Translate

Thursday, June 9, 2016

Tanggungjawab Dakwah, oleh : Drs. H. Ahmad Yani



 PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM

 Tanggungjawab Dakwah
 Drs. H. Ahmad Yani
 
 Jum’at,  27 Sya’ban 1437H – 3 Juni 2016

 Assalamu’alaikum wa.wb.,

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Secara harfiah dari segi bahasa arti Dakwah adalah  menyeru, mengajak atau memanggil manusia agar beriman dan taat kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka dapat disimpulkan bahwa tangungjawab dakwah tidak hanya dibebankan kepada Ustadz, Mubaligh. Khotib,dst, tetapi setiap muslim harus menunaikan dakwah. Karena kita semua ingin semua orang bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala.

Sebagaimana kita ketahui bahwa penduduk bumi saat ini sekitar 6 milyar orang, dan jumlah muslim kira-kira 1, 5 (satu setengah) milyar orang. Artinya masih banyak orang yang belum  beriman dan taat kepada Allah subhanahu wata’ala.  Apalagi dari sejumlah muslim tersebut masih banyak orang yang mengaku beriman-pun belum mau taat.  Sementara dakwah menginginkan agar manusia beriman dan taat. 

Dakwah ingin mengubah manusia dari keadaan “apa adanya” kepada “yang seharusnya”. Maksud “apa adanya” misalnya ada orang awam, tidak tahu tentang ajaran Islam, tidak paham mana yang Haq dan mana yang Bathil. Dengan Dakwah ingin kita ubah agar orang menjadi paham. Dari kaum muslimin saja masih banyak yang awam terhadap agamanya. Banyak orang yang mengaku muslim tetapi tidak paham tentang agamanya (Islam).

Termasuk dalam kalangan kita sendiri (kaum muslimin) masih banyak yang belum paham tentang ajaran Islam.  Maka disarankan kepada diri kita, cobalah di catat (ditulis) apa-apa dalam agama Islam yang belum kita pahami, selanjutnya catatan (tulisan) tersebut disampaikan kepada pengelola pengajian di mana kita bertempat-tinggal. Agar hal tersebut disampaikan kepada Ustadz yang mengisi pengajian di tempat kita dan selanjutnya agar dibahas apa-apa yang belum kita pahami.  

Ada lagi, di sekitar tempat tinggal kita ada orang-orang yang belum punya sikap yang positif.  Itu harus kita ubah, yaitu mengubah dari kondisi apa adanya, yaitu sikap dan sifat yang negativ menjadi sikap dan sifat positif. Misalnya ada orang yang punya sifat  kikir, sombong, malas, dst, semuanya itu sifat-sifat negativ, dan kita ingin mengubah sifat-sifat negativ tersebut menjadi sifat yang positiv. Yaitu agar orang yang semula kikir menjadi dermawan, yang semula sombong menjadi tidak sombong, agar yang semula malas beribadah menjadi rajin beribadah, berubah menjadi sifat-sifat yang positif dalam hidupnya.
Menjadi kondisi “yang seharusnya”.  

Dakwah juga ingin mengubah orang dari kondisi belum beramal-sholeh menjadi beramal-sholih.  Banyak orang yang sudah tahu, paham, tetapi apa yang mereka ketahui (pahami) belum berujud menjadi amal. Orang yang tahu belum tentu mau beramal.   Maka kita ingin apa yang sudah kita pahami berujud menjadi amal yang sholih.

Sebentar lagi kita memasuki bulan Romadhon tahu 1437 H (tahun 2016), kita berpuasa Romadhon.  Ada istilah yang populer, yaitu “Ta’jil” artinya : menyegerakan berbuka puasa. Kenapa disegerakan ? Karena sudah waktunya (berbuka puasa).

Maka jangan suka menyegerakan sesuatu yang belum waktunya. Kalau belum waktu berbuka tetapi sudah berbuka maka itu namanya “Isti’jal” (tergesa-gesa). Sifat tergesa-gesa dilarang oleh Islam. Tetapi amal-sholih harus kita segerakan (Ta’jil). Pelajaran dari Ta’jil adalah : Kita harus bersegera dalam kebaikan. Amal-sholih jangan ditunda-tunda.

Bila kebaikan (amal-sholih) ditunda-tunda, maka kita akan :
1.     Kehilangan Motivasi. Amal yang dilakukan di awal waktu, akan menjadi bersemangat. Sedang bila dilakukan nanti-nanti saja, maka ketika melaksanakan amal-sholih sudah kehilangan semangat.
2.     Kehilangan Keutamaan. Sebab ada sesuatu yang bila dikerjakan di awal waktu jauh lebih baik daripada dilakukan di akhir waktu. Memang ada amal yang baik bila dilakukan di akhir waktu, misalnya Sahur lebih baik dilakukan di akhir-waktu. Sahur boleh dilakukan jam 04.00 tetapi Sahur pada pukul 04.15 lebih baik.  (Sebelum masuk waktu Imsak).
3.     Kehilangan Momentum (kesempatan). Misalnya, ada saudara kita yang sakit di rumah sakit. Kita ada waktu (kesempatan untuk menjenguk). Uang untuk ongkos transport ada.  Tetapi di tunda-tunda. Nanti saja mencari teman, agar bisa bersama-sama menjenguk. Beberapa hari kemudian ketika kita menjenguk, ternyata teman yang sakit itu sudah meninggal. Kita kehilangan momentum. Barulah kita menyesal. Belum sempat bertemu, terman kita sudah meninggal.

Dakwah  adalah mengubah orang dari kondisi apa adanya, menjadi bagaimana yang seharusnya. Oleh karena itu Dakwah adalah wajib bagi setiap muslim.

Disebutkan dalam Al Qur’an Surat An Nahl ayat 125 :   
سُوۡرَةُ النّحل

ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِ‌ۖ وَجَـٰدِلۡهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحۡسَنُ‌ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ‌ۖ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ (١٢٥)

  
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Hikmah dalam ayat tersebut artinya bijaksana. Artinya, ketika kita mengajak orang harus bijaksana, jangan memaksa. Mengajak apapun jangan memaksa. Ajaklah orang dengan baik-baik. Dan sampaikan pelajaran dan nasihat-nasihat yang baik. Berdakwalah dengan cara sebaik mungkin.

Dalam Hadits diriwayatkan suatu Hari Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam sedang berdakwah, antara lain isinya agar orang jangan berbuat maksiat.   Tiba-tiba datang seorang pemuda berkata : “Ya Rasulullah, saya ingin berzina, tolong izinkan saya berzina dengan seorang perempuan”.

Mendengar perkataan pemuda tersebut, para sahabat marah, sambil mengeluarkan pedangnya, tetapi dilarang oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. Beliau mencegah sahabatnya agar jangan marah. Bersabarlah.
Kemudian Rasulullah saw bertanya kepada pemuda itu : “Apakah kamu punya ibu? Punyakah kamu saudara perempuan?”. .  Dijawab oleh pemuda itu : “Punya ya Rasulullah”.  Rasulullah saw bertanya : “Bagaimanakah perasaanmu seandainya ibumu atau saudara perempuanmu dizinahi orang?”. Pemuda itu langsung menjawab : “Saya tidak suka, saya akan marah kepada orang itu”.

Rasulullah saw bersabda : “Kalau kamu tidak suka ibumu atau saudara perempuanmu dizinahi orang, kenapa kamu sekarang minta dibolehkan untuk berzina? Padahal wanita yang akan engkau zinahi juga punya anggota keluarga, punya saudara, yang perasaan mereka sama dengan kamu”.

Mendengar pertanyaan Rasulullah saw tersebut, si pemuda tidak jadi berzina. Dia urungkan keinginan untuk berbuat maksiat.  Setelah pemuda itu berkata bahwa ia tidak jadi dan mengurungkan niatnya itu,  Rasulullah saw mendo’akan pemuda tersebut  : “Allahummaghfir dzambahu wa thohir qolbahu  wa hassin farjahu (Ya Allah ampunilah dosa pemuda itu, bersihkanlah hatinya dan pelihara kemaluannya)
Makna Hadits tersebut : Bahwa berdakwah harus dengan Hikmah (bijaksana, lemah lembut).

Dakwah juga merupakan kewajiban bagi setiap kaum muslimin, lihat Surat Ali Imran ayat 104 :

سُوۡرَةُ آل عِمرَان

وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٌ۬ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ‌ۚ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (١٠٤)


Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.

Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Ma’ruf artinya sesuatu yang sudah dikenal, diketahui.  Tentang kebaikan, semua orang tahu tentang kebaikan, tetapi orang yang tahu tentang kebaikan belum tentu mau melakukan kebaikan. Maka harus diperintahkan, disebut  : Amar ma’ruf.
Munkar adalah sesuatu yang orang tidak suka, orang mengingkarinya. Tetapi banyak orang yang melakukannya, karena hawa-nafsu.  Maka diperintahkan untuk mencegah dan menghindarinya, disebut : Nahi Munkar.
Dalam ayat tersebut  dikatakan : Merekalah orang-orang yang beruntung.

Juga diperintahkan agar kita menjadi umat yang terbaik.
Lihat juga Surat Ali Imran ayat 110 :
سُوۡرَةُ آل عِمرَان

كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنڪَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ‌ۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡڪِتَـٰبِ لَكَانَ خَيۡرً۬ا لَّهُم‌ۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَڪۡثَرُهُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ (١١٠)


Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Kita disebut umat terbaik apabila keberadaan kita di tengah-tengah masyarakat bisa dirasakan manfaatnya bagi orang lain. Jangan sampai menjadi orang dalam hidup ini tidak terasa manfaatnya. Sekecil apapun harus ada yang bisa dirasakan manfaat kita oleh orang lain. Syukur-syukur manfaat kita tidak kecil, tetapi besar dan banyak. Sehingga ketika kita mati, banyak orang yang merasa kehilangan.  Jangan sampai kita ibarat bilangan :  Adanya tidak menggenapkan dan ketidak-adanya tidak mengganjilkan.

Sebaiknya orang itu seperti garam.  Adanya garam sangat dibutuhkan oleh semua orang, terutama bagi ibu-ibu yang memasak makanan.  Bila kurang garam maka masakan menjadi tidak enak. Dan ketika tidak ada garam, maka orang mencari-cari garam, karena sangat dibutuhkan.  Meskipun garam itu tidak terlihat, tetapi keberadaannya sangat terasa.

Dalam Hadits disebutkan, Rasulullaha shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat”. Maksudnya, meskipun pengetahuan agama kita sangat sedikit, mulailah kita berdakwah.
Seorang ustadz bernama Samsi Ali (orang Makasar) menceritakan pengalamannya, bahwa seorang temannya yang orang Amerika yang baru dua bulan masuk Islam berhasil memasukkan dua temannya lagi menjadi muslim.  

Dengan cara apa ia memasukkan temannya menjadi muslim ?  Ialah dengan cara Chatting, lewat internet, Facebook. Ia berdialog dengan temannya yang anak remaja Amerika itu  melalui Chatting, dua temannya yang diajak Chatting itu lalu masuk Islam.  Alhamdulillah.

Maknanya, bahwa anak remaja tersebut termasuk orang yang sudah berdakwah.
Berdakwah bisa dalam arti memasukkan orang kafir menjadi muslim. Bisa dalam arti, orang sudah muslim agar menjadi orang yang taat beribadah. Bisa saja dakwah dalam arti orang sudah paham dan taat, agar menjadi orang yang Istiqomah. Sekarang kita ingin memerankan yang mana, silakan. Kita harus bisa memerankan diri dalam berdakwah. Silakan pilih posisi yang mana.  Orang harus berdakwah sesuai dengan kemampuan dan potensi masing-masing.

Dakwah tidak harus dengan ceramah. Dakwah bisa dengan banyak cara.
Kepada orang-orang yang masih awam, cobalah membikin kelompok pengajian di sekitar anda tinggal. Kemudian anda undang seorang guru (Ustadz) untuk memberikan ceramah agama Islam. Itu juga disebut dakwah. Atau seseorang punya jabatan misalnya Ketua Rt, atau Rw. Atau jabatan apa saja, maka gunakan jabatannya itu untuk dakwah.  Kalau orang beragama lain semangat mendakwahkan agamanya, kenapa kita tidak ?

Ataukah dakwah hanya akan kita serahkan kepada para Mubaligh, Khotib, Ustadz, Ulama dan Kiai, padahal kita semua ini bisa terlibat di dalam Dakwah?. Sebaiknya tidak demikian.

Tanya-Jawab.

Pertanyaan:
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa dakwah (mengajak) itu tidak boleh memaksa.  Kamipun mengajak kepada teman (teman-teman) tetapi mereka diam saja tidak ada respon.  Kami memang tidak memaksa mereka.  Lalu kami mengadakan acara dakwah dengan memanggil seorang Ustadz dan ternyata bisa terlaksana dengan baik.  Ternyata begitu acara dakwah selesai, teman-teman yang kami ajak tetapi tidak memberi respon itu bahkan menyalahkan kami, kenapa membikin acara dakwah tidak mengajak mereka. Bagaimana dengan hal yang demikian itu ?  

Jawaban :
Ketika mengajak, ajaklah teman anda itu dengan bahasa yang enak dan ber-variasi.
Anda perlu belajar kepada para Salesman (Salesgirl) yang menawarkan produk.  Begitulah salah satu cara kita mengajak berdakwah. Atau dengan cara lain, misalnya melalui media lain, SMS, Facebook atau WA.  Atau dengan cara lain yang kiranya baik dan enak sehingga orang yang kita ajak merasa tertarik.
Bila anda berkenan bisa panggil saya (Drs. H. Ahmad Yani) No. HP : 08129021953.

Pertanyaan:
Bagaimana jika seseorang ingin mengajak (berdakwah) menuju kebaikan.  Padahal ia merasa dirinya selama ini banyak melakukan ketidak-baikan (melakukan sesuatu yang tidak baik). 
Semantara dalam AlQur’an Surat Ash Shoff ayat 2 – 3 menyebutkan : Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
Mohon penjelasan.

Jawaban:
Ayat tersebut diawali dengan kalimat : Hai orang-orang yang beriman. Maka ayat tersebut ditujukan kepada semua orang yang beriman. Maka bila anda merasa menjadi orang yang beriman, hendaknya anda berhenti mengatakan sesuatu yang tidak anda kerjakan. Maksud ayat tersebut, hendaknya anda konsekuen, lakukan satunya kata dan perbuatan.

Sebetulnya, dakwah yang hendak kita lakukan adalah juga untuk kepentingan kita sendiri. Orang lain memang mendapat manfaat dengan dakwah kita, tetapi yang utama adalah untuk kepentingan kita sendiri. Sebab bila kita berdakwah, maka kita akan selalu berusaha membuktikan kebenaran Iman. Keutamaan dakwah adalah : Memperoleh derajat hidup yang tinggi. Dan juga memperoleh pahala yang besar.

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda  dalam sebuah Haidts shahih : Siapa yang mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sebanyak nilai pahala yang orang dapatkan itu.
Maksudnya, bila seseorang mengajak orang lain sholat, padahal orang lain itu semula tidak pernah sholat, sekarang setelah ia dakwahkan, ia ajak untuk sholat dan mau mengerjakan sholat dengan rajin, maka ia (yang mengajak sholat itu) akan mendapatkan pahala sebesar pahala sholat temannya itu, tanpa mengurangi pahala sholat orang yang diajaknya itu.


Artinya, kepentingannya juga untuk orang yang mengajak (berdakwah) itu sendiri.
Ia mendapatkan “Bonus yang besar”,  dari dakwahnya itu dan dapat membuktikan keimanan yang benar. Dan menjadikan orang yang berdakwah itu berhati-hati, karena apa yang ia sampaikan menjadi beban moral baginya. Orang yang mendakwahkan agar orang lain suka ber-shodakoh, maka ia akan terdorong menjadi orang yang suka ber-shodakoh. 

Dakwah juga  menjadi semacam “Rem” bagi sebuah kendaraan. Agar jalannya berhati-hati, tidak menabrak sana-sini. Supaya jalannya aman karena ada Rem. Agar hidup kita selalu bisa mengerem terhadap keinginan hawa-nafsu, dst. bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Kalau tidak ada “Rem” maka orang akan meng-halalkan segala cara. Tidak peduli dengan jabatan yang ia miliki, tidak peduli dengan nama-baik yang  dia sandang, dst. Yang penting mendapatkan yang dia kehendaki. Na’udzubillah min dzalik.

Untuk berdakwah tidak usah menunggu menjadi “orang suci”. Untuk menjadi orang suci dalam arti tanpa dosa, sangat tidak mungkin. Oleh karena itu dakwahlah sekarang juga, sesuai dengan kemampuan anda.

Pertanyaan:
Dakwah antara lain untuk menambah jumlah muslim semakin banyak. Di daerah-daerah  banyak yang tidak ada Da’i-nya.  Karena semua Da’i berkumpul di Jakarta.
Justru di daerah yang banyak adalah da’i-da’i agama lain, sehingga jumlah penganut agama lain semakin bertambah sementara itu kaum muslimin  jumlahnya semakin berkurang. Mohon penjelasan bagaimana jalan keluar untuk hal tersebut ?

Jawaban:
Bila diukur dari prosentase, semua prosentas itu belum pasti, karena sampai saat ini belum ada data yang akurat mengenai hal itu.  Harus dibedakan antara prosentase dengan jumlah penduduk.    Bisa jadi orang-orang non-muslim tidak ikut KB (Keluarga Berencana) sehingga anak mereka banyak. Sementara orang-orang Islam ikut KB dan sukses KB-nya. Anak-anak muslim hanya sedikit.

Di suatu kampung penduduknya 100% muslim.  Kemudian suatu hari ada orang non-muslim masuk dan tinggal di kampung itu, maka penduduk kampung itu menjadi 99,9% muslim.
Saat ini pertumbuhan jumlah penduduk dengan pemukiman-pemukiman baru, orang-orang non muslim menyebar di berbagai perumahan (kampung).  Lalu ada penduduk non muslim meskipun sedikit. Maka prosentase orang muslim semakin berkurang.

Mungkin saja ada orang muslim di antara mereka ada yang murtad menjadi non muslim. Sebaliknya orang yang non muslim masuk Islam, menjadi muslim juga banyak.  Banyak orang-orang Cina yang masuk Islam, seperti yang dibina oleh PITI.
Sementara di Maumere (NTT) yang semula umat Islam hanya 10% saat ini lebih dari 13%, demikian menurut keterangan Bupati setempat.

Dakwah di daerah-daerah terpencil masih ada. Banyak para sponsor yang mengirim para Da’i ke daerah-daerah. Bahkan menjelang Romadhon tahun ini (2016) Kedutaan Besar Arab Saudi mengirim para Da’i ke seluruh daerah di Indonesia.  Bagi kita, kontribusi kita bisa membantu berdakwah dari sisi pendanaan,  da’i-da’i bisa kita kirim ke daerah-daerah atau dai-da’i yang ada di Jakarta di training lalu di kirim ke daerah agar mereka tanggungjawabnya lebih besar.   Mereka membutuhkan bantuan antara lain literatur,  buku-buku Ilmu Islam, dst.

Diakui memang dibandingkan luas daerah dengan jumlah da’i yang ada sekarang masih sangat kurang. Apalagi mereka tidak didukung dengan dana yang cukup.

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanafaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.  

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
                                                               ____________

No comments:

Post a Comment