Ukhuwwah
Islamiah
Ustadz Wijayanto
Jum’at,
26 Shafar 1433 H - 20 Januari 2012
Assalamu’alaikum
wr.wb.
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Ada seorang sahabat
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasaallam
yang bertanya kepada beliau tentang kondisi seorang sahabat lain yang
senantiasa wajahnya sedap dipandang, selalu cerah-ceria, sahabat yang dimaksud
bernama Hudzaifah. (Nama panjangnya
: Abdullah Hudzaifah bin Yaman Al Anshary) Kata sahabat yang bertanya itu : “Ya
Rasulullah, semua orang bila memandang wajah Hudzaifah itu selalu cerah-ceria,
wajahnya selalu berseri-seri. Mengapa demikian”.
Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam memanggil sahabat Hudzaifah, ditanya :
“Wahai saudaraku Hudzaifah, apa saja
amalanmu sehingga orang melihat wajahmu selalu cerah-ceria dan bersei-seri ?”.
Hudzaifah menjawab : “Ya Rasulullah, saya beribadah biasa-biasa saja, tidak ada
yang istimewa, kecuali saya menutup dan mengawali suatu kegiatan saya kaitkan
dulu dengan Allah”.
Rasulullah saw bertanya : “Maksudnya bagaimana?”.
Hudzaifah : “Sebagaimana
nasihat engkau ya Rasulullah, setiap saya bangun tidur maka saya buat satu
rencana sampai hari ini dengan niatan-niatan yang semua berkaitan dengan Allah.
Sehingga mengawalinya selain dengan sholat Subuh, kemudian membaca AlQur’an dan
saya tidak melupakan sholat Dhuha”.
Dari keterangan Hudzaifah tersebut,
point yang penting adalah bagaimana mengawali suatu kegiatan setiap hari berkaitan
dengan Allah subhanahu wata’ala adalah : Sholat
Dhuha.
Berkaitan dengan Allah itulah yang disebut dengan mulia. Kemuliaan
seseorang itu tergantung kepada ta’aluk-nya. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam Hadits : “Orang yang masih berkaitan (dzikir) dengan
Allah dan orang yang tidak ada kaitan(tidak pernah dzikir, ingat) kepada Allah
diumpamakan seperti orang hidup dan orang mati”.
Maksudnya, kalau seseorang itu masih ingat kepada Allah, apalagi
mengutamakan ibadahnya, mau sholat Dhuha, mau sholat berjamaah di masjid
(musholla) maka ia seperti orang hidup. Sedangkan orang yang tidak pernah
berkaitan dengan agama (dzikir, ingat) kepada Allah, tidak mau sholat, tidak
pernah beribadah, maka ia seperti orang mati.
Rasulullah saw mengumpamakan dengan “orang
hidup” dan “orang mati”, artinya
sangat jauh perbedaannya antara orang yang berkait dengan Allah dan yang tidak, seperti langit dan bumi. Karena “orang hidup”
itu sungguh tinggi sekali nilainya, sangat berharga. Sebaliknya orang mati tidak ada harganya sama
sekali. Kalau hewan ternak hidup itu mahal harganya, dan setelah mati (menjadi
dagingpun) masih mahal harganya, bahkan dihargai per-kilogram sekian rupiah.
Sedangkan orang mati tidak ada harganya sama sekali.
Maka marilah kita syukuri nikmat dzikir (ingat) kepada Allah, bahwa kita
tergolong orang yang selalu berkait (dzikir, ingat) dengan Allah subhanahu wata’ala. Dan nikmat tersebut
jarang disyukuri orang. Yang paling mudah dan banyak disyukuri adalah
nikmat materi. Hampir semua orang
men-syukuri nikmat materi, bahkan tidak ada yang menolak materi. Di dalam
kehidupan ini ada dua nikmat yaitu nikmat
materi dan nikmat non materi.
Nikmat materi, termasuk harta, kedudukan, jabatan selalu diharapkan orang,
bahkan orang mem-perebutkannya. Dan itu yang disyukuri, lalu mengadakan
syukuran dsb. Tetapi jarang orang men-syukuri nikmat Iman dan nikmat
Islam. Padahal setiap khotib setiap
ustad selalu mengatakan bahwa nikmat
yang paling besar adalah nijkmat Iman dan nikmat Islam. Tetapi banyak dari kita tidak pernah bersyukur atas nikmat
tersebut.
Bentuk syukur kita atas nikmat Iman
dan Islam adalah dengan cara menumbuh-suburkannya, karena Iman dan Islam itu sering bertambah dan
sering berkurang (Yazid wa yankus).
Di antara meningkatakan Iman adalah dengan amalan-amalan yang berkaitan dengan
ibadah, berkaitan dengan Allah subhanahu
wata’ala dan amalan-kebaikan yang lain. Dalam AlQur’an kata “Iman” sering disambung dengan “Amal Sholih”.
Karena Iman dan Amal sholih berbanding lurus. Orang yang kuat imannya berarti
amal-sholihnya banyak. Orang yang banyak imannya, maka amal-sholihnya menjadi
kuat. Tidak mungkin orang tidak pernah beramal lalu dikatakan kuat imannya. Iman
tidak bisa dilihat dengan mata,,tetapi fenomena-nya terlihat. Sebagaimana
angin, tidak terlihat oleh mata, tetapi terpihat dari tandanya, yaitu terlihat
misalnya pohon-pohon tertiup angin, semakin banyak goyangan pohon itu berarti semakin banyak
angin yang bertiup. Demikian pula semakin banyak amal sholihnya, maka orang itu
semakin tinggi tingkat keimanannya.
Maka sabda Rasulullah saw : “Orang
yang sering keluar-masuk masjid (maksudnya : beribadah) saksikan,
berarti ia orang baik, karena
sebaik-baik tempat adalah masjid dan seburuk-buruk tempat adalah pasar” (Sekarang:
Diskotik).
Dan kemaksiatan banyak terjadi di diskotik bukan di masjid. Di masjid orang
akan berbuat jahat saja tidak jadi, diurungkan.
Tetapi di Diskotik sulit sekali untuk beramal sholih. Mengucap salam
saja susah, laki-laki dan perempuan campur aduk tanpa ada pemisah/pembatas.
Pentingnya membangun Ukhuwah (Persaudaran).
Kami membatasi pada Ukhuwah Islamiyah, bukan Ukhuwah dalam arti umum, ialah
bagaimana mempersaudarakan seseorang dengan orang lain, antara satu kelompok
dengan kelompok lain. Rasulullah saw
datang di Madinah pertama kali adalah mambangun Ikha (Ukhuwah - persaudaraan).
Di Madinah ketika itu ada dua suku (kelompok) besar yaitu suku Aus dan
suku Khajrat yang selalu bermusuhan. Selama 40 tahun mereka berperang
suku. Setiap tahun mereka selalu
tawuran.
Di dekat kota Madinah ada sebuah wadi
(oase, sumber mata-air) yang digunakan airnya oleh dua suku tersebut. Antara dua kelompok suku tersebut oleh
Rasulullah didamaikan, dengan suatu kesepakatan, yaitu : Pagi-pagi yang
mengambil air adalah Suku Khajrat, maka sore hari yang giliran mengambil air adalah
suku Aus. Mereka mengambil air untuk minuman ternak mereka.
Ukhuwah Islamiyah adalah bagaimana Islam menjalin
satu hubungan di mana satu dengan yang lain harus betul-betul mempunyai
hubungan (muamalah) yang baik. Karena Islam adalah agama Fitrah. Dan Fitrah mempunyai empat makna :
Benar, Baik, Indah dan Suci.
Salah satu unsur dari agama adalah Benar.
Tetapi kebenaran saja tidak cukup, maka diperlukan Baik (Kebaikan). Karena yang benar belum tentu baik. Misalnya di
zaman Nabi Muhammad saw ada seorang (sahabat) yang punya sifat ‘Utilin (Kaku, keras, tetapi benar).
Sholatnya bagus, tepat waktu (di awal waktu).Tetapi sifatnya kaku, tidak ramah,
dan tidak pernah senyum. Jadi ia benar tetapi tidak baik.
Misalnya lagi : Dakwah itu benar, tetapi kalau caranya tidak baik, tidak
sesuai waktu dan tempat, maka menjadi tidak baik dan tidak menjadikan kebaikan.
Misalnya lagi: Ada orang yang sholatnya rajin, tepat waktu, ibadah lainnya selalu dikerjakan, tetapi
tidak punya Ukhuwah, tidak pernah
bergaul (silaturrahim) dengan orang lain, maka menurut Rasulullah saw orang tersebut tidak
termasuk melaksanakan agama yang Kaffah (menyeluruh),
tidak baik.
Benar dan baik saja tidak cukup tetapi harus ada Indah (keindahan) dalam beragama.
Misalnya, untuk menjadi Imam Sholat saja dipilih orang yang bacaan AlQur’annya
bagus dengan Tartil, tajwidnya benar, suara yang merdu, indah. Dan indahnya juga harus benar. Tidak boleh
bacaan AlQur’an diiringi dengan musik agar terasa indah. Tidak boleh karena itu
tidak benar dan tidak baik.
Kecuali benar, baik dan indah juga harus suci. Artinya semua
pelaksanaan beragama harus suci, bersih , keluar dari hari yang tulus karena Allah subhanahu wata’ala. Tidak boleh orang beragama itu terlihat kompak,
rukun, tetapi di dalam hatinya bermusuhan.
Rasulullah saw bersabda : “Takhsabuhum
jami’an waqulubuhum syatta” (Mereka terlihat duduk bersama tetapi hatinya
terpecah-belah). Jangan seperti kerumunan orang berjudi, terlihat berkerumun,
kompak, rukun, tetapi sebenarnya dalam hati mereka masing-masing ingin
mencelakakan orang lain yang ada dalam kerumunan itu. Orang Islam tidak boleh seperti
itu.
Dalam Hadits disebutkan bahwa orang Islam itu tidak boleh duduk bertiga
tetapi hanya bicara dua orang saja, yang satu lagi tidak diajak bicara. Yang
demikian hendaknya tidak terjadi.
Demikianlah Islam menjaga nilai-nilai kebersamaan, dan nilai beragama.
Tanda-tanda kemunduran suatu bangsa.
Hasil dari penelitian para ahli agama dan para pakar sosiologi, bahwa semua
bangsa atau negara itu mundur karena :
1. Sering terjadi kekerasan di kalangan remaja (pemuda).
2. Penggunaan kata-kata (kausa kata) yang semakin buruk.
3. Pengaruh Peergroup, dimana geng-geng anak muda yang sudah
luar biasa.
4. Meningkatkatnya perilaku yang merusak diri, Narkoba, seks
bebas, alkohol dst.
5. Kaburnya pedoman moral (baik dan buruk), tidak jelas.
6.
Etos
kerja yang rendah,
7.
Rendahnya
rasa hormat anak kepada orang tua dan guru.
8.
Rendahnya
rasa tanggungjawab sebagai individu dan warga negara,
9. Ketidak-jujuran terjadi di mana-mana.
10. Adanya saling curiga dan kebencian antara warga
bangsa.
Ternyata ritual itu sangat tergantung pada hubungan Ukhuwah. Suatu ketika
Rasulullah shollalalahu ‘alaihi wasallam keluar kota Madinah untuk berdakwah
di suatu tempat di luar kota Madinah dan ternyata di sana ada masjid baru,
tidak jauh dari masjid Quba’. Masjid yang baru itu lebih bagus dibanding
masjid Quba’. Itulah masjid Diror
yang didirikan oleh orang-orang Yahudi dengan maksud untuk menyaingi dan
memacah belah umat. Supaya semua orang tidak terfokus kepada masjid Quba,
supaya sebagian orang masuk ke masjid Diror itu. Maka sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam : “Wajib bagi kita untuk menghancurkan masjid
Diror itu”.
Maka kita kaum muslimin hendaknya jangan pernah membuat masjid yang
eksklusif, hanya untuk orang-orang tertentu saja. Tidak boleh demikian.
Hukumnya haram. Setiap masjid adalah untuk semua umat Islam dan setiap umat Islam boleh sholat
di masjid mana saja.
Kedurhakaan anak terhadap orangtua.
Ukhuwah sangat penting
dalam Islam. Ternyata ada orang yang
terhalang do’a-do’anya, tidak dikabulkan, menurut Hadits, karena hubungan orang
itu dengan orangtuanya tidak baik. Oleh karena itu, kemungkinan kita sering
tidak sukses dalam usaha sesuatu, jangan-jangan karena hubungan kita dengan
orang tua tidak baik. Mari kita mawas diri dan kita koreksi diri.
Dalam AlQur’an, semua ayat yang mengandung perintah berbakti (berbuat baik)
kepada orang tua selalu disambung
langsung dengan bakti (taat) kepada Allah subhanahu
wata’ala.
Bayangkan, apabila seorang tua yang punya anak dan anaknya itu sedang
sakit, ia akan berdo’a, kepada Allah subhanahau
wata’ala : “Ya Allah biarlah saya saja yang sakit, jangan anak saya” Demikian besar pengorbanan orang tua kepada
anaknya. Tetapi jarang ada anak yang
orangtuanya sakit berdo’a : “Ya Allah, biarlah aku saja yang menggantikan sakit
orang tuaku”. Paling-paling si anak berdoa agar orangtuanya yang sakit segera
sembuh.
Kalau ada orang tuanya yang sudah pikun, tidak pernah ada anaknya yang
ingin menggantikan kepikunan orangtuanya, agar orangtuanya bisa segar bugar, bisa jalan-jalan kemana saja.
Tidak pernah ada. Kalau ada orangtuanya yang sakit stroke, tidak pernah ada anaknya yang
berdo’a kepada Allah agar dia saja yang stroke,
biarlah orangtuanaya yang segar-bugar.
Tidak ada yang demikian itu. Tetapi banyak orang tua yang berdoa. kepada
Allah subhanahu wata’ala untuk
kesembuhan anaknya yang sedang sakit, dan sanggup menggantikan : Biarlah aku yang menggantikan sakit anakku,
asalkan anakku sehat.
Maka kedurhakaan anak kepada orangtua mari kita koreksi kembali
Kedurhakaan isteri terhadap suami.
Demikian juga sering terjadi seorang isteri yang durhaka kepada suami.
Dalam penelitian oleh para ahli dan datanya ada di Kementerian Agama RI, yaitu
bahwa ada 4 gangguan keharmonisan suami-isteri (rumahtangga) adalah :
1.Banyaknya perceraian di Indonesia yang mayoritas umat
Islam.
Padahal Allah subhanahu wata’ala
membenci perceraian (thalak). Dari penelitian dihasilkan sebabnya : Tidak ada
kebersamaan dalam rumahtangga, makan bersama keluarga, sholat malam (Tahajud)
bersama suami, isteri dan anak-anak., tidak pernah ada. Semua anggota keluarga
berjalan sendiri-sendiri, tidak pernah ada musyawarah, berbincang bersama, kompromi,
dsb.
Padahal sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw, setiap beliau hendak sholat
malam (Tahajud) pasti beliau membangunkan isterinya. Mengajak untuk sholat
(Tahajud) berjamaah. Maka dalam Hadits disebutkan : Kalau ada seorang suami
sudah bangun di waktu malam hendak sholat Tahajud, lalu isterinya dibangunkan
tetapi malas bangun, hendaknya suami memerciki air pada muka isterinya itu.
2. Banyaknya perselingkuhan.
Di Jakarta ini banyak perselingkuhan yang luar biasa, Sampai-sampai ada pemeo : Rumput tetangga
lebih hijau daripada rumput halaman sendiri. Terutama di padang Golf, “rumput”
di sana labih hijau dibanding rumput dihalaman rumahnya sendiri. Maka banyak
orang-orang kaya yang suka main Golf, karena disana “rumput” nya ( Cady-nya)
lebih hijau dan lebih harum.
3. Banyaknya suami
yang menikah lagi, tidak sesuai Syari’at.
Banyak suami yang menikah lebih dari satu karena bukan dorongan Syari’at
melainkan dorongan Syahwat.
4. Dis-harmoni hubungan antara anggota keluarga.
Banyak terjadi ketidak-harmonisan antara anggota keluarga, suami, isteri,
anak, mertua, menantu dst. terutama di kota-kota besar.
5. Rusaknya hubungan karena saling dendam dan saling
membenci.
Dalam Hadits Qudsi Allah subhanahu
wata’ala berfirman : “Aku akan
berpaling dari umat-umat-Ku yang saling bermusuhan di antara mereka.”. Maka
janganlah kita saling membenci atau
dendam. Inilah pentingnya kita saling
membangun Ukhuwah (silaturrahim).
Silaturrahim.
Berasal dari kata “silah” artinya hubungan dan “rahim” artinya kandungan
ibu, juga kasih-sayang.
Artinya setiap kita harus membangun persaudaraan berdasarkan
kasih-sayang sebagaimana saudara sekandung. Karena pada hakekatnya kita adalah
saudara sekandung, yaitu sesama turunan Adam
dan Hawa.
Dalam Hadits Rasulullah saw bersabda : “Tidaklah
akan masuk surga orang yang memutuskan
silaturrahim”.
Karena silaturrahim akan membawa hikmah :
-
Menambah
maisah (banyak rezki),
-
Menambah
Ilmu,
-
Membentuk
Ukhuwah Islamiyah,
-
Memperpanjang
umur,
-
Memperbagus
akhlak,
Sekian bahasan, mudah-mudahan
bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA,
WASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
No comments:
Post a Comment