Qolbun Salim (Hati Yang
bersih) #1
Ustadz. Ahmad Susilo
Assalamu’alaikum
wr.wb.
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Pada kesempatan kajian kali ini kita
coba membahas tentang Qolbun Salim, yaitu
Hati yang bersih, hati yang tunduk, ikhlas, yang senantiasa berserah-diri
kepada Allah subhanahu wata’ala. Tentu tema yang singkat ini tidak sesingkat
uraiannya, karena dalam AlQur’an maupun Hadits, Allah dan Rasul-Nya menyebut
dengan kata “Qolb” atau Qolbun.
Maka dalam AlQur’an dan Hadits sering
dijumpai kalimat pertanyaan yang membandingkan antara orang yang berhati bersih
(Qolbun Salim) dengan orang yang hatinya telah mati. Tetapi dalam ayat itu Allah tidak memberikan
jawaban. Makna pertanyaan itu adalah
untuk menggugah dan mengoreksi diri kita bahwa untuk menilai diri kita tanpa
kita menilai orang lain. Seperti ketika Allah subhanahu wata’ala dalam AlQur’an Surat Az Zumar ayat 22 :
Apakah
orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia
mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka
kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat
Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata.
Dalam ayat tersebut Allah subhanahu wata’ala mempertanyakan antara
hati yang hidup dan hati yang mati. Antara hati yang bersih
untuk menerima Islam diberi cahaya keimanan dengan hati yang keras. Tentu kita sudah bisa menjawab bahwa yang
terbaik adalah orang yang hatinya hidup, yang bersih (Qolbun Salim).
Allah subhanahu
wata’ala sampai bertanya demikian, merupakan sindiran dan teguran yang
sangat keras kepada manusia yang tidak mau menghidupkan hatinya. Maka Hati Manusia terbagi menjadi tiga :
1.
Qolbun Salim, hati yang tunduk,
hati yang bersih dari akidah kesyirikan, bersih dari perbuatan-perbuatan Bid’ah,
bersih dari kesalahan-kesalahan dunia, karena mengikuti hawa nafsu, dan telah
ditundukkan semata-mata karena Allah subhanahu
wata’ala.
2.
Qolbun Maridh, hati yang
sakit. Yaitu orang yang hatinya tidak
senantiasa terpelihara dalam menjalankan aturan Allah subhanahu wata’ala. Terkadang ia berbuat maksiat, melanggar aturan
Allah, ia lakukan dengan sadar dan sepengetahuannya. Kadang lalu menyesali diri, lalu berbuat
lagi, demikian berulang-ulang. Itulah
yang disebut Qolbun Maridh (hati yang
sakit). Tentunya harus diobati agar menjadi Qolbun
Salim (Hati yang sehat, bersih).
3. Qolbun Mayyit, hati yang mati,
hati yang keras membatu.
Catatan:
-
Golongan Qolbun
Salim
adalah orang-orang yang bertaqwa, mendapatkan hidayah dari Allah, yang mau menjalankan dengan ikhlas seluruh
ajaran Allah dan Rasul-Nya.
-
Golongan Qolbun
Maridh (sakit), adalah orang-orang yang menjalankan perintah
Allah tetapi disertai kemaksiatan dan dosa-dosa. Perintah Allah sebagian dijalankan sebagian
dilalaikan.
-
Golongan Qolbun
Mayyit
adalah orang-orang yang kuffar (kafir),
orang-orang dzolim yang telah Allah tutup hatinya.
Dalam AlQur’an, di awal Surat Al Baqarah
ayat 1 – 5 Allah menceritakan orang-orang yang Qolbun Salim. Ayat 6 dan 7
Allah menceritakan orang yang punya Qolbun Mayyit, sedangkan ayat 8 – 20
Allah menceritakan tentang orang Munafiq, orang yang hatinya sakit (Qolbun
Maridh).
Surat
Al Baqarah ayat 8 :
Di
antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari
kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Ayat
9 dan 10 :
9. Mereka
hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, Padahal mereka hanya menipu
dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
10.
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi
mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
Mereka mengatakan (mengaku) sebagai orang
beriman, tetapi sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak beriman(
disebut : orang Munafik) Karena di dalam
hatinya ada penyakit. Apabila sakitnya
itu tidak segera disembuhkan, sifat Munafik-nya terus terpelihara, maka
Allah tambahkan penyakit-penyakit dalam hatinya. Dan Allah akan timpakan kepada
mereka adzab yang sangat pedih, disebabkan mereka dusta.
Orang yang hatinya sakit adalah
orang-orang yang mengatakan ”A” tetapi
sebetulnya dalam hatinya mengatakan “B”.
Di antara orang-orang yang melakukan ibadah, ucapannya “Lillah” tetapi
dalam hatinya “tidak Lillah”. Ketika sholat mereka mengucapkan : “Inna sholati wanusuki wamahyaya wa mamati lillahi robbil ‘alamin”
( Ya Allah sesungguhnya sholatku, ibadahku, sembelihanku, hidup dan matiku
semata-mata untuk-Mu ya Allah). Mereka
ber-Takbir dalam sholat, ketika sujud, mereka agungkan Allah ketika
beribadah, tetapi keluar dari tempat
ibadah mereka takabur di sisi Allah subhanahu
wata’ala. Mereka mengagungkan
hartanya, membesarkan kedudukannya, membesarkan dirinya, menipu manusia. Itulah orang-orang Munafiq, orang-orang yang hatinya sakit.
Maka ketika orang mengatakan sebagai orang
Islam, Iman dan Taqwa, tidak cukup hanya di lisan saja. Pernah suatu hari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam ketika di
Madinah, didatangi oleh orang-orang Arab Badui (Arab Gunung) yang telah memeluk
Islam, berbondong-bondong mendatangi beliau,
dan mengatakan : “Ya Rasulullah, kami telah beriman”.
Ketika itu Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tidak langsung menyambut ucapan orang
tersebut. Karena Iman bukan di lisan
melainkan ada dalam hati. Maka turunlah
wahyu AlQur’an Surat Al Hujuraat ayat 14
:
Orang-orang
Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu
belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk
ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
Dia tidak akan mengurangi sedikitpun
pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam sering mengatakan ketika menegur sesama
muslim : “Taqwa itu ada di sini”. Sambil
menepuk dada beliau tiga kali. Maksudnya
bahwa Ketaqwaan adalah bagaimana
hati seorang hamba, bukan lisan atau perbuatan seseorang.
Maka hati hendaknya dijaga, bukan saja dari sifat-sifat buruk tetapi juga
dijaga agar selalu dalam ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebab
meskipun orang itu tidak punya sifat buruk dalam Hablumminannas, tetapi tidak dijaga dalam ketaatan kepada Allah,
maka Allah menilai : Hatinya bukan
Qolbun Salim.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam selalu memohon kepada Allah subhanahu wata’ala. dan do’a Nabi Ibrahim a.s. tersebut dikabulkan
oleh Allah subhanahu wata’ala dan
diabadikan dalam AlQur’an dan seyogyanya kita bisa mengikuti do’a beliau. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sebagai Abul Anbiya (Bapak para Nabi)
berdo’a dan diabadikan dalam Surat (26) Asy Syuara ayat 83 – 89 :
83.
(Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku Hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang
saleh,
84.
Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian,
85.
Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh
kenikmatan,
86.
Dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan
orang-orang yang sesat,
87.
Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan,
88.
(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
89.
Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,
Hikmah yang dimaksud
adalah Ilmu Pengetahuan Aqidah (Agama).
Dan ternyata dikabulkan do’a Nabi
Ibrahim a.s.tersebut.
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim, dari sahabat bernama Mu’awiyah, tentang ciri hamba yang dicintai Allah subhanahu wata’ala, mungkin manusia akan
mengira bahwa hamba yang dicintai oleh Allah adalah orang yang hartanya
melimpah, atau orang yang punya kedudukan
tinggi dalam masyarakat. Padahal tidak.
Allah dan Rasul-Nya tidak pernah memuji
dunia. Dalam ayat manapun dalam AlQur’an
atau Hadits, Allah tidak pernah sekalipun
memuji dunia. Padahal Allah yang
menciptakan dunia ini. Bahkan yang sering dihinakan oleh Allah subhanahu wata’ala adalah dunia. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah memuji dunia.
Sementara itu manusia pada umumnya
bukannya memuji Allah subhanahu wata’ala
yang menciptakannya, melainkan memuji dunia (kekayaan, pangkat, jabatan) dan
dirinya.
Bahkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pernah menyatakan bahwa dunia ini
lebih hina daripada bangkai anak kambing di sisi Allah subhanahu wata’ala. Bukan
dilarang mencari dunia, akan tetapi Qolbun
Salim adalah orang yang mencari dunia tetapi dunianya ditundukkan oleh
Hatinya untuk mentaati Allah subhanahu
wata’ala.
Sedangakan Qolbun Mayyit atau Qolbun
Maridh adalah orang mencari dunia dan ia meninggalkan aturan-aturan Allah subhanahu wata’ala.
Maka dalam Hadits diriwayatkan oleh Imam
Muslim, dari Mu’awiyah berkata bahwa
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasaallam
bersabda : “Barangsiapa yang oleh Allah
diberi suatu kebaikan maka hamba itu akan diberikan kefakihan (hikmah) dalam
agama, dibukakan dadanya dan diringankan untuk menjalankan Islam”.
Bukan berarti orang itu
langsung-jadi, tetapi harus dengan
upaya. Kita-lah yang mengupayakan bagaimana agar kita diberi Hikmah (Kefakihan)
itu.
Di ibaratkan : Seseorang yang diberi hadiah seekor kambing,
lalu disuruh memilih salah satu dari tiga ekor kambing, ada kambing yang gemuk
dan sehat, ada kambing yang kurus dan
ada kambing yang sakit-sakitan. Pasti
orang itu akan memilih kambing yang gemuk dan sehat. Ketika kambing itu sudah dimiliki, tentu ia
akan berusaha agar kambing itu tetap sehat, semakin besar dan gemuk, yaitu dengan diusahakan
pemeliharaannya yang baik, diberi makanan dan diberi kandang yang bersih.
Artinya kambing itu dirawat, diusahakan agar tetap hidup subur.
Artinya, ketika kita meraih sesuatu urusan
dunia tentu kita akan memilih yang terbaik. Selanjutnya agar sesuatu itu tetap
baik dan semakin berkembang, maka harus kita rawat, kita pelihara dengan susah
payah. Yang merawat tentunya yang
memiliki sesuatu itu. Dan sekiranya yang punya tidak mampu, tentu akan meyuruh
orang lain merawatnya meskipun dengan ongkos yang mahal. Atau bekerjasama
dengan orang lain. Tetapi sesuatu itu tetap milik kita.
Ketika Allah subhanahu wata’ala memberikan tawaran kepada manusia, apakah kalian
ingin mendapatkan Hati yang sehat, yang hidup, ataukah hati yang sakit atau
hati yang mati ? Pasti semua manusia akan memilih hati yang sehat, yang hidup.
Akan memilih Qolbun Salim.
Kalau sudah memiliki Qolbun Salim,
siapakah yang harus memeliharanya ?
Tentu manusia itu sendiri yang harus memeliharanya.
Allah subhanahu
wata’ala telah memberi kita Qolbun
Salim, hati yang bersih, sehat.
Allah telah memberikan hidayah Semua manusia, tidak ada seorangpun
manusia yang tidak diberi hidayah sejak lahir.
Tetapi seiring dengan perkembangannya, manusia memilih dan memilah, lalu
ada yang memilih memelihara hatinya tetap dalam Qolbun Salim, ada yang
membiarkan dalam Qolbun Maridh, bahkan dibiarkan menjadi Qolbun Mayyit (Hati
yang mati).
Siapa yang harus memelihara hati kita
? Tentu diri kita sendiri. Kita tidak bisa menyuruh orang lain untuk
memelihara hati kita. Karena hati ada dalam jasad kita. Yang bisa menundukkan
hati kita adalah kita sendiri. Kita sendiri yang memelihara hati dengan menjaga hati, diberikan makanan
(santapan) rohani. Insya Allah pada
majlis (pertemuan) yang akan datang kita bahas apa itu Makanan Qolbun Salim.
Dari do’a Nabi Ibrahim (ayat 84) di atas :
“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi
orang-orang (yang akan datang) kemudian”.
Maksudnya : Ya Allah jadikanlah aku orang
yang dikenang, dido’akan, disebut-sebut namanya dengan nama yang baik oleh umat-umat yang akan datang. Orang yang baik pasti akan dikenang, meskipun
sudah meninggal. Selalu dikenang dalam kata-kata yang baik. Karena orang
tersebut mempunyai Hati yang bersih
(Qolbun Salim). Yang selalu kita sebut-sebut dalam sholat kecuali Nabi Muhammad
shollallahu ‘alaihi wasallam juga adalah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, selalu kita
sebut-sebut dalam sholat (Ketika duduk Tasyahud).
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam selalu kita sebut dan kita do’akan dengan
kebaikan-kebaikan. Dan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
diberi gelar oleh Allah dalam AlQur’an : Abul Anbiyaa (Bapak para Nabi), anak-keturunan beliau menjadi Nabi, sampai
dengan Nabi Muhammad shollallahu ‘alahi
wasallam adalah keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.(dari
garis keturunan Nabi Ismail a.s.)
Do’a Nabi Ibrahim a.s. (Ayat 85) : “Dan jadikanlah
aku termasuk orang-orang yang mempusakai
surga yang penuh kenikmatan”.
Siapakah yang tidak ingin masuk surga
? Semua orang pasti ingin masuk
surga. Tetapi harus dengan bukti amal.
Nabi Ibrahim a.s. bukan hanya berdo’a, tetapi dengan segala usaha dan
pengorbanan dan ke-ikhlasan. Dan Allah
kabulkan do’a Nabi Ibrahim a.s.
Hanya satu do’a Nabi Ibrahim a.s. yang
tidak dikabulkan oleh Allah subhanahu
wata’ala yaitu do’a (pada ayat 86) di atas : “Dan
ampunilah bapakku karena sesungguhnya ia telah termasuk golongan orang-orang
yang sesat”.
Tidak dikabulkan, karena ayah Nabi Ibrahim
adalah seorang kafir dan penyembah berhala. Bahkan Allah subhanahu wata’ala sampikan kepada Nabi Ibrahim a.s. dan diabadikan
dalam AlQur’an, sampai kepada kita umat Nabi Muhammad saw yaitu Surat At Taubah ayat 113, yang
merupakan teguran kepada Nabi Ibrahim dan kepada semua umat manusia :
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang
beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun
orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka,
bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.
Atas dasar ayat AlQur’an tersebut, maka
kita (umat Islam) dilarang mendo’akan (memintakan ampun) atas orang-orang kafir
(non Islam) walaupun yang dimintakan ampun itu adalah kerabatnya sendiri,
orang-tuanya sendiri, anaknya, isterinya, suaminya, selama ia dalam keadaan
kafir, baik ia masih hidup maupun sudah mati,
haram untuk dido’akan.
Kecuali do’a ketika mereka masih hidup
yaitu do’a : “Ya Allah, semoga Engkau
bukakan hatinya untuk menerima hidayah (menerima agama-Mu)”.
Do’a yang demikian maka boleh. Tetapi do’a agar mereka diampuni, tidak boleh
(haram).
Adapun do’a Nabi Ibrahim a.s. untuk
ayahnya itu adalah sekedar janji bahwa beliau akan mendo’akan ayahnya. Tetapi
setelah ternyata ayahnya tetap kafir, dan orang kafir adalah musuh Allah, musuh
Rasulullah (Nabi Ibrahim), maka Nabi Ibrahim-pun berlepas diri. Nabi Ibrahim a.s. adalah seorang yang
mempunyai Qolbun Salim.
Ayat berikutnya yaitu ayat 87 : “Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari
mereka (manusia) dibangkitkan”
Yaitu pada Hari dibangkitkan semua manusia
di Yaumil Mahsyar,
Ayat 88 :
“Yaitu pada hari dimana harta dan
anak-anak laki-laki tidak berguna”.
Yaitu di
Hari Mahsyar, dimana harta, kedudukan, jabatan dan anak serta keluarga tidak lagi gunanya,
sebagaimana kita miliki ketika di dunia. Bahkan
tidak ada gunanya anak-anak yang sholih, anak laki-laki yang
dibangga-banggakan, keturunan yang hebat, semua itu tidak bisa menolong atau
membantu. Kecuali siapa yang ketika di Yaumil Mahsyar menjumpai
(berjumpa dengan) Allah subhanahu wata’ala dengan Qolbin Salim, hati yang bersih, dalam arti bersih Aqidah kita.
(berjumpa dengan) Allah subhanahu wata’ala dengan Qolbin Salim, hati yang bersih, dalam arti bersih Aqidah kita.
Dan Allah subhanahu wata’ala telah menyampaikan kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam untuk disampaikan kepada umatnya dalam Hadits riwayat Imam
Muslim, dari Abu Hurairah rodhiyallahu
‘anhu, Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya
Allah tidak melihat wajahmu, tubuhmu, hartamu yang melimpah, atau apa yang kamu
pakai, akan tetapi Allah hanya melihat taqwamu, kebersihan hatimu dan amal-amalmu”.
Maksudnya adalah amal yang dilakukan
dengan Qolbun Salim (Hati yang bersih,
ikhlas). Banyak orang beramal tetapi amalnya tidak menurut aturan Allah subhanahu wata’ala. Banyak orang beramal
tetapi amalnya mengingkari ayat-ayat AlQur’an.
Padahal AlQur’an adalah hukum-hukum yang wajib dijalankan sesuai
aturan Allah subhanahu wata’ala. AlQur’an adalah surat dari Allah subhanahu wata’ala. Siapa yang menyatakan dirinya mempunyai
Qolbun Salim, maka pedoman hidup yang paling utama baginya adalah
AlQur’an. AlQur’an adalah surat. Surat dari Allah yang sangat mengasihi kita,
yang paling kita cintai, yang kelak akan memberikan Syafa’at kepada kita, Allah Jalla jalaalu.
Maka kalau ada Surat dari Allah, (yaitu AlQur’an) apa yang harus kita lakukan
?
Wajib kita pelajari dan amalkan. Ibarat
kita mendapat surat dari pasangan (pacar) dulu ketika masih bujangan
(gadis), atau seseorang mendapat surat
dari atasan kerjanya, tentu akan dibaca, dipelajari lalu dilaksanakan. Kalau isinya perintah pasti dilaksanakan, kalau
isinya larangan pasti ditinggalkan. Kalau isinya tentang aturan pasti diikuti
(dituruti).
Demikianlah AlQur’an yang wajib dijalankan
seluruh hukum-hukumnya.
Maka Allah subhanahu wata’ala berfirmana dalam AlQur’an Surat An Nuur ayat 1 :
(ini Al Qur’an) adalah) satu surat yang Kami (Allah)
turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan
Kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya.
Artinya, bahwa seluruh hukum-hukum yang
ada dalam Al Qur’an diperintahkan untuk dijalankan, tanpa pandang bulu. Maka seharusnya para Da’i di manapun berada
ketika menyampaikan kepada umat, yang pantas dijadikan acuan adalah AlQur’an, agar manusia jangan terlena.
Jangan hanya yang indah-indah saja yang disampaikan, jangan hanya yang ringan-ringan. Berat atau ringan kalau itu ada dalam AlQur’an, sampaikan, jangan dipilih-pilih.
Qolbun
Salim
(Hati yang bersih) tidak pernah memilah-milah atau memilih-milih, apapun yang
ada di dalam AlQur’an walaupun dirasakan pahit, walaupun dikatakan keras,
sampaikan. Insya Allah umat tidak akan
tersesat. Tetapi sayang sekali, di kita ini banyak orang (Da’i) yang mencari
sesuatu, sehingga yang disampaikan
dipilih-pilih, yang ringan-ringan.
Ayat-ayat yang intinya larangan atau
perintah yang keras, tidak disampaikan.
Lalu apa yang akan disampaikan kalau bukan yang Haq (benar) ?
Kewajiban seorang yang berilmu adalah
menyampaikan apa yang Haq (benar). Itu wajib.
Ayat tersebut di atas jelas
sekali :
“Kami (Allah) wajibkan (menjalankan
hukum-hukum yang ada di dalam) nya dan Kami (Allah) turunkan ayat-ayat yang
jelas agar kamu selalu mengingatnya”.
Artinya,
ayat-ayat AlQur’an itu jelas, terang, berkualitas, yang datangnya dari
Allah subhanahu wata’ala. Supaya kita
semua berfikir.
Jangan sekedar : Yang penting saya sudah Islam, atau dengan pikiran : Yang penting niat saya baik, yang penting hatinya,
dst.
Ada orang hatinya sedang sakit, lalu disuruh
sholat tidak mau, lalu ia mengatakan : Yang
penting hatinya baik. Sedang sakit
parah hatinya, tetapi ia katakan hatinya
sedang baik. Itulah ciri orang yang tidak Qolbun Salim. Karena
ia telah dihalangi oleh hawa nafsunya, dihalangi oleh nafsu syaithan dan semua
itu asalnya dari syaithan.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Turmudzi, hadits hasan, dari sahabat bernama Sahal bin Sa’ad, Rasulullah shollallahu ‘alaihisallam bersabda : “Sesungguhnya sifat-sifat pembangkang, pemalas dan sifat-sifat kotor
semuanya itu datangnya dari syaithan, maka orang yang mengikuti hawa nafsu,
sesungguhnya ia sedang mengikuti syaithan, hatinya sedang sakit, bila tidak
segera diupayakan untuk disembuhkan, maka hati yang sakit itu lama-lama akan
menjadi hati yang mati (Qolbun Mayyit)”.
Siapa yang menginginkan hati yang mati ?
Pasti semua orang menginginkan hati yang sehat, yang bersih. Karena Hati yang sakit, lama-lama akan
menjadi hati yang mati (Qolbun Mayyit).
Dan orang pasti akan memilih
menjadi Qolbun Salim (Hati yang
bersih, sehat). Orang yang mempunyai
Qolbun Salim (Hati yang bersih, sehat) tidak akan memilih apapun kecuali taat
dengan apa yang ada dalam AlQur’an (Sami’na
wa atho’na).
Bahkan Allah subhanahu wata’ala memberikan jaminan kepada orang-orang yang
betul-betul menjadikan AlQur’an sebagai pedoman, bahwa orang tersebut hatinya
tenang, kulitnya tenteram, semuanya akan menjadi indah bagi dirinya.
Allah subhanahu
wata’ala berfirman dalam Surat Az
Zumar ayat 23 :
Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu)
Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut
kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk
Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa
yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.
Maksud “berulang-ulang”
adalah agar mudah dipahami. Dengan
membaca dan memahami AlQur’an, maka bergetarlah kulit orang, semata-mata karena
takut kepada Rabb-nya. Bila ayat tersebut dipahami dengan baik dan diamalkan,
maka orang yang mengaku dirinya Islam tidak akan melakukan korupsi. Orang-orang mau melakukan korupsi, mencuri,
itu karena hati mereka tidak bergetar mengingat Allah subhanahu wata’ala. Mereka
tidak merasa takut kepada Allah, yang ditakuti adalah sesama manusia.
Siapa yang mengingat Allah dengan cara
mempelajari AlQur’an maka hidupnya akan tenang. Maka siapa yang ingin tenang
hidupnya, pelajarilah AlQur’an.
Rasulullah saw dan para sahabat hidupnya
tenang walaupun tidak ada harta yang mereka miliki, kecuali hanya cukup untuk
makan sehari-hari. Karena pedoman mereka adalah AlQur’an.
Bagaimana mungkin umat Islam akan hidup
tenang kalau tidak berpedoman dan
menjalankan AlQur’an, Sedangkan umat Islam banyak yang asing terhadap
AlQur’an. Maka dalam ayat tersebut di akhiri dengan kalimat :
“Itulah
petunjuk Allah dengan kitab (AlQur’an), Dia menunjuki siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah nisacaya tidak ada
baginya seorang pemimpin” –
“Dan
barang siapa yang disesatkan Allah” - Maksudnya adalah mereka tidak mau
mencari hidayah dan tidak mau membersihkan hatinya, terbiasa dengan hati yang
sakit, bahkan sampai mati hatinya, maka
Allah sesatkan, tidak diberi petunjuk, maka tidak akan ada bagi orang tersebut
yang bisa memberi hidayah. Karena
Pemberi Hidayah adalah Allah subhanahu
wata’ala. Dan Allah akan memberikan hidayah kepada orang-orang yang
membersihkan hatinya (Qolbun Salim).
Oleh karena itu bila kita ingin hidup
bahagia dunia dan Akhirat, cara satu-satunya adalah dengan membersihkan hati
kita, sehatkan hati kita, tundukkan hati kita semata-mata karena Allah subhanahu wata’ala. Yaitu dengan
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya dengan ikhlas, dalam rangka
menjalankan Dinul Qoyyim (Agama yang
Haq, yaitu Islam).Dan siapa yang melakukan itu maka balasannya adalah Surga dan
Allah akan ridho kepada mereka dan mereka semua ridho dengan ketetapan Allah
dan mereka semua akan masuk surga.
Tanya-Jawab.
Pertanyaan:
Bekenaan dengan kisah Nabi Ibrahim a.s.
yang mendo’akan untuk ayah beliau, tetapi ditolak oleh Allah subhanahu wata’ala karena ayah beliau
sampai meninggal masih kafir, kemudian sekarang bila ada anak yang sholih, yang
ayahnya dalam kesesatan, apa yang harus dilakukan anak tersebut terhadap
ayahnya itu ?
Jawaban:
Kesesatan ada yang sangat jauh, yaitu
orang yang melakukan kemusyrikan dan kekafiran. tetapi ada orang yang
kesesatannya tidak terlalu jauh, ia masih Islam, menjalan Islam, tetapi mungkin
pernah menjalankan Riba, pernah melakukan maksiat, pernah mendzolimi manusia,
maka selama akidahnya masih Islam dan masih sholat (meskipun kadang sholat
kadang tidak), menjalankan Islam, lakukanlah untuk dido’akan agar diampuni
dosa-dosanya. Kalau ayahnya tersebut
masih hidup do’akan agar ia mendapat Hidayah (petunjuk) dari Allah subhanahu wata’ala.
Yang membedakan seseorang itu muslim atau
kafir atau musyrik adalah sholatnya.
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
No comments:
Post a Comment