Translate

Monday, March 10, 2014

Profil Pribadi Muslim , oleh : Ustad Wijayanto



                                    PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM


                                                           Profil Pribadi Muslim

                                                                Ustad Wijayanto


                                      Jum’at,  19 Dzulqo’dah 1433 H – 5 Oktober 2012



 Assalamu’alikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala.
Agama Islam ini diamalkan oleh seseorang  benar-benar atas dasar pilihan Allah subhanahu wata’ala.  Allah mengingatkan kepada kita agar kita banyak bersyukur dan beramal baik, seperti difirmankan dalam AlQur’an Surat Al Hajj ayat 78:

Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dia-lah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.

Kalau kita menyadari bahwa amal agama (Islam) adalah amal pilihan maka kita tidak perlu heran bahwa yang mengamalkan agama (Islam) di muka bumi ini juga tidak banyak.  Orang yang mengikuti  pengajian Dhuha Masjid Baitussalam ini-pun juga tidak banyak. Karena dimanapun di dunia ini, yang disebut “pilihan”  tidak banyak, tidak akan sebanyak yang tidak terpilih. Dan azas kehidupan ini adalah pilihan. Kita menjadi manusia ini juga karena dipilih oleh Allah. Dari sejak bibit (sperma) yang terdiri dari ratusan juta sel itu yang dipilih hanya satu sel atau dua (kembar) untuk dijadikan manusia, yang lainnya tidak dipilih.   

Setelah itu, kita menjadi muslim juga karena dipilih oleh Allah subhanahu wata’ala. Maka sekarang ini  orang muslim di dunia lebih sedikit dibandingkan orang non muslim. Karena manusia pilihan maka hanya sedikit.
Dan patut kita syukuri,  Allah subhanahu wata’ala memilih orang untuk beramal agama tidak berdasarkan kekayaan. Karena memang Islam ini tidak tergantung oleh kekayaan seseorang. Maka kalau ada orang kaya tidak mau beramal agama,  tidak sholat  dsb., tidak usah heran, karena agama (Islam) tidak tergantung pada kekayaan.

Juga agama ini tidak tergantung pada kepandaian. Maka kalau ada orang bergelar sarjana, Doktor, Professor, dst.  tidak sholat, tidak usah heran karena agama ini tidak tergantung pada kepandaian. Bahkan kalau kita amati, para jamaah haji itu mayoritas bukan sarjana, karena yang ber-Haji bukan orang kaya, orang pandai, atau yang tampan saja.

Maka kita syukuri  bahwa Allah telah memilih kita untuk beramal agama.  Untuk itulah maka Hidayah itu ada dua factor penyebabnya :

1.      Karena Allah Menghendaki,
2.      Karena kemauan kita. 

Dan yang paling sulit dalam kehidupan beragama adalah menumbuhkan kemauan bukan kemampuan.     Karena agama (Islam) ini fitrahnya, qaidahnya, atau pada dasarnya   adalah : Dimudahkan.   Di dunia ini, setiap yang penting bagi manusia selalu dimudahkan oleh Allah subhanahu wata’ala.  Itulah azas, qaidah (qonun) yang Allah bentang di muka bumi ini.

Misalnya air yang sangat panting bagi kehidupan manusia, maka air selalu ada di manapun di muka bumi ini.  Sekering apapun suatu daerah,  orang masih bisa mendapatkan air supaya bisa hidup.  Karena air adalah penting bagi kehidupan manusia.  Demikian pula  udara ini penting bagi manusia, maka semua manusia bisa menghirup udara gratis tanpa alat. Bayangkan kalau kita menghirup udara ini membayar atau dengan alat.  Tentu akan sangat menyulitkan.

Agama (Islam) jauh lebih penting dibanding air dan udara. Maka Islam adalah agama yang mudah dan dimudahkan.  Dan  semua orang, setiap orang pasti bisa beragama (Islam).  Orang tidak punya kaki, tidak punya tangan atau tidak punya mata sekalipun, pasti bisa beragama. Maka untuk sholat, semua orang, selama ia masih hidup pasti bisa melaksanakannya.  Karena sholat itu penting, maka semua orang pasti bisa (mampu) melaksanakannya. Tidak ada orang di muka bumi ini yang tidak mampu sholat, Semua pasti bisa.  Persoalannya adalah : Orang itu mau atau tidak.
Maka untuk Hidayah ada dua factor : Allah Menghendaki dan ada kemauan kita untuk menerima (mengusahakan) hidayah itu.

Menjadi Muslim yang sempurna.
Untuk menjadi muslim yang sempurna, yang dikehendaki oleh Allah subhanahu wata’ala, sebagai orang yang bergama yang utuh (sesungguhnya), maka ada sepuluh (paling tidak) yang harus dilakukan agar seseorang itu beragama secara utuh, yaitu :

1.Mempunyai Salimul Aqidah.
Yaitu keimanan (Aqidah, keyakinan) yang lurus. Keyakinan adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Bila orang salah beramal, masih diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala.  Tetapi bila salah dalam ber-keyakinan, maka tidak ada ampun lagi.

Hal ini perlu disampaikan karena di Indonesia masalah keyakinan menjadi tidak terlalu penting. “Yang besar” di hadapan Allah tetapi dikecilkan oleh manusia dan yang “kecil” dihadapan Allah tetapi dibesarkan oleh manusia.  Kesalahan mengenai Aqidah adalah fatal sekali bagi Allah subhanahau wata’ala.  Tetapi di Indonesia dan pada umumnya manusia tentang Aqidah dianggap tidak terlalu penting.

Misalnya : Di Indonesia seorang pencuri (mencuri motor atau mobil), dianggap lebih jahat dibandingkan dengan orang yang menyembah berhala. Bagi Allah,  orang mencuri mobil,  membunuh orang, dsb  kalau  itu karena kekhilafan, lalu ia bertaubat, maka akan Allah ampuni. Tetapi bila orang menyembah batu, berhala, menjadi syirik,  Aqidahnya  tidak benar, maka tidak ada ampunan.

Dan Syirik di zaman modern sekarang ini luar-biasa. Paling tidak dalam 5 masalah pokok, Syirik merusak agama kita, yaitu :

a.       Syirik dalam bentuk dzat, berupa simbol-simbol ke-Tuhanan.  Islam tidak mengenal gambar-gambar (Simbol-simbol). Menganggap Tuhan lebih dari satu.  Maka Islam sangat anti kepada siapapun yang didewa-dewakan (dikultuskan) sampai ada yang dianggap Anak Allah, dsb.  Dan banyak lagi agama yang terjebak kepada pembawa ajarannya.
b.      Syirik dalam bentuk sifat-sifat.   Yaitu sifat-sifat Ke-Tuhanan yang dialamatkan kepada sesuatu. Misalnya Sifat Menyelamatkan, lalu orang mendewakan sifat keselamatan misalnya dengan memasang tapal-kuda pada body mobil bagian depannya.  Katanya tapal-kuda itu simbul keselamatan. Itu adalah syirik. Allah Maha Pemberi Rezki, tetapi sebagian orang Jawa percaya dengan Hari Kelahiran yang membawa rezki. Percaya kepada hari kelahiran adalah syirik, termasuk ilmu perbintangan (horoscoop).
c.       Syirik dalam memohon pertolongan.   Ini yang paling banyak membuat aqidah seseorang menjadi rusak.  Banyak orang meminta pertolongan kepada dukun.  Dan ternyata banyak pula pejabat tinggi negara  yang meminta bantuan (pertolongan) kepada dukun. Na’udzubillahi min dzalik !.
d.      Syirik dalam hukum.  Orang sudah tidak peduli kepada hukum yang diwajibkan dan dilarang oleh Allah subhanahu wata’ala.  Hukum dari Allah dihilangkan, yang seharusnya dilakukan tetapi tidak dilakukan oleh manusia. Yang demikian itu Allah tidak mau terima.  Demikian pula dalam hal peribadatan, yang diwajibkan tidak dikerjakan tetapi yang dilarang bahkan dikerjakan. Terlalu memudahkan hukum, membolehkan ini dan itu padahal itu dilarang.
e.       Syirik dalam Ibadah.  Yaitu membuat orang tidak kenal lagi dengan ibadah. Padahal Rasulullah saw sendiri yang menjelaskan perbedaan orang Islam dan orang kafir, ialah pada sholatnya. Tanda orang kafir ialah orang itu tidak mau mengerjakan sholat.  Dan zaman sekarang orang mengukur kesuksesan dengan ukuran duniawi. Orang dikatakan sukses kalau ia kaya.  Itulah yang merusak Aqidah (Keyakinan kepada Allah subhanahu wata’ala).  Harta bisa membutakan mata-hati manusia.


2.Shahihul Ibadah.
Bagaimana ibadah yang lurus, terutama sholat.  Pelanggaran dalam ibadah adalah dalam bentuk Bid’ah (menambah-nambahi, mengada-ada).  Tidak ada perintah, tidak ada contoh dari Rasulullah saw tetapi diada-adakan, dikerjakan.  Terutama di Indonesia, banyak ibadah-ibadah hasil kreasi. Dan kreasi ibadah orang Indonesia paling banyak, serta variasi paling banyak dalam ibadah adalah di Indonesia.

Dalam Fiqih Imam Syafi’i misalnya tentang Air, sudah sangat detail tetapi sampai di Indonesia masih ditambah-tambah lagi.  Fiqih di Indonesia ada sebutan “Air suci tetapi tidak men-sucikan” lalu dicontohkan misalnya air kelapa.   Apakah ada orang yang ingin wudhu dengan air kelapa ?
Itu hanya ada di Fiqih Indonesia.  Di Arab Saudi atau di Pakistan bicara demikian tentu ditertawakan orang.

Apalagi ibadah Haji, yang paling banyak tambahan-tambahan dalam ibadah adalah orang Indonesia.  Sampai-sampai kita bisa lihat banyak orang Indonesia yang mengusap-usapkan kain bajunya, atau kerudung-nya di dinding Ka’bah.   Sebagaimana kita saksikan,setiap musim Haji, kiswah Ka’bah selalu ditarik ke atas agar tidak terjangkau oleh orang.  Alasannya katanya karena banyak orang Indonesia yang menyobek (menggunting) kiswah Ka’bah itu untuk dibawa pulang untuk jimat. Dst, dst.

Fungsi Ka’bah  adalah bukan untuk disembah tetapi untuk menyatukan arah menghadap ketika orang sholat. Dan bila suatu saat seorang muslim hendak sholat dan tidak tahu arah Kiblat, maka sholat-lah meskipun arah menghadapnya tidak tepat, maka sholatnya tetap sah. Kita umat Islam jangan sampai terjebak pada simbol-simbol.


3.Matinul Khuluq (Akhlak mulia, Budipekerti).
Tentang akhlak (budi pekerti).  Kita saat ini merasakan terutama di bidang pendidikan sangat terasa akhlak  umat ini  sudah menurun, bahkan hilang. Di perguruan tinggi para dosen tidak berani memberi nilai E kepadaa mahasiswa.  Karena si dosen sudah tidak lagi mempunyai wibawa.  Mahasiswa semakin berani (tidak sopan) kepada dosen. Akhlak manusia sekarang sudah semakin menurun.

Pelajaran Akhlak (Budi pekerti) pernah pernah dikonsepkan lagi oleh Kementerian P dan K (Ketika itu Menteri Bambang Sudibyo), tetapi ketika hendak diaplikasikan, tidak seorang guru-pun yang bersedia mengajar Budi Pekerti.  Ternyata tidak ada guru yang berani mengajarkan Budi Pekerti (Akhlak).
Dan apa yang disebut karakrer building (pengajaran Akhlak) menjadi masalah. Padahal orang Islam dinilai pada akhlaknya, bukan karena keturunan siapa atau karena kekayaannya. 

4.Qowiyul Jismi (Kesehatan Fisik, Badan)
Kesehatan dan kebugaran fisik.  maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah Hadits : “Mintalah sehat setelah kamu punya keyakinan”.   Maknanya bahwa kesehatan harus diusahakan.  Usahakan agar setiap orang Islam harus sehat.  Dengan sehat orang akan lebih sempurna ibadahnya dibanding orang sakit.   Allah subhanahu wata’ala lebih mencintai umat-Nya yang kuat dalam beragama baik secara fisik maupun aqidahnya.

5.Mutsaqqoful Fikri. (Mencerdaskan Fikir)
Bagaiamana agar orang mencerdaskan fikiran. Umat Islam tidak boleh bodoh (tidak berilmu). Islam mengajarkan agar orang menjaga dan mengembangkan akalnya.  Ilmu adalah penting. Karena harga diri seseorang itu tergantung ke-ilmuannya. Dan Ibu-ibu harus terus menuntut ilmu. Karena seorang Ibu adalah sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Kalau ibunya bodoh, tidak ber-ilmu, akan menjadi apa anak-anaknya ?. Dan seseorang itu akan dihargai karena ilmunya, karena kecerdasannya. Seorang muslim akan dihargai apabila ia cerdas, ber-ilmu.

6.Mujahadul Linnafsihi (Menahan Nafsu).
Bila orang Islam ingin kuat dalam beragama adalah dengan pengendalian Nafsu (Syahwat).  Nafsu itu banyak, yaitu berkaitan dengan harta, politik, lawan jenis dan segala sesuatu yang sifatnya duniawi.   Dan inti dari agama adalah menahan hawa-nafsu. Maka setiap amalan yang berkaitan dengan menahan Nafsu,   pahalanya dilipat-gandakan oleh Allah subhanahu wata’ala. 

Misalnya : Sholat fardhu sendiri dibanding dengan berjamaah, maka pahalanya jauh lebih banyak bila sholat berjamaah. Karena ketika orang sholat berjamaah akan tertahan nafsunya. Ketika sholat berjamaah orang dididik untuk menahan nafsu,  tidak egois, tidak sekehendak hati, tetapi harus bersama-sama dengan dengan anggota jamaah lainnya dan dipimpin oleh seorang imam sholat. Dan ketika berjamaah gerakaan sholat harus tunduk pada Imam, tidak boleh mendahului atau atau berlama-lama sekehendak hati.

Contoh yang terjadi dalam masyarakat kita, banyak orang bisa membeli mobil mewah tetapi belum (tidak) pergi Haji.  Padahal biaya pergi haji (termasuk yang ONH Plus) jauh lebih murah dibandingkan harga mobil. Banyak orang bisa membeli sepeda motor, tetapi ketika disuruh ber-Qurban seekor kambing saja ia mengatakan tidak mampu. Itu semua karena orang tidak bisa menahan hawa-nafsu.   

Hawa-Nafsu selalu membayangkan kesulitan, atau keburukan bila seseorang ingin beramal baik.
Misalnya, seorang menghadapi bulan Puasa (Romadhon) sudah membayangkan nanti lapar, badan menjadi lemas, dan sebagainya.   Ketika disuruh pergi haji, membayangkan betapa sulitnya dalam perjalanan, nanti di Mekkah bagaimana, dst, sehingga tidak jadi menunaikan ibadah haji.
Sebaliknya bila beramal buruk, maka yang dibayangkan adalah senangnya kalau berhasil. Misalnya ingin mencuri atau merampok atau berjudi, maka yang dibayangkan adalah hasilnya, mendapat uang banyak tanpa susah-susah bekerja. Tidak terpikir bagaimana nanti kalau tertangkap, akan dihukum, anak-isteri menjadi terlantar, malu terhadap masyarakat  dsb.

Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah menulis kitab yang bagus sekali berjudul Bustanul Muhibin (Taman Orang-orang yang tercinta). Dalam kitab tersebut antara lain ditulis : Bila seseorang akan beramal baik, bayangkanlah yang positip, dan bila hendak beramal buruk bayangkanlah yang negatip.

Maka nafsu perlu pembiasaan, pelatihan. Dan pembiasaan (habbit) adalah penting.  Biasakan berbuat baik, beramal baik. Misalnya orang perempuan tidak terbiasa memakai kerudung (jilbab) pertama-tama tidak enak, tidak nyaman.  Tetapi bila dibiasakan terus-menerus akan menjadi enak dan nyaman.  Bahkan kalau tidak memakai jilbab ia akan merasa kurang bahkan merasa malu. Demikian pula orang tidak terbiasa memakai sepatu, ketika pertama memakai sepatu kakinya akan lecet, dan tidak nyaman.  Tetapi bila dibiasakan memakai sepatu, bila suatu ketika berjalan (bepergian) tidak memakai sepatu, ia akan merasa tidak nyaman.

Maka biasakan berbuat (beramal) baik. Orang yang tidak biasa sholat, akan susah sekali diajak sholat, ia akan merasa berat.  Tetapi bila orang sudah terbiasa sholat tepat waktu, maka sholat menjadi enak dan terlepaslah beban hidupnya sehari-hari.   Maka sholat bisa menjadi pelepas beban. Itulah kebaikan.  Maka biasakan anak-anak sejak kecil diajari sholat. Agar ada pembiasaan untuk melakukan sholat kelak bila sudah menjadi dewasa. Demikian pula shodakoh hendaknya dibiasakan.  Sholat-sholat sunnat dibiasakan. Semua kebaikan harus dibiasakan.

7.Harishun ‘Alal Waqtihi (Managemen Waktu yang baik).  
Dalam Islam diajarkan agar umat Islam setiap waktu harus bisa memproduksi amal. Karena bila ada waktu tetapi tidak dibuat beramal maka orang itu dzolim.  Orang dzolim adalah orang yang punya waktu banyak tetapi tidak ada hasil produktifitas. Orang dzolim itu celaka karena ia pasti merugi. Karena tidak menghasil sesuatu kebaikan.

Maka Islam mengajarkan bahwa setiap waktu harus ada amal (perbuatan). Orang menganggur itu berdosa. Islam adalah produktif, Islam berjalan dan bergerak terus-menerus. Dan setiap amal harus tepat-waktu. Sebaik apapun suatu amalan, kalau tidak tepat-waktu maka tidak akan diterima. Misalnya sholat,  sholat itu baik tetapi kalau tidak tepat waktu, tidak di awal waktu maka tidak diterima sholatnya. Misalnya sholat Dhuhur jam 12.00 tetapi ada orang sholat Dhuhur jam 10.00 maka tidak akan diterima sholatnya.  Demikian pula bila sudah telat waktunya, misalnya sholat Dhuhur sudah lebih dari jam 14.00 maka itu telat waktunya dan tidak akan diterima.

Bertaubat kepada Allah adalah baik, tetapi kalau bertaubatnya sudah telat, terlambat maka nilainya sudah berkurang, bahkan tidak diterima.  Maka Fir’aun ketika bertaubat karena sudah terlambat, maka taubatnya tidak diterima oleh Allah subhanahu wata’ala. (Lihat AlQur’an Surat An Nisaa’ ayat 18).

8. Munadzomun Fi Syuunihi  (Tertib dalam suatu amal).
Ketika berbuat suatu amalan hendaknya tertib, ber-urutan dan menyambung, tidak terputus-putus. Misalnya orang ber-Wudhu hendak pergi ke Masjid, tetapi wudhunya tidak diselesaikan, belum mencuci kaki.  Lalu ia pergi ke masjid dan  ketika di masjid (ditempat wudhu) ia hanya mencuci kakinya saja, meneruskaan wudhu yang dilakukan ketika di rumah.  Yang demikian itu tidak boleh, karena tidak tertib dalam beramal dan terputus-putus.

Disamping tertib juga harus Istiqomah (ajeg, rutin, sambung-menyambung), tidak hanya kadang-kadang beramal, kadang tidak.  Amal demikian itu termasuk tidak tertib, tidak diterima. Maka beramal harus Istiqomah. Jangan seperti perempuan yang menganyam benang, baru selesai setengah (belum selesai semua) lalu diurai kembali, dianyam lagi, diurai kembali, demikian tidak pernah tuntas.  Maka amalan yang demikian itu menjadi sia-sia, tidak diterima, karena tidak Istiqomah.   Maka bila ingin sukses, dimanapun orang harus Munadzomun fi Syuunihi (Tertibnya
dijaga).

9.Qodirun ‘Alal Kasbi (Kemandirian dalam Maisah, Ekonomi).
Orang muslim tidak boleh bergantung kepada orang lain.  Harus punya kemandirian dalam ekonomi. Maka Islam melarang orang yang minta-minta (mengemis) padahal ia mampu bekerja. Orang kita sering malas, tidak mau berusaha.  Padahal orang-orang peminta-minta karena malas bekerja, kelak  di hari Kiamat oleh Allah akan dikumpulkan dengan wajah yang tiada dagingnya. Artinya,  dengan wajah yang buruk sekali.

Maka orang muslim tidak boleh menjadi pengangguran, harus terus-menerus ber-aktivitas, bekerja, beramal.  Kalaupun diam (sementara), maka diamnya adalah per-fikir atau dzikir, dengan memberikan masukan yang baik. Dan seorang muslim harus mampu mandiri, minimal untuk menghidupi diri-sendiri dan mampu memberikan kesejahteraan kepada anak dan isterinya.

10.Nafi’un Li Ghoirihi (Punya Nilai Manfaat Bagi Orang Lain). 
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.  Maka jadilah Manusia-Wajib.  Artinya, orang yang diperlukan, wajib keberadaannya, karena ia sangat diperlukan oleh orang banyak.  Atau Pemimpin-Wajib, yaitu manusia yang sangat diperlukan kepemimpinannya.

Kalau tidak bisa,  bolehlah menjadi Manusia-Sunnah, artinya keberadaananya menjadi kebaikan bagi orang lain, keadaan lingkungan menjadi lebih sempurna, menjadi lebih baik.
Sedangkan Manusia-Mubah adalah manusia yang keberadaannya tidak menambah dan ketidak-adanya juga tidak mengurangi.

Jangan sampai menjadi Manusia-Makruh, artinya menjadi manusia yang tidak disukai oleh orang lain.  Apalagi Manusia-Haram, yaitu selalu dimusuhi bahkan mencemaskan orang lain, jangan sampai yang demikian itu terjadi.  Jangan sampai menjadi manusia-haram.

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

                                                                  ________________

No comments:

Post a Comment