Memanfaatkan Waktu Sebaik-baiknya
Ustad Ahmad Susilo, Lc
Jum’at,
16 Shafar 1435 H – 20 Desember 2023
Assalamu’alaikum
wr.wb.,
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Thema bahasan kali ini adalah
Memanfaatkan Sisa Waktu dengan sebaik-baiknya.
Tidak ada manusia yang tahu kapan Waku-nya
akan habis di dunia. Kapan seseorang akan mati, kapan seseorang nyawanya akan
diambil oleh Yang Memiliki nyawa kita, yaitu Allah subhanahu wata’ala. Yang suatu ketika Allah berkehendak, nyawa
kita akan diambil-Nya. Karena diri kita berada dalam genggaman-Nya.
Maka orang yang sungguh-sungguh
mempersiapkan diri sebaik-baiknya di dunia, tidak akan disia-siakan
amal-ibadahnya oleh Allah subhanahu
wata’ala. Tetapi orang-orang yang
melalaikan dirinya di dunia jangan harap ia akan memetik hasilnya kelak di Hari
Kiamat. Kecuali ia hanya akan mendapatkan kerugian. Siapa mereka ? Ialah
orang-orang yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, mereka adalah
orang-orang yang hanya sibuk dengan dunia, lalu mereka melupakan Akhirat.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Huud ayat 15 – 16 :
15. Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan
perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di
dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
16.
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh
di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah
mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.
Itulah orang-orang yang menyia-nyiakan
waktu ketika di dunia.
Seandainya anda mendapatkan rezki dari
arah yang tidak pernah anda duga-duga, dan dengan cara yang tidak pernah anda
duga, anda mendapatkan uang satu milyar tentu anda akan senang sekali. Tetapi pikiran setiap orang yang mendapatkan
uang sebesar itu tentu akan berpendapat berbeda-beda. Tergantung seberapa tingkat ke-imanannya.
Tetapi sekiranya ia orang Islam, walaupun
tingkat imannya rendah, apalagi yang imannya tinggi, seandainya setelah
menerima uang sebesar itu lalu diberitahukan oleh Malaikat secara langsung : “Wahai manusia yang telah mendapatkan rezki
yang sebesar itu dan itu halal, gunakan sebaik-baiknya uang itu untukmu dan
waktu hidupmu tinggal satu bulan lagi”,
tentu ia gunakan uang itu untuk beramal-sholeh dengan sebaik-baiknya,
menyumbang pendirian masjid, menyantuni anak yatim, menyumbang pesantren, untuk
umroh, untuk shodakoh kepada orang dhu’afa, dst.
Tidak terfikir baginya untuk jalan-jalan
ke luar negeri, merenovasi rumah, beli mobil mewah dst. tentu tidak. Kalau ia tahu bahwa umurnya tinggal satu
bulan lagi, tentu ia akan memprogram satu bulan itu hanya untuk ibadah, ibadah
dan ibadah. Ia akan berfikir bagaimana waktu yang hanya tinggal satu bulan itu
dimanfaatkan “bercocok-tanam” untuk meraih Akhirat, tidak berfikir untuk
kesenangan dunia. Kalaupun untuk kesenangan dunia hanya sedikit, sekedar
kebutuhan makan dan minum.
Tetapi seandainya dari Malaikat
diberitahukan kepada orang tersebut
(yang mendapatkan rezki satu milyar) bahwa waktu akan meninggal masih ada 20
tahun lagi, agar uang satu milyar itu dimanfaatkan sebaik-baikjnya, maka yang
akan terjadi adalah : Seluruh program
yang tersebut diatas hapus, paling yang untuk menyumbang masjid yang tadinya
200 juta diubah menjadi 200 ribu. Yang
untuk pesantren, kaum dhu’afa, dst. langsung sirna dihapus, langsung diganti
dengan membeli mobil baru, renovasi rumah, plesir keluar negeri dst. Karena ia tahu bahwa umurnya masih ada 20
tahun lagi.
Pertanyaannya, apakah ada yang tahu di
antara kita sampai kapan umur kita di dunia ini ?
Tidak ada yang tahu, tetapi yakinkah anda bahwa umur anda masih
ada sampai esok hari ?
Kalau ada yang menjawab bahwa yakin masih
ada umur kita sampai esok hari, maka orang itu hanya berdusta belaka. Ia seorang pendusta. Karena manusia tidak ada
yang tahu sampai kapan ia masih akan hidup dan di mana ia akan mati.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam
AlQur’an Surat Az Zumar ayat 42 :
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang)
jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang)
yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai
waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang
berfikir.
Berdasarkan ayat tersebut, orang yang sedang tidur adalah mati.
Karena nyawanya dalam genggaman Allah subhanahu
wata’ala. Kalau orang itu ditakdirkan mati, maka nyawanya tidak dikembalikan
kepada jasadnya. Tetapi akan dilepaskan
(dikembalikan) lagi kepada jasad manusia itu ketika ia belum ditakdirkan mati
oleh Allah subhanahu wata’ala. lalu
ia bangun dari tidurnya. Sampai suatu
saat yang Allah tentukan.
Yakinkah manusia bahwa ketika ia hendak
tidur masih akan bisa bangun lagi ? Kalau ada yang yakin bahwa masih bisa
bangun lagi, maka orang ini termasuk
orang yang tidak beriman.
Maka Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada kita kaum muslimin
ketika kita hendak tidur hendaknya membaca do’a : Bismika Allahumma ahya wa bismika
amut (Dengan menyebut nama-Mu ya Allah aku hendak hidup dan dengan menyebut
nama-Mu ya Allah aku hendak mati).
Jadi sesungguhnya orang tidur itu hendak
mati, karena nyawanya digenggam oleh Allah subhanahu
wata’ala dan di tahan ketika ia tidur. Kalau Allah menghendaki orang itu
mati maka nyawanya tidak dikembalikan, tetapi kalau Allah menghendak ia belum
mati maka nyawanya dikembalikan lagi kepada jasadnya. Maka ketika orang itu
bangun tidur, berarti masih hidup, lalu
yang dibaca adalah : Alhamdulilahilladzi ahyana ba’da ma amatana
wa ilahinnusyur. (Segala puji bag-Mu ya Allah yang telah
menghidupkan aku kembali sesudah aku mati dan aku akan kembali kepada-Mu). Itulah umat Islam yang mengikuti contoh
Rasulullah sholallahu ‘alkaihi wasallam. Dan
itu benar sesuai dengan ayat AlQur’an.
Apakah setiap kita ketika hendak tidur
mwembaca do’a ? Sering lupa, padahal belum tentu kita akan kembali hidup. Itu
menandakan bahwa waktu hidup kita itu sampai kapan tidak ada yang tahu. Maka gunakan
waktu sebaik-baiknya karena Allah subhanahu
wata’ala telah menetapkan kematian di antara kita.
Di ujung ayat tersebut Allah subhanahu wata’ala berfirman : Sungguh yang demikian itu merupakan
tanda-tanda kekuasaan (kebesaran) Allah
bagi manusia yang berfikir.
Maka berfikirlah, bahwa kita tidak tahu
hidup tidak akan tahu sampai kapan.
Bahwa waktu hidup dan mati kita sudah
ditentukan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Masing-masing orang memiliki waktu yang berbeda-beda. Lihat Surat
Al Ghofir (Al Mu’min) ayat 67 :
Dia-lah
yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari
segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian
(kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian
(dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan
sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang
ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).
Bahwa Allah subhanahu wata’ala telah menetapkan waktu (usia) kita tidak bisa
bertambah dan tidak bisa berkurang. Sudah tetap.
Dalam ayat disebutkan : Diantara kamu ada yang diwafatkan (dimatikan)
–
Maknanya,
adalah proses-proses yang dilalui seseorang bisa mati sebelum proses
itu. Ada yang mati sebelum menjadi
janin, yaitu masih berupa sperma belum bertemu dengan sel telur, ada yang mati
setelah sel telur baru bertemu sel telur, ada yang mati baru berupa segumpal
darah, ada yang mati ketika sudah berbentuk segumpal daging, ada yang mati
ketika sudah berbentuk bayi sempurna tetapi masih dalam kandungan ibunya, ada
yang mati baru lahir beberapa saat, ada yang mati beberapa hari, bulan, tahun,
dan ada yang mati sampai menjadi manusia dewasa dan ada yang mati sampai usia
lanjut (tua), bahkan ada yang sampai tua-renta.
Maka marilah kita berfikir, kapan waktu
kontrak kita habis di dunia. Mari kita
manfaatkan sebaik-baiknya waktu yang tersisa (waktu sisa hidup) ini jangan disia-siakan.
Pesan Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wasallam dalam sebuah Hadits shahih
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sahabat bernama Abdullah bin Umar ia
berkata : Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wasallam suatu ketika memegang kedua
bahu saya, kemudian beliau bersabda : “Wahai anak muda, jadilah kamu hidup di
dunia ini seperti orang asing atau seperti orang musafir (dalam
perjalanan) yang singgah sementara
(mampir) di dunia. Apabila telah masuk waktu sore, jangan kamu tunda sampai
datang waktu subuh. Dan apabila telah datang waktu masuk pagi, jangan tunggu
sampai datang waktu ashar”.
Maksudnya kita hidup di dunia ini hanya
sebentar. Gunakan waktu yang sebentar
ini sebaik-baiknya untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala. Jangan
lagi menunda-nunda ibadah dan beramal. Manfaatkan waktu ini sebaik-baiknya. Kita
tidak tahu kapan kita akan mati.
Sementara manusia bila untuk urusan dunia,
tidak mau ketinggalan. Apalagi urusan bisnis, atau urusan dunia yang lainnya,
pagi-pagi ia sudah berangkat, khawatir tertinggal dengan urusan bisnisnya, atau
tertinggal pesawat, dst. Untuk urusan
dunia tidak mau ketinggalan. Tetapi
ketika diperintah Allah subhanahu
wata’ala untuk meraih surga (terdengar Adzan), manusia akan menunda-nunda waktu
sholatnya. Dengan alasan sibuk
pekerjaan, atau sedang enak-enaknya tidur, dst.
Maka jangan sekali-kali menunda-nuda waktu
ibadah. Termasuk bila orang disuruh bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala, lalu melakukan ibadah, ia akan menjawab nanti
saja kalau sudah tua ia akan bertaubat dan beribadah. Jangan begitu. Bertaubatlah dan beribadah sekarang. Manfaatkan
waktu sebaik-baiknya sekarang juga, tidak ada waktu lagi karena kita tidak tahu
kapan kita akan mati. Mungkin sebentar lagi.
Dalam akhir Hadits tersebut Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ambillah wahai anak muda, kesempatan sehatmu
untuk bekal dikala sakitmu. Dan ambillah waktu hidupmu ini sebaik-baiknya untuk
bekal nanti waktu matimu. Yang sesudah mati kamu akan dibangkitkan lagi di
Yaumil Qiyamah dan kamu akan dimintai pertanggungjawaban. Suksesnya manusia tergantung bekal yang
dilakukan ketika di dunia”.
Maka bekal yang harus kita bawa ke Akhirat
adalah Amal-sholeh. Kadang Allah subhanahu
wata’ala menambah dengan kata Iman dan Amal-soleh.
Lihat Surat
Al ‘Ashr :
1. Demi
masa.
2.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.
Dalam Surat di atas disebutkan : Iman
dan Amal-sholeh, dua-duanya
harus dikerjakan. Iman tidak sempurna
bila tidak dibuktikan dengan amal sholeh. Dan amal-sholeh tidak akan dinilai
kalau tidak diserta dengan Iman.
Lihat Surat
16 ayat 78 :
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Artinya, bahwa Iman harus dibuktikan dengan amal-soleh. Dan amal-soleh akan dinilai kalau yang
beramal-soleh dalam keadaan beriman.
Artinya, orang yang tidak memiliki Iman (tidak beriman) walaupun
amal-solehnya sebesar gunung, maka amalnya itu tidak ada nilainya. Sebaliknya
orang yang menyatakan dirinya beriman tetapi tidak ada amal-solehnya, maka
Imannya itu tidak ada nilainya. Keduanya harus sejajar.
Jaminan Allah sebagaimana disebutkan dalam
ayat tersebut : Maka sungguh Allah akan
memberikan yang baik dan Allah akan memberikan pahala berupa balasan yang lebih
baik daripada apa yang mereka kerjakan.
Maka bila kita memanfaatkan waktu hidup yang
tersisa ini dengan sebaik-baiknya, tidak ditunda-tunda, insya Allah seluruh
amal-soleh yang kita lakukan dengan keimanan, akan dibalas oleh Allah dengan
sempurna. Akan diberi kehidupan yang baik, di dunia maupun di Akhirat. Itu
jaminan Allah subhanahu wata’ala.
Kehidupan yang baik selain di dunia adalah kehidupan yang jauh lebih baik yaitu kehidupan di Akhirat, yaitu Surga.
Seperti disebutkan dalam Surat Adh Dhuha ayat 4 : Negeri Akhir (Akhirat)lebih baik daripada dunia.
Lihat Surat
Al Ghofir (Al Mu’min) ayat 40 Allah subhanahu wata’ala
berfirman :
Barangsiapa
mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan
kejahatan itu. dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun
perempuan sedang ia dalam keadaan
beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya
tanpa hisab (tanpa batas).
Sementara kebanyakan manusia labih
menginginkan rezki di dunia, buktinya kalau ada panggilan untuk urusan rezki
dunia lebih gesit ia berangkat (segera berangkat) dibandingkan memenuhi
panggilan untuk sholat. Untuk memenuhi panggilan sholat agak malas-malasan,
bahkan ditunda-tunda. Silakan mengejar
dunia, ada waktunya, tetapi bersegera pula untuk melaksanakan ibadah (sholat)
di awal waktu. Bahkan ada do’a yang
diperintahkan melalui Rasul-Nya (Surat
Al Baqarah 201):
Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka..
Itulah do’a yang terbaik. Hanya manusia kadang berlaku dzolim, yaitu minta bahagia di dunia dan
minta bahagia di Akhirat tetapi yang dikejar selalu dunia, dunia dan dunia. Akhirat-nya ditinggal. Bagaimana
mungkin Allah akan memberikan Akhirat-Nya. Mereka menyia-nyiakan waktunya di
dunia hanya untuk kesenangan yang sementara. Dunia ini hanya sebentar, tidak
terasa sepertinya kemarin merayakan tahun baru 2013 tahu-tahu sekarang sudah
tahun 2014. Alangkah singkatnya dunia ini.
Sering kita menyatakan demikian itu.
Maka ketika kelak di Akhirat, yaitu ketika
manusia dibangkitkan di Hari Kiamat
manusia akan mengatakan : “Tidak terasa kita hidup di dunia, menyesal sekali
saya tidak memperbaiki diri ketika di dunia”.
Berapa lama manusia hidup di dunia ? Diatas Rasulullah sholallahu’alihi wasallam menggambarkan hidup di dunia ini ibarat
orang sedang dalam perjalanan, lalu istirahat, lalu berjalan lagi. Selama
istirahat itulah waktu hidup di dunia.
Allah subhanahu
wata’ala berfirman dalam Surat An
Nazi’at ayat 46 :
Pada
hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak
tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.
Ketika dibangkitkan di Hari Kiamat
manusia lalu merasa bahwa hidup di dunia hanya sebentar saja, seperti waktu
sore hari atau ketika pagi hari. Kita tahu bahwa saat sore hari atau pagi hari hanya
sekitar satu atau dua jam saja. Dan hidup manusia di dunia tidak sama, berbeda-beda,
ada yang hanya satu jam di dunia (lahir kemudian mati) tetapi ada yang sampai
90 tahun. Semua itu adalah kehendak
Allah subhanahu wata’ala, bukan
pilihan kita. Umur manusia adalah
terserah Allah subhanahu wata’ala.
Lihat Surat Yunus ayat 45 Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah
mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak
pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka
saling berkenalan. Sesungguhnya
rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka
tidak mendapat petunjuk
Maksudnya, bahwa hidup manusia itu hanya
seperti sesaat berkenalan dengan temannya, sesaat di siang hari atau sore
hari, hanya sebentar. Lihat Surat
As Sajdah ayat 5 :
5.
Dia(Allah) mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu.
Artinya, bahwa satu hari di sisi Allah
sama dengan seribu tahun menurut kita manusia. Kalau dihubungkan dengan ayat 45
Surat Yunus di atas, kenapa Allah menyatakan bahwa manusia hidup di dunia hanya
sesaat di siang hari. Di sinilah jawabannya, bahwa menurut perhitungan manusia
seribu tahun tetapi menurut Allah hanya satu hari. Kalau sehari ada dua belas
jam (dan semalam dua belas jam).
Bahwa malaikat diperintah Allah untuk
mengurusi dunia ada dua waktu yaitu waktu
siang dan waktu malam. Malaikat
yang bertugas siang hari mulai Subuh sampai Ashar dan malaikat yang bertugas
malam hari adalah mulai Ashar sampai Subuh. Artinya sehari adalah duabelas jam.
Sedangkan menurut Allah sehari adalah seribu tahun menurut kita. Maka kalau ada manusia di dunia yang
hidupnya bisa mencapai 100 tahun, menurut Allah itu baru 1 jam 40 menit. Maka
kita sering mengatakan bahwa waktu puluhan tahun lalu kita merasa baru kemarin.
Apakah waktu yang demikian singkat akan
kita sia-siakan ? Atau akan disibukkan
dengan dunia saja ? Sementara itu
banyak manusia di dunia yang melalaikan Akhirat dan menyibukkan dunia. Maka
manusia yang demikian itu merugi. Maka Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam “menjual” hidup yang sesaat ini dengan
hidup yang abadi di Akhirat kelak. Sedangkan kebanyakan manusia di zaman
sekarang “menjual” hidup yang abadi di
Akhirat dengan dunia yang hanya sesaat.
Itulah manusia yang tidak memanfaatkan sisa
waktu. Maka di ujung ayat 45 Surat Yunus di atas dikatakan : Sesungguhnya rugilah orang-orang yang
mendustakan perjumpaan dengan Allah, dan mereka tidak mendapatkan petunjuk
(Hidayah).
Maksudnya, orang-orang itu melalaikan
kehidupan Akhirat, tidak mau bercocok-tanam di dunia untuk dipetik kelak di
Akhirat. Itulah orang-orang yang merugi, menukar hidup yang sesaat (di dunia) dengan
hidup yang abadi (di Akhirat).
Karena itulah kita meraih Surga harus
dengan usaha yang lebih giat lagi dibandingkan usaha untuk meraih dunia. Lihat Surat Al Isra’ ayat 18 – 19 :
18. Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi),
maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang
yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan
memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.
19.
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu
dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah
orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang
tidak membekali dirinya ketika di dunia, hanya menginginkan dunia saja, maka
Allah menyegerakan bagi mereka dunia
yang mereka kehendaki itu, siapa saja yang Allah kehendaki. Dan disediakan
mereka neraka Jahannam di Akhirat.
Kita sering terlena dengan dakwah dari
para da’i yang membicarakan yang nikmat-nikmat saja. Padahal seharusnya kita juga mendengarkan
peringatan yang menakutkan, seperti neraka Jahanam dst. agar seimbang. Karena dalam AlQur’an ada kabar gembira dan
ada kabar yang merupakan peringatan bagi
manusia (yang menakutkan).
Artinya siapa yang ingin mendapat kabar
gembira harus mau mendapat peringatan untuk kembali kepada Allah subhanahu
wata’ala. Maka Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam berpesan
kepada kita untuk menjadi orang yang
kuat di dunia, untuk meraih
Akhiratnya jauh lebih baik daripada orang yang lemah. Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dari Abu Hurairah rodhiyallahu
‘anhu Rasulullah sholallahu ‘alihi
wasallam bersabda : “Mu’min yang kuat
itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mu’min yang lemah”.
Yang dimaksud kuat bukan hanya kuat hartanya, melainkan juga kuat imannya. Kalau kuat harta disebut ghoni (kaya). Padahal yang disebutkan dalam Hadits tersebut
bukan Ghoni melainkan Qowi (kuat). Maka bila ada seorang ulama yang mengatakan :
“Seorang mu’min yang kaya lebih baik
daripada yanag miskin” maka tidak
ada Hadits yang mengatakan demikian itu. Meskipun kaya-raya tetapi ibadahnya tidak
baik, hartanya banyak untuk sodakhoh tetapi karena Riya, maka itu sia-sia. Iman tidak dengan tampilan, melainkan dalam
hati.
Maka dalam Hadits tersebut yang disebutkan adalah Al mu’minul qowwi (seorang yang kuat
imannya), kuat amalnya, ilmunya dan kuat ibadahnya, kuat hartanya, itu lebih
baik daripada mu’min yang lemah. Dan
Hadits tersebut menyebutkan bahwa : “Tiap-tiap
mu’min mempunyai kebaikan”. Allah subhanahu
wata’ala tidak melihat siapa yang paling kuat diantara mereka, tetapi orang
yang paling beriman.
Maka pesan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam :
Berkeinginan yang sangat kuatlah
kamu, bersungguh-sungguh-lah kamu, berusaha yang sungguh-sungguh untuk meraih
sesuatu yang bermanfaat kepada kamu.
Maksudnya, kita harus beribadah dengan
sungguh-sungguh apabila ada pahalanya dari Allah subhanahu wata’ala. Maka orang yang tidak menyia-nyiakan waktu di
dunia adalah orang yang selalu membiasakan
diri dalam kebenaran, bukan membenarkan
kebiasaan yang turun-temurun yang belum tentu ada dalilnya.
Jangan kita berbuat sesuatu bila tidak ada
pahala dari Allah subhanahau wata’ala.
Harus kita minta kepada Allah, bukan berarti amal dan ibadah kita lakukan agar
mendapat pahala. Ingin mendapat ridho Allah tetapi kita harus melaksanakan
sesuatu itu karena ada ketetapan dari
Allah subhanahu wata’ala. Dan
minta tolonglah kepada Allah subhanahu
wata’ala.
Dan apabila mendapat musibah atau sesuatu
yang tidak mengenakkan, jangan lalu mengatakan : Kalau tadi tidak melakukan itu, tentu tidak akan begini. Karena
kata-kata “kalau, jika, seandainya”,
dst adalah membuka pintu amalan syaithan.
Demikian disabdakan Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam. Karena yang demikian adalah penyesalan yang tidak ada
gunanya.
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah rodhiyallahu
‘anhu, Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “Sebagian dari
tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak ada
manafaatnya”.
Maka kalau omongan yang tidak ada manfaatnya, tinggalkanlah. Perbuatan yang
tidak ada manfaatnya, tidak ada gunanya, tinggalkanlah. Padahal Allah telah
memberikan potensi kepada kita, siapa yang memanfaatkan potensi sebaik-baiknya,
semoga Allah akan membalas dengan balasan yang berlipat-ganda. Wallahu
a’lam.
Tanya-Jawab.
Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya bagi seseorang yang
tidak bersedia menemui tamunya karena ia sedang sakit. ?
Jawaban:
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam berabda : “Barangsiapa
yang beriman kepada Allah, hendaklah ia menghormati tamunya”. Artinya,
bahwa menghormati tamu adalah Fardhu ‘Ain.
Tetapi apabila seseorang sedang sakit,
katakanlah kepada tamunya melalui orang lain bahwa ia sedang sakit dan sedang
istirahat. mohon maaf tidak bisa menemuinya. Apabila ingin menemuinya nanti
kalau ia sudah bangun dari tidurnya. Demikian tidaklah menjadi dosa.
Artinya kita wajib menghormati tamu, kalau
kita menerima tamu. Tetapi bila ingin menolak,. maka tolaklah dengan cara yang
baik dan halus.
Dalam bertamu-pun ada akhlak bertamu. Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam bersabda : “Apabila
kamu bertamu ke rumah tetanggamu, hendaklah mengucapkan salam
Assalamu’alaikum. Bila sudah mengucapkan
salam tiga kali tetapi tidak ada jawaban dari yang empunya rumah, maka
pulanglah. Jangan diteruskan”. \
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
No comments:
Post a Comment