PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM
Sholat Dan Produktivitas Kerja
Ahmad
Bani Hasyim, Lc, Msi.
Jum’at, 13 Sya’ban 1437H – 20 Mei 2016.
Assalamu’alaikum
wr.wb.,
Muslimin dan muslimat yang dirahmati
Allah subhanahu wata’ala,
Ada beberapa tipikal manusia dalam
bekerja atau melakukan kegiatannya, yaitu :
1.
Pekerja
keras, yaitu mereka orang yang mengandalkan fisik (otot, tenaga)
2.
Pekerja
cerdas, mengandalkan otak, akal. Kelompok ini biasanya lebih mampu dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan dalam dunia kerja dibanding kelompok 1.
Penghasilan-pun lebih besar daripada kelompok 1.
3. Pekerja Ikhlas,
mereka bekerja tidak mengandalkan fisik atau otak, tetapi mengandalkan Allah subhanahu wata’ala.
Pekerja kelompok 1 dan 2 orientasinya lebih kepada dunia, bagaimana
bekerja bisa menghasilkan (menumpuk) kekayaan yang sebesar-besarnya, tanpa
memperduli-kan pihak-pihak lain.
Sementara pekerja Ikhlas lebih mengandalkan Allah subhanahu wata’ala Ukurannya bukan pendapatan (penghasilan),
melainkan Allah subhanahu wata’ala
Ridho atau tidak. Ikhlas bukan dalam arti terserah mau dibayar berapa, tidak dibayar
tidak mengapa, bukan dalam arti itu, tetapi Ikhlas dalam arti professional.
Dan di atas professional itu diandalkan Allah subhanahu wata’ala. Ketika bekerja merasa selalu diawasi oleh Allah
subhanahu wata’ala.
Kita
manusia bebas bekerja apa dan dimana saja.
Allah subhanahu wata’ala
berfirman dalam AlQur’an Surat At Taubah
ayat 105 :
سُوۡرَةُ التّوبَة
وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ
وَرَسُولُهُ ۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَـٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ
وَٱلشَّہَـٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ (١٠٥)
Dan
katakanlah(Muhammad): "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
(diperlihatkan) kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
Maksudnya, apa saja dan di mana saja kita
bekerja terserah kita. Atasan boleh
melihat atau tidak melihat kita bekerja. Catatan kerja kita bisa saja baik
semua, tetapi catatan Allah kita tidak bisa menghindar. Semua akan direkam oleh
Allah subhanahu wata’ala dan kita
akan menyaksikan itu karena Allah akan memperlihatkan kepada kita masing-masing
pada Hari Kiamat kelak.
Pekerja pada kelompok 1 dan 2 biasanya
tidak mempertimbangkan hal tersebut. Sedangkan pekerja Ikhlas akan selalu mempertimbangkan bahwa kelak di hari Kiamat akan
diperlihatkan baik dan buruknya kita bekerja.
Lihat AlQur’an Surat Fushilat ayat 22 :
وۡرَةُ حٰمٓ السجدة / فُصّلَت
وَمَا كُنتُمۡ تَسۡتَتِرُونَ أَن يَشۡہَدَ عَلَيۡكُمۡ
سَمۡعُكُمۡ وَلَآ أَبۡصَـٰرُكُمۡ وَلَا جُلُودُكُمۡ وَلَـٰكِن ظَنَنتُمۡ أَنَّ
ٱللَّهَ لَا يَعۡلَمُ كَثِيرً۬ا مِّمَّا تَعۡمَلُونَ (٢٢)
Kamu
sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan
dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui
kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.
Maksud ayat tersebut : Bahwa mata, telinga dan kulit kita akan
merekam apa yang kita kerjakan di dunia ini.
Dalam Surat
Yaasin ayat 65 :
سُوۡرَةُ یسٓ
ٱلۡيَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلَىٰٓ أَفۡوَٲهِهِمۡ
وَتُكَلِّمُنَآ أَيۡدِيہِمۡ وَتَشۡہَدُ أَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ (٦٥)
Pada
hari ini Kami(Allah) tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan
mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka
usahakan.
Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa yang
menjadi saksi adalah tangan dan kaki kita.
Para ulama mengatakan bahwa yang menjadi saksi adalah seluruh anggota
tubuh kita. Tetapi tangan dan kaki sudah mewakili seluruh anggota
tubuh kita. Karena aktivitas hidup kita
kebanyakan di lakukan oleh tangan dan kaki. Karena tangan dan kaki yang paling
banyak digunakan dalam aktivitas manusia sehari-hari.
Sementara itu yang merekam kegiatan
manusia ketika di dunia adalah kulit dan seluruh bagian tubuh kita dan
menyimpannya. Dan semua rekaman disimpan di tulang ekor kita (Adzbudzanab)
sebagai “Blackbox” ibarat pesawat terbang.
Maka meskipun jasad manusia dibakar sekian ribu derajat celsius, tulang ekor tidak bisa terbakar, tidak hancur. Dan kelak
di Hari Kiamat hasil rekaman akan
diperlihatkan kepada kita. Tidak mungkin kita akan menghindar dari bukti
rekaman tersebut.
Imam
Qurthubi
dalam Kitab Tadzkirah mengatakan : Biasanya ketika orang sedang
menghadapi sakaratul-maut, Allah akan membukakan sebagian dari rekamannya, dan
mata orang tersebut cenderung terbelalak (melotot) dan mulut terbuka, menahan
sakit yang luar biasa. Disamping juga ia ketakutan melihat rekamannya selama
hidup di dunia. Bila orang itu bertakwa
dan beramal-sholih maka ia akan diperlihatkan amal-amal sholihnya, maka ia
meninggal sambil tersenyum. Padahal menurut Hadits Rasulullah saw orang yang
dicabut nyawanya itu sakit sekali, seperti sedang dikuliti.
Maka dalam Hadits shahih Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan
do’a kepada kita : Allahumma inni as-alukal ‘afwa wal ‘afiyah (Ya Allah aku mohon kepada Engkau ampunan dan
‘afiyah).
Afiyah artinya : Lebih
dari sehat, yaitu selamat dalam memanfaatkan anggota tubuh dari perbuatan
maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala.
Maka orang sering mengatakan : Sehat wa ‘Afiat. (Sehat dan selamat dari perbuatan maksiat).
Sebelum tubuh kita merekam dan kelak
berbicara di Hari Kiamat, maka marilah kita perbaiki kerja kita, dan kita
jadikan Allah subhanahu wata’ala sebagai orientasi
kerja kita, Allah ridho atau tidak.
Jadikan diri kita pekerja Ikhlas, jangan hanya sekedar mengandalkan otak
dan fisik, tetapi kita mengandalkan Allah subhanahu
wata’ala.
Orang yang bekerja mengandalkan otak dan
fisik saja, terkadang dihadapkan suatu masalah, bahkan gagal, meleset dari
tujuan, tidak berhasil dsb. Padahal mereka pikir dan mereka sudah persiapkan
rencana kerja, planningnya sudah
mantap, management-nya sudah oke,
kenapa masih rugi ini perusahaan ? Kenapa pekerjaan ini menjadi gagal ?
Sehingga si pekerja menjadi stress, dsb.
Sedangkan orang pekerja yang mengandalkan
Allah subhanahu wata’ala, setelah
berusaha bekerja maksimal, selanjutnya ia bertawakkal, diserahkan kepada Allah subhanahu wata’ala. Mungkin kali itu
gagal, tetapi ia yakin Allah subhanahau
wata’ala akan mengganti dengan kesuksesan di waktu lain.
Maka kita ingin agar kelak di Hari Kiamat,
yang muncul dalam rekaman hidup kita di dunia adalah rekaman amalan-amalan yang
baik. Oleh karena itu marilah kita perbaiki amalan dan kerja kita, karena
kerja-baik merupakan cermin dari ke-Imanan kita. Kalau ada orang beriman tetapi kerjanya tidak
beres, berarti ke-Imanannya belum beres, bermasalah. Karena AlQur’an selalu
menggandengkan (mengaitkan) antara Iman
dan Amal-sholih.
Amal
- Sholih
artinya kerja yang baik, jujur, ikhlas dan sesuai aturan. Maka Ibnu Taimiyah memberikan definisi
tentang Ibadah secara luas cakupannya. Beliau mengatakan : Ibadah adalah segala macam aktivitas baik perkataan maupun
perbuatan, baik nampak maupun tidak, dasarnya ada dua yaitu Allah ridho atau
Allah tidak ridho. Bila Allah ridho maka itu termasuk ibadah dan amal-sholih.
Musa
Al Asy’ari
mengatakan bahwa bila agama seseorang itu baik maka etos-kerjanya semakin
meningkat. Semakin rendah agama seseorang, maka semakin buruk etos-kerjanya.
Etos-kerja yang memacu kreativitas dan produktivitas manusia untuk pembebasan
dari segala bentuk penghambaan pada hal-hal yang bersifat sementara, dia
bekerja orientasinya tidak sekedar uang tetapi jauh dari itu. Bila ia berhasil
dan mendapatkan harta, maka harta hanya dalam genggaman tangan, harta tidak dimasukkan ke dalam hati.
Selama Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam memimpin umat Islam, lalu beliau
wafat, digantikan oleh Khalifah Aubakar as Siddik, kemudian digantikan lagi
dengan Khalifah Umar bin Khathab, negara tidak punya perbendaharaan, tidak
punya uang kas. Bila perang, maka umat
Islam ketika itu tidak dibiayai Negara, melainkan membiayai diri mereka
masing-masing, senjata dan perbekalan sendiri-sendiri. Selesai perang juga
tidak dibayar.
Misalnya, ketika Perang Khandak (Perang Parit), para shahabat dan umat Islam ketika
itu dikumpulkan oleh Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam, kemudian diumumkan bahwa akan menghadapi perang, perlua biaya.
Maka para umat Islam ketika itu pulang ke rumah masing-masing dan
berkumpul lagi sudah siap dengan perbekalan dan senjata masing-masing.
Shahabat Abubakar as Siddik semua hartanya
dibawa, demikian pula Shahabat Umar bin Khathab hartanya ditotal, lalu dibagi
dua, yang separuhnya diserahkan untuk
biaya perang. Demikian seterusnya
para shahabat yang lain ber-infak luar biasa banyaknya. Mereka tidak ada hitung-hitungan, apa yang
mereka punya diserahkan untuk biaya perang.
Tingkat keimanan mereka sudah tinggi sekali.
Pada akhir-akhir pemerintahan Islam, tahun
ke-8 dengan Futhuhat Islamiyah (membuka wilayah Islam), harta yang kembali
ke Kas Negara banyak sekali. Sehingga
Khalifah Umar bin Khathab rodiyallahu
‘anhu bertanya kepada Amru bin ‘Ash rodhiyallahu ‘anhu, tentang banyaknya
harta itu. Amru bin ‘Ash r.a. menjawab bahwa bahwa semua perajurit yang ikut
berperang sudah diberikan pembagian harta rampasan perang, tetapi mereka hanya
mengambil secukupnya untuk hidup sehari-hari.
Selebihnya mereka tidak ambil, tetapi diserahkan ke Negara, biarlah
Khalifah yang memanfaatkan harta itu bagi Negara.
Untuk saat ini orang bekerja
membutuhkan Land, Man, Tools, Tehnologi,
Management, dst, tetapi yang utama adalah Spiritual Karakter-nya.
Kita punya sumber-daya alam, orang-orang yang ahli, peralatan canggih,
tehnologi yang mutakhir, management-nya baik, tetapi bila mental orang-orang yang bekerja di perusahaan itu rusak, hanya mengeruk
kekayaan untuk pribadi, tidak peduli satu-sama-lain, takut kepada atasan tetapi tidak takut kepada
Allah subhanahu wata’ala, maka niscaya perusahaan itu akan rusak. Spiritual
Karakter orang-orang justru lebih penting dibanding dengan semua yang tersebut
di atas.
Maka Spiritual
Karakter-lah yang harus dibangun. Perusahaan adalah penjelmaan dari jiwa
dan hati nurani orang-orang yang bekerja perusahaan itu. Bisnis tidak bisa dipisahkan dari jiwa dan
hati nurani orang-orang yang bekerja di dalamnya. Kemenangan bisnis justru
diraih dengan memenangkan jiwa dan hati nurani orang-orang yang bekerja di
dalamnya. Maka perushaan-perusahaan di
Barat, mereka berupaya bagaimana agar jiwa dan hati nurani orang-orang yang
bekerja di perusahaan itu merasa aman, tenteram, nyaman, betah bekerja di perusahaan
itu.
Tetapi mereka baru sebatas itu. Belum
membentuk jiwa dan hati-nurani yang orientasinya adalah nilai-nilai
religiusitas.
Data
Bisnis.
Tahun 1957 ada di Indonesia ada 500
perusahaan besar yang terbaik. Sampai tahun 2006 dari jumlah perusahaan
tersebut yang yang tersisa tinggal 74 perusahaan. Berarti 84%-nya hilang. Setelah diteliti
sebab-sebab kebangkrutan mereka adalah :
Pelanggaran
terhadap prinsip-prinsip moral (Korupsi, penyelewengan, ketidak-jujuran,
dst).
Di Rusia (Eropa Timur), tahun 1989
Komunisme runtuh, Uni Sovyet bubar, kemiskinan merebak, tehnologi dan militer
hancur, rasa kebangsaan hilang.
Tahun 2000 ketika Vladimir Putin menjadi Presiden Rusia, ia mencoba membangkitkan
kepercayaan diri dan wibawa bangsa, mendongkrak pertumbuhan ekonomi, bahkan
beliau sempat di muat di Majalah TIMES yang sempat membuat kontroversi. Beliau
mengatakan : “Kita semua harus punya akal sehat, tetapi akal sehat hanya bisa
dilahirkan oleh orang-orang yang punya prinsip, punya moral tinggi. Punya akal sehat tetapi tidak punya moral
maka akal sehat akan rusak. Moral hanya bisa dilahirkan oleh nilai-nilai religiusitas (Ke-Agamaan).
Negara Rusia yang semula Negara komunis,
melarang adanya agama di Negara itu, tetapi saat ini membolehkan kegiatan agama
apa saja, termasuk Islam, penguasa di sana mulai sadar bahwa orang yang
agamanya baik, maka kerjanya akan baik juga. Bila kerjanya baik, maka
pertumbuhan ekonomi akan meningkat dan Negara akan maju. Menurut Presiden
Putin bila Negara bangkrut
disebabkan karena orang-oranya rusak.
Maka orang-orangnya yang harus diperbaiki, agar orangnya bekerja
produktif, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi Negara dan bangsanya.
Islam
mengajarkan mengatasi sifat-sifat buruk pada manusia.
Lihat
Surat Al Ma’aarij ayat 19 – 35 :
سُوۡرَةُ المعَارج
۞ إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ خُلِقَ
هَلُوعًا (١٩) إِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ جَزُوعً۬ا (٢٠) وَإِذَا مَسَّهُ ٱلۡخَيۡرُ
مَنُوعًا (٢١) إِلَّا ٱلۡمُصَلِّينَ (٢٢) ٱلَّذِينَ هُمۡ عَلَىٰ صَلَاتِہِمۡ
دَآٮِٕمُونَ (٢٣) وَٱلَّذِينَ فِىٓ أَمۡوَٲلِهِمۡ حَقٌّ۬ مَّعۡلُومٌ۬ (٢٤) لِّلسَّآٮِٕلِ
وَٱلۡمَحۡرُومِ (٢٥) وَٱلَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوۡمِ ٱلدِّينِ (٢٦) وَٱلَّذِينَ
هُم مِّنۡ عَذَابِ رَبِّہِم مُّشۡفِقُونَ (٢٧) إِنَّ عَذَابَ رَبِّہِمۡ غَيۡرُ
مَأۡمُونٍ۬ (٢٨) وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِفُرُوجِهِمۡ حَـٰفِظُونَ (٢٩) إِلَّا عَلَىٰٓ
أَزۡوَٲجِهِمۡ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُہُمۡ فَإِنَّہُمۡ غَيۡرُ مَلُومِينَ (٣٠)
فَمَنِ ٱبۡتَغَىٰ وَرَآءَ ذَٲلِكَ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡعَادُونَ (٣١) وَٱلَّذِينَ
هُمۡ لِأَمَـٰنَـٰتِہِمۡ وَعَهۡدِهِمۡ رَٲعُونَ (٣٢) وَٱلَّذِينَ هُم بِشَہَـٰدَٲتِہِمۡ
قَآٮِٕمُونَ (٣٣) وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَلَىٰ صَلَاتِہِمۡ يُحَافِظُونَ (٣٤) أُوْلَـٰٓٮِٕكَ
فِى جَنَّـٰتٍ۬ مُّكۡرَمُونَ (٣٥)
19.
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
20.
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
21.
Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
22.
Kecuali orang-orang yang mengerjakan
shalat,
23.
Yang mereka itu tetap mengerjakan
shalatnya,
24.
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
25.
Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang
tidak mau meminta),
26.
Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,
27.
Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.
28.
Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).
29.
Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
30.
Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
31.
Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas.
32.
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
33.
Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.
34.
Dan orang-orang yang memelihara
shalatnya.
35.
Mereka itu (kekal) di syurga lagi dimuliakan.
Dari ayat-ayat tersebut, kita bisa
mengambil palajaran bahwa jangan sekali-kali meninggalkan sholat dan hendaknya
sholatnya berkualitas. Yaitu dijaga sholatnya sesuai dengan contoh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yaitu khusyu’ dan dihayati. Bila sholatnya benar maka orang itu akan terhindar dari perbuatan
keji dan munkar.
Nilai-nilai Sholat adalah :
Ikhlas,
Istiqomah, Disiplin, Fokus (Khusyu’) dan Team-work.
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermnafaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA
ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
_____________
No comments:
Post a Comment