PENGAJIAN
DHUHA MASJID BAITUSSALAM
Profil Pribadi Muslim
Ustad Wijayanto
Jum’at,
19 Dzulqo’dah 1433 H – 5 Oktober 2012
Assalamu’alikum
wr.wb.,
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala.
Agama
Islam ini diamalkan oleh seseorang benar-benar atas dasar pilihan Allah subhanahu
wata’ala. Allah mengingatkan kepada
kita agar kita banyak bersyukur dan beramal baik, seperti difirmankan dalam
AlQur’an Surat Al Hajj ayat 78:
Dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali
tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama
orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim
dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi
saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia,
Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali
Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dia-lah sebaik-baik pelindung dan sebaik-
baik penolong.
Kalau kita menyadari bahwa amal agama
(Islam) adalah amal pilihan maka
kita tidak perlu heran bahwa yang mengamalkan agama (Islam) di muka bumi ini
juga tidak banyak. Orang yang
mengikuti pengajian Dhuha Masjid
Baitussalam ini-pun juga tidak banyak. Karena dimanapun di dunia ini, yang
disebut “pilihan” tidak banyak, tidak akan sebanyak yang
tidak terpilih. Dan azas kehidupan ini adalah pilihan. Kita menjadi manusia ini
juga karena dipilih oleh Allah. Dari
sejak bibit (sperma) yang terdiri dari ratusan juta sel itu yang dipilih hanya
satu sel atau dua (kembar) untuk dijadikan manusia, yang lainnya tidak dipilih.
Setelah itu, kita menjadi muslim juga
karena dipilih oleh Allah subhanahu
wata’ala. Maka sekarang ini orang
muslim di dunia lebih sedikit dibandingkan orang non muslim. Karena manusia
pilihan maka hanya sedikit.
Dan patut kita syukuri, Allah
subhanahu wata’ala memilih orang
untuk beramal agama tidak berdasarkan kekayaan.
Karena memang Islam ini tidak tergantung oleh kekayaan seseorang. Maka kalau
ada orang kaya tidak mau beramal
agama, tidak sholat dsb., tidak usah heran, karena agama (Islam)
tidak tergantung pada kekayaan.
Juga agama ini tidak tergantung pada kepandaian. Maka kalau ada orang
bergelar sarjana, Doktor, Professor, dst.
tidak sholat, tidak usah heran karena agama ini tidak tergantung pada
kepandaian. Bahkan kalau kita amati, para jamaah haji itu mayoritas bukan
sarjana, karena yang ber-Haji bukan orang kaya, orang pandai, atau yang tampan
saja.
Maka kita syukuri bahwa Allah telah memilih kita untuk beramal
agama. Untuk itulah maka Hidayah itu ada dua factor penyebabnya
:
1. Karena Allah
Menghendaki,
2. Karena kemauan
kita.
Dan yang paling sulit dalam kehidupan
beragama adalah menumbuhkan kemauan
bukan kemampuan. Karena agama (Islam) ini fitrahnya, qaidahnya,
atau pada dasarnya adalah : Dimudahkan. Di dunia ini, setiap yang penting bagi
manusia selalu dimudahkan oleh Allah
subhanahu wata’ala. Itulah azas, qaidah (qonun) yang Allah bentang
di muka bumi ini.
Misalnya air yang sangat panting bagi kehidupan manusia, maka air selalu ada di manapun di muka bumi
ini. Sekering apapun suatu daerah, orang masih bisa mendapatkan air supaya bisa hidup. Karena air adalah penting bagi kehidupan manusia.
Demikian pula udara
ini penting bagi manusia, maka semua manusia bisa menghirup udara gratis tanpa
alat. Bayangkan kalau kita menghirup udara ini membayar atau dengan alat. Tentu akan sangat menyulitkan.
Agama (Islam) jauh lebih penting dibanding
air dan udara. Maka Islam adalah agama yang mudah dan dimudahkan. Dan
semua orang, setiap orang pasti bisa beragama (Islam). Orang tidak punya kaki, tidak punya tangan
atau tidak punya mata sekalipun, pasti bisa beragama. Maka untuk sholat, semua
orang, selama ia masih hidup pasti bisa melaksanakannya. Karena sholat itu penting, maka semua orang
pasti bisa (mampu) melaksanakannya. Tidak ada orang di muka bumi ini yang tidak
mampu sholat, Semua pasti bisa.
Persoalannya adalah : Orang itu
mau atau tidak.
Maka untuk Hidayah ada dua factor : Allah
Menghendaki dan ada kemauan kita untuk menerima (mengusahakan) hidayah itu.
Menjadi
Muslim yang sempurna.
Untuk menjadi muslim yang sempurna, yang
dikehendaki oleh Allah subhanahu wata’ala,
sebagai orang yang bergama yang utuh
(sesungguhnya), maka ada sepuluh (paling tidak) yang harus dilakukan agar
seseorang itu beragama secara utuh, yaitu :
1.Mempunyai
Salimul Aqidah.
Yaitu keimanan (Aqidah, keyakinan) yang
lurus. Keyakinan adalah sesuatu yang
tidak bisa ditawar-tawar. Bila orang salah beramal, masih diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala. Tetapi bila salah dalam ber-keyakinan, maka
tidak ada ampun lagi.
Hal ini perlu disampaikan karena di
Indonesia masalah keyakinan menjadi tidak terlalu penting. “Yang besar” di
hadapan Allah tetapi dikecilkan oleh manusia dan yang “kecil” dihadapan Allah
tetapi dibesarkan oleh manusia.
Kesalahan mengenai Aqidah adalah
fatal sekali bagi Allah subhanahau
wata’ala. Tetapi di Indonesia dan pada umumnya
manusia tentang Aqidah dianggap
tidak terlalu penting.
Misalnya : Di Indonesia seorang pencuri (mencuri
motor atau mobil), dianggap lebih jahat dibandingkan dengan orang yang
menyembah berhala. Bagi Allah, orang
mencuri mobil, membunuh orang, dsb kalau
itu karena kekhilafan, lalu ia bertaubat, maka akan Allah ampuni. Tetapi
bila orang menyembah batu, berhala, menjadi syirik, Aqidahnya
tidak benar, maka tidak ada ampunan.
Dan Syirik di zaman modern sekarang ini
luar-biasa. Paling tidak dalam 5 masalah pokok, Syirik merusak agama kita,
yaitu :
a. Syirik dalam bentuk dzat, berupa
simbol-simbol ke-Tuhanan. Islam tidak
mengenal gambar-gambar (Simbol-simbol). Menganggap Tuhan lebih dari satu. Maka Islam sangat anti kepada siapapun yang
didewa-dewakan (dikultuskan) sampai ada yang dianggap Anak Allah, dsb. Dan banyak lagi agama yang terjebak kepada
pembawa ajarannya.
b. Syirik dalam bentuk sifat-sifat. Yaitu sifat-sifat Ke-Tuhanan yang
dialamatkan kepada sesuatu. Misalnya Sifat Menyelamatkan, lalu orang mendewakan
sifat keselamatan misalnya dengan memasang tapal-kuda
pada body mobil bagian depannya. Katanya
tapal-kuda itu simbul keselamatan. Itu adalah syirik. Allah Maha Pemberi Rezki,
tetapi sebagian orang Jawa percaya dengan Hari Kelahiran yang membawa rezki.
Percaya kepada hari kelahiran adalah syirik, termasuk ilmu perbintangan
(horoscoop).
c. Syirik dalam memohon pertolongan. Ini yang paling banyak membuat aqidah
seseorang menjadi rusak. Banyak orang
meminta pertolongan kepada dukun. Dan
ternyata banyak pula pejabat tinggi negara
yang meminta bantuan (pertolongan) kepada dukun. Na’udzubillahi min dzalik !.
d. Syirik dalam hukum.
Orang sudah tidak peduli kepada hukum yang diwajibkan dan dilarang oleh
Allah subhanahu wata’ala. Hukum dari Allah dihilangkan, yang seharusnya
dilakukan tetapi tidak dilakukan oleh manusia. Yang demikian itu Allah tidak
mau terima. Demikian pula dalam hal
peribadatan, yang diwajibkan tidak dikerjakan tetapi yang dilarang bahkan
dikerjakan. Terlalu memudahkan hukum, membolehkan ini dan itu padahal itu
dilarang.
e.
Syirik dalam
Ibadah. Yaitu membuat orang tidak kenal lagi dengan
ibadah. Padahal Rasulullah saw sendiri yang menjelaskan perbedaan orang Islam
dan orang kafir, ialah pada sholatnya. Tanda orang kafir ialah orang itu tidak
mau mengerjakan sholat. Dan zaman
sekarang orang mengukur kesuksesan dengan ukuran duniawi. Orang dikatakan
sukses kalau ia kaya. Itulah yang merusak
Aqidah (Keyakinan kepada Allah subhanahu wata’ala). Harta bisa membutakan mata-hati manusia.
2.Shahihul
Ibadah.
Bagaimana ibadah yang lurus, terutama
sholat. Pelanggaran dalam ibadah adalah
dalam bentuk Bid’ah (menambah-nambahi,
mengada-ada). Tidak ada perintah, tidak
ada contoh dari Rasulullah saw tetapi diada-adakan, dikerjakan. Terutama di Indonesia, banyak ibadah-ibadah
hasil kreasi. Dan kreasi ibadah orang Indonesia paling banyak, serta variasi paling
banyak dalam ibadah adalah di Indonesia.
Dalam Fiqih Imam Syafi’i misalnya tentang Air, sudah sangat detail tetapi sampai
di Indonesia masih ditambah-tambah lagi.
Fiqih di Indonesia ada sebutan “Air
suci tetapi tidak men-sucikan” lalu dicontohkan misalnya air kelapa. Apakah ada orang yang ingin wudhu dengan air
kelapa ?
Itu hanya ada di Fiqih Indonesia. Di Arab Saudi atau di Pakistan bicara
demikian tentu ditertawakan orang.
Apalagi ibadah Haji, yang paling banyak
tambahan-tambahan dalam ibadah adalah orang Indonesia. Sampai-sampai kita bisa lihat banyak orang
Indonesia yang mengusap-usapkan kain bajunya, atau kerudung-nya di dinding
Ka’bah. Sebagaimana kita
saksikan,setiap musim Haji, kiswah
Ka’bah selalu ditarik ke atas agar tidak terjangkau oleh orang. Alasannya katanya karena banyak orang
Indonesia yang menyobek (menggunting) kiswah Ka’bah itu untuk dibawa pulang
untuk jimat. Dst, dst.
Fungsi Ka’bah adalah bukan untuk disembah
tetapi untuk menyatukan arah menghadap ketika orang sholat. Dan bila suatu saat
seorang muslim hendak sholat dan tidak tahu arah Kiblat, maka sholat-lah
meskipun arah menghadapnya tidak tepat, maka sholatnya tetap sah. Kita umat
Islam jangan sampai terjebak pada simbol-simbol.
3.Matinul
Khuluq (Akhlak
mulia, Budipekerti).
Tentang akhlak (budi pekerti). Kita saat ini merasakan terutama di bidang
pendidikan sangat terasa akhlak umat ini
sudah menurun, bahkan hilang. Di perguruan tinggi para dosen tidak
berani memberi nilai E kepadaa mahasiswa.
Karena si dosen sudah tidak lagi mempunyai wibawa. Mahasiswa semakin berani (tidak sopan) kepada
dosen. Akhlak manusia sekarang sudah semakin menurun.
Pelajaran Akhlak (Budi pekerti) pernah pernah dikonsepkan lagi oleh
Kementerian P dan K (Ketika itu Menteri Bambang Sudibyo), tetapi ketika hendak
diaplikasikan, tidak seorang guru-pun yang bersedia mengajar Budi Pekerti. Ternyata tidak ada guru yang berani
mengajarkan Budi Pekerti (Akhlak).
Dan apa yang disebut karakrer building
(pengajaran Akhlak) menjadi masalah. Padahal orang Islam dinilai pada
akhlaknya, bukan karena keturunan siapa atau karena kekayaannya.
4.Qowiyul
Jismi (Kesehatan
Fisik, Badan)
Kesehatan dan kebugaran fisik. maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah Hadits : “Mintalah sehat setelah kamu punya
keyakinan”. Maknanya bahwa
kesehatan harus diusahakan. Usahakan
agar setiap orang Islam harus sehat.
Dengan sehat orang akan lebih sempurna ibadahnya dibanding orang sakit. Allah subhanahu
wata’ala lebih mencintai umat-Nya yang kuat dalam beragama baik secara
fisik maupun aqidahnya.
5.Mutsaqqoful
Fikri. (Mencerdaskan
Fikir)
Bagaiamana agar orang mencerdaskan
fikiran. Umat Islam tidak boleh bodoh (tidak berilmu). Islam mengajarkan agar
orang menjaga dan mengembangkan akalnya.
Ilmu adalah penting. Karena harga diri seseorang itu tergantung
ke-ilmuannya. Dan Ibu-ibu harus terus menuntut ilmu. Karena seorang Ibu adalah
sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Kalau ibunya bodoh, tidak
ber-ilmu, akan menjadi apa anak-anaknya ?. Dan seseorang itu akan dihargai
karena ilmunya, karena kecerdasannya. Seorang muslim akan dihargai apabila ia
cerdas, ber-ilmu.
6.Mujahadul
Linnafsihi (Menahan
Nafsu).
Bila orang Islam ingin kuat dalam beragama
adalah dengan pengendalian Nafsu
(Syahwat). Nafsu itu banyak, yaitu
berkaitan dengan harta, politik, lawan jenis dan segala sesuatu yang sifatnya
duniawi. Dan inti dari agama adalah menahan hawa-nafsu. Maka setiap amalan
yang berkaitan dengan menahan Nafsu, pahalanya dilipat-gandakan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Misalnya : Sholat fardhu sendiri dibanding
dengan berjamaah, maka pahalanya jauh lebih banyak bila sholat berjamaah.
Karena ketika orang sholat berjamaah akan tertahan nafsunya. Ketika sholat
berjamaah orang dididik untuk menahan nafsu,
tidak egois, tidak sekehendak hati, tetapi harus bersama-sama dengan
dengan anggota jamaah lainnya dan dipimpin oleh seorang imam sholat. Dan ketika
berjamaah gerakaan sholat harus tunduk pada Imam, tidak boleh mendahului atau
atau berlama-lama sekehendak hati.
Contoh yang terjadi dalam masyarakat kita,
banyak orang bisa membeli mobil mewah tetapi belum (tidak) pergi Haji. Padahal biaya pergi haji (termasuk yang ONH
Plus) jauh lebih murah dibandingkan harga mobil. Banyak orang bisa membeli
sepeda motor, tetapi ketika disuruh ber-Qurban seekor kambing saja ia
mengatakan tidak mampu. Itu semua karena orang tidak bisa menahan hawa-nafsu.
Hawa-Nafsu selalu membayangkan kesulitan,
atau keburukan bila seseorang ingin beramal baik.
Misalnya, seorang menghadapi bulan Puasa
(Romadhon) sudah membayangkan nanti lapar, badan menjadi lemas, dan
sebagainya. Ketika disuruh pergi haji,
membayangkan betapa sulitnya dalam perjalanan, nanti di Mekkah bagaimana, dst,
sehingga tidak jadi menunaikan ibadah haji.
Sebaliknya bila beramal buruk, maka yang
dibayangkan adalah senangnya kalau berhasil. Misalnya ingin mencuri atau
merampok atau berjudi, maka yang dibayangkan adalah hasilnya, mendapat uang
banyak tanpa susah-susah bekerja. Tidak terpikir bagaimana nanti kalau
tertangkap, akan dihukum, anak-isteri menjadi terlantar, malu terhadap
masyarakat dsb.
Imam
Ibnul Qoyyim Al Jauziyah menulis kitab yang bagus sekali berjudul Bustanul Muhibin (Taman Orang-orang yang
tercinta). Dalam kitab tersebut antara lain ditulis : Bila seseorang akan
beramal baik, bayangkanlah yang positip, dan bila hendak beramal buruk
bayangkanlah yang negatip.
Maka nafsu
perlu pembiasaan, pelatihan. Dan pembiasaan (habbit) adalah penting. Biasakan berbuat baik, beramal baik. Misalnya
orang perempuan tidak terbiasa memakai kerudung (jilbab) pertama-tama tidak
enak, tidak nyaman. Tetapi bila
dibiasakan terus-menerus akan menjadi enak dan nyaman. Bahkan kalau tidak memakai jilbab ia akan
merasa kurang bahkan merasa malu. Demikian pula orang tidak terbiasa memakai
sepatu, ketika pertama memakai sepatu kakinya akan lecet, dan tidak
nyaman. Tetapi bila dibiasakan memakai
sepatu, bila suatu ketika berjalan (bepergian) tidak memakai sepatu, ia akan
merasa tidak nyaman.
Maka biasakan berbuat (beramal) baik.
Orang yang tidak biasa sholat, akan susah sekali diajak sholat, ia akan merasa
berat. Tetapi bila orang sudah terbiasa
sholat tepat waktu, maka sholat menjadi enak dan terlepaslah beban hidupnya
sehari-hari. Maka sholat bisa menjadi pelepas beban. Itulah kebaikan. Maka biasakan anak-anak sejak kecil diajari
sholat. Agar ada pembiasaan untuk melakukan sholat kelak bila sudah menjadi
dewasa. Demikian pula shodakoh hendaknya dibiasakan. Sholat-sholat sunnat dibiasakan. Semua
kebaikan harus dibiasakan.
7.Harishun
‘Alal Waqtihi
(Managemen Waktu yang baik).
Dalam Islam diajarkan agar umat Islam
setiap waktu harus bisa memproduksi amal. Karena bila ada waktu tetapi tidak
dibuat beramal maka orang itu dzolim. Orang dzolim
adalah orang yang punya waktu banyak tetapi tidak ada hasil produktifitas.
Orang dzolim itu celaka karena ia pasti merugi. Karena tidak menghasil sesuatu
kebaikan.
Maka Islam mengajarkan bahwa setiap waktu
harus ada amal (perbuatan). Orang menganggur itu berdosa. Islam adalah
produktif, Islam berjalan dan bergerak terus-menerus. Dan setiap amal harus
tepat-waktu. Sebaik apapun suatu amalan, kalau tidak tepat-waktu maka tidak
akan diterima. Misalnya sholat, sholat
itu baik tetapi kalau tidak tepat waktu, tidak di awal waktu maka tidak
diterima sholatnya. Misalnya sholat Dhuhur jam 12.00 tetapi ada orang sholat
Dhuhur jam 10.00 maka tidak akan diterima sholatnya. Demikian pula bila sudah telat waktunya,
misalnya sholat Dhuhur sudah lebih dari jam 14.00 maka itu telat waktunya dan
tidak akan diterima.
Bertaubat kepada Allah
adalah baik, tetapi kalau bertaubatnya sudah telat, terlambat maka nilainya
sudah berkurang, bahkan tidak diterima. Maka
Fir’aun ketika bertaubat karena sudah terlambat, maka taubatnya tidak diterima
oleh Allah subhanahu wata’ala. (Lihat
AlQur’an Surat An Nisaa’ ayat 18).
8.
Munadzomun Fi Syuunihi (Tertib dalam
suatu amal).
Ketika berbuat suatu amalan hendaknya
tertib, ber-urutan dan menyambung, tidak terputus-putus. Misalnya orang
ber-Wudhu hendak pergi ke Masjid, tetapi wudhunya tidak diselesaikan, belum
mencuci kaki. Lalu ia pergi ke masjid
dan ketika di masjid (ditempat wudhu) ia
hanya mencuci kakinya saja, meneruskaan wudhu yang dilakukan ketika di
rumah. Yang demikian itu tidak boleh, karena
tidak tertib dalam beramal dan terputus-putus.
Disamping tertib juga harus Istiqomah (ajeg, rutin, sambung-menyambung), tidak hanya kadang-kadang
beramal, kadang tidak. Amal demikian itu
termasuk tidak tertib, tidak diterima. Maka beramal harus Istiqomah. Jangan seperti perempuan yang menganyam
benang, baru selesai setengah (belum selesai semua) lalu diurai kembali,
dianyam lagi, diurai kembali, demikian tidak pernah tuntas. Maka amalan yang demikian itu menjadi
sia-sia, tidak diterima, karena tidak Istiqomah. Maka bila ingin sukses, dimanapun orang
harus Munadzomun fi Syuunihi
(Tertibnya
dijaga).
9.Qodirun
‘Alal Kasbi (Kemandirian
dalam Maisah, Ekonomi).
Orang muslim tidak boleh bergantung kepada
orang lain. Harus punya kemandirian
dalam ekonomi. Maka Islam melarang orang yang minta-minta (mengemis) padahal ia
mampu bekerja. Orang kita sering malas, tidak mau berusaha. Padahal orang-orang peminta-minta karena
malas bekerja, kelak di hari Kiamat oleh
Allah akan dikumpulkan dengan wajah yang tiada dagingnya. Artinya, dengan wajah yang buruk sekali.
Maka orang muslim tidak boleh menjadi
pengangguran, harus terus-menerus ber-aktivitas, bekerja, beramal. Kalaupun diam (sementara), maka diamnya
adalah per-fikir atau dzikir, dengan memberikan masukan yang baik. Dan seorang
muslim harus mampu mandiri, minimal untuk menghidupi diri-sendiri dan mampu
memberikan kesejahteraan kepada anak dan isterinya.
10.Nafi’un
Li Ghoirihi
(Punya Nilai Manfaat Bagi Orang Lain).
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Maka jadilah Manusia-Wajib. Artinya,
orang yang diperlukan, wajib keberadaannya, karena ia sangat diperlukan oleh
orang banyak. Atau Pemimpin-Wajib, yaitu
manusia yang sangat diperlukan kepemimpinannya.
Kalau tidak bisa, bolehlah menjadi Manusia-Sunnah, artinya keberadaananya menjadi kebaikan bagi orang
lain, keadaan lingkungan menjadi lebih sempurna, menjadi lebih baik.
Sedangkan Manusia-Mubah adalah manusia yang keberadaannya tidak menambah dan
ketidak-adanya juga tidak mengurangi.
Jangan sampai menjadi Manusia-Makruh, artinya menjadi manusia yang tidak disukai oleh
orang lain. Apalagi Manusia-Haram, yaitu selalu dimusuhi bahkan mencemaskan orang lain,
jangan sampai yang demikian itu terjadi. Jangan sampai menjadi manusia-haram.
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
________________
No comments:
Post a Comment