Translate

Friday, February 12, 2016

Cermin Keluarga Dalam AlQur’an, oleh : Ustadz Ahmad Fihri


PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM

Cermin Keluarga Dalam AlQur’an
Ustadz Ahmad Fihri

Jum’at,   26 Rabi’ul Akhir 1437H – 5 Februari 2016

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Dalam AlQur’an,  Allah subhanahu wata’ala menggambarkan potret keluarga di mana suami sholih tetapi isterinya berperilaku buruk (munkar), dan ada potret keluarga di mana suaminya munkar (buruk) tetapi isterinya sholihah luar biasa. Ada lagi potret keluarga yang dua-duanya (suami-isteri) baik, sholih dan sholihah,  ada jalur DNA-nya adalah Nabi.

Ada juga keluarga biasa tetapi melahirkan anak wanita mulia (Maryam) kemudian cucunya menjadi seorang Nabi (Isa Almasih).  Keluarga tersebut adalah Keluarga Imron (Ali Imron).    Lihat AlQur’an Surat At Tahrim di ayat-ayat terakhir.

Surat At Tahrim, disebut demikian yang artinya Haram (Pengharaman),  karena ada proses pengharaman Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam terhadap apa yang dihalalkan oleh Allah subhanahu wata’ala.

Asbabunnuzulnya : Ketika Hafshah (isteri Nabi Muhammad saw- putri Umar bin Khathab) yang merasa cemburu kemudian bercerita kepada ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha, setelah bercerita Hafshah berkata : “Wahai ‘Aisyah, nanti kalau Rasulullah datang kepada kita, katakan ada yang bau tidak enak”. 

Malam itu Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mabit (bermalam) di rumah Zainab.
Esok harinya Rasulullah shollalalahu ‘alaihi wasallam datang di rumah Hafshah, dimana di situ ada juga ‘Aisyah, r.a , lalu mereka menyambut kedatangan Rasulullah saw dengan mengatakan : “Ada bau tidak sedap”.
Rasulullah saw menjawab : “Ya, semalam aku menginap di rumah Zainab dan di sana aku minum madu Maghofir (madu yang berbau anyir).  Kalau begitu aku tidak akan minum madu itu lagi”.

Dengan ucapan demikian, bahwa beliau tidak akan meminum madu Maghofir, berarti beliau mengharamkan madu tersebut. Ada proses peng-haraman apa yang dihalalkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Maka saat itu turunlah Wahyu Al Qur’an, yaitu  Surat At Tahrim ayat 1 :


1. Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. pernah mengharamkan dirinya minum madu untuk menyenangkan hati isteri-isterinya. Maka turunlah ayat teguran tersebut kepada Nabi.
Ayat tersebut bermakna bahwa Rasulullah saw juga manusia biasa yang kadang punya khilaf, atau lupa.

Kejadian lain lagi, ketika suatu hari Rasulullah saw sedang berbincang dengan para penggede Quraisy, tiba-tiba ada suara agak keras memanggil nama beliau dari seorang buta, karena suara orang itu melengking, tidak enak di dengar, maka beliau bermuka masam dan berpaling (Dalam AlQur’an Surat ‘Abasa). Suara melengking itu adalah dari sahabat yang miskin dan buta tetapi dia adalah Muadzin (Tukang Adzan) Rasulullah saw disamping Bilal.

Maka turunlah ayat AlQur’an Surat ‘Abasa, ayat 1 – 5 yang isinya menegur beliau dari Allah subhanahu wata’ala : 

1.   Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
2.   Karena telah datang seorang buta kepadanya.
3.   Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
4.   Atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
5.   Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,

Bahwa Nama Surat dalam AlQur’an tidak lepas dari thema-thema di dalamnya. Misalnya Surat Al Baqarah (Sapi betina) terkait dengan kisah penyembelihan sapi betina dalam Surat itu. Surat Maryam terkait dengan kisah Maryam, Surat Yusuf terkait dengan kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam. dst.

Surat At Tahrim tersebut di atas menjadi teguran pula bagi kita para suami agar kita sebagai suami, kepala keluarga, terlalu mudah mengharamkan atau menghalalkan segala cara hanya karena ingin menyenangkan isteri dan anak-anak kita.

Maka Surat At Tahrim dari ayat 1 sampai 5 berbicara tentang perkara Halal dan haram. Demikian penting Surat (ayat-ayat) tersebut, untuk mengingatkan kepada kita para suami jangan sampai kita bekerja mencari nafkah, pulang dengan membawa barang asupan-asupan yang haram atau yang sub-hat baik itu dzat-nya maupun cara mendapatkannya. Apalagi anak-anak kita sedang masa belajar, belajar membaca AlQur’an (tilawah), jangan sampai dalam tubuhnya mengalir darah terkontaminasi dengan yang haram (sub-hat).

Bisa saja do’a-do’a kita tidak dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala, bisa saja masalah sering muncul dalam keluarga, disebabkan proses makanan-pakaian yang tidak halal.  Termasuk bila kita sering makan di luar (restoran, wisata kuliner, dst.) kita lupa menjaga diri dari makanan yang sub-hat atau haram, atau diragukan. Halal dan haram dalam hal ini bukan saja dari sisi dzat-nya makanan itu tetapi juga cara (proses) mendapatkannya.

Mungkin makanan itu dari sisi dzat-nya adalah halal, tetapi dari cara mendapat-kannya dengan cara tidak halal, (mencuri, menipu, suap-menyuap, men-catut, korupsi, dst.), maka tidak halal pula status makanan itu.


Surat At Tahrim ayat 5 :


jika Nabi menceraikan kamu, boleh Jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.



Ayat tersebut (ayat 5) adalah perkataan Umar bin Khathab rodhiyallahu ‘anhu (ayah dari Hafshah, mertua Rasulullah saw) yang diabadikan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam AlQur’an. Yaitu : “Wahai Hafshah, bisa saja Rasul (suamimu) menceraikan kamu,  lalu Allah memberikan ganti yang lebih baik dari kamu”. Dengan marah sekali Umar bin Khathab mengatakan demikian kepada putrinya (Hafshah). “Gara-gara kamu,  lalu Rasulullah ditegur oleh Allah subhanahu wata’ala”.

Surat At Tahrim dari ayat 1 – 5  berbicara tentang masalah Halal dan Haram. Ayat tersebut demikian penting untuk menjaga hidup keseharian kita kaum muslimin dalam hal makanan. Jangan sampai kita orang tua memberikan asupan-asupan yang tidak jelas bagi anak-anak dan seluruh anggota keluarga. Apa lagi makanan (barang) haram.

Dilanjutkan dengan ayat ke-6  yaitu proses penjagaan diri dan keluarga kita dari api neraka.  Yaitu :


Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Bahwa neraka Jahannam akan selalu mengintai, mengancam, bahkan dalam kehidupan orang berjuang untuk memasuki surga, Neraka Jahananam akan selalu mengintainya.

Lihat Surat An Naba’ ayat 21-22 :

21. Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai
22. Lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas,

Maka demikian kenikmatan Iman yang dimiliki oleh seorang Muslim dan Muslimah bahwa mengimani Surga dan Neraka adalah sesuatu yang Ghaib.  Iman kepada yang Ghaib. Kita beriman kepada adanya akibat dari sebab kita, ada kehidupan di Akhirat kelak.  Maka berbicara tentang Rukun Iman kepada yang Ghaib, adalah bicara sesuatu yang pasti ada tetapi tidak berwujud.

Bagi orang yang imannya tipis, maka ia mudah lepas.  Tetapi tingkat ke-Imanan kita kritis sekali dengan ajaran-ajaran pragmatisme, materialism dan gaya kehidupan yang Hedonisme (bermegah-megah). Kalau orang melakukan sholat,  maka misinya adalah Akhirat, ada kenikmatan surga dan kesengsaraan Neraka, ada Bashira dan Nadzira, ada ayat-ayat yang memotivasi kita (yaitu surga) dan ada ayat yang mengingatkan (menakuti, ancaman, siksa, sanksi) yaitu neraka.

Maka kita hendaknya selalu menjaga diri dan keluarga kita dari Api Neraka yang selalu mengancam dan mengintai kita.

Bagaimana dengan malaikat ?
Malaikat adalah makhluk yang selalu taat dan menurut  apa yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Malaikat tidak ber-maksiat.  Manakah yang lebih mulia antara malaikat dan manusia ?

Manusia ada yang masuk neraka sementara malaikat tidak ada satupun yang masuk neraka.  Karena malaikat tidak punya hawa-nafsu. Sedangkan manusia diberi hawa-nafsu. Sehingga manusia sangat ber-hawa-nafsu kepada harta, kepada kepentingan, kepada kekuasaan, kepada partai, kepada golongannya.  Dan itu yang selalu menghunjam kepada ruh dan jiwa manausia.


Lihat Surat An Naas :

5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6. dari (golongan) jin dan manusia.

Maka hendaknya kita mencari dan memilih (temukan)  komunitas-komunitas kesholihan untuk kita dan keluarga kita.  Ruh (jiwa) kita harus sering dibangun dengan ketaatan-ketaatan, dengan cara sering mendatangi (mendengarkan) pengajian-pengajian di Majlis-majlis ta’lim.  Dengan demikian akan tumbuh jiwa keimanan dan semangat ke-agamaan yang baik.   Sebagai contoh : Ketika Romadhon, terasa sekali adanya komunitas yang baik, semua komponennya mendukung.  Dari mulai menjaga lisan, jiwa, ruh, sampai perilaku yang penuh keimanan. Kata-kata (lisannya) baik, pikirannya bagaimana membantu orang lain, dst. 

Apa yang terjadi di alam sekitarnya ketika Romadhon? Penuh berkah, saking berkahnya, umat non-Muslim-pun mengambil keberkahan, Mal-Mal, pasar-pasar, tempat-tempat perbelanjaan ramai dan mendapat untung banyak. 

Maka dibandingkan dengan malaikat,  tentu lebih mulia manusia. Karena manusia diberi modal fisik, ruh, akal dan hawa-nafsu, tergantung bagaimana kita me-manage modal yang telah diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala tersebut. Sedangkan malaikat wajar saja kalau taat, menurut kepada Allah subhanahu wata’ala, karena malaikat tidak diberi hawa-nafsu. Malaikat tidak bermaksiat.

Selanjutnya Surat At Tahrim ayat ke-7 :

Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan.

Bahwa kelak di Akhirat, setelah terjadi Kimat dan Hari Dibangkitkan manusia, di Yaumil Mahsyar, seluruh umat manausia dibangkitkan dari kuburnya,   maka orang-orang kafir akan bertanya, kenapa dibangkitkan.  Mereka minta untuk diundur, dikembalikan ke dunia, untuk bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala.  Tetapi tidak bisa.

Semua manusia ketika itu akan berjalan di padang Mahsyar dengan telanjang bulat dalam suasana panas terik. Semua sibuk dengan urusannya masing-masing untuk mempertanggungjawabkan perbuatan amalnya ketika di dunia.  Satu sama lain tidak bisa memberikan pertolongan.  Dan setelah melampaui padang Mahsyar, manusia dikumpulkan dan diberikan kitab (catatan) amalnya (Report).
Ada yang diberikan dengan tangan kanan mereka, ada yang dengan tangan kiri mereka  dan ada yang diberikan dengan punggung mereka.

Mereka ada yang sorak-sorai sebelum memasuki Shirot (jembatan), yang merupakan jembatan yang   tajam sekali, sebagai pisau tajam. Ketika melaui Shirot tersebut ada orang yang berjalan seperti kilat menuju surga Allah subhanahu wata’ala, ada yang berjalan cepat sekali (seperti berlri), ada yang seperti angin, dst.  Ada juga orang yang jalannya terseok-seok lambat sekali, susah-payah.

Tetapi ada satu jaminan yang kita pegang, yaitu sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dalam Hadits shahih : Barangsiapa yang akhir hidupnya mengucapkan Lailaha illallah (tiada sesembahan kecuali Allah), maka ia akan masuk surga.

Maka kita sebagai muslim tidak boleh mengatakan “kafir” kepada orang yang berbuat maksiat, zina, dsb.  Karena bisa saja orang itu punya akhir hidupnya dengan penuh ke-Imanan. Dalam kehidupan manusia ada yang awalnya baik tetapi diakhiri dengan keburukan. Sebaliknya ada orang yang pada awalnya buruk tetapi akhir-hidupnya ia isi dengan kebaikan (ke-Imanan).

Mudah-mudahan kita semua berakhir dengan Kebaikan (Husnul Khotimah). Sehingga kita bersama keluarga bisa berkumpul kembali di Surga Allah subhanahu wata’ala. Amin ya Robbal ‘alamin.

Pada Surat At Tahrim ayat ke-8  adalah pertaubatan :


Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabb-mu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Ayat tersebut menunjukkan (menjelaskan) sebauh konsep Islam bahwa manusia tidak mengenal jeka-rekam yang hitam, yang buruk, tetapi yang dilihat adalah hari esok, masa depan yang lebih baik. Apabila manusia pada akhir hidupnya beriman, berbuat baik, beramal-sholih, maka ia akan dimasukkan ke dalam Surga oleh Allah subhanahau wata’ala.

Dalam Hadits shahih Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam  bersabda : “Ikuti jejak-rekam yang buruk dari hidupmu dengan kebaikan-kebaikan (amal-sholih) maka dengan kebaikan itu akan menggugurkan keburukan yang telah kalian perbuat”.

Terakhir dalam Surat At Tahrim ayat  10 – 12  berbicara tentang potret keluarga dalam AlQur’an :

10. Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)".

11. Dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.

12. Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-KitabNya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat.

Maka dalam Islam ada 4 orang wanita mulia :

1.     Asiyah (Isteri Fir’aun)
2.     Maryam (Ibunda Isa Almasih)
3.     Khadijah (Isteri Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam)
4.     Fatimah (Putri Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam).

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
                                                    ____________

No comments:

Post a Comment