PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSLAM
Menjadi Tamu Yang Dimuliakan
Ustadz Ahmad Susilo, Lc.
Jum’at, 8 Dzulhijjah 1435 H – 3 Oktober 2014
Assalamu’alaikum
wr.wb.,
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Bahasan kali ini adalah “Tamu Yang Dimuliakan”. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam
Bukhari, Imam An Nasa’i dan Imam Ibnu Majah, dari sahabat Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Tamu-tamu
Allah ada tiga, yaitu orang yang berhaji, orang yang ber-Umrah dan orang yang
berperang dijalan Allah. Allah berfirman : Siapa yang menjadi tamu-Ku datang ke
Baitullah, lalu ia meminta kepada-Ku, maka Aku beri permintaannya. Lalu ia
berdo’a kepada-Ku, maka Aku kabulkan do’anya, ia memohon ampun kepada-Ku maka
Aku ampuni ia”.
Maka siapa yang berkunjung ke Baitullah
menjadi tamu Allah (Haji, Umrah), pasti di muliakan oleh Allah subhanahu wata’ala dan dikabulkan do’anya. Lalu apa yang terbaik bagi tamu-tamu Allah
yang sudah kembali ke Tanah-Air, dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Siapa
yang berkunjung ke Baitullah menjadi tamu Allah (dalam rangka berhaji dan
ber-Umrah karena Allah), maka kelak ia
akan kembali ke tanah-airnya bagaikan seorang anak bayi yang baru dilahirkan”.
Maksudnya, orang yang baru pulang dari
ber-Haji dan Umrah, maka ia bersih dari dosa-dosanya bagaikan seorang bayi yang
baru lahir dari ibunya.
Hadits yang lain yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad,
dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Dari Umrah ke Umrah yang lain menjadi
kafarah (penggugur dosa) antara keduanya.
Dan bagi Haji yang Mabrur, dengan
cara yang benar, maka tidak ada balasan baginya kecuali Surga”.
Panggilan
Haji
Siapa sesungguhnya yang memanggil Haji ?
Banyak orang mengatakan bahwa ia belum ber-Haji karena belum mendapat
panggilan. Lalu orang lain lagi berkata : “Karena engkau akan ber-Haji, tolong
ketika di depan Ka’bah atau di Arafah aku dipanggil”. Kata-kata demikian sering
meluncur dari lisan-lisan mereka, ketika ada orang yang akan berangkat
ber-Haji. Mereka bukan mendo’akan atau
dido’akan, tetapi minta dipanggil.
Apakah kalau ia dipanggil akan berangkat
ber-Haji ? Wallahu a’lam. Meskipun sejuta manusia memanggil namanya,
tetapi ia tidak punya niat untuk ber-Haji, maka ia tidak akan bisa berangkat
ber-Haji. Sebaliknya, tanpa dipanggil oleh siapapun, kalau memang ia sudah
berniat untuk ber-Haji, dan Allah sudah memanggilnya untuk ber-Haji, insya
Allah ia akan bisa ber-Haji.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Al Hajj ayat 27 :
سُوۡرَةُ الحَجّ
وَأَذِّن فِى ٱلنَّاسِ
بِٱلۡحَجِّ يَأۡتُوكَ رِجَالاً۬ وَعَلَىٰ ڪُلِّ ضَامِرٍ۬ يَأۡتِينَ مِن كُلِّ
فَجٍّ عَمِيقٍ۬ (٢٧)
Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh,
Dalam ayat tersebut Allah menyebutkan: “Dengan berjalan kaki”. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersama-sama dengan para sahabat ketika itu melakukan perjalanan Haji
dengan berjalan kaki dari Madinah ke Makkah (Baitullah). Ketika itu jumlahnya
sekitar 120.000 orang, tidak lebih dari 1000 ekor unta yang dikendarai. Artinya
lebih banyak yang berjalan kaki dibanding yang naik unta.
Mereka datang dari kampung mereka yang
jauh, berbondong-bondong, dengan susah-payah, karena mereka yakin Haji adalah panggilan Allah subhanahu wata’ala.. Bagi
setiap orang akan merupakan kebanggaan tersendiri kalau ia dipanggil sebagai
tamu Allah subhanahu wata’ala. Haji adalah mendatangi (berkunjung) ke Baitullah (Rumah Allah).
Baitullah ada di Makkah sebagaimana
disebutkan dalam Surat Ali Imran ayat 96
– 97, Allah subhanahu wata’ala
berfirman :
إِنَّ أَوَّلَ بَيۡتٍ۬
وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِى بِبَكَّةَ مُبَارَكً۬ا وَهُدً۬ى لِّلۡعَـٰلَمِينَ (٩٦)
96.
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia,
ialah Baitullah yang ada di Bakkah
(Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.
97.
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim;
Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji
adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka sesungguhnya
Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Bagi orang yang telah mampu, maka sesuai
dengan ayat tersebut, Allah subhanahu
wata’ala memberikan ancaman (pendek) : Barangsiapa
yang mengingkari (tidak ber-Haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya.
Artinya Allah subhanahu wata’ala tidak butuh dengan orang yang tidak mau
ber-Haji.
Sebagaimana juga disebutkan dalam Surat Az Zumar ayat 7 :
إِن تَكۡفُرُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنكُمۡۖ وَلَا يَرۡضَىٰ لِعِبَادِهِ ٱلۡكُفۡرَۖ وَإِن تَشۡكُرُواْ يَرۡضَهُ لَكُمۡۗ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ۬ وِزۡرَ أُخۡرَىٰۗ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُم مَّرۡجِعُڪُمۡ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَۚ إِنَّهُ ۥ عَلِيمُۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ (٧)
Jika
kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak
meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia
meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul
dosa orang lain. kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui apa
yang tersimpan dalam (dada)mu.
Seseorang yang tidak mau ber-Haji, padahal
ia mampu, walaupun lisannya mengatakan : Belum
ada panggilan, belum mampu, sedang repot, dst. dst., maka Allah tidak butuh
kepada orang itu, Allah tidak ridho kepada orang itu, dst.
Bagi orang yang sudah mampu ber-Haji
tetapi tidak mau ber-Haji, maka ada sebuah Hadits Qudsi (Hadits Suci)
diriwayatkan oleh Imam Ath Thabrani dalam Kitab Al ‘Ushod dari Abu Ya’la
bersumber dari seorang sahabat bernama Abu Darda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam :
“Allah
berfirman: Sesungguhnya hamba-Ku yang telah Aku berikan sehat pada badannya, telah Aku cukupkan baginya rezki, kemudian ia
tidak mau berkunjung ber-Haji menjadi tamu-Ku ke Baitullah empat tahun lamanya,
maka haram karunia-Ku atasnya”.
Dalam Hadits lain, yang diriwayatkan oleh
Imam An Nasa’i, Ibnu Hibban, dan Imam Baihaqqi, dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda
dalam suatu khutbah beliau :
“Wahai manusia, sungguh telah Allah fardhukan kepada
kalian Haji menjadi tamu Allah ke Baitullah, berhajilah”. (Kemudian seorang laki-laki memotong
pembicaraan, bertanya) : “Wahai
Rasulullah, apakah Haji itu setiap tahun?”.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Tidak, haji itu satu kali. Kalau
aku katakan setiap tahun, nanti akan menjadi wajib. Maka barangsiapa yang ingin
mengulangi Hajinya maka itu sunnah baginya”.
Artinya, kewajiban ber-Haji hanya satu
kali seumur hidup. Selebihnya adalah sunnah saja. Tetapi ada orang yang berkali-kali pergi
Umrah sampai setahun dua kali, bahkan
lebih dari itu tetapi belum pernah ber-Haji, alasannya ber-Haji susah, sulit,
harus antri, dst. Buktikan dulu, yaitu
dengan direalisasikan dengan mendaftar dan membayar ongkos ber-Haji, sebagai bukti niat ber-Haji.
Yang akan dicatat oleh Allah subhanahu wata’ala adalah niatnya. Bukan omongannya. Siapa yang
belum punya niat padahal ia mampu, maka berlakulah ancaman Allah sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut di atas.
Yaitu Allah tidak akan ridho kepada hambanya yang tidak mau bersyukur. Karena kalau sudah diperirntahkan oleh Allah subhanahu wata’ala, tetapi orang tidak
mau melaksana-kan, berarti orang itu adalah hamba yang tidak bersyukur.
Jangan sepelekan ibadah Haji, yang merupakan kewajiban dari Allah subhanahu wata’ala. Kalau seseorang mendaftar dan membayarkan
sejumlah uang untuk ONH-nya untuk ber-Haji lalu sekian tahun menunggu, tentunya
uang yang disetorkan kepada pihak
Pemerintah mengendap selama bertahun-tahun itu, lalu pihak pemerintah
diuntungkan dari itu.
Sebagai hamba Allah yang ikhlas hendak
menunaikan ibadah Haji tidak usah memikirkan itu semua, tetapi harus Lillahi
Ta’ala (ikhlas karena Allah) saja.
Bila anda “berbisnis” dengan Allah subhanahu
wata’ala tidak usah-lah hitung-hitungan perkara materi. Karena jaminannya
dari Allah adalah sebagaimana disebutkan dalam Hadits di atas. Semua permintaanya akan diberi oleh Allah subhanahu wata’ala, dosa-dosanya akan
dihapus dan akan masuk surga. Itulah yang mahal nilainya, bahkan tidak ternilai
dengan materi sebesar apapun.
Yang penting sudah punya niat dan
dibuktikaan dengan mendaftar sebagai calon Haji. Kalaupun seandainya sebelum
haji lalu meninggal, maka orang itu sudah tercatat sebagai Haji dan sempurna
pahalanya.
Lihat Surat An Nisaa’ ayat 100 Allah subhanahu
wata’ala berfirman:
وَمَن يُہَاجِرۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ مُرَٲغَمً۬ا كَثِيرً۬ا وَسَعَةً۬ۚ وَمَن يَخۡرُجۡ مِنۢ بَيۡتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدۡرِكۡهُ ٱلۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ أَجۡرُهُ ۥ عَلَى ٱللَّهِۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورً۬ا رَّحِيمً۬ا (١٠٠)
Barangsiapa
berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat
hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan
maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka
sungguh telah tetap pahalanya di
sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Maka mati dalam keadaan sedang berniat untuk ibadah kepada
Allah subhanahu wata’ala, pahalanya
sempurna. Bahkan Allah mengampuni segala dosa-dosanya, merahmatinya, karena
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Seseorang telah mampu tetapi tidak punya
niat (Haji), maka Allah Maha Tahu. Orang sudah mampu dan berniat, mendaftar,
membayar, maka Allah Maha Tahu.
Maka kalau ada orang mengatakan : Belum dapat panggilan, berarti orang itu
tidak pernah membaca AlQur’an. Atau membaca tetapi tidak tahu artinya. Atau
mengerti tetapi tidak berniat.
Ia tidak tahu bahwa semua orang sudah dipanggil oleh Allah subhanahu wata’ala untuk ber-haji.
Maka tidak ada alasan di sisi Allah subhanahu
wata’ala. Kelak di Akhirat semua
orang akan diminta pertanggungjawaban di sisi Allah, walaupun dikemukakan
bermacam-macam alasan, semua alasan itu tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala.
Kemuliaan
dari Allah
bagi orang yang baru pulang dari ber-Haji. Tidak hanya ketika di Tanah-Suci, sampai
pulang tiba di rumah di Tanah Air, orang yang ber-Haji sebagai Haji Mabrur,
maka Allah tetap akan muliakannya.
Meskipun ketika itu ingin mati di Mekkah dalam ibadah Haji agar masuk
surga, kalau niatnya tidak ikhlas karena Allah, maka Allah Maha Tahu.
Lihat Surat
Asy Syuaraa’ ayat 217 – 220, Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
سُوۡرَةُ الشُّعَرَاء
وَتَوَكَّلۡ عَلَى
ٱلۡعَزِيزِ ٱلرَّحِيمِ (٢١٧) ٱلَّذِى يَرَٮٰكَ حِينَ تَقُومُ (٢١٨)
وَتَقَلُّبَكَ فِى ٱلسَّـٰجِدِينَ (٢١٩) إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ
(٢٢٠)
217.
Dan bertawakkallah kepada (Allah) yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang,
218.
Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang),
219.
Dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.
220.
Sesungguhnya Dia adalah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Maka bila seseorang selesai beribadah
(Haji, Sholat, Zakat, Puasa) lalu bersikap sombong, harta diagung-agungkan,
jabatan, pangkat, berbangga-bangga diri, lalu bagaimana dan di mana ketaatannya kepada Allah subhanahu wata’ala ?
Ayat tersebut merupakan peringatan
(sindiran) bagi kita semua, bahwa Allah Maha Tahu tentang ibadah kita ketika
Haji, ketika sholat, ketika berdiri, sujud, semua itu Allah Maha Tahu isi hati
kita. Allah subhanahu wata’ala yang akan membalas kita. Maka jangan kita takut mati dalam rangka
hijrah di jalan Allah. Ketaatan
beribadah, kematian justru menyebabkan seseorang mendapatkan rezki yang
terbaik, kalau dalam kematian kita, niat kita adalah Lillahi ta’ala. (Ikhlas
karena Allah).
Dalam surat Al Hajj ayat 58 Allah subhanahu wata’ala berfirman :
سُوۡرَةُ الحَجّ
وَٱلَّذِينَ هَاجَرُواْ
فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ قُتِلُوٓاْ أَوۡ مَاتُواْ لَيَرۡزُقَنَّهُمُ ٱللَّهُ
رِزۡقًا حَسَنً۬اۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَهُوَ خَيۡرُ ٱلرَّٲزِقِينَ (٥٨)
Dan
orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati,
benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezki yang baik (surga). dan sesungguhnya Allah adalah Sebaik-baik
pemberi rezki.
Yang dimaksud “rezki yang baik” dalam ayat tersebut adalah Surga. Yaitu setelah mati orang itu akan dimasukkan ke dalam Surga.
Dan pemberi surga adalah Allah subhanahu
wata’ala. Maka marilah kita hijrah
di jalan Allah.
Mari kita beribadah yang sesuai dengan aturan
Allah, bukan aturan selain dari Allah subhanahaua
wata’ala.
Khususnya pada bahasan kali ini, bagi yang
sudah mampu: Marilah kita ber-Haji. Agar
ita bisa meraih kemuliaan di sisi Allah subhanahu
wata’ala. Bagi yang sudah ber-haji semoga bisa mempertahankan Mabrur-nya.
Bagi yang sedang melaksanakan, semoga diberi kekuatan, kesabaran dan semoga
diberi kemudahan dalam urusannya. Dan kembali ke Tanah-Air menjadi Haji yang Mabrur.
Bagi yang belum mampu, semoga diberikan
oleh Allah kelapangan rezki, diberikan kemudahan dalam usahanya, Allah teguhkan
dalam hatinya untuk berniat ingin
menjadi tamu Allah subhanahu wata’ala.
Tanya-Jawab.
Pertanyaan:
1. Bagaimana dengan
kelebihan Haji Akbar dengan Haji
yang lain ?
2. Bagimana dengan
puasa pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah ?
Jawaban:
1. Tidak ada satu
hadits yang mengatakan adanya Haji Akbar apabila Hari Wukuf jatuh pada hari
Jum’at. Orang-orang Indonesia sering
mangatakan bahwa kalau Wukuf pada hari Jum’at maka disebut Haji Akbar. Kalau Haji Akbar pahalnya 7 kali lipat lebih
baik atau lebih tinggi dari pada haji biasa. Yang demikian itu tidak ada dalilnya.
2.
Yang benar bukan puasa pada sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah, tetapi yang benar Haditsnya adalah riwayat Imam Bukhari adalah : “Tidaklah
ada amal di bulan Dzulhijjah yang paling dicintai Allah, yang lebih mulia di
sisi pandangan Allah, melainkan amal
yang dilakukan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Termasuk Jihad di jalan Allah, kecuali orang
mati dalam berjihad (berperang) di jalan Allah”.
Artinya, tidak
perintah khusus berpuasa (shaum).
Sebaik-baik amal di bulan Dzulhijjah adalah ber-Haji, menyembelih hewan
Qurban, dan berpuasa (sahum) pada hari
Arafah ( 9 Dzulhijjah). Para ulama
mengatakan : Perbanyak amalan di 10 hari pertama Bulan Dzulhijjah, termasuk di
antaranya puasa dari 1 – 9 Dzulhijjah. Bila itu dilakukan bagus sekali. Tetapi
tidak ada perintah khusus berpuasa
di sepeluh hari pertama dzulhijjah. Yang terbaik adalah bertakbir, mengagungkan
Allah subhanahau wata’ala sejak
tanggal 1-13 Dzulhijjah.
Pertanyaan:
1. Tentang keabsahan
Hadits tentng Sholat Arba’in di Masjid Madinah, bagaimana?
2. Bagaimana lafal
Takbir yang benar, karena di Indonesia sering ditambah-tambah lafalnya.
Bagaimana ?
Jawaban
:
1.
Tentang sholat
Arba’in sebetulnya Haditsnya sangat lemah. Sholat Arba’in yaitu sholat di
masjid Nabawi (Madinah) selama 40 waktu terus menerus tanpa terputus. Tetapi Hadits sangat lemah. Dan Hadits
tersebut dipakai oleh para pengusaha Travel dijadikan Paket Arba’in dijadikan
andalan promosinya. Para ulama mengatakan : Hadits lemah tidak boleh dipakai
sebagai dasar beribadah.
2. Berdasarkan Hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad, Imam Abu Dawud,
Imam Nasai. Imam Ibnu Majah, Imam Tirmidzy, Imam Baihaqqi, bahwa lafal Takbir
adalah : Allahu Akbar, Allahu Akbar (dua kali, bukan tiga kali), Lailaha
illallah huwallahu Akbar – Allahu Akbar walillahil hamd. Dan tidak didendangkan (dilagukan).
Adapun tambahan lafal : Allahu Akbar kabiron wal hamdulillahi katsiron, wasubhanallahu bukrotan
waasila, dst. tidak ada dalam
Hadits.
Itu merupakan
tambahan saja di Indonesia. Maka sebaik-baik amalan adalah yang sesuai dengan
Hadits, contoh dari Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam. Tidak ditambah-tambah atau didendangkan (dilagukan).
Adapun tambahan
lafal sebagaimana tersebut di atas diperuntukkan orang yang sedang melakukan
Sa’i di antara bukit Sofa dan Marwa, di Masjdil Haram, bukan
disembarang tempat. Jadi jangan ditambah-tambah dan jangan dilagukan
(didendangkan).
Yang terbaik
beribadah adalah mengikuti contoh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. bukan hasil karangan orang. Beramal harus dengan Ilmu yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam baik dalam AlQur’an maupun dalam Al
Hadits.
Sekian bahasan mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA
WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
waromatullahi wabarokatuh.
No comments:
Post a Comment