PENGAJIAN DHUHA MASJID
BAITUSSALAM
Benarkah Kita
Mencintai Allah Dan Rasul-Nya
H. Muhammad Alfis
Chaniago/MUI-Pusat.
Assalamu’alaikum
wr.wb.,
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Allah
subhanahu wata’ala berfirman dalam
AlQur’an Surat At Taubah ayat 24 :
سُوۡرَةُ التّوبَة
قُلۡ
إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُڪُمۡ وَإِخۡوَٲنُكُمۡ وَأَزۡوَٲجُكُمۡ
وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٲلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَـٰرَةٌ۬ تَخۡشَوۡنَ
كَسَادَهَا وَمَسَـٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡڪُم مِّنَ ٱللَّهِ
وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ۬ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِىَ ٱللَّهُ
بِأَمۡرِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَہۡدِى ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَـٰسِقِينَ (٢٤)
Katakanlah:
"Jika bapa-bapa, anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan
nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Ayat tersebut bukan bermaksud melarang
orang mencintai anak dan isterinya, bukan melarang orang untuk menjadi kaya, bukan untuk
me-marginal-kan perdagangan, tetapi ayat tersebut menegaskan, melarang kita
umat Islam mencintai siapapun (apapun) melebihi
dari kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan Allah subhanahu
wata’ala.
Tentu dalam Islam diperintahkan agar kita
semua mencintai bapak-ibu, anak dan isteri, keluarga kita, bahkan Allah subhanahu wata’ala memberikan apresiasi
(pahala) yang besar sebagaimana
dalam Hadits Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam bersabda : “Tidaklah seseorang memandang wajah kedua
orangtuanya dengan pandangan penuh kasih-sayang kecuali Allah mencatat baginya
pahala Haji yang diterima lagi mabrur”.
Seperti apa pahala Haji Mabrur ?
Dalam Hadits diriwayatkan ketika
Rasulullah bersiap-siap hendak melaksanakan ibadah haji (Haji Wada’), seorang
sahabat mendatangi beliau dan bertanya : “Ya
Rasulullah, aku tidak sempat melaksanakan ibadah haji sekarang, lalu bagaimana kalau aku infakkan hartaku
sebanyak tiga-per-empat dari seluruh hartaku,
bisakah aku mendapatkan pahala Haji yang mabrur?”. Kemudian
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
mengajak berjalan orang tersebut dan
melihat sebuah bukit dari kejauhan.
Beliau menunjuk bukit itu sambil bersabda : “Kamu lihat bukit itu, andaikata
hartamu berupa emas sebesar bukit itu, itu belum sebanding dengan pahala haji
yang mabrur”. Maka menangislah sahabat itu sambil berkata : “Sungguh rugi aku tidak bisa ber-haji tahun
ini”.
Bagi kita umat Islam di Indonesia yang
saat ini sulit untuk bisa melaksanakan ibadah
haji karena harus menunggu giliran (antrian) selama sepuluh sampai duapuluh
tahun untuk bisa berangkat Haji, lalu orangtua kita yang sudah mendaftar untuk
berhaji di Kementerian Agama, tetapi ternyata beliau wafat sebelum Haji, kita do’akan saja karena di alam Baqa mereka
mengharapkan do’a kita, dan mereka mengharap agar kita yang masih hidup
berbakti kepada orangtua, agar senantiasa kita mendo’akan mereka. Dalam ajaran
Islam, bahwa berbakti kepada orang tua adalah sangat besar pahalanya.
Dalam ayat tersebut diatas : Apakah anak-anakmu lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya ? Apakah
harta yang engkau usahakan lebih
engkau cintai daripada mencintai Allah
dan Rasul-Nya ?. –
Maksudnya, bukan berarti Islam melarang kita
mencintai keluarga atau harta yang kita usahakan, justru Islam memerintahkan
agar kita bisa menjadi orang yang kaya
(berharta), sehingga kita bisa beribadah, membayar zakat, infaq,
dst. Karena Islam juga mewajibkan kita
untuk mendirikan sholat dan membayar zakat.
Syarat untuk ber-zakat : Punya harta.
Semakin banyak harta kita, semakin besar pula kita membayar zakat. Karena itu jadilah orang Islam yang kaya. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kepada kita : “Kefakiran bisa mendatangkan kekufuran”.
Yang dimaksud fakir di sini adalah miskin. Yaitu termasuk miskin
harta, miskin hati dan miskin ilmu dst. Selanjutnya
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
bersabda : “Kekayaan adalah sebaik-baik
penolong dalam menjaga ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala”. Semua
orang ingin bahagia, tetapi ingat bahwa kebahagiaan tidak terletak pada
kekayaan.
Banyak morang keliru dalam mengejar kekayaan
sehingga ia tersesat.
Kebahagiaan
terletak
pada kondisi jiwa yang mampu ber-adaptasi
dengan perubahan. Dunia ini serba
berubah. Yang semula berbadan langsing
lama-lama berubah menjadi gemuk. Hendaknya kita bisa ber-adaptasi dengan perubahan. Andaikata kita berubah menjadi miskin,
janganlah berburuk sangka kepada Allah subhanahu
wata’ala. Andaikata tiba-tiba kita
berubah menjadi kaya, janganlah lalu kita lupa diri.
Bahwa harta adalah fasilitas dari Allah subhanahu wata’ala untuk beribadah
kepada-Nya. Maksud rezeki yang diberikan Allah adalah fasilitas untuk
melaksa-nakan apa yang diperintahkan
oleh Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana
Allah subhanahu wata’ala berfirman : “Tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia
kecuali untuk beribadah kepada Aku”. Maka
apapun yang kita lakukan, semua harus bernilai
ibadah. Sekali lagi : Harta yang kita dapatkan adalah fasilitas dari Allah subhanahu wata’ala.
Seringkali terjadi, karena orang tidak mengerti (paham) akan
maksud dan tujuan harta, maka menjadikan orang itu lupa, sehingga ia tidak bisa
melihat Cahaya Allah subhanahu wata’ala. Harta merupakan
fasilitas dari Allah untuk membantu sesama yang miskin, dalam rangka
mendekatkan diri pemilik harta itu kepada Allah subhanahu wata’ala.
Benarkah kita mencintai Allah dan
Rasul-Nya ?
Allah subhanahu
wata’ala berfirman dalam AlQur’an Surat
Ali Imran ayat 31 :
قُلۡ
إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ
لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬ (٣١)
Katakanlah(Muhammad):
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Maka kita sebagai muslim hendaknya
mencintai Allah subhanahu wata’ala
dan mengkuiti, meneladani Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam.
Dalam sebuah Hadits shahih Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang mencintai aku dengan
sungguh-sungguh, maka Allah akan mengharamkan jasadnya dari api neraka”.
Bagaimana kita me-refleksi-kan kecintaan
kita kepada Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam, beliau memberikan
tuntunan dengan sabda beliau : “Barangsiapa
yang mengikuti Sunnah-ku berarti ia mencintai aku. Dan barangsiapa yang mencintai aku, kelak
akan bersamaku di dalam surga”.
Karena itulah maka marilah kita ikuti Sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam.
Sunnah ada dua, yaitu : Sunnah dalam
hal yang baku dan Sunnah dalam hal yang tidak baku. Ikutilah keduanya.
Sehubungan dengan hal tersebut, MUI Pusat meluncurkan Kitab Hadits, yang
dilengkapi dengan Indeks Hadits. Maka
bila anda ingin mencari sebuah Hadits, agak sulit menemukan, dengan Kitab
Indeks Hadits tersebut anda dengan mudah menemukan Hadits yang anda
maksud. Misalnya anda mencari Hadits Bab Malu Kepada Allah dengan sebenar-benar malu. Dengan mencarinya melalui Kitab Indeks
Hadits, anda dengan mudah dan cepat sekali menemukan Teks Hadits yang anda
inginkan itu. Semudah mencari “kata” dalam kamus.
Maka marilah kita bangun kehidupan pribadi
kita, keluarga kita, anak-isteri kita
sesuai dengan Tuntunan Sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. Setiap keluarga muslim sangat layak memiliki
Kitab Indeks Hadits tersebut.
Infak (harga) Kitab
tesebut satu set terdiri dari dua jilid adalah Rp 450.000, - (Empatratus
limapuluh ribu rupiah). Bisa diangsur 3 kali. Anda bisa menghubungi Sdr. Muhtar
Efendi di Masjid Baitussalam (Gedung Arthaloka, Jakarta).
Kitab tersebut disusun oleh : H.Muhammad Alfis Chaniago, dari MUI
Pusat.
Sekian informasi, mudah-mudahan
bermanfaat.
SUBHANAKALLAHU WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
_____________
No comments:
Post a Comment