Translate

Monday, March 16, 2015

Rasulullah S.a.w. : Guru Anak Hebat, oleh : Ustadz Sukeri Abdillah



PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM

Rasulullah S.a.w. : Guru Anak Hebat                                                          
Ustadz Sukeri Abdillah

Jum’at, 10 Jumadil Ula 1436H – 6 Maret 2015

 Assalamu’alaikum wr.wb.

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Ketika seseorang (suami-isteri) mempunyai anak kecil antara usia 0 – 3 tahun perasaannya sangat senang dan bahagia, karena anaknya itu hebat, setiap hari si anak selalu ada perkembangan baru, perilakunya maupun kata-kata dari si mungil yang lucu.  Itu menunjukkan bahwa sesungguhnya anak yang terlahir ke permukaan bumi ini membawa kehebatan. Kehebatan itu berasal dari fitrah yang Allah subhanahu wata’ala tanamkan di dalam jiwa anak tersebut.

1.Anak adalah fitrah kehebatan. 

Secara definitif fitrah yang dimaksud adalah fitrah kekuatan/kekuasaan. Secara Aqidah kita menyebutkan : Ada tanaman Tauhid Rububiyah yang Allah sertakan dengan kelahiran anak tersebut.   Maka sesungguhnya tugas orangtuanya mengawal tumbuh-kembang fitrahnya itu supaya kelak di kemudian hari dengan fitrah yang dimiliknya ia tetap menjadi hamba Allah yang taat dan sebagai penerus perjuangan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, untuk menegakkan agama Allah subhanahu wata’ala, maka ia senantiasa siaga untuk menjadi penolong-penolong agama Allah subhanahu wata’ala.

Wujudnya adalah seperti yang difirmankan Allah subhanahu wata’ala pada AlQur’an Surat Al Baqarah ayat 21 :

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa."

Maka essensi (dasar) ketaatan adalah perintah Allah subhanahu wata’ala untuk seluruh umat manusia.  Pertanyaannya, apakah seratus persen manusia mentaati Allah subhanahu wata’ala ?    Tidak semua, manusia yang taat disebut Mukmin dan yang tidak taat kepada Allah subhanahu wata’ala disebut Kafir.

Bicara tentang Fitrah menjadi jelas, karena ada orang yang  terpelihara fitrahnya sehingga ia mudah taat kepada Allah subhanahu wata’ala dan ada orang yang terbengkok-kan fitrahnya sehingga ia tidak bisa taat kepada Allah subhanahu wata’ala.

Maka perintah Allah subhanahu wata’ala dalam Surat Ar Ruum ayat 30 :

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama Tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama Tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka demikian hanyalah karena pengaruh lingkungan.

Berkaitan dengan mendidik anak, berarti ayat tersebut memerintahkan : Istiqomah-kan wajahmu dan wajah anak-keturunanmu kepada Din yang lurus (Islam).  Wujudnya adalah: Taat kepada Allah subhanahu wata’ala. Karena ketaatan adalah fitrah manusia, dan Allah tidak pernah akan merubah essensi penciptaan-Nya. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Sebagian manusia menjadi taat,   dan sebagian lagi ingkar (maksiat) kepada Allah subhanahu wata’ala.


Dalam sebuah Hadits shahih Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Didiklah budi pekerti anak-nak kalian dan perbaguslah perilaku mereka”.  Perilaku anak-anak kita harus tegas  essensi dasarnya adalah : Untuk menjadi penolong agama Allah subhanahu wata’ala.

Kalau kepada Allah ia sudah menjadi penolong, bukan hanya sekedar taat, agama Allah ditegakkan berarti dijalankan, tentu Hablumminallah-nya bagus. (Hubungan dengan Allah bagus). Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam AlQur’an :
Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, maka Allah pasti akan menolong kamu dan Allah akan meneguhkan kedudukanmu”. 

Sehingga visi besar mendidiki anak adalah bagaimana kita para orang tua menjadi penolong agama Allah dengan menyelamatkan fitrah anak kita supaya anak kita bisa menjadi penolong agama Allah subhanahu wata’ala.  Di situlah nanti pertolongan Allah akan datang.  Anak kita akan tumbuh menjadi Qurro ta a’yun.
Dan kedudukan kita akan diteguhkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Setidaknya di dunia anak kita sudah mulai tumbuh perasaan cinta kepada orangtuanya dan kagum kepada ayah-bundanya, hormat kepada orangtuanya dan mendo’akannya. 

Ketika kita sebagai orangtuanya meninggal, bukan saja dido’akan, tetapi kenangan indahnya akan diceritakan kepada orang-orang dan anak keturunan berikutnya.
Maka sebenarnya anak terlahir dalam keadaan fitrah, lalu kita menyebutnya : Dalam keadaan hebat. Yaitu hebat untuk taat kepada Allah subhanahu wata’ala, untuk menolong agama Allah.  Itulah yang harus menjadi misi besar kita.

Setiap anak ber-potensi hebat.  Sayangnya para orangtua terjebak hanya pada amaliah-amaliah sesaaat dan duniawi.  Tidak sedikit orangtua yang membangga-kan anaknya : Alhamdulillah, anak saya walupun masih di TK sudah bisa membaca, menulis dan berhitung. Juga sudah banyak do’a yang ia hafal.
Pertanyaannya, begitu anaknya sudah di SMP sudah berapa bahasa yang ia kuasai? Ternyata tidak ada satu bahasa-pun yang ia kuasai. Doa’-do’anya juga sudah jarang dibaca lagi. Masih hebatkah anaknya itu ?

Jangan-jangan ketika menceritakan kehebatan anaknya itu hanya pada orientasi sesaat. Menjadi anak hebat hanya pada profesi dunia.  Misalnya:  kaya, pangkat tinggi, semua profesi duniawi, lalu dikatakan anak hebat.
Maka harus kita kembalikan bahwa anak hebat adalah anak yang taat kepada Allah, siap menjadi penolong agama Allah, tidak peduli apapun profesinya.

Mestinya demikian itulah yang ada pada benak setiap kita mansia. Sehingga kelak ketika kita ingin meng-aplikasikan Kalimat Allah, anak kita tidak mengalami minder dengan orang lain.  Itu jauh lebih penting. Apalah artinya anak selalu ranking-satu, selalu juara dalam lomba-lomba, tetapi bila bertemu dengan orang ia minder.  Kira-kira berfungsi dengan baik  atau tidak interaksi sosialnya kelak ?

Padahal setiap anak berpotensi hebat, maka kita orangtuanya-lah yang harus memelihara fitrahnya.  Kalau fitrah duniawi sudah jelas,  tugas orangtua adalah menjaga tumbuh-kembangnya, mencukupi sandang-pangan-papan dan kecukupan pendidikannya dan kesehatannya. Kalau itu berjalan baik, maka itu sudah luar-biasa. Tetapi bukan sebatas itu, mestinya seluruh fasilitas yang didapat oleh anak-anak kita menjadi sarana bagi mereka untuk taat dan menjadi penolong agama Allah subhanahu wata’ala.

Orangtua harus mengawal kehebatan moralitas sang anak.  Kehebatan moralitas anak tidak bisa dititipkan kepada orang lain, juga tidak bisa dibeli sampai-pun di sekolah favourit.  Kehebatan moralitas anak kita tidak bisa dititipkan walaupun di pesantren, walaupun kepada seorang ustadz.  Kembali kepada basic yaitu orangtuanya. Karena anak tetap membutuhkan sosok, teladan aktual yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.  Tanpa peran orang tua,  anak bisa mengalami kegagalan spikologis.

Ingat kisah Alqomah, seorang anak muda di zaman Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam.  Ketika menghadapi sakaratul maut Alqomah sulit mengucapkan kalimat Lailaha illallah. Padahal AlQomah adalah seorang mujahid, sering ikut berjihad di medan perang.   Ternyata Alqomah punya seorang ibu yang sudah tua, yang oleh Alqomah tidak dianggap sebagai ibunya.

Ketika  ibunya diberitahu bahwa anaknya yang bernama Alqomah sedang menghadapi sakaratulmaut,  tetapi sulit sekali mengucapkan Kalimat Thoyibah yaitu Lailaha illallah, sehingga sulit sekali matinya.   Seketika ibunya tidak mau mengakui bahwa Alqomah adalah anaknya. Namun setelah dibujuk-bujuk si ibu tadi mengaku bahwa itu anaknya, tetapi si ibu tidak mau mengakui sebagai anaknya, karena anak tersebut juga tidak mau mengaku ia sebagai ibunya.

Maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menyuruh mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Alqomah dengan seizin ibunya,  agar Alqomah segera mati.
Begitu kayu dikumpulkan untuk membuat api ungun dan AlQomah diangkat hendak di bakar, ternyata si ibu tadi berkata : “Ya Rasulullah tahan dulu, jangan dibakar anakku”.  
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam betanya : “Kenapa engkau menahan, wahai ibu?”.   Si ibu berkata : “Ya Rasulullah, Alqomah adalah anakku, aku tidak tega melihat ia dibakar. Selama ini ia durhaka kepadaku, tetapi sekarang aku maafkan”.

Begitu ibunya memaafkan, terdengarlah dari mulut AlQomah  suara : Lailaha illah. Dan meninggallah AlQomah dengan tenang. Kemudian oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat AlQomah diurus sebagaimana seorang muslimin yang meninggal dunia.

Dalam kisah tersebut tidak pernah disebut-sebut siapa ayah AlQomah.  Berarti ada figur yang hilang. Jangan-jangan Alqomah tumbuh dan berkembang tanpa figur seorang ayah.  Demikianlah kisah seorang AlQomah. Semula tragis tetapi akhirnya happy ending.

Bagaimana dengan legenda dari tanah Minangkabau si Malin Kundang ? Yang konon disebut anak durhaka terhadap ibunya ? Semua masyarakat Indonesia tentu sudah tahu kisah Malin Kundang.  Perlu dipertanyakan, siapakah nama ibu  Malin Kundang ?  Siapakah nama ayahnya ? Tidak pernah disebut dalam legenda itu. Namun konon nama ibu Malin Kundang adalah Mande Robayah.

Kurang kasih-sayang apa Mande Robayah kepada Malin Kundang, putera satu-satunya sejak kecil diasuh dengan kasih-sayang, dibesarkan dan dididik oleh ibunya.  Setelah besar Malin Kundang minta izin kepada ibunya untuk merantau yang alasannya ketika itu untuk merubah nasib. Siapa tahu bisa menjadi orang kaya-raya.

Itulah kalau orang tua mendidik anaknya hanya ber-orientasinya hanya soal dunia saja,  pasti sukses, karena setiap anak mempunyai kehebatan.  Masalahnya, orangtuanya percaya atau tidak, membimbing atau tidak mengembangkan kehebatannya itu.  Yang lebih hebat adalah mestinya anak taat dan menjadi penolong agama Allah subhanahu wata’ala.  Jangan sampai terulang tragedi Malin Kundang.

Pergi merantau hanya untuk mengubah nasib dan diizinkan oleh ibunya. Apa yang terjadi setelah bertahu-tahun kemudian ?  Malin Kundang pulang dengan membawa kapal besar penuh dengan harta.  Ia disambut oleh seluruh penduduk kampung.  Di tengah kerumunan para penyambut itu ibunya dengan tertatih-tatih berusaha memeluk Malin Kundang. 
Tetapi Malin kundang dengan gagahnya menepis pelukan ibunya. Sambil bertanya dengan congkaknya: “Cih, siapa kamu, wanita tua renta ?”.
Ibunya mundur sedikit, berkata : “Aku ini ibumu, nak. Kamu Malin Kundang anakku bukan ?”.  Malin Kundang berkata : “Aku tidak punya ibu seperti kamu. Aku ini saudagar kaya-raya, tidak pantas mempunyai ibu seperti kamu”.

Yang perlu dipertanyakan, siapa dan di manakah ayah Malin Kundang ? Di manakah peran seorang ayah dalam legenda Malin Kundang ? Tidak ada. 
Mande Robayah membesarkan Malin Kundang untuk taat kepada Allah, menolong agama Allah atau mencari duniawi ?  Jadi yang salah Malin Kundang atau Mande Robayah ?

Selanjutnya Mande Robayah semakin terlihat nafsu duniawinya, ketika Malin Kundang benar-benar tidak mau mengakuinya sebagai ibunya, kapal berbalik menuju tempat tinggalnya, Mende Robayah mendo’akan keburukan untuk anaknya (Malin Kundang).  Halilintar menyambar, badai menyapu, gelombang menghantam kapalnya pecah, dan salah satu awak kapalnya terdampar ke tepian. Dan Mande Robayah mengutuk anaknya (Malin Kundang) menjadi batu.  Demikian cerita dramanya. Ada seorang ibu mengutuk anaknya.

Itulah kalau orientasi pendidikan bukan taat dan menolong agama Allah subhanahu wata’ala.  Orangtua-pun menjebakkan diri pada kalimat-kalimat keburukan. Kenapa orangtua harus menjaga moralitas anaknya ? Karena anak berpotensi menjadi musuh.

Allah subhanahu wata’ala menjelaskan dalam Surat At Taghobun ayat 14 : 

Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Maksudnya: Kadang-kadang isteri atau anak dapat menjerumuskan suami atau Ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama.


2. Anak bisa menjadi fitnah.

Dan kehebatan anak kemungkinan bisa menjadi alat untuk menentang orangtua. Karena anak terlalu dimanja dan difasilitasi dan orangtuanya berorientasi mendidik anaknya hanya pada urusan duniawi saja.  Maka bila tidak dituruti kemauannya, si anak mengancam kepada orangtuanya.  Singkat cerita, akhirnya si anak merongrong orangtuanya. Oleh karena itu anak bisa menjadi fitnah (ujian).   Maka perlu dijaga moralitasnya.  

Lihat Surat At Taghobun ayat 15 :
 
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Anak yang menjadi fitnah bagi orangtuanya, maka si orang tuanya tidak bisa khusyu’ beribadah. Orangtuanya menjadi sulit menyuarakan kebenaran. Karena anaknya juga berperilaku tidak benar. Karena anak menjadi fitnah dalam kehidupannya.

3.Anak bisa menjadi perhiasan.
Bila anak bisa menjadi orang yang sukses dunia dan Akhirat maka bisa menjadi perhiasan.  Lihat Surat Al Kahfi ayat 46 :

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

Kebanyakan orang berorientasi kepada kesuksesan anaknya.   Karena yang namanya perhiasan itu hanya indah diucapkan dan manis didengar,  tetapi tidak bisa dinikmati. Karena masih harus ada upaya lagi, yaitu bagaimana orangtua tetap ikhlas.

Maka harus kita fahami bahwa mendidik anak tidak hanya pada sebatas  sebagaimana disebut di atas. Ada yang tertinggi, yaitu Qurrota a’yun (Penyejuk pandangan).  Lihat Surat Al Furqon ayat 74 :

Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isterik kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

Itulah yang terpenting, yaitu anak kami kecuali menjadi penolong agama Allah, juga menjadi imam bagi orang-orang yang bertakwa.  Artinya menjadi teladan bagi orang-orang yang beriman.

Memang tidak mudah membuat anak bisa menjadi imam bagi orang-orang yang bertakwa.  Karena tidak mudah (susah) maka besar sekali pahalanya. Tetapi juga mudah karena kita sudah mempunyai teladan dalam kita meng-orientasikan diri, meng-upgrade potensi kehebatan anak-anak kita. Jangan hebat dalam semusim atau hebat dalam satu sisi saja.

Kita lihat di dunia ini ada sosok hebat dalam setiap fase kehidupannya, beliau adalah Rasulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam. Seharusnya kita mencontoh (meneladani) beliau, untuk menjadi bekal kita, untuk menjaga kehebatan moralitas anak kita, sehingga anak kita betul-betul menjadi manusia paripurna sebagaimana tauladan kita yaitu Rasulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam.

Essensi dasar tugas kita orangtua, adalah :
1.     Mengawal anak kita supaya mereka menjadi orang yang taat kepada Allah subhanahu wata’ala. 
2.     Menjadi penolong agama Allah.  Untuk itu anak kita harus disandarkan keteladanannya kepada Rasulullah shollalalahu ‘alaihi wasallam.

Kehebatan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pada setiap fase kehidupan beliau adalah :

1.     Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam terlahir dalam keadaan yatim. Usia 0 (nol) tahun  beliau ditawarkan untuk memilih ibu-susu, siapa yang akan menyusui beliau.  Maka datang wanita masih muda yang payudaranya masih montok, masih segar air susunya, tetapi beliau (bayi Muhammad) tidak mau menyusu. Barulah setelah datang Halimatussa’diyah wanita yang sudah tua, payudaranya-pun sudah mulai mengempis, justru dialah yang dipilih (dimaui) oleh bayi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam untuk menyusu. 
2.     Setelah menjadi anak remaja, usia sekitar 7-8 tahun  sebelum menjadi pedagang beliau (Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam) tinggal bersama paman beliau Abu Thalib. Beliau bisa menggembalakan kambing sebanyak 100 (seratus) ekor.  Dan itupun bukan kambing milik pamannya (Abu Thalib) saja, tetapi juga kambing milik orang lain, tetangga dan seterusnya. Itulah prestasi beliau sejak masih remaja kecil. (Catatan : Kita seusia itu menjadi apa, dan apa prestasi kita?).
3.     Ketika usia 13 tahun beliau sudah menjadi pedagang.  Prestasi beliau adalah perlakuan terhadap barang-barang dagangan.  Kalau pedagang lain ketika mengangkat barang dan meletakkannya adalah dengan kasar, dilemparkan sehingga banyak barang dagangan yanag rusak.  Tetapi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasalalam sangat berhati-hati dalam mengangkat dan meletakkan barang dagangan.  Ketika membuka dari bungkusanya-pun dengan berhati-hati, lalu dipilih mana yang bagus, yang cacat dan mana yang tidak pantas untuk dijual.  Semuanya dipilah-pilah dan harganyapun dibedakan dengan barang yang kualitasnya bagus.  Beliau seorang pedagang yang baik dan jujur. (Catatan: Kita seusia itu menjadi apa, dan apa prestasi kita?).
4.     Pada usia 15 tahun beliau bergabung dalam peperangan (Perang Fijar) membela negerinya dari serangan musuh. Tugas beliau adalah memungut anak panah di tengah pertempuran.  Kelihatannya tugas remeh, tetapi sungguh berbahaya, karena harus memungut anak panah ditengah-tengah hujan anak-panah. Beliau bergabung dalam bela tanah air dalam usia muda. (Catatan: Pernahkah ketika seusia itu kita ikut berperang, dan apa prestasi kita ketika seusia itu ?).
5.     Pada usia 18 tahun beliau memimpin usaha dagang antar Negara (sekarang disebut ekspor-impor). Saat itulah paman beliau (Abu Thalib) menyerahkan segala usahanya kepada Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam.  Kunci-kunci perniagaan diserahkan kepada keponakannya (Muhammad saw). (Catatan: Pada usia 18 tahun kita menjadi apa dan apa prestasi kita ?).
6.     Pada usia 20 tahun Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam menjadi tokoh pedagang yang sukses bersama tokoh-tokoh pedagang yang lain. (Sekarang disebut: CEO Holding Company).  Dan seorang wanita pedagang kaya-raya di kota Mekkah (bernama Khodijah binti Khuwailid)) mengajak untuk bergabung (merger) dalam usaha dagangnya, sehingga beliau benar-benar menjadi orang terpandang, sangat handal dalam usahanya, dan menjadi pedagang kaya.
7.     Pada usia 25 tahun Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam, pemuda yang berprestasi gemilang tetapi ummi (buta aksara) itu dilamar oleh Khodijah bin Khuwailid untuk menikahinya. Ketika menikah dengan Khodijah bin Khuwailid, Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam memberikan mahar unta merah sebanyak 20 (duapuluh) ekor. (Catatan: Unta merah merupakan kendaraan terbaik ketika itu dan mahal harganya. Sekarang senilai mobil Mercy).
8.     Ketika usia 37 – 40 tahun beliau Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam memimpin perletakan batu Hajar Aswad di sudut Ka’bah. Ketika itu terjadi kasus, perebutan kehormatan antar suku di Makkah, siapa yang akan meletakkan batu Hajar Aswad di sudut Ka’bah. Dengan sangat bijaksana Muhammad mengajak setiap kepala suku untuk mengangkat bersama (menggotong) batu hajar Aswad dan diletakkan bersama-sama dengan dipimpin oleh beliau Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam, di sudut Ka’bah.  Kemudian beliau mendapat gelar dari penduduk Mekkah sebagai Al Amin (Gelar Ter-percaya). Bukti bahwa beliau sangat tinggi kepeduliannya terhadap masyarakat di negerinya.
9.     Dianugerahi derajat ke-Nabian dan ke-Rasulan oleh Allah subhanahu wata’ala pada usia beliau 40 tahun (kira-kira tahun 611 Masehi). Dari saat itulah aktivitas-aktivitas beliau yang bersifat usaha materi-duniawi secara perlahan tetapi pasti, beliau lepaskan. Kemudian beliau masuk ke dalam wilayah-wilayah Hukumah, penegakan hukum-hukum Syari’at, dengan penanaman Aqidah yang kuat dan pembenahan-pembenahan moralitas masyarakat. 

Maka Aqidahnya :
Asyhadu an lailaha illallah wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah, (bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang patut disembah kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).

Bahwa : Aku diutus oleh Allah untuk “memerangi” semua manusia sehingga mereka menyaksikan bahwa Tidak ada Illah (sesembahan) kecuali Allah dan aku (Muhammad) adalah Rasul (utusan)-Nya.

Tetapi dalam praktek kesehariannya yang beliau manintenance adalah : Moralitas masyarakatnya.  Maka meskipun Islam sudah tegak, bukan berarti saat itu tidak ada kasus dalam kejahatan sosial, tetap ada, tetapi karena beliau membawa nilai-nilai Islam, secara hati dan aktivitas duniawi beliau tidak terlibat dalam amaliah-amaliah praktis duniawi,  di sinilah beliau bisa menjaga konsistensi-hati.

Penegakan hukum menuntut kita untuk tidak terlibat langsung dalam aktivitas di mana kita akan menegakkan hukum di dalamnya. (Contoh sederhana: Untuk melarang merokok kepada anak jangan sambil merokok).

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
                                                         ____________

No comments:

Post a Comment