Titian Rumahtangga Harmoni.
Ustadz. Sukeri Abdullah
Jum’at, 1 Rabi’ul Awal 1435 H – 3 Januari 2014
Assalamu’alaikum
wr.wb. ,
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Allah
subhanahu wata’ala berfirman dalam
AlQur’an Surat Ar Ruum ayat 21 :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Bahasan kali ini adalah Titian Rumahtangga Harmoni. Tanda-tanda rumahtangga yang harmoni yang
bahagia antara lain dalam rumahtangga itu selalu rukun, tidak pernah terjadi
pertengkaran, saling menghargai sesama anggota keluarga, dan dalam rumahtangga
itu selalu terasa nikmat, meskipun ada masalah selalu bisa diselesaikan dengan
baik karena masing-masing suami-isteri bisa menerima apa adanya.
Pertanyaannya, bagaimana bila kemudian
dalam kehidupan rumahtangga muncul situasi (perasaan) secara kontekstual pada
diri pasangan suami-isteri ternyata tidak harmonis, tidak sesuai dengan harapan
mereka. Penyebabnya adalah bermacam-macam, misalnya
suami tidak memberi nafkah kepada isteri /keluarga atau masing-masing
suami-isteri ada perubahan sikap yang tidak baik. Berbagai macam prasangka
buruk, dst. Masing-masing suami-isteri saling mencurigai hanya karena
kesalah-pahaman, tetapi langsung mem-vonis.
Maka thema bahasan kali ini adalah Titian
Rumahtangga Harmoni. Yang paling utama adalah titian (jembatan, prosesnya, atau jalannya). Banyak pasangan
rumahtangga yang ingin segera senang, berkecukupan dan berbahagia.
Untuk itu yang diperlukan sebenarnya
adalah : Jangan sampai mengalami dis-orientasi dalam membangun
rumahtangga.
Orang mengatakan rumahtangga
harmonis. Padahal itu hanyalah merupakan
wasilah (jalan). Ketika dalam AlQur’an dikatakan : Melalui rumahtangga menuju kampung
Akhirat – maka yang dimaksud adalah
: Kejarlah olehmu karunia Allah di negeri
Akhirat dan jangan abaikan bagianmu di dunia.
Karya-karya besar kita di dunia melalui
lembaga rumahtangga adalah merupakan media yang Allah (melalui Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam) siapkan,
agar kita bisa masuk ke dalam Surga melalui
media rumahtangga.
Maka ketika bicara tentang Titian
Rumahtangga, rujukannya adalah AlQur’an Surat Ar Ruum ayat 21 sebagaimana
disebutkan di atas. Bahwa Allah subhanahu
wata’ala “menciptakan pasangan-pasanganmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung kepadanya”.
Namun demikian diperlukan ikhtiari (usaha) bukan terima jadi. Cenderung-nya
seseorang kepada pasangan dalam kehidupan rumahtangga ada tiga kelompok :
1.Kelompok
(model) dua insan yang saling mencintai,
kemudian oleh Allah Allah subhanahu
wata’ala dipertemukan dalam kehidupan rumahtangga. Ini adalah ujian, apakah cinta pasangan dua sejoli itu bertahan
sejak awal sampai akhir hidupnya ataukah akan berantakan di tengah perjalanan.
2.Kelompok
dua insan yang cintanya bertepuk sebelah tangan. Tetapi oleh Allah
mereka dipertemukan dalam kehidupan rumahtangga. Ini adalah rahmat
(kasih-sayang) Allah. Karena yang cinta hanya sebelah, yang sebelahnya lagi
masa-bodoh saja (tidak cinta). Tetapi
rumahtangganya tetap berlangsung lancar.
3.Kelompok
dua insan yang tidak saling cinta. Cinta-nya saling
membelakang tetapi hidup dalam berumahtangga.
Pasangan orang ini disebut : Mendapat Afdholiyah
(Keutamaan) dari Allah subhanahu
wata’ala. Pasangan ini tidak pernah membanggakan
diri saling mencinta, tetapi juga tidak pernah mengeluh bahwa mereka tidak
saling mencinta. Mereka biasa-biasa
saja.
Itulah karunia Keutamaan dari Allah subhanahu wata’ala. Demikian itu
membuktikan kebenaran ayat tersebut diatas (Srt.Ar Ruum ayat 21).
Itulah ayat ikhitari. Rumahtangga
harmonis bukan langsungjadi (given)
melainkan harus diusahakan. Di awali dengan kecenderungan. Orang-orang seperti ini sangat maksimal
ber-ikhtiar mendapatkan rahmat Allah subhanahu
wata’ala. Mereka bersungguh-sungguh. Pasangan itu mampu mengatasi
dahsyatnya gelombang lautan kehidupan rumahatangga.
Terserah anda pada kelompok yang mana dari
ketiga kelompok tersebut, tetapi bila anda ber-ikhtiar dengan sungguh-sungguh, dan
yakin bahwa ada rahmat dan keutamaan Allah subhanahu
wata’ala, maka barulah pasangan akan
bisa masuk kepada tahap berikutnya, yaitu pasangan Sakinah, Mawadah Warohmah (SAMARA) yaitu pasangan yang penuh dengan
kasih-sayang).
Menikah
itu dasarnya apa ?
Menikah itu dasarnya adalah Iman. Dari hasil survey tahun 2012 di
Amerika Serikat jumlah perceraian pasangan rumahtangga mencapai 40% dari jumlah
pasangan yang ada. Sementara di
Indonesia jumlah perceraian 20% dari
pasangan rumah tangga. Dari sekitar 2 juta peristiwa pernikahan di Indonesia
sepanjang tahun 2012 ternyata kasus perceraiannya mencapai 385.000 lebih
pasangan (20%). Suatu angka yang
memprihatinkan.
Kenapa di Indonesia bisa mencapai angka
demikian ? Karena kebanyakan pernikahannya bukan karena Iman. Meskipun mereka mengatakan beriman. Mereka menjadikan
kreteria-kreteria duniawi sebagai dasar pernikahan, bukan karena Iman. Mereka menyangka bahwa rezki dalam
rumahtangga ditentukan oleh seberapa tingkat ke-materi-an pada diri seorang
calon pasangan. Pandangan demikian sangat rapuh.
Bukan tidak boleh menikah dengan seseorang
yang mapan ekonominya, kaya, dst, boleh saja,
tetapi jika itu yang dijadikan ukuran (standar), maka akan menjadi kekecewaan. Oleh karena itu Titian Rumahtangga Harmoni harus dipahami sejak pra-nikah. Sejak pra-nikah pasangan harus didasari Ikhlashuniyat
(Niat Ikhlas).
Ikhlas
artinya
bersih, semata-mata karena Allah, bukan karena pamrih lain. Maksud dan ujuan
pernikahan adalah murni semata-mata karena Allah subhanahu wata’ala. Perkara
nantinya secara kontekstual orang akan men-definisi-kan dengan berbagai macam
gambaran tentang Ikhlas, silakan, tetapi yang jelas untuk masuk kepada lembaga
pernikahan (rumahtangga) maka sejak pra-nikah harus ada Ikhlashunniyat (niat
bersih semata-mata kerena Allah subhanahu
wata’ala).
Ketika seseorang harus memilih calon
pasangan, dan tidak bisa memutuskan mana yang harus dipilih, maka hendaknya ia sholat
Istiharah, meminta petunjuk Allah subhanahu
wata’ala. Ketika melakukan Istiharah maka ia harus betul-betul netral,
bersih, ikhlas. Dan sholat Istiharah cukup sekali, tidak berkali-kali.
Pasca
pernikahan.
Setelah Ijab-Qabul maka yang
dimunculkan dalam Titian Rumahtangga adalah :
1. Ta’aruf (mengenal).
2. Tafahum (saling pengertian).
3. Ta’awun (tolong-menolong).
4. Takaful (saling sepenanggungan).
Ketika pra-nikah maka Ikhlashunniyat adalah penting, supaya pernikahan bernilai Ibadah. Bila semua dilakukan
berdasarkan Iman lalu dipelihara dengan Ikhlas, maka insya Allah semua yang
dilakukan bernilai Ibadah di sisi Allah subhanahu
wata’ala. Perkara inilah yang tidak
boleh kita abaikan, juga bagi para orangtua yang akan mencari menantu. Orangtua
juga harus Ikhlas dalam mencari menantu.
Bila segala sesuatu didasari Ikhlas maka
tidak ada beban berat. Tidak ada
kebencian berkepanjangan. Orang yang Ikhlas insya Allah tidak bisa
di-intervensi oleh syaithan.
Allah subhanahu
wata’ala berfirman dalam Surat Al
Hijr ayat 39 – 40 :
40.
Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis (ikhlas) di antara mereka".
Ikhlas
menjadi
penting, supaya sepanjang kehidupan rumahtangga kita berjalan. Pengorbanan
apapun yang kita lakukan akan senantiasa bernilai pahala (Ibadah) di sisi Allah
subhanahu wata’ala.
Bagi orangtua yang hendak mencari menantu,
juga harus didasarkan Ikhlas. Jangan sampai ketika orangtua sudah punya
menantu, lalu dibikin repot (susah) oleh pasangan anaknya (menantunya). Tidak sedikit orangtua yang rumahtangganya
berantakan, masih juga menghadapi perkara rumahtangga anaknya yang juga
berantakan. Karena sejak pra-nikah tidak didasari Ikhlashunniyat. Sampai-sampai ketika meninggal masih dalam
keadaan rumahtangga yang berantakan.
Padahal kita ingin kalaupun meninggal
dalam keadaan khusnul khotimah, bebas
dari masalah, terutama masalah rumahtangga.
Kita ingin mati tetapi matinya bukan karena beban masalah.
Pasca Nikah yang harus kita lakukan adalah
: Ta’aruf,
yaitu ta’aruf periode kedua. Sedangkan Ta’aruf pra-nikah adalah Ta’aruf
pada kulitnya saja. Maka ketika sudah menikah, Ta’aruf-nya luar-dalam (lahir-batin).
Ta’aruf di sini artinya
mengenal secara lebih dalam tentang selera dan perasaan masing-masing orang
dalam pasangan. Sehingga bisa menyesuaikan diri dan mampu menyiapkan
sikap-mental dengan baik untuk menerima pasangan apa adanya dan seutuhnya.
Termasuk menyikapi dengan bijaksana ketika terjadi perubahan watak masing-masing
ketika sudah menikah (dalam berumahtangga).
Ta’aruf tidak mengenal
waktu sampai kapan, tidak terbatas sepanjang kehidupan. Dan itu bisa
dilaksanakan bila didasari Ikhlashunnyat. Juga dibutuhkan kesabaran tinggi, sampai
menghantarkan pasangan kita sukses mengucapkan kalimat Lailaha illallah ketika
ia sakaratulmaut.
Demikian bahasan, insya Allah akan
dilanjutkan pada pertemuan yang akan datang.
SUBHANAKALLAHUMMA
WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alikum
warohmatullahi wabarokatuh.
No comments:
Post a Comment