PENGAJIAN DHUHA
MASJID BAITUSSALAM
Wasiat Para Nabi
Ustadz Ahmad Susilo, Lc
Jum’at, 19 Syawal 1435 H – 15 Agustus 2014
Assalamu’alaikum
wr.wb.
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Allah
subhanahu wata’ala berfirman dalam
AlQur’an Surat An Nahl ayat 92 :
سُوۡرَةُ النّحل
وَلَا تَكُونُواْ
كَٱلَّتِى نَقَضَتۡ غَزۡلَهَا مِنۢ بَعۡدِ قُوَّةٍ أَنڪَـٰثً۬ا تَتَّخِذُونَ
أَيۡمَـٰنَكُمۡ دَخَلاَۢ بَيۡنَكُمۡ أَن تَكُونَ أُمَّةٌ هِىَ أَرۡبَىٰ مِنۡ
أُمَّةٍۚ إِنَّمَا يَبۡلُوڪُمُ ٱللَّهُ بِهِۦۚ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمۡ يَوۡمَ
ٱلۡقِيَـٰمَةِ مَا كُنتُمۡ فِيهِ تَخۡتَلِفُونَ (٩٢)
Dan
janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah
(perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu
golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya
Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. dan sesungguhnya di hari kiamat akan
dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.
Maksudnya, kita sebagai orang Islam oleh
Allah subhanahu wata’ala telah
diberikan hidayah (petunjuk), kita dijadikan orang yang mendapat hidayah maka
marilah kita pertahankan hidayah itu, kita pelihara iman dan takwa kita.
Kita teruskan dengan amalan-amalan yang
terbaik, jangan sampai Aqidah yang sudah tertanam dalam hati kita lalu kita
cerai-beraikan, kita tinggalkan. Semoga
kita selalu istiqomah dalam beriman dan bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala.
Jangan sampai kita hanya bagus amalan kita
ketika bulan Romadhon saja, tetapi setelahnya lalu kembali seperti sediakala,
seperti di bulan-bulan yang lain.
Wasiat
Para Nabi.
Dalam AlQur’an Surat AlBaqarah ayat 180 Allah subhanahu
wata’ala berfirman:
سُوۡرَةُ البَقَرَة
كُتِبَ عَلَيۡكُمۡ إِذَا
حَضَرَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ إِن تَرَكَ خَيۡرًا ٱلۡوَصِيَّةُ لِلۡوَٲلِدَيۡنِ
وَٱلۡأَقۡرَبِينَ بِٱلۡمَعۡرُوفِۖ حَقًّا عَلَى ٱلۡمُتَّقِينَ (١٨٠)
Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa.
Menurut ayat tersebut, maka hukum
berwasiat adalah wajib. Kalau kita mendengar kata “wasiat” maka biasanya yang terlintas dalam benak kita
adalah harta, kedudukan, usaha bisnis atau jabatan, dunia yang telah dimiliki
tolong dipelihara, dst.
Sementara Nabi kita Muhammad Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah
berwasiat tentang harta. Maka marilah
kita lihat wasiat para Nabi terutama Bapak para Nabi yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
(surat Al Baqarah ayat 131 – 134 :
سُوۡرَةُ البَقَرَة
إِذۡ قَالَ لَهُ ۥ
رَبُّهُ ۥۤ أَسۡلِمۡۖ قَالَ أَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ (١٣١)
وَوَصَّىٰ بِہَآ إِبۡرَٲهِـۧمُ بَنِيهِ وَيَعۡقُوبُ يَـٰبَنِىَّ إِنَّ ٱللَّهَ
ٱصۡطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ (١٣٢)
أَمۡ كُنتُمۡ شُہَدَآءَ إِذۡ حَضَرَ يَعۡقُوبَ ٱلۡمَوۡتُ إِذۡ قَالَ لِبَنِيهِ
مَا تَعۡبُدُونَ مِنۢ بَعۡدِى قَالُواْ نَعۡبُدُ إِلَـٰهَكَ وَإِلَـٰهَ
ءَابَآٮِٕكَ إِبۡرَٲهِـۧمَ وَإِسۡمَـٰعِيلَ وَإِسۡحَـٰقَ إِلَـٰهً۬ا وَٲحِدً۬ا
وَنَحۡنُ لَهُ ۥ مُسۡلِمُونَ (١٣٣) تِلۡكَ أُمَّةٌ۬ قَدۡ خَلَتۡۖ لَهَا
مَا كَسَبَتۡ وَلَكُم مَّا كَسَبۡتُمۡۖ وَلَا تُسۡـَٔلُونَ عَمَّا كَانُواْ
يَعۡمَلُونَ (١٣٤)
131.
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim
menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".
132.
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula
Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama
Islam".
133.
Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia
berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?"
mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu,
Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk
patuh kepada-Nya".
134.
Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa
yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab
tentang apa yang telah mereka kerjakan.
Ayat
131: Yang dimaksud “tunduk dan patuh” (berserah
diri kepada Allah subhanahu wata’ala)
adalah beragama Islam (menjadi
muslim). Maka sungguh aneh kalau ada
orang mengaku beragama Islam tetapi tidak berserah-diri kepada Allah subhanahu wata’ala, tidak tunduk dan
patuh kepada Allah subhanahu wata’ala. Di sisi Allah orang demikian itu bukan
muslim. Ia hanya mengaku sebagai muslim, tetapi sebenar tidak (bukan
muslim). Karena makna “Islam” adalah tunduk dan patuh serta berserah diri kepada Allah subhanahu wata’ala.
Maka ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diperintahkan untuk Islam,
beliau menjawab : Aku Islam kepada Rabb
Tuhan semesta alam. Aku berserah-diri
kepada Allah subhanahu wata’ala.
Ayat
132
: Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
berwasiat dengan kalimat Islam itu kepada anak-anaknya, keturunannya termasuk
Nabi Ya’qub ‘alaihissalam : “Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah
memilih bagimu Islam sebagai agamamu”.
Allah yang memilih dan memerintahkan kepada kita untuk beragama Islam.
“Dan
janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”.
(Mati dalam keadaan tunduk dan patuh serta
berserah-diri kepada Allah subhanahu
wata’ala).
Dan wasiat yang paling utama adalah wasiat
untuk Islam dengan sempurna (berserahdiri
kepada Allah subhanahu wata’ala). Maka Allah subhanahu wata’ala ber-wasiat (berpesan) kepada kita : Kalau kita telah memeluk agama Islam, janganlah Islam kita hanya sekedar lisan.
Yang demikian itu diperintahkan oleh
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
dalam setiap khutbah beliau, khutbah dalam Jum’at atau khutbah Id, atau khutbah
nikah, selalu mengiringi dalam khutbah beliau dengan satu ayat antara lain Surat Ali Imran ayat 102, pasti beliau
baca dalam khutbah beliau, karena ayat tersebut merupakan wasiat dari Allah subhanahu wata’ala langsung kepada
manusia :
سُوۡرَةُ آل عِمرَان
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم
مُّسۡلِمُونَ (١٠٢)
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.
Maksudnya : Mati dalam keadaan tunduk dan
berserah-diri kepada Allah subhanahu
wata’ala. Bukan mati dalam beragama
Islam, karena orang mati dalam keadaan beragama Islam adalah banyak, tetapi
hanya sedikit orang yang mati dalam keadaan benar-benar menjalankan Islam.
Itulah wasiat para Nabi dan Rasul
mengikuti perintah Allah subhanahu
wata’ala. Yaitu mati dalam keadaan tunduk dan patuh serta berserah-diri
kepada Allah subhanahu wata’ala.
Kalau itu yang dijalani maka benar-benar sempurna. Itulah wasiat dari Bapak kita Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Ayat
133
: sebagaimana tersebut di atas, maksudnya adalah Allah subhanahu wata’ala berfirman kepada Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam : “Wahai Muhammad, apakah engkau menyaksikan
kepatika Nabi Ya’qub hendak wafat ?”.
Padahal kurun waktu antara Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam dengan Nabi
Ya’qub ‘alaihissalam sudah puluhan
ribu tahun. Mungkinkah Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam
menyakasikan ketika Nabi Ya’qub akan wafat ? Tidak mungkin.
Tetapi Allah subhanahuwata’ala tanyakan
sebagaimana tersebut di atas.
Yaitu ketika Nabi Ya’qub ‘alaihissalam ketika menjelang wafatnya
mengumpul-kan anak-anaknya dan berkata :
“Wahai anak-anakku, apa yang akan kalian
sembah setelah aku mati ?”
Sementara kebanyakan manusia ketika
menjelang kematiannya, biasanya yang diwasiatkan adalah perkara harta dan urusan dunia
lainnya. Padahal ia sebentar lagi akan mati. Bertolak-belakang dengan yang
Allah perintahkan. Berbeda jauh dengan wasiat para Nabi dan Rasul. Bukankah kita harus mengikuti teladan kita
Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi
wasallam ?
Allah perintahkan dalam ayat tersebut
kepada beliau dan kepada kita semua,
maka beliau diajak berdialog dengan Allah subhanahu wata’ala untuk mengenang bagaimana Nabi Ya’qub ‘alaihissalam ketika hendak wafat, bahwa
yang pesankan oleh Nabi Ya’qub ‘alaihissalam
ketika hendak wafat adalah apa yang anak-anaknya sembah sepeninggal beliau,
apakah uang, harta, kekayaan dan dunia ? Apakah itu yang akan kalian kejar ?.
Ternyata semua akan-anak Nabi Ya’qub ‘alaihissalam menjawab bahwa mereka akan
menyembah apa yang ayahandanya sembah, apa yang kakeknya sembah dan yang Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam sembah yaitu Allah subhanhu
wata’ala, yang Maha Esa. Dan
mereka menyatakan bahwa akan berserah diri dan tunduk kepada Allah subhanahu wata’ala, sebagai Muslim.
Pernahkah kita sebagai orangtua berwasiat
kepada anak-anak kita, kepada suami atau isteri kita dengan wasiat: Jangan kalian tinggalkan beribadah kepada
Allah, jangan durhaka kepada Allah subhanahu wata’ala ? Pernahkah kita
berwasiat seperti itu ? Padahal itulah
wasiat yang paling baik dan paling mulia. Kalau wasiat ‘Aqidah diterapkan kepada diri seorang hamba, insya Allah hamba
itu akan mendapatkan apapun di dunia, insya Allah amanah.
Wasiat Aqidah, wasiat Iman, wasiat Taqwa
itulah yang diterapkan oleh Allah subhanahu
wata’ala kepada para Nabi dan para Nabi menerapkan kepada anak-cucunya. Hendaklah
kita mengikuti wasiat para Nabi. Silakan
kita berwasiat dengan harta atau kekayaan, dst., tidak dilarang, tetapi yang
paling utama adalah wasiat ‘Aqidah.
Maka ditutup dengan ayat 134 (berikutnya)
: “Itulah umat yang lalu” - yaitu
para Nabi sebelum Nabi kita Muhammad shollallahu
‘alaihi wasallam, yang berwasiat dengan Aqidah : “Untuk mereka apa yang telah mereka usahakan” – untuk kalian apa
yang telah kalian usahakan ?
“Dan
tidaklah kalian akan ditanya (diminta bertanggungjawab) tentang apa yang telah
mereka kerjakan”. Tetapi yang ditanya adalah apa yang telah kita perbuat.
Di sana Allah subhanahu wata’ala menyebutkan bahwa Bapak para Nabi (Abul Anbiya)
adalah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Kita lihat Surat Al Hajj ayat 78 :
سُوۡرَةُ الحَجّ
وَجَـٰهِدُواْ فِى
ٱللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِۦۚ هُوَ ٱجۡتَبَٮٰكُمۡ وَمَا جَعَلَ عَلَيۡكُمۡ فِى
ٱلدِّينِ مِنۡ حَرَجٍ۬ۚ مِّلَّةَ أَبِيكُمۡ إِبۡرَٲهِيمَۚ هُوَ سَمَّٮٰكُمُ
ٱلۡمُسۡلِمِينَ مِن قَبۡلُ وَفِى هَـٰذَا لِيَكُونَ ٱلرَّسُولُ شَهِيدًا
عَلَيۡكُمۡ وَتَكُونُواْ شُہَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِۚ فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ
وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱعۡتَصِمُواْ بِٱللَّهِ هُوَ مَوۡلَٮٰكُمۡۖ فَنِعۡمَ
ٱلۡمَوۡلَىٰ وَنِعۡمَ ٱلنَّصِيرُ (٧٨)
Dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan(kesulitan). (Ikutilah) agama
orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim
dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi
saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia,
Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah.
Dia adalah Pelindungmu, maka Dia-lah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik
penolong.
Di zaman para Nabi sebelum Nabi Ibrahim,
manusia belum mengenal ke-syirikan.
Semua manusia menyembah Allah subhanahu
wata’ala, kecuali durhaka. Tetapi ketika
zaman Nabi Ibrahim ‘alaihissalam manusia
mulai menyembah berhala, patung-patung.
Maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah
Nabi pelepas dasar Aqidah Islam. Maka
oleh Allah subhanahu wata’ala disebut
Abul
Anbiyaa (Bapak Para Nabi). Maka
Allah subhanahu wata’ala (dalam ayat
tersebut) : Ikuti cara beragama orangtuamu Nabi Ibrahim
‘alaihissalam.
Allah telah memberikan nama para Nabi itu
sejak zaman dahulu, diberi nama oleh Allah : Muslim (Islam). Jadi Islam adalah agama para Nabi sejak dahulu. Tidak ada agama Nashara, agama Yahudi atau yang lain. Mereka yang
menamakan Nashara, Yahudi dst, adalah kelompok mereka sendiri. Sedangkan Allah subhanahu wata’ala telah menamakan bahwa agama semua Nabi adalah Islam.
Dan sebagaimana disebutkan dalam ayat di
atas bahwa manusia diperintahkan untuk berpegang teguh pada tali (aturan) Allah
subhanahu wata’ala. Kalau itu kita lakukan, maka kita akan
ditolong oleh Allah sabhanahu wata’ala
(Sebaik-baik Penolong). Itulah wasiat para Nabi.
Tentang wasiat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam adalah terdapat
dalam Hadits (As Sunnah) :
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam At
Tirmidzy, dikatakan bahwa Hadits ini adalah Hasan-Shahih, dari seorang sahabat
bernama Abdullah bin ‘Abbas (Ibnu ‘Abbas) rodhiyallahu
‘anhu berkata : Suatu hari aku berada di belakang Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : “Wahai anak muda, aku berwasiat kepadamu,
jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu.
Apabila kamu meminta, mintalah kepada Allah dan jika kamu meminta tolong
mintalah kepada Allah”.
Itulah wasiat Rasulullah shollalhu ‘alaihi wasallam. Agar kita
selalu menjaga Aqidah, menepati aturan Allah, jagalah Hukum Allah, janganlah
meminta tolong kecuali minta tolong kepada Allah subhanahu wata’ala.
Apa yang terjadi pada umat Islam ? Banyak orang yang meminta tolong kepada
dukun, orang pintar, minta tolong kepada jimat-jimat, meminta ke kubur-kubur,
meminta kepada ulama, padahal semua itu hukumnya Haram.
Sedangkan orang yang mengikuti wasiat para
Nabi tidak akan menyia-nyiakan apa yang Allah perintahkan melalui Rasul-Nya.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari, dari Abu Hurairah rodhiyallahu
‘anhu, bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, berkata :
“Ya Rasulullah wasiati aku, wasiati
aku!”. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam hanya
menjawab: “Kamu jangan suka marah”.
Beliau mengulang-ulang kalimat itu.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa kita
kebanyakan memang mudah marah. Hanya
perkara yang tidak seberapa kita sering marah-marah. Maka marilah kita sebagai
orang beriman membiasakan diri jangan mudah marah, terhadap siapapun.
Apa jaminannya bagi orang yang bisa
melaksanakan wasiat Rasul ? Dalam Hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Ath Thabrani, Hadits shahih dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollalalahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa yang di dunia ini sanggup
mengendalikan diri dari amarahnya, maka Allah akan jauhkan dari adzab di neraka”.
Kadang Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam ketika memberi wasiat, dilihat orang
yang meminta wasiat itu seperti apa. Dalam Hadits yang lain, diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim, dari sahabat bernama Abdullah bin Mas’ub (Ibnu Mas’ud)
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shollallahu
‘alaihbi wasallam bersabda : “Hendaklah
kalian menjadi orang-orang yang benar, tetaplah dalam kejujuran, orang yang
benar dan jujur akan mengantarkan kalian menjadi orang-orang yang berbakti,
yang senanatiasa mabrur dalam perbuatannya. Sesungguhnya kebaikan-kebaikan
melalui kebenaran dan kejujuranmu akan mengantarkanmu menuju surga. Janganlah kalian menjadi pendusta,
sesungguhnya dusta mengantarmu kepada kedurhakaan dan kedurhakaan mengantarmu
ke dalam neraka”.
Semoga kita bisa senantiasa berlaku benar, sehingga tercatat di
sisi Allah subhanahu wata’ala sebagai
orang yang benar.
Apa yang terjadi di Negara kita ?. Betapa mudahnya orang berdusta. Banyak orang yang telah bersaksi atas-nama
Allah subhanahu wata’ala, tetapi
berdusta, (berkata dan berlaku dusta). Semoga kita menjadi orang yang benar/jujur,
menjauhkan diri dari dusta, itulah wasiat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. Kalau kita tercatat sebagai orang
yang benar/jujur, di catat oleh Allah subhanahu
wata’ala, insya Allah surga akan kita raih. Sebaliknya dusta akan mengantar
kepada neraka Jahannam.
Wasiat
dilarang su’udzon
(berprasangka buruk).
Apabila mendapat berita (keterangan)
tentang keburukan seseorang, hendaknya jangan lekas percaya. Karena sebuah
berita belum tentu benar. Terhadap hal ini Allah subhanahu wata’ala memerirntahakan kepada kita dalam AlQur’an Surat Al Hujurat ayat 12 :
سُوۡرَةُ الحُجرَات
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٌ۬ۖ
وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُڪُمۡ أَن
يَأۡڪُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتً۬ا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ
ٱللَّهَ تَوَّابٌ۬ رَّحِيمٌ۬ (١٢)
Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati?
Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Sampai dalam pengadilan (di depan hakim)
ketika kita menjadi saksi, katakanlah sebenarnya, kalau orang itu benar katakan
benar, kalau orang itu tidak benar katakan tidak benar, jangan berdusta.
Betapa indahnya wasiat para Nabi dan
Rasul, yang kadang kita abaikan. Ada lagi wasiat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yang
lain. Hadits diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim, dari Abu Hurairah rodhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “Aku berwasiat
kepada kalian, jika kalian tidak malu silakan perbuat sesukamu”
Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari Abdullah bin ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shollalhu ‘alaihi wasallam bersabda : “Malu itu sebagian dari iman, kalau kalian tidak punya rasa malu,
silakan berbuat sesukamu”.
Misal: Ada orang tidak punya rasa malu meninggalkan sholat, silakan
tidak sholat. Ada lagi orang tidak malu melakukan korupsi, silakan kalau memang
tidak punya rasa malu. Dalam hal ini malu bukan menurut penilaian manusia,
melainkan penilaian dari Allah subhanahu
wata’ala. Banyak orang malu kepada
manusia, tetapi tidak malu kepada Allah subhanahu
wata’ala. Maka malu adalah sebagian dari iman. Malu kepada Allah pasti ia
akan malu di hadapan manusia. Tetapi
malu di hadapan manusia, ia belum tentu malu di hadapan Allah subhanahu wata’ala.
Lihat Surat
Fushshilat ayat 40 Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
\
Sesungguhnya
orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari
Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik,
ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? Perbuatlah
apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Orang yang tidak punya rasa malu di dunia,
pasti akan di jerumuskan ke neraka. Orang yang punya rasa malu dengan Allah
ketika di dunia, pasti ia akan dengan rasa aman di Hari Kiamat. Maka kalau ada
orang yang tidak malu lagi dan durhaka kepada Allah subhanahu wata’ala, walaupun
manusia tidak ada yang melihat, pasti Allah melihatnya. sebagaimana disebutkan di
ujung ayat tersebut di atas, yang berupa sindiran kepada manusia : “Berbuatlah sekehendakmu, sesungguhnya Dia (Allah) Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan”.
Makna ayat tersebut adalah : Agar kita
jangan main-main dengan Hukum Allah. Jangan main-main dengan ketaatan kepada
Allah subhanahu wata’ala.
Ayat tersebut sama dengan makna Hadits
tersebut di atas, kalau memang kamu tidak malu, berbuatlah sekehendakmu,
silakan tidak sholat, tidak membayar zakat, bersenang-senang sekehendakmu di
dunia, nyanyi-nyanyi, tiap malam ke tempat Dugem,
bermaksiat, berzina, dst. silakan. Tetapi
ingat semua itu Allah ketahui dan akan diminta pertanggungjawaban kelak di
Akhirat.
Demikian itu wasiat dan nasihat dari
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
yang sangat bagus dan berharga, tetapi kita sering meng-abaikannya. Kita sering menganggap bahwa yang namanya
wasiat hanyalah berupa harta. Ternyata dalam Hadits dan ayat tersebut di atas
tidaklah demikian.
سُوۡرَةُ الاٴحزَاب
إِنَّ ٱلۡمُسۡلِمِينَ
وَٱلۡمُسۡلِمَـٰتِ وَٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِ وَٱلۡقَـٰنِتِينَ
وَٱلۡقَـٰنِتَـٰتِ وَٱلصَّـٰدِقِينَ وَٱلصَّـٰدِقَـٰتِ وَٱلصَّـٰبِرِينَ
وَٱلصَّـٰبِرَٲتِ وَٱلۡخَـٰشِعِينَ وَٱلۡخَـٰشِعَـٰتِ وَٱلۡمُتَصَدِّقِينَ وَٱلۡمُتَصَدِّقَـٰتِ
وَٱلصَّـٰٓٮِٕمِينَ وَٱلصَّـٰٓٮِٕمَـٰتِ وَٱلۡحَـٰفِظِينَ فُرُوجَهُمۡ
وَٱلۡحَـٰفِظَـٰتِ وَٱلذَّٲڪِرِينَ ٱللَّهَ كَثِيرً۬ا وَٱلذَّٲڪِرَٲتِ أَعَدَّ
ٱللَّهُ لَهُم مَّغۡفِرَةً۬ وَأَجۡرًا عَظِيمً۬ا (٣٥)
Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin*],
laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan
yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang
khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.
*] Yang dimaksud
dengan Muslim di sini ialah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan
pada lahirnya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang Mukmin di sini ialah
orang yang membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya.
(Secara singkat ada 10 : Muslim, Mukmin, Taat,
Benar, Sabar, Khusyu’, Bershodakoh, Puasa, Memelihara kehormatan dan Banyak Mengingat
Allah subhanahu wata’ala).
Kalau 10 perkara tersebut kita lakukan,
maka sempurnalah Iman kita dan balasan yang sangat besar yaitu Surga, sebagaimana disebutkan dalam akhir ayat
tersebut di atas. Itulah jaminan dari Allah subhanahu
wata’ala.
Marilah semua itu kita laksanakan dan
jangan durhaka kepada Allah subhanahu
wata’ala. Wasiat yang paling utama
adalah wasiat yang Allah berikan kepada kita baik dalam AlQur’an melalui para
Nabi khususnya Nabi kita Muhammad shollallahu
‘alaihi wasallam, maka siapa yang mengikuti wasiat para Nabi, khusus kita
jalankan untuk diri kita dan wasiat untuk keturunan dan keluarga kita, insya
Allah kita akan sanggup meraih kemenangan di sisi Allah subhanahu wata’ala.
Tanya-Jawab.
Pertanyaan:
Bagaimana dengan sholat wanita, apakah di
masjid berjamaah atau di rumah masing-masing ?
Jawaban:
Sesuai Hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam :
Sebaik-baik sholat wanita adalah di rumahnya. Yang dimaksud kamar adalah bagian
dari rumah juga. Itu lebih baik daripada sholat di kamar tamu.
Adapun wanita yang ingin sholat di masjid
adalah boleh (mubah) jangan dilarang. Tetapi hukum wanita sholat di masjid
bukan wajib, melainkan mubah (boleh). Syaratnya : Tidak memakai wewangian
(parfum), tidak ber-ikhtilaf (berdua-an)
dengan lain jenis, jangan berhias dan sejak dari rumahnya harus sudah menutup
aurat. Tidak dilarang wanita sholat di
masjid, tetapi yang diperintahkan sholat berjamaah di masjid adalah laki-laki.
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA
WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warahamatullahi wabarokatuh.
No comments:
Post a Comment