Translate

Wednesday, October 15, 2014

Menjadi Tamu Yang Dimuliakan, oleh : Ustadz Ahmad Susilo, Lc.



PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSLAM

Menjadi Tamu Yang Dimuliakan
Ustadz Ahmad Susilo,  Lc.

Jum’at, 8 Dzulhijjah 1435 H – 3 Oktober 2014


Assalamu’alaikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Bahasan kali ini adalah “Tamu Yang Dimuliakan”.  Dalam sebuah Hadits  yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam An Nasa’i dan Imam Ibnu Majah, dari sahabat Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

Tamu-tamu Allah ada tiga, yaitu orang yang berhaji, orang yang ber-Umrah dan orang yang berperang dijalan Allah. Allah berfirman : Siapa yang menjadi tamu-Ku datang ke Baitullah, lalu ia meminta kepada-Ku, maka Aku beri permintaannya. Lalu ia berdo’a kepada-Ku, maka Aku kabulkan do’anya, ia memohon ampun kepada-Ku maka Aku ampuni ia”.

Maka siapa yang berkunjung ke Baitullah menjadi tamu Allah (Haji, Umrah), pasti di muliakan  oleh Allah subhanahu wata’ala dan dikabulkan do’anya.   Lalu apa yang terbaik bagi tamu-tamu Allah yang sudah kembali ke Tanah-Air, dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah rodhiyallahu anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

Siapa yang berkunjung ke Baitullah menjadi tamu Allah (dalam rangka berhaji dan ber-Umrah karena Allah), maka kelak ia akan kembali ke tanah-airnya bagaikan seorang anak bayi yang baru dilahirkan”.

Maksudnya, orang yang baru pulang dari ber-Haji dan Umrah, maka ia bersih dari dosa-dosanya bagaikan seorang bayi yang baru lahir dari ibunya.

Hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Imam  Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad, dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Dari Umrah ke Umrah yang lain menjadi kafarah (penggugur dosa) antara keduanya.  Dan bagi Haji yang Mabrur,  dengan cara yang benar, maka tidak ada balasan baginya kecuali Surga”.

Panggilan Haji
Siapa sesungguhnya yang memanggil Haji ? Banyak orang mengatakan bahwa ia belum ber-Haji karena belum mendapat panggilan. Lalu orang lain lagi berkata : “Karena engkau akan ber-Haji, tolong ketika di depan Ka’bah atau di Arafah aku dipanggil”. Kata-kata demikian sering meluncur dari lisan-lisan mereka, ketika ada orang yang akan berangkat ber-Haji.  Mereka bukan mendo’akan atau dido’akan, tetapi minta dipanggil. 

Apakah kalau ia dipanggil akan berangkat ber-Haji ? Wallahu a’lam.   Meskipun sejuta manusia memanggil namanya, tetapi ia tidak punya niat untuk ber-Haji, maka ia tidak akan bisa berangkat ber-Haji. Sebaliknya, tanpa dipanggil oleh siapapun, kalau memang ia sudah berniat untuk ber-Haji, dan Allah sudah memanggilnya untuk ber-Haji, insya Allah ia akan bisa ber-Haji.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Al Hajj ayat 27 :  

سُوۡرَةُ الحَجّ

وَأَذِّن فِى ٱلنَّاسِ بِٱلۡحَجِّ يَأۡتُوكَ رِجَالاً۬ وَعَلَىٰ ڪُلِّ ضَامِرٍ۬ يَأۡتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ۬ (٢٧)


Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,

Dalam ayat tersebut Allah menyebutkan: “Dengan berjalan kaki”.   Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam  bersama-sama dengan para  sahabat ketika itu melakukan perjalanan Haji dengan berjalan kaki dari Madinah ke Makkah (Baitullah). Ketika itu jumlahnya sekitar 120.000 orang, tidak lebih dari 1000 ekor unta yang dikendarai. Artinya lebih banyak yang berjalan kaki dibanding yang naik unta.


Mereka datang dari kampung mereka yang jauh, berbondong-bondong, dengan susah-payah, karena mereka yakin Haji adalah panggilan Allah subhanahu wata’ala..  Bagi setiap orang akan merupakan kebanggaan tersendiri kalau ia dipanggil sebagai tamu Allah subhanahu wata’ala.  Haji adalah mendatangi (berkunjung) ke Baitullah (Rumah Allah). 

Baitullah ada di Makkah sebagaimana disebutkan dalam Surat Ali Imran ayat 96 – 97, Allah subhanahu wata’ala berfirman :


إِنَّ أَوَّلَ بَيۡتٍ۬ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِى بِبَكَّةَ مُبَارَكً۬ا وَهُدً۬ى لِّلۡعَـٰلَمِينَ (٩٦)

96. Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang ada di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.

97. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Bagi orang yang telah mampu, maka sesuai dengan ayat tersebut, Allah subhanahu wata’ala memberikan ancaman (pendek) : Barangsiapa yang mengingkari (tidak ber-Haji),  maka sesungguhnya Allah Maha Kaya.  
Artinya Allah subhanahu wata’ala tidak butuh dengan orang yang tidak mau ber-Haji.




Sebagaimana juga disebutkan dalam Surat Az Zumar ayat 7 :

إِن تَكۡفُرُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنكُمۡ‌ۖ وَلَا يَرۡضَىٰ لِعِبَادِهِ ٱلۡكُفۡرَ‌ۖ وَإِن تَشۡكُرُواْ يَرۡضَهُ لَكُمۡ‌ۗ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ۬ وِزۡرَ أُخۡرَىٰ‌ۗ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُم مَّرۡجِعُڪُمۡ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ‌ۚ إِنَّهُ ۥ عَلِيمُۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ (٧)

  
Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu.

Seseorang yang tidak mau ber-Haji, padahal ia mampu, walaupun lisannya mengatakan : Belum ada panggilan, belum mampu, sedang repot, dst. dst., maka Allah tidak butuh kepada orang itu, Allah tidak ridho kepada orang itu, dst.

Bagi orang yang sudah mampu ber-Haji tetapi tidak mau ber-Haji, maka ada sebuah Hadits Qudsi (Hadits Suci) diriwayatkan oleh Imam Ath Thabrani dalam Kitab Al ‘Ushod dari Abu Ya’la bersumber dari seorang sahabat bernama Abu Darda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam :

“Allah berfirman: Sesungguhnya hamba-Ku yang telah Aku berikan sehat pada badannya,  telah Aku cukupkan baginya rezki, kemudian ia tidak mau berkunjung ber-Haji menjadi tamu-Ku ke Baitullah empat tahun lamanya, maka haram karunia-Ku atasnya”.

Dalam Hadits lain, yang diriwayatkan oleh Imam An Nasa’i, Ibnu Hibban, dan Imam Baihaqqi, dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam suatu khutbah beliau :

“Wahai  manusia, sungguh telah Allah fardhukan kepada kalian Haji menjadi tamu Allah ke Baitullah, berhajilah”.  (Kemudian seorang laki-laki memotong pembicaraan, bertanya) : “Wahai Rasulullah, apakah Haji itu setiap tahun?”.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Tidak, haji itu satu kali.  Kalau aku katakan setiap tahun, nanti akan menjadi wajib. Maka barangsiapa yang ingin mengulangi Hajinya maka itu sunnah baginya”.

Artinya, kewajiban ber-Haji hanya satu kali seumur hidup. Selebihnya adalah sunnah saja.  Tetapi ada orang yang berkali-kali pergi Umrah sampai setahun dua kali,  bahkan lebih dari itu tetapi belum pernah ber-Haji, alasannya ber-Haji susah, sulit, harus antri, dst.   Buktikan dulu, yaitu dengan direalisasikan dengan mendaftar dan membayar ongkos ber-Haji,  sebagai bukti niat ber-Haji. 


Yang akan dicatat oleh Allah subhanahu wata’ala adalah niatnya. Bukan omongannya. Siapa yang belum punya niat padahal ia mampu, maka berlakulah ancaman Allah sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut di atas. Yaitu Allah tidak akan ridho kepada hambanya yang tidak mau bersyukur.  Karena kalau sudah diperirntahkan oleh Allah subhanahu wata’ala, tetapi orang tidak mau melaksana-kan, berarti orang itu adalah hamba yang tidak bersyukur.

Jangan sepelekan ibadah Haji, yang merupakan kewajiban dari Allah subhanahu wata’ala.  Kalau seseorang mendaftar dan membayarkan sejumlah uang untuk ONH-nya untuk ber-Haji lalu sekian tahun menunggu, tentunya uang yang disetorkan kepada  pihak Pemerintah mengendap selama bertahun-tahun itu, lalu pihak pemerintah diuntungkan dari itu.  

Sebagai hamba Allah yang ikhlas hendak menunaikan ibadah Haji tidak usah memikirkan itu semua, tetapi harus Lillahi Ta’ala (ikhlas karena Allah) saja.   Bila anda “berbisnis” dengan Allah subhanahu wata’ala tidak usah-lah hitung-hitungan perkara materi. Karena jaminannya dari Allah adalah sebagaimana disebutkan dalam Hadits di atas.  Semua permintaanya akan diberi oleh Allah subhanahu wata’ala, dosa-dosanya akan dihapus dan akan masuk surga. Itulah yang mahal nilainya, bahkan tidak ternilai dengan materi sebesar apapun.

Yang penting sudah punya niat dan dibuktikaan dengan mendaftar sebagai calon Haji. Kalaupun seandainya sebelum haji lalu meninggal, maka orang itu sudah tercatat sebagai Haji dan sempurna pahalanya.

Lihat Surat An Nisaa’ ayat 100 Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَن يُہَاجِرۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ مُرَٲغَمً۬ا كَثِيرً۬ا وَسَعَةً۬‌ۚ وَمَن يَخۡرُجۡ مِنۢ بَيۡتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدۡرِكۡهُ ٱلۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ أَجۡرُهُ ۥ عَلَى ٱللَّهِ‌ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورً۬ا رَّحِيمً۬ا (١٠٠)

  
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Maka mati dalam  keadaan sedang berniat untuk ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala, pahalanya sempurna. Bahkan Allah mengampuni segala dosa-dosanya, merahmatinya, karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Seseorang telah mampu tetapi tidak punya niat (Haji), maka Allah Maha Tahu. Orang sudah mampu dan berniat, mendaftar, membayar, maka Allah Maha Tahu.
Maka kalau ada orang mengatakan : Belum dapat panggilan, berarti orang itu tidak pernah membaca AlQur’an. Atau membaca tetapi tidak tahu artinya. Atau mengerti tetapi tidak berniat.  

Ia tidak tahu bahwa semua orang sudah dipanggil oleh Allah subhanahu wata’ala untuk ber-haji.  Maka tidak ada alasan di sisi Allah subhanahu wata’ala.  Kelak di Akhirat semua orang akan diminta pertanggungjawaban di sisi Allah, walaupun dikemukakan bermacam-macam alasan, semua alasan itu tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala.

Kemuliaan dari Allah bagi orang yang baru pulang dari ber-Haji. Tidak hanya ketika di Tanah-Suci, sampai pulang tiba di rumah di Tanah Air, orang yang ber-Haji sebagai Haji Mabrur, maka Allah tetap akan muliakannya.  Meskipun ketika itu ingin mati di Mekkah dalam ibadah Haji agar masuk surga, kalau niatnya tidak ikhlas karena Allah, maka Allah Maha  Tahu.

Lihat Surat Asy Syuaraa’ ayat 217 – 220, Allah subhanahu wata’ala berfirman :

سُوۡرَةُ الشُّعَرَاء

وَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱلۡعَزِيزِ ٱلرَّحِيمِ (٢١٧) ٱلَّذِى يَرَٮٰكَ حِينَ تَقُومُ (٢١٨) وَتَقَلُّبَكَ فِى ٱلسَّـٰجِدِينَ (٢١٩) إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ (٢٢٠)


217. Dan bertawakkallah kepada (Allah) yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang,

218. Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang),

219. Dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.

220. Sesungguhnya Dia adalah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Maka bila seseorang selesai beribadah (Haji, Sholat, Zakat, Puasa) lalu bersikap sombong, harta diagung-agungkan, jabatan, pangkat, berbangga-bangga diri, lalu bagaimana  dan di mana ketaatannya kepada Allah subhanahu wata’ala ?

Ayat tersebut merupakan peringatan (sindiran) bagi kita semua, bahwa Allah Maha Tahu tentang ibadah kita ketika Haji, ketika sholat, ketika berdiri, sujud, semua itu Allah Maha Tahu isi hati kita.  Allah subhanahu wata’ala yang akan membalas kita.  Maka jangan kita takut mati dalam rangka hijrah di jalan Allah.  Ketaatan beribadah, kematian justru menyebabkan seseorang mendapatkan rezki yang terbaik, kalau dalam kematian kita, niat kita adalah Lillahi ta’ala. (Ikhlas karena Allah).

Dalam surat Al Hajj ayat 58  Allah subhanahu wata’ala berfirman :

سُوۡرَةُ الحَجّ

وَٱلَّذِينَ هَاجَرُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ قُتِلُوٓاْ أَوۡ مَاتُواْ لَيَرۡزُقَنَّهُمُ ٱللَّهُ رِزۡقًا حَسَنً۬ا‌ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَهُوَ خَيۡرُ ٱلرَّٲزِقِينَ (٥٨)


Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezki yang baik (surga). dan sesungguhnya Allah adalah Sebaik-baik pemberi rezki.

Yang dimaksud “rezki yang baik” dalam ayat tersebut adalah Surga. Yaitu setelah mati orang itu akan dimasukkan ke dalam Surga. Dan pemberi surga adalah Allah subhanahu wata’ala.  Maka marilah kita hijrah di jalan Allah.
Mari kita beribadah yang sesuai dengan aturan Allah, bukan aturan selain dari Allah subhanahaua wata’ala.

Khususnya pada bahasan kali ini, bagi yang sudah mampu: Marilah kita ber-Haji. Agar ita bisa meraih kemuliaan di sisi Allah subhanahu wata’ala. Bagi yang sudah ber-haji semoga bisa mempertahankan Mabrur-nya. Bagi yang sedang melaksanakan, semoga diberi kekuatan, kesabaran dan semoga diberi kemudahan dalam urusannya. Dan kembali ke Tanah-Air menjadi Haji yang Mabrur.

Bagi yang belum mampu, semoga diberikan oleh Allah kelapangan rezki, diberikan kemudahan dalam usahanya, Allah teguhkan dalam hatinya untuk  berniat ingin menjadi tamu Allah subhanahu wata’ala.

Tanya-Jawab.

Pertanyaan:
1.     Bagaimana dengan kelebihan Haji Akbar dengan Haji yang lain ?
2.     Bagimana dengan puasa pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah ?


Jawaban:
1.     Tidak ada satu hadits yang mengatakan adanya Haji Akbar apabila Hari Wukuf jatuh pada hari Jum’at.   Orang-orang Indonesia sering mangatakan bahwa kalau Wukuf pada hari Jum’at maka disebut Haji Akbar.  Kalau Haji Akbar pahalnya 7 kali lipat lebih baik atau lebih tinggi dari pada haji biasa. Yang demikian itu tidak ada dalilnya.

2.     Yang benar bukan puasa pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, tetapi yang benar Haditsnya adalah riwayat Imam Bukhari  adalah : “Tidaklah ada amal di bulan Dzulhijjah yang paling dicintai Allah, yang lebih mulia di sisi pandangan Allah,  melainkan amal yang dilakukan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.  Termasuk Jihad di jalan Allah, kecuali orang mati dalam berjihad (berperang) di jalan Allah”. 

Artinya, tidak perintah khusus berpuasa (shaum).  Sebaik-baik amal di bulan Dzulhijjah adalah ber-Haji, menyembelih hewan Qurban, dan berpuasa (sahum) pada hari Arafah ( 9 Dzulhijjah).  Para ulama mengatakan : Perbanyak amalan di 10 hari pertama Bulan Dzulhijjah, termasuk di antaranya puasa dari 1 – 9 Dzulhijjah. Bila itu dilakukan bagus sekali. Tetapi tidak ada perintah khusus berpuasa di sepeluh hari pertama dzulhijjah. Yang terbaik adalah bertakbir,  mengagungkan Allah subhanahau wata’ala sejak tanggal 1-13 Dzulhijjah.

Pertanyaan:
1.     Tentang keabsahan Hadits tentng Sholat Arba’in di Masjid Madinah, bagaimana?
2.     Bagaimana lafal Takbir yang benar, karena di Indonesia sering ditambah-tambah lafalnya. Bagaimana ?

Jawaban :
1.     Tentang sholat Arba’in sebetulnya Haditsnya sangat lemah. Sholat Arba’in yaitu sholat di masjid Nabawi (Madinah) selama 40 waktu terus menerus tanpa terputus.  Tetapi Hadits sangat lemah. Dan Hadits tersebut dipakai oleh para pengusaha Travel dijadikan Paket Arba’in dijadikan andalan promosinya. Para ulama mengatakan : Hadits lemah tidak boleh dipakai sebagai dasar beribadah. 
2.     Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, Imam Nasai. Imam Ibnu Majah, Imam Tirmidzy, Imam Baihaqqi, bahwa lafal Takbir adalah : Allahu Akbar, Allahu Akbar (dua kali, bukan tiga kali), Lailaha illallah huwallahu Akbar – Allahu Akbar walillahil hamd.  Dan tidak didendangkan (dilagukan).

Adapun  tambahan lafal : Allahu Akbar kabiron wal hamdulillahi katsiron, wasubhanallahu bukrotan waasila, dst. tidak ada dalam Hadits.
Itu merupakan tambahan saja di Indonesia. Maka sebaik-baik amalan adalah yang sesuai dengan Hadits, contoh dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. Tidak ditambah-tambah atau didendangkan (dilagukan).

Adapun tambahan lafal sebagaimana tersebut di atas diperuntukkan orang yang sedang melakukan Sa’i di antara bukit Sofa dan Marwa, di Masjdil Haram, bukan disembarang tempat. Jadi jangan ditambah-tambah dan jangan dilagukan (didendangkan).

Yang terbaik beribadah adalah mengikuti contoh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. bukan hasil karangan orang.  Beramal harus dengan Ilmu yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam baik dalam AlQur’an maupun dalam Al Hadits.

Sekian bahasan mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.

Wassalamu’alaikum waromatullahi wabarokatuh.

No comments:

Post a Comment