah melakukan ibadah sebaik mungkin, tetapi kita belum dianggap sempurna berbuat kebaikan (kebajikan) sebelum
kita menafkah (me-waqafkan) sebagian harta kita yang kita cintai. Dan Allah
Maha Mengetahui tentang hati kita berkaitan dengan harta yang dinafkahkan (di
waqafkan).
Ayat tersebut
dikupas panjang lebar oleh Imam Abu Ubay bin Salam dalam
kitabnya Al Amwal. Intinya mengatakan : Itulah ayat (Surat Ali Imran ayat 92)
yang men-Syari’atkan Waqaf.
Dalam Hadits,
diriwayatkan ketika ayat tersebut turun, tidak lama kemudian sahabat yang
bernama Abu Thalhah, yang mempunyai
kebun kurma yang luas dan subur sekali (disebut Bairuha) didepan (dekat Masjid
Nabawi) di Madinah. Abu Thalhah sangat mencintai kebun kurma itu. Kemudian ia
menemui Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam berkata : “Ya Rasulullah,
aku mendengar ayat itu (Ayat 92 Surat Ali Imran) turun. Maka untuk mendapatkan kebaikan (kebajikan) yang sempurna, aku
serahkan kebunku (Bairuha) kepada Islam”.
Dalam Hadits lain
diriwayatkan, Ibnu Umar (Putra Umar
bin Khathab r.a.) mempunyai seorang hamba
sahaya (budak) perempuan, keturunan orang Romawi, dan Ibnu Umar sangat
mencintai hamba sahaya (budak) perempuan itu. Ibnu Umar mendatangi Rasulullah
saw dan berkata : “ Ya Rasulullah, aku
mempunyai seorang budak wanita yang aku cintai, untuk melaksanakan ayat
AlQur’an itu (Ayat 92 Surat Ali Imran), bagaimana caranya ?
Rasulullah saw
bersabda : “Wahai Ibnu Umar, merdekakan
budak permpuanmu itu”. Mendengar
jawban itu kemudian Ibnu Umar memerdekakan budak perempuannya yang keturunan
Romawi itu, menjadi orang yang merdeka.
Ketika zaman itu
para sahabat begitu mendengar suatu ayat AlQur’an turun melalui Rasulullah saw,
dengan pola pikir sederhana, mereka (para sahabat) ingin sekali melaksanakan
perintah ayat itu. Kita umkat Islam
Indonsia tahu (paham) bahwa Agama (Islam) ini memang bukan sesuatu yang harus diseminarkan, didiskusikan, melainkan untuk dipahami dan diamalkan. Sikap para
sahabat ketika itu : Sami’na wa atho’na (Kami mendengar,
kami taat).
Waqaf itu
ternyata dampaknya dahsyat sekali, bila dikelola dengan benar. Maka pembangunan
ekonomi umat adalah melalui Waqaf. Waqaf yang sekarang hendaknya Waqaf
yang produktif, yaitu dengan Waqaf itu dikelola untuk menjalankan perekonomian
umat.
Benarkah ketika
itu semua sahabat mewaqafkan sebagian hartanya ?
Ternyata dalam Kitab Al Mughni, yang ditulis oleh Imam
Ibnu Qudamah, halaman 185 tertulis : Tidak ada satupun yang tersisa
dari sahabat-sahabat Rasulullah shollllahu ‘alaihi wasallam, yang mereka punya
kemampuan, kecuali mereka ber-Waqaf dengan harta mereka.
Artinya, tidak
seorangpun sahabat Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam yang tidak ber-Waqaf.
Semuanya ber-Waqaf. Padahal harta mereka tidaklah banyak.
Bagaimana dengan
kita umat Islam saat ini ? Bukankah
banyak saudara-saudara kita umat Islam yang mempunyai banyak harta ? Sudahkah
mereka itu ber-Waqaf ?
Sementara mereka
punya mobil sampai dua, tiga bahkan lima sampai sepuluh mobil. Punya sejumlah rumah dan tanah, sudahkah
mereka ber-Waqaf ?
Maka Waqaf perlu
disosialisasi-kan, dipromosikan, karena dengan Waqaf akan bisa mengubah
struktur ekonomi kita (Negara Indonesia). Bayangkan, bila Waqaf dikelola secara
Macro Nasional, insya Allah Negara kita akan menjadi Negara yang makmur dan
berjaya ekonominya. Hari ini data dari Biro
Pusat Statistik menunjukkan : 30% dari warga Negara Indonesia adalah Ekonomi menengah keatas. Artinya
mempunyai kemampuan secara financial. Sementara yang 70% tidak punya kemampuan
financial.
Bila dikalikan
dengan jumlah penduduk Indonesia yang
beragama Islam, katakanlah 200 juta saat ini, (30% X 200 juta = sekitar 60
juta orang) dengan status Ekonomi
Menengah keatas. Bila setiap keluarga ada 5 orang maka maka ada 12 juta
kepala keluarga dengan status Ekonomi Menengah ke atas.
Bila kita minta
(ditarik) dari setiap kepala keluarga Rp 1 juta pertahun, untuk Tabungan Waqaf,
(berarti satu bulan hanya Rp 80.ribu), untuk ditabung sebagai Tabungan Waqaf, maka akan terkumpul Rp
12 trilyun), maka kita akan bisa membangun jalan Tol antara Jawa-Barat dan
Jawa-Tengah, tanpa harus minta pinjaman dari luar negeri. Dan Jalan Tol itu tidak bisa dijual ke pihak
Asing, atau ke pihak swasta, karena
jalan Tol itu dibangun dengan Dana Waqaf.
Selanjutnya
tahun-tahun depan kita (Indonesia) bisa membangun Dermaga atau Bandara yang
baru, tidak usah mencari pinjaman ke pihak luar-negari. Bayangkan kita bisa membangun proyek-proyek
besar dari Dana Waqaf Umat Islam. Hanya
dari Rp 80 ribu sebulan setiap kepala keluarga.
Setiap tahun akan
punya akumulasi pembangunan. Tahun ini punya jalan Tol, tahun depan punya
Bandara baru, tahun depan punya Dermaga (pelabuhan) baru, semua itu dari Harta Waqaf, milik umat. Bila hasil semuanya itu dikembalikan kepada
umat, maka pembangunan negara Indonesia tidak dibiayai oleh Hutang Luar Negeri sebagaimana
yang terjadi selama ini. Dengan catatan kalau semua orang yang statusnya
Menengah Keatas ber-Waqaf.
Bila Kitab Al Mughni yang ditulis oleh Imam Ibnu Qudamah tersebut di atas
dijadikan Dalil (acuan), insya Allah
bisa terlaksana, dan hasil sarana dan prasarana untuk kepentingan umat (rakyat)
tidak bisa diperjual-belikan, karena Harta Waqaf tidak bisa diperjual-belikan. Selamanya
akan menjadi asset ekonomi umat.
Bayangkan bila
pengelolaan Waqaf umat itu dikelola pada tataran Makro (Negara), dikelola oleh
Lembaga yang professional, account-nya oleh Bank Indonesia, maka akan merupakan
ekonomi umat yang dahsyat.
Itulah pesan
AlQur’an, bagaimana bila Waqaf dikelola oleh Negara, akan menjadi faktor utama
pembangunan ekonomi Negara. Kita harus
bisa meninggalkan Hutang Luar negari. Karena hutang itu sesungguhnya berbahaya.
Kita (Indonesia) tidak akan menjadi Negara yang mandiri, selama masih punya
hutang Luar Negeri. Dalam Hadits sudah dicontohkan sebuah doa dari Rasulullah
saw : Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari dililit oleh hutang.
Dalam Hadits,
diriwayatkan ketika Abdurrahman bin Auf,
seorang sahabat yang kaya raya dari berdagang, ditanya : Apakah rahasia engkau
dalam berdagang ? Abdurrahman bin Auf menjawab : “Pertama, aku tidak pernah menolak keuntungan yang
sedikit dari penjualan barang.. Kedua,
aku tidak pernah menyimpan barang terlau lama, segera aku jual meskipun
untungnya sedikit. Ketiga, aku tidak
pernah berniaga (berbisnis) dengan cara hutang-piutang”.
Dalam Hadits lain,
ketika Muhammad belum menjadi
Nabi/Rasul, beliau sering membawa dagangan milik Khadijah, pedagang kaya di
Mekah, berpuluh unta dengan barang dagangan ke negeri Syam (sekarang Syiria), kembalinya
membawa uang banyak, dengan kafilah
berpuluh unta bersama-sama dengan anggota kafilah lainnya, ketika itu aman-aman
saja tidak pernah dirampok (dibegal) oleh Penjahat.
Beliau
bersama-sama kafilah lainnya, membawa uang dan barang dagangan lainnya, tetapi
tidak pernah dirampok (dibegal) oleh perampok, Mereka aman-aman saja, karena dilindungi oleh Allah subhanahu wata’ala sebagiamana dalam AlQur’an Surat Quraisy :
1لِإِيلَـٰفِ قُرَيۡشٍ (١) إِیلَـٰفِهِمۡ رِحۡلَةَ
ٱلشِّتَآءِ وَٱلصَّيۡفِ (٢) فَلۡيَعۡبُدُواْ رَبَّ هَـٰذَا ٱلۡبَيۡتِ (٣)
ٱلَّذِىٓ أَطۡعَمَهُم مِّن جُوعٍ۬ وَءَامَنَهُم مِّنۡ خَوۡفِۭ (٤)
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
2.(Yaitu)
kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas*)
3.
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).
4.
yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan.
*] Orang
Quraisy (termasuk Muhammad saw) biasa mengadakan perjalanan terutama untuk
berdagang ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman pada musim
dingin. dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan keamanan dari
penguasa-penguasa dari negeri-negeri yang dilaluinya. ini adalah suatu nikmat
yang amat besar dari Tuhan mereka. oleh karena itu sewajarnya-lah mereka
menyembah Allah yang telah memberikan nikmat itu kepada mereka.
Tanya-Jawab.
Pertanyaan:
1.
Apa bedanya Waqaf dengan Hibah ?
2.
Bagaimana dengan Waqaf sebuah rumah
gedung, yang berupa warisan orang tua, ketika itu orangtua me-Waqafkan rumah gedung
kepada sebuah Yayasan, tetapi pada waktu-waktu berikutnya, ketika si pe-Waqaf
sudah meninggal ternyata rumah gedung itu terkena pelebaran jalan raya, dan
oleh pihak Pemerintah rumah-Waqaf itu diganti dengan uang seharga rumah itu.
Jawaban:
Menjawab
pertanayaan no.2 terlebih dulu :
Untuk ber-Waqaf,
seseorang harus berhati-hati, harus dengan surat resmi (pernyataan dalam Surat
Resmi, lewat Notaris atau pihak Pengadilan) dst. Karena biasanya tanah atau
rumah sudah di-Waqafkan tetapi
diperebutkn oleh ahli waris dari orang yang mewaqafkan, dan sudah meninggal.
Demikian itu sering tejadi di mana-mana.
Karena oleh si
Pe-Waqaf, ketika me-Waqafkan tidak segera dibuatkan Surat Keterangan
(Sertifikat) atas tanah/rumah gedung yang dimaksud. Untuk saat ini oleh pihak
BPN (Badan Pertanahan Negara) sudah disedikan Sertifikat bagi siapa yang ingin
me-Waqafkan tanah/rumah kepada masyarakat.
Agar tidak terjadi sengketa atas tanah/gedung yang sudah di-Waqafkan. Untuk
lebih jelasnya, anda bisa datang di kantor BPN, menemui Biro Hukum-nya untuk
bisa mendapatkan penjelasan lebih lanjut.
Pertanyaan no.1
tentang bedanya Waqaf dan Hibah :
Hibah
artinya pemberian, hadiah, berupa barang, rumah atau tanah kepada orang lain,
yayasan atau badan hukum lainnya, sifatnya hadiah/pemberian.
Bila hibah itu
berbentuk bangunan rumah/gedung, maka hendaknya segera dibuatkan Sertifikatnya atau surat keterngan lain dengan pihak
Notaris.
Waqaf
adalah
penyerahan Hak tas harta berupa rumah/gedung, atau tanah kepada umat, atau
Yayasan, atau masyarakat/Pemerintah. bukan kepada pribadi /perorangan. Harta Waqaf adalah sumber-dana yang
abadi. Maka pengumpul (pengelola) Waqaf
harus ber-Badan Hukum, bukan orang-per-orang.
Pertanyaan:
Sebagaimana
diterangkan di atas, bila pengelolaan Dana Waqaf dilakukan dengan baik, maka
akan bisa membiayai program-program Pemerintah. Apakah ada upaya-upaya dari para
Ulama atau pihak Majlis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendorong Pemerintah
meng-efektifkan Waqaf di Indonesia ? Misalnya dibuat suatu Peraturan Pemerintah
atau Undang-undng sehingga nantinya negeri ini bisa membangun dan bisa segera mengentaskan
kemiskinan.
Jawaban
:
Bisa. Kita usulkan
dan mendorong kepada MUI dan DPR untuk menggalakkan dan dan Undang-Undang
tentang mengelola Waqaf di Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Waqaf sudah
ada ada yaitu PP No.218 Tahun 1977.
Sekian bahasan
mudah-mudahan bisa dilanjutkan pada pertemuan yang akan datang. Semoga
bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA
WABIHAMDIKA, ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA,
ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
_________
No comments:
Post a Comment