PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM
Adab
Dan Hukum Shofar
Ahmad
Fihri, MA.
Jum’at, 2 Jumadil
Akhir 1437H – 11 Maret 2016.
Assalamu’alaikum
wr.wb.,
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Dua hari lalu (9 Maret 2016), kita umat
Islam di Indonesia telah menyaksikan persitiwa yang menakjubkan, yaitu terjadi
Gerhana Matahari (Al Kusuf). Sebagian
masyarakat hanya sebatas menonton, padahal dalam peristiwa Gerhana Matahari itu
ada hikmat yang perlu kita petik bersama.
Bahwa sekiranya kehidupan ini selalu terjadi Gerhana terus-menerus,
selalu gelap terus menerus, lalu bagaimana kehidupan manusia di muka bumi ini ?
.
Maka kita kaum muslimin disunnahkan oleh
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasal-lam untuk menikmati kenikmatan yang
sudah Allah anugerahkan kepada kita semua, bahwa peristiwa Gerhana Matahari
tersebut benar-benar peristiwa Astronomi.
Gerhana matahari merupakan salah satu tanda-tanda Kebesaran Allah subhanahu wata’ala, bukan karena
meninggalnya atau lahirnya seseorang. Karena
ketika itu masyarakat Mekkah menganggap
bahwa Gerhana Matahari terjadi karena putra Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam yang bernama Ibrahim, masih usia Balita
meninggal dunia (wafat).
Alhamdulillah kita kaum muslimin telah
melakukan sholat Gerhana Matahari (Sholat Kusuf), di mana juga pernah terjadi Gerhana Matahari
sebelumnya yaitu terjadi tanggal 11 Juni 1983. Konon menurut para ahli
Astronomi akan terjadi lagi Gerhana Matahari tahun 2023 yang akan datang.
Dengan kita telah melakukan sholat
gerhana, maka kita bermohon kepada Allah subhanahu
wata’ala, mudah-mudahan Allah subhanahu
wata’ala membalas dengan pahala yang setimpal. Mudah-mudahan kita selalu meyakini bahwa
Allah subhanahu wata’ala adalah Al Khaliq (Maha Pencipta) seluruh alam
beserta isinya. Dan ayat-ayat AlQur’an Juz ‘Amma tidak lepas dengan
ayat-ayat semesta alam. Dan bila AlQur’an benar-benar dikaji seluruhnya,
ternyata lebih banyak ayat-ayat yang membicarakan tentang Science (Ilmu
Pengetahuan) dibanding ayat-ayat yang bicara masalah Hukum.
Maka kalau anak-anak kita diarahkan
untuk studi (belajar) pada sekolah-sekolah umum, atau ke arah ilmu-ilmu umum,
fisika, biologi dst, mudah-mudahan mereka paham akan ayat-ayat tentang Science
dan ayat-ayat semesta. Agar mereka mencari ilmu sandarannya adalah Iman. Kenapa ada siang dan ada malam,
diharapkan manusia ini tunduk patuh
kepada Allah subhanahu wata’ala.
Allah subhanahau wata’ala menjadikan siang untuk mencari penghidupan dan
dijadikan malam untuk istirahat dan beribadah.
Tetapi orang-orang kafir tidak pernah
memikirkan itu, mereka biasa-biasa saja.
Maka banyak para ahli-ahli Astronomi yang kemudian masuk Islam karena di
awali dengan pengalaman riset mereka yang demikian luar-biasa, sehingga mereka
tunduk dan patuh kepada Sang Pencita Alam Semesta, yaitu Allah subhanahu wata’ala. Mudah-mudahan
peristiwa Gerhana Matahari yang terjadi beberapa hari lalu menjadikan kita kaum
muslimin semakin dekat dengan Allah subhanahu
wata’ala dengan segala Penciptaan-Nya.
Muslimin dan muslimat yang dirahmati
Allah subhanahau wata’ala,
Bahasan kali ini adalah tentang Adab dan Hukum Shafar (Bepergian).
Masyarakat saat ini tidak pernah lepas dengan dunia Shafar (Travelling). Di
sana ada Adab dan Hukum yang harus kita pahami. Bahkan ada kategori, salah
satunya orang yang melakukan Shafar termasuk di dalamnya, tetapi kita tidak
pernah memanfaatkan moment di saat kita melakukan travelling (perjalanan), baik itu
menggunakan pesawat, bus, kereta api ataupun kendaraan pribadi.
Shafar, secara bahasa
artinya : Bepergian atau mengadakan perjalanan. Sedangkan secara filosofi,
artinya : Menampakkan.
Menurut Ibnu Mundzir Shafar
adalah : Ketika orang bepergian, keluar rumah maka ia menampakkan wujudnya.
Ketika seorang wanita keluar rumah maka ia akan nampak fisiknya, wajahnya,
akhlaknya dan segala yang tersembunyi.
Secara istilah Fiqih : Shafar
adalah keluar rumah bepergian
meninggalkan kampung halaman dengan
maksud menuju suatu tempat dengan cara tertentu yang membolehkan seseorang yang
berpergian untuk meng-Qashar Sholat.
Qashar (Menyingkat
sholat) merupakan ruhshoh (keringanan) yang
dikaruniakan oleh Allah subhanahu wata’la ketika seseorang melakukan Shaafar
(perjalanan jauh). Ibarat diskon-harga
ketika orang berjual-beli maka harus diterima (dilakukan) bagi orang yang
melakukan Shafar.
Hikmahnya:
1.Meningkatkan
rasa syukur kita kepada Allah subhanahu
wata’ala.
Lihat
Surat Zuhruf ayat 12 – 13 :
12.
Dan yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal
dan binatang ternak yang kamu tunggangi.
13.
Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu
apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: "Maha
suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi Kami Padahal Kami sebelumnya
tidak mampu menguasainya,
Dari ayat tersebut arti Al
Fulk ( kapal), Al
An’aam (binatang ternak, kuda, onta, dst.) dimana orang bisa menungganginya (mengendarainya)
merupakan kenikmatan dari Allah subhanahu
wata’ala. Dan kita bersyukur atas
itu semua.
Dan ketika shafar lebih dari tiga, maka
orang harus ditunjuk salah seorang untuk menjadi Imam (Kepala rombongan), untuk memimpin ketika sholat berjamaah
atau menyelesaikan perkara-perkara ketika dalam perjalanan.
2.Menambah
sahabat, memperluas rezki.
Ketika orang melakukan shafar, keluar
kota, pasti akan bertemu dengan orang-orang, membicara soal-soal bisnis,
tentang ibadah, dan akan memperluas rezki.
Zaman dahulu dalam kehidupan orang-orang
Quraisy ada Rihlah (perjalanan).
Lihat AlQur’an Surat Quraisy :
1. Karena
kebiasaan orang-orang Quraisy,
2.
(Yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
3.
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).
4. Yang
telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan
mereka dari ketakutan.
Ketika itu kebiasaan orang-orang Quraisy (orang Mekkah) mengadakan
perjalanan dagang (Rihlah) ke utara (Syam) dan ke selatan (Yaman Selatan,
negeri Saba’).Hampir semua orang Arab adalah berdagang, termasuk Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang pedagang.
3.Menambah
pengalaman kehidupan.
Lihat AlQur’an Surat Al Hajj ayat 46 :
Maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang
dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka
dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta, ialah hati yang di dalam dada.
Maka dalam shafar banyak pelajaran yang
kita petik, sehingga menjadikan pengalaman kehidupan kita. Mudah-mudahan hati
kita semakin terbuka dan mendapatkan hidayah dari Allah subhanahu wata’ala.
Dalam shafar (perjalanan) tentu ada
hal-hal yang membahayakan (kecelakaan), tentunya ketika dalam Shafar kita
selalu berdoa mohon perlindungan kepada Allah subhanahu wata’ala.
4.Mendapatkan
keringanan dalam Ibadah dan Ijabah dalam
do’a:
Maka ketika kita mengadakan Shafar
(Travelling) jangan lupa kita berdo’a. Sempatkan kita berdo’a. Dalam Hadits
disebutkan bahwa ada tiga do’a yang tidak pernah ditolak oleh Allah subhanahu wata’ala. (Hadits Riwayat Imam
Ahmad) :
1. Do’a orangtua
kepada anaknya.
2. Do’a orang
musyafir (dalam shafar, perjalanan).
3. Do’a orang yang
didzolimi (ter-aniaya).
Dalam Hadits lain : Do’a yang mustajab (dikabulkan
oleh Allah subhanahu wata’ala) adalah do’a orang yang sedang berpuasa hingga
berbuka.
Shafar
Wajib.
Ialah mengadakan perjalanan yang sifatnya
Wajib, yaitu ketika perjalanan dalam Ibadah Haji dan perjalanan Nadzar. Bila seseorang muslim sudah mampu dalam hal
harta (biaya) dan kesehatan, maka segera (berniat) melakukan Ibadah Haji.
Meskipun Ibadah Haji adalah panggilan Allah subhanahu
wata’ala, tetapi kita tetap harus berusaha dan berniat kuat untuk melaksanakan
Ibadah Haji. Maka perjalanan Haji merupakan Shafar Wajib.
Lihat Surat
Al Hajj ayat 27 :
Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh,
Aktivitas Haji adalah ibadah yang
membutuhkan biaya (harta), ruh dan fisik. Apalagi ketika pelaksanaan Haji, ketika tanggal 8, 9, 10 , 11, 12 dan 13
Dzulhijjah merupakan perjalanan yang membutuhkan tenaga (fisik) yang luar
biasa, yaitu perjalanan dari Mina ke
Mekkah, kemudian menuju Jamarot
(melempar Jumrah) kembali ke penginapan dan Thawaf Ifadhoh.
Shafar
Sunnah.
Perjalanan bernilai kebaikan seperti
berdakwah, menyambung silaturrahim, berdagang mencari nafkah, menuntut Ilmu dan
Umrah yang Sunnah.
Lihat AlQur’an Surat Jum’ah ayat 10 :
Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Maka diserukan kepada kaum muslimin,
apabila sudah terdengar Adzan hari Jum’at bersegeralah menuju Masjid untuk
sholat Jum’at. Apabila sudah terdengar
Adzan Jum’at, segala aktivitas, bekerja, berjual-beli, semua itu hukumnya haram.
Shafar
Mubah (Boleh).
Melakukan shafar (perjalanan) yang
sifatnya rekreatif. Rekreasi Sunnah : Melatih berkuda, latihan memanah dan
berenang. Dan saat ini sudah ada
beberapa tempat yang meng-akomodir rekreasi Sunnah tersebut.
Shafar
Makruh dan Haram.
Makruh melakukan perjalanan secara
berlebihan atau melanggar Adab (Etika) dalam bepergian, misalnya bepergian
sendirian bagi wanita, Haram melakukan perjalanan dengan tujuan untuk kemaksiatan atau dengan cara maksiat
atau ketempat-tempat yang diharamkan secara Syari’at. Misalnya : ke negeri-negeri orang kafir yang
banyak fitnah, daerah wabah penyakit, dst.
Perjalanan jenis manakah Ruhshoh dalam ibadah bisa dilakukan
?.
Pendapat
I (Imam
Malik dan Imam Syafi’i) : Hanya Shafar yang Wajib, Sunnah dan Mubah saja, yang
boleh orang melakukan Qashar. Shafar yang Haram tidak boleh melakukan
Qashar-sholat.
Pendapat
II
(Imam Hanafi, Imam Asy Syaukani, Ibnu Taimiyah, Ibnu Hasm Adz Dzohiri) :
Membolehkan Ruhshoh semua jenis Shafar. Menempuh perjalanan Haram sekalipun,
sesuai dengan keumuman lafadz Shafar dalam AlQur’an.
Fiqih
Ruhshoh, Shafar dan Ketentuannya.
Ruhshohnya (Keringanannya) : Men-Jamak dan
meng-Qashar sholat. Misalnya dalam perjalanan dari Jakarta ke Bandung, di
tengah perjalanan seseorang yang sedang mengadakan perjalanan (Shafar) singgah
di suatu masjid dan di masjid sedang diadakan sholat Dhuhur berjamaah, maka orang yang dalam perjalanan itu harus
langsung bergabung dalam jamak sholat itu dan mengikuti Imam, dan genap empat
rokaat.
Selesai sholat tidak usah wirid, tetapi
lakukan keluar atau ke bagian belakang, melakukan sholat Jamak-Qasharnya. Bila dilakukan di waktu Dhuhur, maka namanya Jamak-Taqdim. Bila dilakukan di waktu Ashar, maka Dhuhur
dan Ashar dijamak, namanya Jamak-Ta’khir
(Jamak Qashar-Ta’khir).
Ketika melakukan sholat Jamak tidak ada Wirid.
Dalam keadaan biasa (tidak dalam shafar) ketika
seseorang masuk masjid ingin sholat berjamaah, tetapi sholat jamaah sudah
selesai, dan ada orang sedang sholat (Sholat Sunnah), maka orang yang baru
datang boleh untuk ikut berakmum kepada orang yang sedang sholat sunnah itu,
untuk sholat wajib. Tetapi bila orang
sedang bermakmum dengan Imamnya yang ada dalam masjid itu, kita tetap harus
mengikutinya walaupun sedang dalam Shafar.
Tetapi bila Imamnya sedang sholat Jamak-Qashar, yang makmum orang mukim
harus meneruskan sampai 4 rokaat.
Bila seseorang keluar kantor pulang jam
17.00 (jam 05.00 sore) , ditengah jalan macet, tidak bisa sholat Maghrib, maka
bisa dijamak dengan sholat Isya’.
Syarat
jarak
untuk bisa sholat Jamak ada paham yang
membatasi 80 Km, ada juga paham yang tidak membatasi jarak berapa kilometer,
selama ia disebut dengan Shafar (perjalanan jauh). Maka ketika sampai di rumah, silakan Sholat
Maghrib dan Isya’, atau sholat Isya lalu Maghrib.
Ruhshoh lainnya bagi
orang yang sedang Shafar adalah : Boleh tidak puasa ketika dalam bulan
Romadhon. Juga tidak terkena kewajiban Sholat Jum’at.
Tetapi bepergian (Shafar) pada hari Jum’at hukumnya Makruh.
Mengerjakan sholat di atas kendaraan,
tidak harus menghadap Kiblat, tetapi Kiblatnya adalah mengikuti kendaraan yang
sedang ditumpanginya. Misalnya dalam pesawat, kereta-api atau kendaraan Bus
jarak jauh. Cukup dengan duduk di tempat
anda duduk, tidak harus menggelar sajadah.
Tayamum dengan debu, yaitu
dengan menempelkan telapak tangan untuk mengambil debu di dinding atau di
sandaran tempat duduk penumpang. Melaku-kan
tayamum cukup sampai telapak tangan, tidak sampai siku-siku. Kemudian lakukan
sholat sambil duduk di tempat duduk dalam kendaraan.
Ketika duduk Tahiyat tidak usah kaki ditekuk,
tetapi tetap duduk seperti biasa duduk di kursi.
Qashar artinya
diringkas, yang 4 rokaat menjadi 2 rokaat.
Yaitu sholat Dhuhur, Ashar dan ‘Isya. Sholat Subuh dan Maghrib tidak
boleh di-Qashar, tetapi lengkap jumlah rokaatnya.
Lihat Al Qur’an Surat An Nisaa’ ayat 101 :
Dan
apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut
diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh
yang nyata bagimu.
Dalam
perjalanan, lebih utama meng-Qashar atau menyempurnakan sholat ?
Ada berbagai pendapat:
-
Pendapat
I : Lebih utama menyempurnakan sholat
(Pendapat Imam Malik)
-
Pendapat
II : Sama saja. meng-Qashar atau tidak (Pendapat Imam Malik)
-
Pendapat
III : Lebih utama meng-Qashar sholat. (Pendapat Imam Syafi’i,).
-
Pendapat
IV : Wajib Qashar (Imam Abu Hanifah dan Imam Malik).
-
Pendapat
V : Meng-Qashar adalah Sunnah dan meninggalkan Qashar adalah Makruh.
Berapa
jarak minimal seseorang dalam perjalanan boleh Qashar sholat ?
Pendapat Jumhur Ulama : Minimal 80 Km.
Pendapat lain : Tidak melihat jarak tempuh yang jauh, karena Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam tidak
pernah membatasi jarak-tempuhnya. Selama
orang dalam perjalanan, atau dalam perjalanan itu menghadapi masaqqah
yang sulit, maka boleh
meng-Qashar.Sholat, meskipun perjalanan jarak dekat. (Menurut Ibnul
Qoyyim al Jauzi).
Berapa
lama (berapa hari) boleh Qashar sholat?
Dalam Hadits disebutkan :
-
Bahwa
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
selama tinggal di Tabuk, selama 20 hari meng-Qashar sholat.
-
Ibnu
‘Umar selama 6 bulan tinggal di Azerbaizan meng-Qashar sholat.
-
Boleh
men-Jamak Sholat (menggabung dua
waktu sholat) ketika dalam perhelatan akad-nikah, atau karena sakit atau karena
hujan lebat, dan kemacetan di jalan.
Sunnah
yang dilakukan ketika mengadakan Shafar :
1. Bila berrombongan (tiga
orang atau lebih) maka harus ada yang menjadi imam (pemimpin) dalam perjalanan,
untuk Imam sholat dan menyelesaikan segala permasalahan dalam perjalanan.
2. Berdoa : Subhanalladzi
sakharalana hadza wama kunna lahu muqrinina wa innaa rabbina lamunqalibun. (Mahasuci Rabb yang menundukkan kendaraan ini untuk kami padahal sebelumnya kami tidak mampu
menguasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami di Hari
Kiamat).
3. Banyak bersedekah
(shodakoh) dalaam perjalanan.
4. Segera kembali
bila urusannya selesai.
5. Setiba dirumah
segera melaksanakan sholat Sunnat dua rokaat sebagai tanda ber-syukur kepada
Allah subhanahu wata’ala.
Demikianlah bahasan, sebagai pengingat
kita bahwa Islam telah mengatur segalanya, termasuk memberikan pengaturan
tentang Shafar (bepergian), bagian yang
tidak pernah lepas dari kehidupan kita.
Maka bila mengadakan Shafar ikutilah aturan sesuai dengan Adab, Fiqih dan Hukum Islam sebagaimana
diuraikan di atas, semoga anda diridhoi Allah subhanahu wata’ala. Amin.
Sekian bahasan mudah-mudahan
bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
No comments:
Post a Comment