Translate

Wednesday, January 15, 2014

Qolbun Salim (Hati Yang bersih) #1 , oleh : Ustadz Ahmad Susilo



Qolbun Salim (Hati Yang bersih) #1
Ustadz.  Ahmad Susilo

Jum’at,  8 Dzulqo’dah 1434 H – 13 September 2013.


Assalamu’alaikum wr.wb.

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Pada kesempatan kajian kali ini kita coba membahas tentang Qolbun Salim, yaitu Hati yang bersih, hati yang tunduk, ikhlas, yang senantiasa berserah-diri kepada Allah subhanahu wata’ala.  Tentu tema yang singkat ini tidak sesingkat uraiannya, karena dalam AlQur’an maupun Hadits, Allah dan Rasul-Nya menyebut dengan  kata “Qolb”  atau Qolbun. 

Maka dalam AlQur’an dan Hadits sering dijumpai kalimat pertanyaan yang membandingkan antara orang yang berhati bersih (Qolbun Salim) dengan orang yang hatinya telah mati.  Tetapi dalam ayat itu Allah tidak memberikan jawaban.  Makna pertanyaan itu adalah untuk menggugah dan mengoreksi diri kita bahwa untuk menilai diri kita tanpa kita menilai orang lain. Seperti ketika Allah subhanahu wata’ala dalam AlQur’an Surat Az Zumar ayat 22 :

Apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata.

Dalam ayat tersebut Allah subhanahu wata’ala mempertanyakan antara hati yang hidup dan hati yang mati. Antara hati yang bersih untuk menerima Islam diberi cahaya keimanan dengan hati yang keras.  Tentu kita sudah bisa menjawab bahwa yang terbaik adalah orang yang hatinya hidup, yang bersih (Qolbun Salim).

Allah subhanahu wata’ala sampai bertanya demikian, merupakan sindiran dan teguran yang sangat keras kepada manusia yang tidak mau menghidupkan hatinya.   Maka Hati Manusia terbagi menjadi tiga :

1.      Qolbun Salim, hati yang tunduk, hati yang bersih dari akidah kesyirikan, bersih dari perbuatan-perbuatan Bid’ah, bersih dari kesalahan-kesalahan dunia, karena mengikuti hawa nafsu, dan telah ditundukkan semata-mata karena Allah subhanahu wata’ala.

2.      Qolbun Maridh, hati yang sakit.  Yaitu orang yang hatinya tidak senantiasa terpelihara dalam menjalankan aturan Allah subhanahu wata’ala. Terkadang ia berbuat maksiat, melanggar aturan Allah, ia lakukan dengan sadar dan sepengetahuannya.  Kadang lalu menyesali diri, lalu berbuat lagi, demikian berulang-ulang.  Itulah yang disebut Qolbun Maridh (hati yang sakit). Tentunya harus diobati agar menjadi Qolbun Salim (Hati yang sehat, bersih).

3.      Qolbun Mayyit, hati yang mati, hati yang keras membatu.

Catatan:
-          Golongan Qolbun Salim adalah orang-orang yang bertaqwa, mendapatkan hidayah dari Allah,  yang mau menjalankan dengan ikhlas seluruh ajaran Allah dan Rasul-Nya.

-          Golongan Qolbun Maridh (sakit),  adalah orang-orang yang menjalankan perintah Allah tetapi disertai kemaksiatan dan dosa-dosa.  Perintah Allah sebagian dijalankan sebagian dilalaikan.
 
-          Golongan Qolbun Mayyit adalah orang-orang yang kuffar (kafir), orang-orang dzolim yang telah Allah tutup hatinya.

Dalam AlQur’an, di awal Surat Al Baqarah ayat 1 – 5 Allah menceritakan orang-orang yang Qolbun Salim.  Ayat 6 dan 7  Allah menceritakan orang yang punya Qolbun Mayyit, sedangkan ayat 8 – 20 Allah menceritakan tentang orang Munafiq, orang yang hatinya sakit (Qolbun Maridh).

Surat Al Baqarah ayat 8 :

Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.

Ayat 9 dan 10 :

9. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, Padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.

10. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.

Mereka mengatakan (mengaku) sebagai orang beriman, tetapi sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak beriman( disebut : orang Munafik)  Karena di dalam hatinya ada penyakit.  Apabila sakitnya itu tidak segera disembuhkan, sifat Munafik-nya terus terpelihara, maka Allah tambahkan penyakit-penyakit dalam hatinya. Dan Allah akan timpakan kepada mereka adzab yang sangat pedih, disebabkan mereka dusta.

Orang yang hatinya sakit adalah orang-orang yang mengatakan ”A”  tetapi sebetulnya dalam hatinya mengatakan “B”.   Di antara orang-orang yang melakukan ibadah, ucapannya “Lillah” tetapi dalam hatinya “tidak Lillah”. Ketika sholat mereka mengucapkan : “Inna sholati wanusuki wamahyaya wa mamati lillahi robbil ‘alamin” ( Ya Allah sesungguhnya sholatku, ibadahku, sembelihanku, hidup dan matiku semata-mata untuk-Mu ya Allah).  Mereka ber-Takbir dalam sholat, ketika sujud, mereka agungkan Allah ketika beribadah,  tetapi keluar dari tempat ibadah mereka takabur di sisi Allah subhanahu wata’ala.  Mereka mengagungkan hartanya, membesarkan kedudukannya, membesarkan dirinya, menipu manusia.  Itulah orang-orang Munafiq, orang-orang yang hatinya sakit.

Maka ketika orang mengatakan sebagai orang Islam, Iman dan Taqwa, tidak cukup hanya di lisan saja.   Pernah suatu hari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam ketika di Madinah, didatangi oleh orang-orang Arab Badui (Arab Gunung) yang telah memeluk Islam, berbondong-bondong mendatangi beliau,  dan mengatakan : “Ya Rasulullah, kami telah beriman”.

Ketika itu Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tidak langsung menyambut ucapan orang tersebut.  Karena Iman bukan di lisan melainkan ada dalam hati.  Maka turunlah wahyu AlQur’an Surat Al Hujuraat ayat 14 : 

Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam sering mengatakan ketika menegur sesama muslim : “Taqwa itu ada di sini”. Sambil menepuk dada beliau tiga kali.  Maksudnya bahwa Ketaqwaan adalah bagaimana hati seorang hamba, bukan lisan atau perbuatan seseorang.
Maka hati hendaknya dijaga,  bukan saja dari sifat-sifat buruk tetapi juga dijaga agar selalu dalam ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala.   Sebab meskipun orang itu tidak punya sifat buruk dalam Hablumminannas, tetapi tidak dijaga dalam ketaatan kepada Allah, maka Allah menilai : Hatinya bukan Qolbun Salim.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam selalu memohon kepada Allah subhanahu wata’ala. dan do’a Nabi Ibrahim a.s. tersebut dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan diabadikan dalam AlQur’an dan seyogyanya kita bisa mengikuti do’a beliau.  Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sebagai Abul Anbiya (Bapak para Nabi) berdo’a dan diabadikan dalam Surat  (26) Asy Syuara ayat 83 – 89 :


83. (Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku Hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh,

84. Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian,

85. Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan,

86. Dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat,

87. Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan,

88. (Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,

89. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,


Hikmah yang dimaksud adalah Ilmu Pengetahuan Aqidah (Agama).  Dan ternyata dikabulkan do’a  Nabi Ibrahim a.s.tersebut.

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari sahabat bernama Mu’awiyah, tentang ciri hamba yang dicintai Allah subhanahu wata’ala, mungkin manusia akan mengira bahwa hamba yang dicintai oleh Allah adalah orang yang hartanya melimpah, atau orang yang  punya kedudukan tinggi dalam masyarakat.  Padahal tidak.
Allah dan Rasul-Nya tidak pernah memuji dunia.  Dalam ayat manapun dalam AlQur’an atau Hadits,  Allah tidak pernah sekalipun memuji dunia.  Padahal Allah yang menciptakan dunia ini. Bahkan yang sering dihinakan oleh Allah subhanahu wata’ala adalah dunia. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah memuji dunia.

Sementara itu manusia pada umumnya bukannya memuji Allah subhanahu wata’ala yang menciptakannya, melainkan memuji dunia (kekayaan, pangkat, jabatan) dan dirinya.

Bahkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pernah menyatakan bahwa dunia ini lebih hina daripada bangkai anak kambing di sisi Allah subhanahu wata’ala.  Bukan dilarang mencari dunia, akan tetapi Qolbun Salim adalah orang yang mencari dunia tetapi dunianya ditundukkan oleh Hatinya untuk mentaati Allah subhanahu wata’ala.
Sedangakan Qolbun Mayyit atau Qolbun Maridh adalah orang mencari dunia dan ia meninggalkan aturan-aturan Allah subhanahu wata’ala.

Maka dalam Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim,  dari Mu’awiyah berkata bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasaallam bersabda : “Barangsiapa yang oleh Allah diberi suatu kebaikan maka hamba itu akan diberikan kefakihan (hikmah) dalam agama, dibukakan dadanya dan diringankan untuk menjalankan Islam”.

Bukan berarti orang itu langsung-jadi,  tetapi harus dengan upaya. Kita-lah yang mengupayakan bagaimana agar kita diberi Hikmah (Kefakihan) itu.
Di ibaratkan :  Seseorang yang diberi hadiah seekor kambing, lalu disuruh memilih salah satu dari tiga ekor kambing, ada kambing yang gemuk dan sehat,  ada kambing yang kurus dan ada kambing yang sakit-sakitan.  Pasti orang itu akan memilih kambing yang gemuk dan sehat.    Ketika kambing itu sudah dimiliki, tentu ia akan berusaha agar kambing itu tetap sehat, semakin besar dan  gemuk, yaitu dengan diusahakan pemeliharaannya yang baik, diberi makanan dan diberi kandang yang bersih. Artinya kambing itu dirawat, diusahakan agar tetap hidup subur.

Artinya, ketika kita meraih sesuatu urusan dunia tentu kita akan memilih yang terbaik. Selanjutnya agar sesuatu itu tetap baik dan semakin berkembang, maka harus kita rawat, kita pelihara dengan susah payah.  Yang merawat tentunya yang memiliki sesuatu itu. Dan sekiranya yang punya tidak mampu, tentu akan meyuruh orang lain merawatnya meskipun dengan ongkos yang mahal. Atau bekerjasama dengan orang lain. Tetapi sesuatu itu tetap milik kita.

Ketika Allah subhanahu wata’ala memberikan tawaran kepada manusia, apakah kalian ingin mendapatkan Hati yang sehat, yang hidup, ataukah hati yang sakit atau hati yang mati ? Pasti semua manusia akan memilih hati yang sehat, yang hidup. Akan memilih Qolbun Salim.  
Kalau sudah memiliki Qolbun Salim, siapakah yang harus memeliharanya ?  Tentu manusia itu sendiri yang harus memeliharanya. 

Allah subhanahu wata’ala telah memberi kita Qolbun Salim, hati yang bersih, sehat.  Allah telah memberikan hidayah Semua manusia, tidak ada seorangpun manusia yang tidak diberi hidayah sejak lahir.  Tetapi seiring dengan perkembangannya, manusia memilih dan memilah, lalu ada yang memilih memelihara hatinya tetap dalam Qolbun Salim, ada yang membiarkan dalam Qolbun Maridh, bahkan dibiarkan menjadi Qolbun Mayyit (Hati yang mati).

Siapa yang harus memelihara hati kita ?  Tentu diri kita sendiri.  Kita tidak bisa menyuruh orang lain untuk memelihara hati kita. Karena hati ada dalam jasad kita. Yang bisa menundukkan hati kita adalah kita sendiri. Kita sendiri yang memelihara hati  dengan menjaga hati, diberikan makanan (santapan) rohani.  Insya Allah pada majlis (pertemuan) yang akan datang kita bahas apa itu Makanan Qolbun Salim.

Dari do’a Nabi Ibrahim (ayat 84) di atas : “Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang akan datang) kemudian”.

Maksudnya : Ya Allah jadikanlah aku orang yang dikenang, dido’akan, disebut-sebut namanya dengan nama yang baik oleh  umat-umat yang akan datang.  Orang yang baik pasti akan dikenang, meskipun sudah meninggal. Selalu dikenang dalam kata-kata yang baik. Karena orang tersebut mempunyai Hati yang bersih (Qolbun Salim). Yang selalu kita sebut-sebut dalam sholat kecuali Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam  juga adalah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam,  selalu kita sebut-sebut dalam sholat (Ketika duduk Tasyahud).  

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam selalu kita sebut dan kita do’akan dengan kebaikan-kebaikan. Dan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diberi gelar oleh Allah dalam AlQur’an : Abul Anbiyaa (Bapak para Nabi),  anak-keturunan beliau menjadi Nabi, sampai dengan Nabi Muhammad shollallahu ‘alahi wasallam adalah keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.(dari garis keturunan Nabi Ismail a.s.)

Do’a Nabi Ibrahim a.s. (Ayat 85) : “Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai  surga yang penuh kenikmatan”.

Siapakah yang tidak ingin masuk surga ?  Semua orang pasti ingin masuk surga.   Tetapi harus dengan bukti amal. Nabi Ibrahim a.s. bukan hanya berdo’a, tetapi dengan segala usaha dan pengorbanan dan ke-ikhlasan.  Dan Allah kabulkan do’a Nabi Ibrahim a.s.

Hanya satu do’a Nabi Ibrahim a.s. yang tidak dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala yaitu do’a (pada ayat 86) di atas  : “Dan ampunilah bapakku karena sesungguhnya ia telah termasuk golongan orang-orang yang sesat”.  

Tidak dikabulkan, karena ayah Nabi Ibrahim adalah seorang kafir dan penyembah berhala. Bahkan Allah subhanahu wata’ala sampikan kepada Nabi Ibrahim a.s. dan diabadikan dalam AlQur’an, sampai kepada kita umat Nabi Muhammad saw yaitu Surat At Taubah ayat 113, yang merupakan teguran kepada Nabi Ibrahim dan kepada semua umat manusia :

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.

Atas dasar ayat AlQur’an tersebut, maka kita (umat Islam) dilarang mendo’akan (memintakan ampun) atas orang-orang kafir (non Islam) walaupun yang dimintakan ampun itu adalah kerabatnya sendiri, orang-tuanya sendiri, anaknya, isterinya, suaminya, selama ia dalam keadaan kafir, baik ia masih hidup maupun sudah mati,  haram untuk dido’akan. 
Kecuali do’a ketika mereka masih hidup yaitu do’a : “Ya Allah, semoga Engkau bukakan hatinya untuk menerima hidayah (menerima agama-Mu)”.  
Do’a yang demikian maka boleh.  Tetapi do’a agar mereka diampuni, tidak boleh (haram).

Adapun do’a Nabi Ibrahim a.s. untuk ayahnya itu adalah sekedar janji bahwa beliau akan mendo’akan ayahnya. Tetapi setelah ternyata ayahnya tetap kafir, dan orang kafir adalah musuh Allah, musuh Rasulullah (Nabi Ibrahim), maka Nabi Ibrahim-pun berlepas diri.  Nabi Ibrahim a.s. adalah seorang yang mempunyai Qolbun Salim.

Ayat berikutnya yaitu ayat 87 : “Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka (manusia) dibangkitkan” 
Yaitu pada Hari dibangkitkan semua manusia di Yaumil Mahsyar,

Ayat 88 :  “Yaitu pada hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna”.

Yaitu di  Hari Mahsyar, dimana harta, kedudukan, jabatan  dan anak serta keluarga tidak lagi gunanya, sebagaimana kita miliki ketika di dunia. Bahkan  tidak ada gunanya anak-anak yang sholih, anak laki-laki yang dibangga-banggakan, keturunan yang hebat, semua itu tidak bisa menolong atau membantu. Kecuali siapa yang ketika di Yaumil Mahsyar menjumpai
(berjumpa dengan) Allah subhanahu wata’ala dengan Qolbin Salim, hati yang bersih, dalam arti bersih Aqidah kita.

Dan Allah subhanahu wata’ala telah menyampaikan kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam untuk disampaikan kepada umatnya dalam Hadits riwayat Imam Muslim, dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak melihat wajahmu, tubuhmu, hartamu yang melimpah, atau apa yang kamu pakai, akan tetapi Allah hanya melihat taqwamu, kebersihan hatimu dan amal-amalmu”.   

Maksudnya adalah amal yang dilakukan dengan Qolbun Salim (Hati yang bersih, ikhlas). Banyak orang beramal tetapi amalnya tidak menurut aturan Allah subhanahu wata’ala. Banyak orang beramal tetapi amalnya mengingkari ayat-ayat AlQur’an.
Padahal AlQur’an adalah hukum-hukum yang wajib dijalankan sesuai aturan Allah subhanahu wata’ala.  AlQur’an adalah surat dari Allah subhanahu wata’ala.  Siapa yang menyatakan dirinya mempunyai Qolbun Salim, maka pedoman hidup yang paling utama baginya adalah AlQur’an.  AlQur’an adalah surat.  Surat dari Allah yang sangat mengasihi kita, yang paling kita cintai, yang kelak akan memberikan Syafa’at kepada kita, Allah Jalla  jalaalu.

Maka kalau ada Surat dari Allah, (yaitu AlQur’an) apa yang harus kita lakukan ? 
Wajib kita pelajari dan amalkan. Ibarat kita mendapat surat dari pasangan (pacar) dulu ketika masih bujangan (gadis),  atau seseorang mendapat surat dari atasan kerjanya, tentu akan dibaca, dipelajari lalu dilaksanakan.  Kalau isinya perintah pasti dilaksanakan, kalau isinya larangan pasti ditinggalkan. Kalau isinya tentang aturan pasti diikuti (dituruti).
Demikianlah AlQur’an yang wajib dijalankan seluruh hukum-hukumnya.

Maka Allah subhanahu wata’ala berfirmana dalam AlQur’an Surat An Nuur ayat 1 :

(ini Al Qur’an) adalah) satu surat yang Kami (Allah) turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya.

Artinya, bahwa seluruh hukum-hukum yang ada dalam Al Qur’an diperintahkan untuk dijalankan, tanpa pandang bulu.  Maka seharusnya para Da’i di manapun berada ketika menyampaikan kepada umat, yang pantas dijadikan acuan adalah AlQur’an, agar manusia jangan terlena. Jangan hanya yang indah-indah saja yang disampaikan,  jangan hanya yang ringan-ringan.  Berat atau ringan kalau  itu ada dalam AlQur’an, sampaikan,  jangan dipilih-pilih.

Qolbun Salim (Hati yang bersih) tidak pernah memilah-milah atau memilih-milih, apapun yang ada di dalam AlQur’an walaupun dirasakan pahit, walaupun dikatakan keras, sampaikan.  Insya Allah umat tidak akan tersesat. Tetapi sayang sekali, di kita ini banyak orang (Da’i) yang mencari sesuatu,  sehingga yang disampaikan dipilih-pilih, yang ringan-ringan.   Ayat-ayat yang intinya larangan atau  perintah yang keras, tidak disampaikan.  Lalu apa yang akan disampaikan kalau bukan yang Haq (benar) ?

Kewajiban seorang yang berilmu adalah menyampaikan apa yang Haq (benar). Itu wajib.  Ayat  tersebut di atas jelas sekali :

“Kami (Allah) wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam) nya dan Kami (Allah) turunkan ayat-ayat yang jelas agar kamu selalu mengingatnya”.

Artinya,  ayat-ayat AlQur’an itu jelas, terang, berkualitas, yang datangnya dari Allah subhanahu wata’ala. Supaya kita semua berfikir. 
Jangan sekedar : Yang penting saya sudah Islam, atau dengan pikiran : Yang penting niat saya baik, yang penting hatinya, dst.   
Ada orang hatinya sedang sakit, lalu disuruh sholat tidak mau, lalu ia mengatakan : Yang penting hatinya baik.  Sedang sakit parah hatinya,  tetapi ia katakan hatinya sedang baik.  Itulah ciri orang yang tidak Qolbun Salim.    Karena ia telah dihalangi oleh hawa nafsunya, dihalangi oleh nafsu syaithan dan semua itu asalnya dari syaithan.

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi, hadits hasan, dari sahabat bernama Sahal bin Sa’ad,  Rasulullah shollallahu ‘alaihisallam bersabda : “Sesungguhnya sifat-sifat pembangkang, pemalas dan sifat-sifat kotor semuanya itu datangnya dari syaithan, maka orang yang mengikuti hawa nafsu, sesungguhnya ia sedang mengikuti syaithan, hatinya sedang sakit, bila tidak segera diupayakan untuk disembuhkan, maka hati yang sakit itu lama-lama akan menjadi hati yang mati (Qolbun Mayyit)”.

Siapa yang menginginkan hati yang mati ? Pasti semua orang menginginkan hati yang sehat, yang bersih.  Karena Hati yang sakit, lama-lama akan menjadi hati yang mati (Qolbun Mayyit).   Dan orang  pasti akan memilih menjadi Qolbun Salim (Hati yang bersih, sehat).  Orang yang mempunyai Qolbun Salim (Hati yang bersih, sehat) tidak akan memilih apapun kecuali taat dengan apa yang ada dalam AlQur’an (Sami’na wa atho’na).

Bahkan Allah subhanahu wata’ala memberikan jaminan kepada orang-orang yang betul-betul menjadikan AlQur’an sebagai pedoman, bahwa orang tersebut hatinya tenang, kulitnya tenteram, semuanya akan menjadi indah bagi dirinya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Az Zumar ayat 23 :

Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.

Maksud “berulang-ulang” adalah agar mudah dipahami.  Dengan membaca dan memahami AlQur’an, maka bergetarlah kulit orang, semata-mata karena takut kepada Rabb-nya. Bila ayat tersebut dipahami dengan baik dan diamalkan, maka orang yang mengaku dirinya Islam tidak akan melakukan korupsi.  Orang-orang mau melakukan korupsi, mencuri, itu karena hati mereka tidak bergetar mengingat Allah subhanahu wata’ala.  Mereka tidak merasa takut kepada Allah, yang ditakuti adalah sesama manusia.   

Siapa yang mengingat Allah dengan cara mempelajari AlQur’an maka hidupnya akan tenang. Maka siapa yang ingin tenang hidupnya, pelajarilah AlQur’an. 
Rasulullah saw dan para sahabat hidupnya tenang walaupun tidak ada harta yang mereka miliki, kecuali hanya cukup untuk makan sehari-hari. Karena pedoman mereka adalah AlQur’an.
Bagaimana mungkin umat Islam akan hidup tenang kalau tidak berpedoman  dan menjalankan  AlQur’an,  Sedangkan umat Islam banyak yang asing terhadap AlQur’an. Maka dalam ayat tersebut di akhiri dengan kalimat :
Itulah petunjuk Allah dengan kitab (AlQur’an), Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah nisacaya tidak ada baginya seorang pemimpin” –

Dan barang siapa yang disesatkan Allah” - Maksudnya adalah mereka tidak mau mencari hidayah dan tidak mau membersihkan hatinya, terbiasa dengan hati yang sakit, bahkan sampai mati hatinya,  maka Allah sesatkan, tidak diberi petunjuk, maka tidak akan ada bagi orang tersebut yang bisa memberi hidayah.  Karena Pemberi Hidayah adalah Allah subhanahu wata’ala. Dan Allah akan memberikan hidayah kepada orang-orang yang membersihkan hatinya (Qolbun Salim).

Oleh karena itu bila kita ingin hidup bahagia dunia dan Akhirat, cara satu-satunya adalah dengan membersihkan hati kita, sehatkan hati kita, tundukkan hati kita semata-mata karena Allah subhanahu wata’ala. Yaitu dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya dengan ikhlas, dalam rangka menjalankan Dinul Qoyyim (Agama yang Haq, yaitu Islam).Dan siapa yang melakukan itu maka balasannya adalah Surga dan Allah akan ridho kepada mereka dan mereka semua ridho dengan ketetapan Allah dan mereka semua akan masuk surga.

Tanya-Jawab.

Pertanyaan:
Bekenaan dengan kisah Nabi Ibrahim a.s. yang mendo’akan untuk ayah beliau, tetapi ditolak oleh Allah subhanahu wata’ala karena ayah beliau sampai meninggal masih kafir, kemudian sekarang bila ada anak yang sholih, yang ayahnya dalam kesesatan, apa yang harus dilakukan anak tersebut terhadap ayahnya itu ?

Jawaban:
Kesesatan ada yang sangat jauh, yaitu orang yang melakukan kemusyrikan dan kekafiran. tetapi ada orang yang kesesatannya tidak terlalu jauh, ia masih Islam, menjalan Islam, tetapi mungkin pernah menjalankan Riba, pernah melakukan maksiat, pernah mendzolimi manusia, maka selama akidahnya masih Islam dan masih sholat (meskipun kadang sholat kadang tidak), menjalankan Islam, lakukanlah untuk dido’akan agar diampuni dosa-dosanya.  Kalau ayahnya tersebut masih hidup do’akan agar ia mendapat Hidayah (petunjuk) dari Allah subhanahu wata’ala.
Yang membedakan seseorang itu muslim atau kafir atau musyrik adalah sholatnya.

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

No comments:

Post a Comment