Translate

Thursday, January 2, 2014

Memanfaatkan Waktu Sebaik-baiknya, oleh : Ustad Ahmad Susilo, Lc



 Memanfaatkan Waktu Sebaik-baiknya
 Ustad Ahmad Susilo,  Lc
Jum’at,  16 Shafar 1435 H – 20 Desember 2023


 Assalamu’alaikum wr.wb.,
 
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Thema bahasan kali ini adalah Memanfaatkan Sisa Waktu dengan sebaik-baiknya.  Tidak ada manusia yang tahu kapan Waku-nya akan habis di dunia. Kapan seseorang akan mati, kapan seseorang nyawanya akan diambil oleh Yang Memiliki nyawa kita, yaitu Allah subhanahu wata’ala.  Yang suatu ketika Allah berkehendak, nyawa kita akan diambil-Nya. Karena diri kita berada dalam genggaman-Nya.

Maka orang yang sungguh-sungguh mempersiapkan diri sebaik-baiknya di dunia, tidak akan disia-siakan amal-ibadahnya oleh Allah subhanahu wata’ala.  Tetapi orang-orang yang melalaikan dirinya di dunia jangan harap ia akan memetik hasilnya kelak di Hari Kiamat. Kecuali ia hanya akan mendapatkan kerugian. Siapa mereka ? Ialah orang-orang yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, mereka adalah orang-orang yang hanya sibuk dengan dunia, lalu mereka melupakan Akhirat.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Huud ayat 15 – 16 : 

15. Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
16. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.

Itulah orang-orang yang menyia-nyiakan waktu ketika di dunia.

Seandainya anda mendapatkan rezki dari arah yang tidak pernah anda duga-duga, dan dengan cara yang tidak pernah anda duga, anda mendapatkan uang satu milyar tentu anda akan senang sekali.   Tetapi pikiran setiap orang yang mendapatkan uang sebesar itu tentu akan berpendapat berbeda-beda.  Tergantung seberapa tingkat ke-imanannya.

Tetapi sekiranya ia orang Islam, walaupun tingkat imannya rendah, apalagi yang imannya tinggi, seandainya setelah menerima uang sebesar itu lalu diberitahukan oleh Malaikat secara langsung : “Wahai manusia yang telah mendapatkan rezki yang sebesar itu dan itu halal, gunakan sebaik-baiknya uang itu untukmu dan waktu hidupmu tinggal satu bulan lagi”,    tentu ia gunakan uang itu untuk beramal-sholeh dengan sebaik-baiknya, menyumbang pendirian masjid, menyantuni anak yatim, menyumbang pesantren, untuk umroh, untuk shodakoh  kepada orang dhu’afa, dst.

Tidak terfikir baginya untuk jalan-jalan ke luar negeri, merenovasi rumah, beli mobil mewah dst. tentu tidak.  Kalau ia tahu bahwa umurnya tinggal satu bulan lagi, tentu ia akan memprogram satu bulan itu hanya untuk ibadah, ibadah dan ibadah. Ia akan berfikir bagaimana waktu yang hanya tinggal satu bulan itu dimanfaatkan “bercocok-tanam” untuk meraih Akhirat, tidak berfikir untuk kesenangan dunia. Kalaupun untuk kesenangan dunia hanya sedikit, sekedar kebutuhan makan dan minum.

Tetapi seandainya dari Malaikat diberitahukan  kepada orang tersebut (yang mendapatkan rezki satu milyar) bahwa waktu akan meninggal masih ada 20 tahun lagi, agar uang satu milyar itu dimanfaatkan sebaik-baikjnya, maka yang akan  terjadi adalah : Seluruh program yang tersebut diatas hapus, paling yang untuk menyumbang masjid yang tadinya 200 juta diubah menjadi 200 ribu.  Yang untuk pesantren, kaum dhu’afa, dst. langsung sirna dihapus, langsung diganti dengan membeli mobil baru, renovasi rumah, plesir keluar negeri dst.  Karena ia tahu bahwa umurnya masih ada 20 tahun lagi.

Pertanyaannya, apakah ada yang tahu di antara kita sampai kapan umur kita di dunia ini ?
Tidak ada yang tahu,  tetapi yakinkah anda bahwa umur anda masih ada sampai esok hari ?
Kalau ada yang menjawab bahwa yakin masih ada umur kita sampai esok hari, maka orang itu hanya berdusta belaka.  Ia seorang pendusta. Karena manusia tidak ada yang tahu sampai kapan ia masih akan hidup dan di mana ia akan mati.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam AlQur’an Surat Az Zumar ayat 42 :  

 Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.

Berdasarkan ayat tersebut, orang yang sedang tidur adalah mati. Karena nyawanya dalam genggaman Allah subhanahu wata’ala. Kalau orang itu ditakdirkan mati, maka nyawanya tidak dikembalikan kepada jasadnya.  Tetapi akan dilepaskan (dikembalikan) lagi kepada jasad manusia itu ketika ia belum ditakdirkan mati oleh Allah subhanahu wata’ala. lalu ia bangun dari tidurnya.  Sampai suatu saat yang Allah tentukan.

Yakinkah manusia bahwa ketika ia hendak tidur masih akan bisa bangun lagi ? Kalau ada yang yakin bahwa masih bisa bangun lagi, maka orang ini termasuk  orang yang tidak beriman.
Maka Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada kita kaum muslimin ketika kita hendak tidur hendaknya membaca do’a : Bismika Allahumma ahya wa bismika amut (Dengan menyebut nama-Mu ya Allah aku hendak hidup dan dengan menyebut nama-Mu ya Allah aku hendak mati). 

Jadi sesungguhnya orang tidur itu hendak mati, karena nyawanya digenggam oleh Allah subhanahu wata’ala dan di tahan ketika ia tidur. Kalau Allah menghendaki orang itu mati maka nyawanya tidak dikembalikan, tetapi kalau Allah menghendak ia belum mati maka nyawanya dikembalikan lagi kepada jasadnya. Maka ketika orang itu bangun  tidur, berarti masih hidup, lalu yang dibaca adalah : Alhamdulilahilladzi ahyana ba’da ma amatana wa ilahinnusyur.  (Segala puji bag-Mu ya Allah yang telah menghidupkan aku kembali sesudah aku mati dan aku akan kembali kepada-Mu).  Itulah umat Islam yang mengikuti contoh Rasulullah sholallahu ‘alkaihi wasallam. Dan itu benar sesuai dengan ayat AlQur’an.

Apakah setiap kita ketika hendak tidur mwembaca do’a ? Sering lupa, padahal belum tentu kita akan kembali hidup. Itu menandakan bahwa waktu hidup kita itu sampai kapan tidak ada yang tahu.  Maka gunakan waktu sebaik-baiknya karena Allah subhanahu wata’ala telah menetapkan kematian di antara kita.

Di ujung ayat tersebut Allah subhanahu wata’ala berfirman : Sungguh yang demikian itu merupakan tanda-tanda kekuasaan (kebesaran)  Allah bagi manusia yang berfikir.
Maka berfikirlah, bahwa kita tidak tahu hidup tidak akan tahu sampai kapan.

Bahwa waktu hidup dan mati kita sudah ditentukan oleh Allah subhanahu wata’ala. Masing-masing orang memiliki waktu yang berbeda-beda.  Lihat Surat Al Ghofir (Al Mu’min) ayat 67 :


Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).

Bahwa Allah subhanahu wata’ala telah menetapkan waktu (usia) kita tidak bisa bertambah dan tidak bisa berkurang. Sudah tetap.

Dalam ayat disebutkan : Diantara kamu ada yang diwafatkan (dimatikan) –
Maknanya,  adalah proses-proses yang dilalui seseorang bisa mati sebelum proses itu.  Ada yang mati sebelum menjadi janin, yaitu masih berupa sperma belum bertemu dengan sel telur, ada yang mati setelah sel telur baru bertemu sel telur, ada yang mati baru berupa segumpal darah, ada yang mati ketika sudah berbentuk segumpal daging, ada yang mati ketika sudah berbentuk bayi sempurna tetapi masih dalam kandungan ibunya, ada yang mati baru lahir beberapa saat, ada yang mati beberapa hari, bulan, tahun, dan ada yang mati sampai menjadi manusia dewasa dan ada yang mati sampai usia lanjut (tua), bahkan ada yang sampai tua-renta.

Maka marilah kita berfikir, kapan waktu kontrak kita habis di dunia.  Mari kita manfaatkan sebaik-baiknya waktu yang tersisa (waktu sisa hidup) ini jangan disia-siakan. Pesan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam   dalam sebuah Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sahabat bernama Abdullah bin Umar ia berkata : Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam  suatu ketika memegang kedua bahu saya, kemudian beliau bersabda : “Wahai anak muda, jadilah kamu hidup di dunia ini seperti orang asing atau seperti orang musafir (dalam perjalanan)  yang singgah sementara (mampir) di dunia. Apabila telah masuk waktu sore, jangan kamu tunda sampai datang waktu subuh. Dan apabila telah datang waktu masuk pagi, jangan tunggu sampai datang waktu ashar”.

Maksudnya kita hidup di dunia ini hanya sebentar.  Gunakan waktu yang sebentar ini sebaik-baiknya untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala.  Jangan lagi menunda-nunda ibadah dan beramal.  Manfaatkan waktu ini sebaik-baiknya. Kita tidak tahu kapan kita akan mati.

Sementara manusia bila untuk urusan dunia, tidak mau ketinggalan. Apalagi urusan bisnis, atau urusan dunia yang lainnya, pagi-pagi ia sudah berangkat, khawatir tertinggal dengan urusan bisnisnya, atau tertinggal pesawat, dst.  Untuk urusan dunia tidak mau ketinggalan.  Tetapi ketika diperintah Allah subhanahu wata’ala untuk meraih surga (terdengar Adzan),  manusia akan menunda-nunda waktu sholatnya.  Dengan alasan sibuk pekerjaan, atau sedang enak-enaknya tidur, dst. 

Maka jangan sekali-kali menunda-nuda waktu ibadah. Termasuk bila orang disuruh bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala, lalu melakukan ibadah, ia akan menjawab nanti saja kalau sudah tua ia akan bertaubat dan beribadah.  Jangan begitu.  Bertaubatlah dan beribadah sekarang. Manfaatkan waktu sebaik-baiknya sekarang juga, tidak ada waktu lagi karena kita tidak tahu kapan kita akan mati. Mungkin sebentar lagi.

Dalam akhir Hadits tersebut Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ambillah wahai anak muda, kesempatan sehatmu untuk bekal dikala sakitmu. Dan ambillah waktu hidupmu ini sebaik-baiknya untuk bekal nanti waktu matimu. Yang sesudah mati kamu akan dibangkitkan lagi di Yaumil Qiyamah dan kamu akan dimintai pertanggungjawaban.  Suksesnya manusia tergantung bekal yang dilakukan ketika di dunia”. 

Maka bekal yang harus kita bawa ke Akhirat adalah Amal-sholeh. Kadang Allah subhanahu wata’ala menambah dengan kata Iman dan Amal-soleh.

Lihat Surat Al ‘Ashr :
  
1. Demi masa.

2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,

3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Dalam Surat di atas disebutkan : Iman dan Amal-sholeh,  dua-duanya harus dikerjakan.  Iman tidak sempurna bila tidak dibuktikan dengan amal sholeh. Dan amal-sholeh tidak akan dinilai kalau tidak diserta dengan Iman.

Lihat Surat 16 ayat 78 :
 
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Artinya, bahwa Iman harus dibuktikan dengan amal-soleh.  Dan amal-soleh akan dinilai kalau yang beramal-soleh dalam keadaan beriman.  Artinya, orang yang tidak memiliki Iman (tidak beriman) walaupun amal-solehnya sebesar gunung, maka amalnya itu tidak ada nilainya. Sebaliknya orang yang menyatakan dirinya beriman tetapi tidak ada amal-solehnya, maka Imannya itu tidak ada nilainya. Keduanya harus sejajar.

Jaminan Allah sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut : Maka sungguh Allah akan memberikan yang baik dan Allah akan memberikan pahala berupa balasan yang lebih baik daripada apa yang mereka kerjakan.

Maka bila kita memanfaatkan waktu hidup yang tersisa ini dengan sebaik-baiknya, tidak ditunda-tunda, insya Allah seluruh amal-soleh yang kita lakukan dengan keimanan, akan dibalas oleh Allah dengan sempurna. Akan diberi kehidupan yang baik, di dunia maupun di Akhirat. Itu jaminan Allah subhanahu wata’ala. Kehidupan yang baik selain di dunia adalah kehidupan yang jauh lebih baik yaitu kehidupan di Akhirat, yaitu Surga.   Seperti disebutkan dalam Surat Adh Dhuha ayat 4 : Negeri Akhir (Akhirat)lebih baik daripada dunia.

Lihat Surat Al Ghofir (Al Mu’min)  ayat 40 Allah subhanahu wata’ala berfirman :
  
Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab (tanpa batas).

Sementara kebanyakan manusia labih menginginkan rezki di dunia, buktinya kalau ada panggilan untuk urusan rezki dunia lebih gesit ia berangkat (segera berangkat) dibandingkan memenuhi panggilan untuk sholat. Untuk memenuhi panggilan sholat agak malas-malasan, bahkan ditunda-tunda.  Silakan mengejar dunia, ada waktunya, tetapi bersegera pula untuk melaksanakan ibadah (sholat) di awal waktu.  Bahkan ada do’a yang diperintahkan melalui Rasul-Nya  (Surat Al Baqarah 201):
    
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka..

Itulah do’a yang terbaik.  Hanya manusia kadang berlaku dzolim, yaitu minta bahagia di dunia dan minta bahagia di Akhirat tetapi yang dikejar selalu dunia, dunia dan dunia. Akhirat-nya ditinggal. Bagaimana mungkin Allah akan memberikan Akhirat-Nya. Mereka menyia-nyiakan waktunya di dunia hanya untuk kesenangan yang sementara. Dunia ini hanya sebentar, tidak terasa sepertinya kemarin merayakan tahun baru 2013 tahu-tahu sekarang sudah tahun 2014. Alangkah singkatnya dunia ini.  Sering kita menyatakan demikian itu.

Maka ketika kelak di Akhirat, yaitu ketika manusia dibangkitkan di Hari Kiamat manusia akan mengatakan : “Tidak terasa kita hidup di dunia, menyesal sekali saya tidak memperbaiki diri ketika di dunia”. 

Berapa lama manusia hidup di dunia ?  Diatas Rasulullah sholallahu’alihi wasallam menggambarkan hidup di dunia ini ibarat orang sedang dalam perjalanan, lalu istirahat, lalu berjalan lagi. Selama istirahat itulah waktu hidup di dunia. 

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat An Nazi’at ayat 46 :

 Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.

Ketika dibangkitkan di Hari Kiamat manusia lalu merasa bahwa hidup di dunia hanya sebentar saja, seperti waktu sore hari atau ketika pagi hari. Kita tahu bahwa saat sore hari atau pagi hari hanya sekitar satu atau dua jam saja. Dan hidup manusia di dunia tidak sama, berbeda-beda, ada yang hanya satu jam di dunia (lahir kemudian mati) tetapi ada yang sampai 90 tahun.  Semua itu adalah kehendak Allah subhanahu wata’ala, bukan pilihan kita.  Umur manusia adalah terserah Allah subhanahu wata’ala.

Lihat Surat Yunus ayat 45 Allah subhanahu wata’ala berfirman :

Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk

Maksudnya, bahwa hidup manusia itu hanya seperti sesaat berkenalan dengan temannya, sesaat di siang hari atau sore hari,  hanya sebentar.  Lihat Surat As Sajdah ayat 5 : 

5. Dia(Allah) mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.

Artinya, bahwa satu hari di sisi Allah sama dengan seribu tahun menurut kita manusia. Kalau dihubungkan dengan ayat 45 Surat Yunus di atas, kenapa Allah menyatakan bahwa manusia hidup di dunia hanya sesaat di siang hari. Di sinilah jawabannya, bahwa menurut perhitungan manusia seribu tahun tetapi menurut Allah hanya satu hari. Kalau sehari ada dua belas jam (dan semalam dua belas jam).
Bahwa malaikat diperintah Allah untuk mengurusi dunia ada dua waktu yaitu waktu siang dan waktu malam. Malaikat yang bertugas siang hari mulai Subuh sampai Ashar dan malaikat yang bertugas malam hari adalah mulai Ashar sampai Subuh. Artinya sehari adalah duabelas jam.
Sedangkan menurut Allah sehari adalah seribu tahun menurut kita. Maka kalau ada manusia di dunia yang hidupnya bisa mencapai 100 tahun, menurut Allah itu baru 1 jam 40 menit. Maka kita sering mengatakan bahwa waktu puluhan tahun lalu kita merasa baru kemarin.

Apakah waktu yang demikian singkat akan kita sia-siakan ?  Atau akan disibukkan dengan dunia saja ?   Sementara itu banyak manusia di dunia yang melalaikan Akhirat dan menyibukkan dunia. Maka manusia yang demikian itu merugi. Maka Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam “menjual” hidup yang sesaat ini dengan hidup yang abadi di Akhirat kelak. Sedangkan kebanyakan manusia di zaman sekarang  “menjual” hidup yang abadi di Akhirat dengan dunia yang hanya sesaat.

Itulah manusia yang tidak memanfaatkan sisa waktu. Maka di ujung ayat 45 Surat Yunus di atas dikatakan : Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan perjumpaan dengan Allah, dan mereka tidak mendapatkan petunjuk (Hidayah).
Maksudnya, orang-orang itu melalaikan kehidupan Akhirat, tidak mau bercocok-tanam di dunia untuk dipetik kelak di Akhirat.  Itulah orang-orang yang merugi, menukar hidup yang sesaat (di dunia) dengan hidup yang abadi (di Akhirat).

Karena itulah kita meraih Surga harus dengan usaha yang lebih giat lagi dibandingkan usaha untuk meraih dunia. Lihat Surat Al Isra’ ayat 18 – 19 :

18. Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.

19. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tidak membekali dirinya ketika di dunia, hanya menginginkan dunia saja, maka Allah menyegerakan bagi mereka  dunia yang mereka kehendaki itu, siapa saja yang Allah kehendaki. Dan disediakan mereka neraka Jahannam di Akhirat.

Kita sering terlena dengan dakwah dari para da’i yang membicarakan yang nikmat-nikmat saja.  Padahal seharusnya kita juga mendengarkan peringatan yang menakutkan, seperti neraka Jahanam dst. agar seimbang.  Karena dalam AlQur’an ada kabar gembira dan ada kabar  yang merupakan peringatan bagi manusia (yang menakutkan).  
Artinya siapa yang ingin mendapat kabar gembira harus mau mendapat peringatan untuk kembali kepada  Allah subhanahu wata’ala.  Maka Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam berpesan kepada kita untuk menjadi orang yang kuat di dunia,  untuk meraih Akhiratnya jauh lebih baik daripada orang yang lemah.  Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu Rasulullah sholallahu ‘alihi wasallam bersabda : “Mu’min yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mu’min yang lemah”.

Yang dimaksud kuat bukan hanya kuat hartanya, melainkan juga kuat imannya.  Kalau kuat harta disebut ghoni (kaya).  Padahal yang disebutkan dalam Hadits tersebut bukan Ghoni melainkan Qowi (kuat).  Maka bila ada seorang ulama yang mengatakan : “Seorang mu’min yang kaya lebih baik daripada yanag miskin”  maka tidak ada Hadits yang mengatakan demikian itu.  Meskipun kaya-raya tetapi ibadahnya tidak baik, hartanya banyak untuk sodakhoh tetapi karena Riya, maka itu sia-sia.  Iman tidak dengan tampilan, melainkan dalam hati.

Maka dalam Hadits  tersebut yang disebutkan adalah Al mu’minul qowwi (seorang yang kuat imannya), kuat amalnya, ilmunya dan kuat ibadahnya, kuat hartanya, itu lebih baik daripada mu’min yang lemah.  Dan Hadits tersebut menyebutkan bahwa : “Tiap-tiap mu’min mempunyai kebaikan”.  Allah subhanahu wata’ala tidak melihat siapa yang paling kuat diantara mereka, tetapi orang yang paling beriman.

Maka pesan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam :  Berkeinginan yang sangat kuatlah kamu, bersungguh-sungguh-lah kamu, berusaha yang sungguh-sungguh untuk meraih sesuatu yang bermanfaat kepada kamu.

Maksudnya, kita harus beribadah dengan sungguh-sungguh apabila ada pahalanya dari Allah subhanahu wata’ala. Maka orang yang tidak menyia-nyiakan waktu di dunia adalah orang yang selalu membiasakan diri dalam kebenaran, bukan membenarkan kebiasaan yang turun-temurun yang belum tentu ada dalilnya.

Jangan kita berbuat sesuatu bila tidak ada pahala dari Allah subhanahau wata’ala. Harus kita minta kepada Allah, bukan berarti amal dan ibadah kita lakukan agar mendapat pahala. Ingin mendapat ridho Allah tetapi kita harus melaksanakan sesuatu itu karena ada ketetapan dari Allah subhanahu wata’ala. Dan minta tolonglah kepada Allah subhanahu wata’ala.

Dan apabila mendapat musibah atau sesuatu yang tidak mengenakkan, jangan lalu mengatakan : Kalau tadi tidak melakukan itu, tentu tidak akan begini. Karena kata-kata “kalau, jika, seandainya”, dst adalah membuka pintu amalan syaithan. Demikian disabdakan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. Karena yang demikian adalah penyesalan yang tidak ada gunanya.

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sebagian dari tanda baiknya  Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak ada manafaatnya”. 
Maka kalau omongan yang tidak ada manfaatnya, tinggalkanlah. Perbuatan yang tidak ada manfaatnya, tidak ada gunanya, tinggalkanlah. Padahal Allah telah memberikan potensi kepada kita, siapa yang memanfaatkan potensi sebaik-baiknya, semoga Allah akan membalas dengan balasan yang berlipat-ganda.   Wallahu a’lam. 
Tanya-Jawab.

Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya bagi seseorang yang tidak bersedia menemui tamunya karena ia sedang sakit. ?

Jawaban:
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam berabda : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah, hendaklah ia menghormati tamunya”. Artinya, bahwa menghormati tamu adalah Fardhu ‘Ain.

Tetapi apabila seseorang sedang sakit, katakanlah kepada tamunya melalui orang lain bahwa ia sedang sakit dan sedang istirahat. mohon maaf tidak bisa menemuinya. Apabila ingin menemuinya nanti kalau ia sudah bangun dari tidurnya. Demikian tidaklah menjadi dosa.
Artinya kita wajib menghormati tamu, kalau kita menerima tamu. Tetapi bila ingin menolak,. maka tolaklah dengan cara yang baik dan halus.

Dalam bertamu-pun ada akhlak bertamu. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Apabila kamu bertamu ke rumah tetanggamu, hendaklah mengucapkan salam Assalamu’alaikum.  Bila sudah mengucapkan salam tiga kali tetapi tidak ada jawaban dari yang empunya rumah, maka pulanglah.  Jangan diteruskan”.  \

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

No comments:

Post a Comment