Qolbun Salim - Hati Yang bersih #2
Ustadz Ahmad Susilo
Assalamu’alaikum
wr.wb.
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Bahasan kali ini adalah kelanjutan
bahasan sebelumnya yaitu tentang Qolbun
Salim (Hati yang bersih), di mana secara garis besar kita sudah membahas
berdasarkan ayat-ayat AlQur’an maupun Hadits tentang orang yang memiliki Qolbun
Salim, Qolbun Maridh dan Qolbun Mayyit. Dan kita berusaha sebaik-baiaknya agar
kita selalu memilik Qolbun Salim.
Untuk senantiasa memiliki Qolbun salim
setiap orang harus berupaya. Sebagaimana
seseorang mempunyai harta, tentu harus dijaga, dipelihara. Apalagi kalau harta itu berupa makhluk yang
bernyawa, misalnya suami (isteri) kita, anak dan keluarga kita, atau hewan
peliharaan yang kita miliki. Kalau harta itu ingin tetap hidup, bersih, maka
harus dipelihara, dirawat, diberi makan, diberi minum, dibhersihkan, dijaga
dst.
Penentu segala amal adalah Hati. Dalam sebuah Hadits shahih
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari sahabat bernama Nu’man bin Basyir, dalam hadits yang
panjang, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mengawali dengan kalimat :
“Sesungguhnya
yang halal itu jelas, yang haram telah jelas, di antara keduanya ada yang
subhat (samar), dan yang subhat itu jarang diketahui oleh manusia. Kebanyakan manusia tidak mengetahui tentang
ini, kecuali orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang senantiasa bersih
hatinya. Maka barangsiapa yang menjauhkan diri dari yang subhat, maka orang itu
telah menyelamatkan agamanya, dirinya dan kehormatannya”.
Selanjutnya sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam : “Barangsiapa yang terjerumus dan memakai
(menjalani) yang subhat, dan tetap berada dalam sesuatu yang subhat,
sesungguhnya ia telah menjatuhkan dirinya kepada yang haram”.
Ingatlah bahwa segala sesuatu (tiap
pemilik) ada batasnya. Dan Allah subhanahu
wata’ala sebagai Pemilik Alam semesta ini memiliki batas-batas dan
batas-batas Allah adalah segala apa yang diharamkan Allah, maka tinggalkanlah.
Apa yang subhat, tinggalkanlah.
Di ujung Hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan
:
“Ketahuilah
bahwa di setiap jasad (tubuh) kita ada sekepal daging. Apabila sekepal daging itu baik, maka baik
pula seluruh jasadnya. Sebaliknya
apabila sekepal daging itu buruk (rusak), maka buruk (rusak) pula seluruh jasadnya
itu. Ketahuilah, sekepal daging itu
adalah Hati Nurani”.
Dalam Hadits yang lain, yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu
‘alaiihi wasallam bersabda : “Sungguh,
Allah sekali-kali tidak melihat rupamu, tubuhmu, tampilanmu, pakaianmu atau
hiasan yang kalian pakai, atau harta kedudukan dan pangkat yang kalian miliki,
tetapi yang dilihat oleh Allah adalah Qolbumu (keikhlasan dalam hatimu), dan
amal-amalmu”.
Maka Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan dunia ini beserta isinya, tidak pernah memuji dunia. Tidak ada satu ayatpun dalam AlQur’an yang
isinya memuji dunia, harta, kekuasaan atau harta. Demikian pula Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tidak
pernah sekalipun dalam Hadits yang shahih, memuji dunia ini. Yang ditemukan
dalam AlQur’an dan Hadits adalah justru celaan dan hinaan terhadap dunia.
Bukan maksudnya manusia dilarang mencari
kekayaan dan dunia. Yang dilarang oleh Allah adalah apabila kekayaan dan
seluruh apa yang dimiliki oleh seseorang baik kedudukan atau kekayaannya
melalaikan dirinya dari Allah subhanahu
wata’ala. Karena biasanya manusia
lalai kepada Allah, hatinya sakit bahkan sampai mati, kalau sudah memiliki segala-galanya di dunia.
Maka dalam Hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim, Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam bersabda : “Sungguh yang aku takutkan terhadap kalian
bukan kefakiran, kemiskinan, melainkan yang aku takutkan terhadap kalian adalah
apabila kekayaan telah kalian raih, dunia dan harta telah kalian miliki. Maka orang yang selalu mengejar harta,
kedudukan, kekuasaan, orang-orang
tersebut telah celaka”.
Dalam Hadits yang disebutkan oleh
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
: “Apabila ia diberi, ia ridho. Dan
apabila tidak diberi, dia marah, ia tidak ridho. Maka celakalah orang-orang
yang menghambakan diri kepada harta, dinar, dirham, kekayaan, kedudukan,
pakaian yang indah-indah, asesoris dunia yang dimiliki, kalau Allah berikan ia
ridho (senang) kalau Allah tidak beri maka ia tidak ridho” Itulah orang yang hatinya sakit (Qolbun
Maridh), bahkan sampai kepada hati yang mati (Qolbun Mayyit).
Nyatalah bahwa Allah dan Rasul-Nya tidak
menginginkan hati kita (muslimin dan muslimat) terpaut dengan dunia. Silakan meraih dunia, tetapi yang paling
utama adalah : Dunia yang kita miliki
gunakan untuk menjadikan kita Qolbun Salim.
Apa itu makanan hati agar hati kita tetap Qolbun Salim ?
Berikut ini perumpamaan dari Ibnu Qoyyim Al Jauziyah : Seseorang
yang mempunyai anak, agar si anak tumbuh dengan sehat dan bagus, tentu diberi
makan dan minum. Tentu memberikan
makanan dan minuman tidak sembarangan, asal memberi, tetapi akan dipilihkan makanan dan minuman
yang terbaik untuk kesehatan dan pertumbuhan si anak.
Sebagaimana pelajaran di sekolahan,
makanan yang baik adalah yang mengandung unsur 4 sehat 5 sempurna. Artinya
menyehatkan dan menyempurnakan tubuh. Kalau tidak menyehatkan, makanan itu
bukan menjadikan baik untuk tubuh, justru sebaliknya akan menjadi penyakit dan
merusak tubuh.
Makanan Hati juga harus mengandung unsur
4 sehat 5 sempurna. Dalam Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzy, dari seorang sahabat bernama Muaz bin Jabal
yang bertanya : “Wahai Rasulullah,
beritahukan kepadaku suatu amal yang menyebabkan aku masuk surga dengan amal
itu dan aku terhindar dari api neraka”. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Kamu beribadah kepada Allah dan jangan menyekutukan sesuatupun dengan
Allah”.
Maka makanan 4 sehat, adalah amalan dari Rukun Islam, yaitu ibadah-ibadah wajib (tentunya setelah Syahadat) ialah :
1.
Melakukan
sholat,
2.
Membayar
zakat,
3.
Puasa
di bulan Romadhon
4.
Haji.
Maka empat amalan pokok wajib dari tiang
agama ini jangan pernah ditinggal. Itulah makanan hati. Kalau ada orang mengaku dirinya Islam,
KTP-nya Islam, tetapi tidak pernah melakukan keempat rukun tersebut, sesungguhnya orang tersebut hatinya tidak
pernah diberi makanan hati.
Pengakuan Islam-nya dusta, bahkan boleh
jadi ia kufur.
Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda dalam Hadits shahih
riwayat Imam Muslim, dari Jabir bin ‘Abdullah :
“Sesungguhnya tali penghubung
seseorang apakah orang itu akan dinyatakan sebagai orang kafir atau musyrik,
yaitu orang yang telah menyatakan dirinya Islam tetapi meninggalkan
sholat”.
Maka wajib hukumnya menjalankan empat unsur
tersebut di atas. Itulah 4 sehat. Maka
siapa yang ingin memberikan makanan kepada Hati, berikan makanan 4 sehat
sebagaimana tersebut di atas. Artinya jangan pilih-pilih, lakukan semuanya,
sesuai dengan aturannya masing-masing.
Adapun 5 sempurna sebagai makanan Hati
adalah : Seluruh Ibadah yang
Sunnah. Yaitu sholat-sholat Sunnah,
puasa Sunnah, shodakoh Sunnah, Umroh (Sunnah), semua yang sunnah-sunnah
termasuk amal-perbuatan-baik di luar yang Fardhu-fardhu.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam Hadits riwayatkan oleh
Imam Muslim, dari Jabir bin Abdullah : “Setiap
perbuatan baikmu, (menolong sesama, amar ma’ruf nahi munkar, mengucapkan
tasbih, tahmid) semua perbuatan baikmu itu adalah shodakoh (amal-amal sunnah),
jangan engkau tinggalkan”.
Sementara pandangan pada umumnya orang suka
menganggap remeh perbuatan Sunnah. Banyak orang yang mengatakan : Tidak
dikerjakan tidak mengapa, toh bukan wajib. Demikian pandangan kebanyak
orang. Padahal itu pandangan yang salah.
Padahal Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yang sudah dijamin masuk surga oleh
Allah subhanahu wata’ala, tetapi
beliau tidak pernah meninggalkan amalan-amalan Sunnah. Semua dikerjakan oleh beliau. Sholat-sholat
Sunnah itu lebih banyak dibandingkan dengan sholat wajib yang hanya lima kali
sehari semalam. Tetapi sholat Sunnah
banyak sekali dan banyak pula rokaatnya. Misalnya sholat Malam Tahajud yang 11
rokaat plus dua rokaat sebelumnya, jadi ada 13 rokaat. Belum lagi yang lain-lain, seperti sholat sunnah
Rawatib, semua dikerjakan oleh Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam. Tidak pernah
beliau tinggalkan.
Demikian pula puasa yang wajib hanya sebulan, tetapi yang sunnah-sunnah banyak
sekali dan tidak pernah beliau tinggalkan.
Bagaimana dengan kita ? Kita dengan gegabah mengatakan : Hanya
Sunnah, tidak wajib, tidak dikerjakan tidak apa-apa. Bahkan amal yang wajib saja sering
ditinggalkan. Lalu kita mengatakan :
“Hatinya bersih”. Orang-orang yang
demikian itu bila ditanya kenapa tidak sholat, ia akan mengatakan : “Tidak
sholat tidak mengapa, yang penting hati saya baik”.
Na‘udzubillah, hatinya sedang
sakit tetapi ia mengatakan hatinya baik (Qolbun Salim). Orang itu tertutup
hatinya, karena menganggap itu baik,
karena ia tidak memiliki ilmu.
Maka jangan tinggalkan 4 sehat 5
sempurna untuk makanan Hati, insya Allah hidup hati kita, tetapi belum tentu
sehat. Bisa tidak sehat kalau “vitaminnya”
tidak benar (bagus), tidak mengandung protein, tidak bergizi.
Contoh : Daging adalah makanan yang
baik. Tetapi bila daging itu benyak
jeroan, banyak lemak, dan daging yang
dimakan dihangatkan diulang-ulang selama berbulan-bulan, tentunya daging
tersebut sudah tidak mengandung protein atau gizi yang baik. Ketika dimakan
akan menjadikan kenyang perut, tetapi akan membuat penyakit. Karena walaupun
memenuhi unsur 4 sehat 5 sempurna, tetapi tidak mengandung gizi yang benar.
Padahal makanan hati harus mengandung
gizi, protein dan vitamin-nya, yaitu : Ilmu.
Ilmu harus dimiliki sebelum beramal.
Sholat adalah makanan hati, tetapi sholat yang dilakukan tanpa ilmu, tidak akan
menjadi makanan hati.
Maka Allah subhanahu wata’ala menurukan ayat : Fawailul lil mushollin (Celakalah orang yang sholat, - Surat Al
Ma’un). Maksudnya, sholatnya dilakukan
tanpa ilmu. Asal sholat saja. Itulah
sholat yang Riya, justru
mencelakakan.
Orang yang shaum (berpuasa), apakah
setiap orang berpuasa pasti baik ? Belum tentu.
Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Ahmad, dari Abu Hurairah rodhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “Barangsiapa yang
berpuasa tetapi tidak meninggalkan kata-kata dusta, kata-kata kotor, dan tetap
melakukan perbuatan bodoh lainnya, maka
Allah tidak memiliki kepentingan dengan orang yang berpuasa itu untuk
memberikan pahala-Nya”.
Artinya, sia-sia puasanya. Bukankah
puasa itu termasuk makanan hati ? Kenapa tidak diterima oleh Allah subhanahu wata’ala ? Karena makanan itu
tidak ada vitaminnya (proteinnya). Dan protein
dan vitamin untuk hati adalah Ilmu,
yang wajib dimiliki oleh setiap orang Islam.
Maka menuntut Ilmu itu hukumnya
wajib bagi setiap muslimin dan muslimat.
Menuntut ilmu tentunya di majlis-majlis
ilmu (majlis Ta’lim). Dan ilmu yang harus dimiliki oleh setiap muslim dan
muslimat adalah Ilmu Agama, Iljmu Aqidah, Ilmu Din, untuk amal ibadah. Maka
menghadiri Majlis Ta’lim hukumnya wajib. Lihat Surat Mujadalah ayat 11 :
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Maka lapangkan hati kita, lapangkan ikhlas
kita, untuk mendatangi Majlis Ta’lim
di mana saja. Niscaya Allah akan
memberikan kelapangan kepada kita. Yaitu lapang hati, lapang nikmat, lapang
rezki, lapang dalam hidup, dst. Yaitu
Majlis di mana disampaikan ilmu-ilmu yang Haq (AlQur’an dan Hadits), bukan
sekedar Majlis. Dan setelah mendapatkan ilmu, amalkan. Dan Allah akan
memberikan derajat yang lebih tinggi dari sekedar orang-orang yang beriman.
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim, dari Abu Hurairah rodhiyallahu
‘anhu Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “Barangsiapa
ayang melapangkan dirinya untuk mendatangi majlis Ilmu (Majlis Ta’lim), maka Allah akan mudahkan
baginya jalan menuju surga”.
Artinya,
ilmu merupakan vitamin hati. Semua yang kita lakukan untuk ibadah, baik
yang wajib maupun yang sunnah, harus disertai dengan Ilmu,
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Al Isra’ ayat 36 :
Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.
Maksudnya, jangan ikut-ikutan tanpa ilmu
(pengetahuan) tentang yang diikuti. Karena semua penglihatan, pendengaran dan
hati akan diminta tanggungjawab oleh Allah subhanahu
wata’ala kelak di Hari Kiamat. Maka banyak orang terjerumus ke dalam api
neraka, karena pendengaran, pengilhatannya dan hatinya tidak dipergunakan untuk
mencari Ilmu Allah, tidak digunakan untuk memahami aturan Allah, untuk
mendengarkan ayat-ayat Allah, maka mereka (manusia) yang seperti itu tidak
berbeda dengan binatang ternak.
Lihat Surat
Al A’raaf ayat 179 Allah subhanahu wata’ala berfirman :
Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. mereka itulah orang-orang yang lalai.
Lebih banyak mana telinga dipergunakan
untuk mendengar ayat-ayat AlQur’an atau untuk mendengarkan lagu-lagu dan musik,
gunjingan, kemaksiatan, fitnah-fitnah, dst ? Kita bisa menjawab dalam diri kita
masing-masing.
Padahal sebagaimana dinyatakan dalam ayat
tersebut : Siapa yang hatinya, matanya, telinganya tidak dipergunakan untuk
memahami ayat Allah (AlQur’an) dan
aturan Allah, maka ia lebih sesat dan hina dibandingkan binatang ternak.
Apa penyempurna dari amal-ibadah yang kita
lakukan ? Itulah Ilmu. Tanpa Ilmu bisa jadi
manusia terjerumus dalam kesesatan.
Apakah manusia yang makanannya sudah
diatur sedemikian baik dan sempurna, lalu tidak sakit ? Pasti sakit itu
tiba.
Orang yang sudah melakukan ibadah dengan
baik, yang wajib, yang sunnah, semua dilakukan dengan baik, apakah manusia
demikian itu akan terhindar dari penyakit Hati ? Tidak mungkin. Pasti penyakit Hati akan ada. Besar-kecilnya, tinggi-rendahnya,
ringan-beratnya adalah sesuai dengan kemampuan kita mengatur hati kita.
Maka ketika hati kita sakit, ada obatnya,
yaitu AlQur’an.
Lihat Surat
Al Israa’ ayat 82 :
Dan
Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar(obat) dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian.
Orang yang beriman bila diatur oleh
AlQur’an pasti akan tunduk. Maka AlQur’an itu akan menjadi obat apabila kita
pelajari dengan baik. Di sana ada
perintah untuk sabar, ikhlas, tawakkal, dzikir, berserah-diri, jihad, ibadah,
ada pula larangan-larangan. Kalau
AlQur’an itu kita pahami, lalu kita amalkan maka akan menjadi obat. Cukupkah obat hanya sekedar dibaca ?
Lihat Surat
Yunus ayat 57 Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran
dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Dalam ayat tersebut, “pelajaran” (AlQur’an) bukan
hanya dibaca tetapi harus dipelajari. Sementara itu di Indonesia AlQur’an hanya
dibaca saja, tidak dipelajari. Maka
bagaimana akan sembuh hatinya kalau hanya dengan membaca. Padahal Allah subhanahu wata’ala memerintahkan untuk mempelajari (AlQur’an),
karena AlQur’an adalah pelajaran. Siapa
yang mempelajarinya, memahami dengan
baik dan mengamalkannya, maka AlQur’an akan menjadi obat bagi penyakit yang ada
dalam dada, yaitu penyakit hati.
Maka banyak orang yang hatinya sakit, lalu
membaca AlQur’an, tetapi tidak kunjung sembuh, karena ia tidak paham apa yang
dibacanya. Padahal Allah memerintahlan : Pelajari, jangan hanya dibaca. Maka kalau kita baca dengan baik sampai
paham dan diamalkan dengan baik, maka
Allah sembuhkan penyakit hati kita.
AlQur’an itu menjadi petunjuk (Hidayah), serta rahmat bagi orang yang
beriman.
Titik-beratnya adalah Iman. Artinya, bahwa orang yang beriman wajib
mempelajari AlQur’an. Setidaknya AlQur’an berkaitan dengan hukum-hukum yang
kita jalankan dalam keseharian. Allah tidak menyuruh kita hafal aeluruh ayat AlQur’an,
karena Allah tahu, bahwa kita lemah.
Tetapi minimal ilmu-ilmu yang berkaitan makanan hati, harus kita
ketahui. AlQur’an mengandung segala-galanya, komplit. Maka orang yang hanya sekedar membaca belum
tentu memahami. Maka janganlah kita
hanya ikut-ikutan. Karena AlQur’an
adalah pedoman bagi kita semua. Kalau AlQur’an
kita jadikan pedoman, apakah cukup hanya dibaca ?.
Dalam Surat
Al Jaatsiyah ayat 20 Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
Al
Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
meyakini.
AlQur’an adalah pedoman hidup bagi manusia
di dunia dan Akhirat. Maka siapa yang
ingin selamat dunia dan Akhirat, pedomannya dan obatnya adalah AlQur’an.. Ibarat orang yang bekerja harus mempunyai juk-lak (pedoman) yang diberikan oleh
pihak atasan agar bekerja dengan benar.
AlQur’an merupakan pedoman, petunjuk dan
rahmat bagi orang yang betul-betul meyakini.
Masalahnya, banyak orang Islam Indonesia hanya meyakini di lisannya
saja. Buktinya, AlQur’an hanya di baca,
tidak dipelajari. Tidak dipahami dan tidak diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. AlQur’an berbahasa Arab,
maka harus dipelajari agar kita paham isinya.
AlQur’an berbahasa Arab, lihat Surat
Fushshilat ayat 44 :
Dan jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam
bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan
ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al
Quran) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah:
"Al Quran itu adalah petunjuk dan
penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada
telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka
itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh".
AlQur’an diturunkan dengana bahasa Arab
karena Rasul-Nya orang Arab. Agar
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
bisa menjelaskan dengan baik. Bahwa AlQur’an itu bagi orang yang beriman adalah
petunjuk dan obat (penawar). Jelas
sekali.
Bagaimana dengan kita ?. Kita banyak yang menganggap AlQur’an bukan
obat, hanya sekedar bacaan. Bahkan banyak umat Islam di negeri kita jangankan
mempelajari, membacanya saja tidak sama sekali. Padahal kelak akan ditanyakan
di Akhirat.
Maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dalam Hadits shahih diriwayatkan oleh
Imam At Tirmidzy dan Imam Hakim, dari sahabat yang bernama Anas bin Abdullah,
beliau bersabda :
“AlQur’an
kelak di Yaumil Qiyamah akan menjadi pembelamu, penolongmu memberi Syafaat
kepadamu, ataukah AlQur’an yang akan menuntutmmu”.
Kita orang Islam, mengakui AlQur’an, tetapi tidak pernah menjadikan AlQur’an
sebagai pedoman. Jangankan dijadikan pedoman, membacanya saja tidak. Mengerti
juga tidak. Bagaimana mungkin AlQur’an
akan menjadi pembela kita kelak di Hari Kiamat ?
Yang ada adalah AlQur’an akan menuntut
kita, manakah amalmu, apakah sesuai dengan ilmu, sesuaikah dengan
AlQur’an.
Seperti disebutkan dalam ayat tersebut di
atas bahwa bagi orang kafir yang memang telah diberi sumbatan pada pendengaran mereka atas AlQur’an. Artinya mereka tidak mau mendengar
AlQur’an. Maka kalau ada orang Islam
tidak mau mendengar AlQur’an, lalu apa bedanya
dengan orang kafir. Dan bila
orang tidak mau mendengarkan AlQur’an, maka dijadikan di telinganya sumbatan
dan AlQur’an itu bagi mereka adalah suatu kegelapan. Segalanya yang dari
AlQur’an ditolak, padahal ia mengaku Islam. Oleh Allah digambarkan : Mereka itu seperti dipanggil dari tempat
yang sangat jauh.
Maka marilah AlQur’an kita jadikan sebagai
peringatan dari Allah subhanahu wata’ala. Bahwa AlQur’an adalah obat. Maka
harus dipelajari, bila sudah paham lalu diamalkan.
Misalnya seseorang sakit keras. Kata dokter obat-obatan yang ada sudah tidak
mempan. Harus diobati dengan obat paten, harus didatangkan dari Jerman. Maka didatangkanlah obat itu dari Jerman. Meskipun harganya amahal, tetapi harus
dibeli. Ketika diberikan obat oleh
dokter disarankan agar dibaca dan dipelajari juklaknya, pelajari aturannya,
jangan munim sembarangan.
Kalau hanya diberikan begitu saja, tidak
ada petunjuknya, padahal petunjuknya dengan
bahasa Jerman, dokternya belum memberikan petunjuk, tentu tidak berani
makan obat itu. Yang harus dilakukan
adalah : Dibaca, bukan hanya dibaca tetapi
dipelajari, diterjemahkan, dipahami lalu dilaksanakan sesuai dengan
petunjuknya. Kalau tidak tahu bahasa
Jerman, tanyakan kepada ahlinya. Kalau
sudah tahu, amalkan.
Orang sudah membaca, mempelajari dan
mengerti AlQur’an, tetapi tidak
diamalkan, maka penyakitnya (hatinya) tidak akan sembuh. Itulah ibaratnya.. Maka
satu-satunya pedoman tidak lain adalah AlQur’an. Siapa yang ingin selamat dunia dan Akhirat, maka
jadikan AlQur’an sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit hati kita. Wallahu
a’lam.
Sekian bahasan mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU
ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
_____________
No comments:
Post a Comment