PENGAJIAN DHUHA
MASJID BAITUSSALAM
Muhammad Nasir Tajang
(Dir.Kord. Baznas)
Jum’at, 2 Dzulqo’dah 1437H – 5
Agustus 2016.
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Zakat
adalah
Rukun Islam yang ter-marjinal-kan (tersisih, ter-abaikan) terutama di
Indonesia. Jarang sekali ada Majlis
Ta’lim yang membahas, membicarakan tentang Zakat. Kalau-pun dibicarakan hanya ketika dua-tiga
hari di akhir Romadhon menjelang Idul Fitri. Itupun dititik beratkan pada
pelaksanaan Zakat Fitrah.
Hal itu disebabkan oleh keadan Indonesia
di masa lalu (penjajahan Belanda) yaitu peran penjajah Belanda. Dalam catatan Pemerintahan Penjajah Belanda
di Indonesia yahun 1905 Pemerintah Penjajah Belanda melarang pejabat
pemerintahan dari tingkat Lurah sampai ke atas dilarang meng-koordinir atau
menggerakkan atau mengumpulkan zakat.
Rupanya ada ke-khawatiran dari pemerintah penjajah Belanda.
Salah satu contohnya adalah Aceh.
Ketika itu Syari’at Islam sudah dijalankan di wilayah Aceh, termasuk
pelaksanaan zakat. Sehingga kekuatan ekonomi di Aceh sangat kuat melalui
pelaksanaan zakat.
Bahkan dana zakat ketika itu bisa digunakan untuk orang-orang yang melawan
penjajah Belanda, antara lain membiayai latihan-latihan berperang untuk melawan
penjajah. Itulah yang dikhawatirkan
oleh pihak penjajah Belanda. Ternyata Aceh tidak bisa (sepenuhnya) di jajah
oleh Belanda. Maka pemerintahan penjajah Belanda melarang ada kegiatan
pengumpulan zakat.
Namun karena zakat merupakan kewajiban
orang Islam, maka zakat dilaksakan secara perorangan kepada Kiai, atau langsung
kepada Mustahiq (orang yang berhak menerima zakat). Padahal pelaksanaan zakat yang demikian itu
tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam. Zakat harus
dilaksanakan melalui kelembagaan. Tidak pernah ada dalam riwayat (Hadits) bahwa
zakat dilaksanakan langsung kepada Mustahiq.
Yang dilaksakan langsung kepada Mustahiq (fakir-miskin, kaum dhu’afa)
adalah Infaq, bukan zakat.
Maka tradisi pelaksanaan zakat yang
dalam masyarakat sampai saat ini adalah sisa-sisa penjajahan Belanda di
Indonesia. Para tokoh Islam ketika itu
sebetulnya sudah ada yang berusaha meng-koordinasikan zakat misalnya Kyai Ahmad
Dahlan, K.H.Hasyim Asy’ari, dll mereka sudah mencoba untuk memobilisasi
pengumpulan zakat melalui komunitas mereka masing-masing, bukan untuk
perorangan, tetapi zakat sebagai kekuatan ekonomi Islam, juga untuk organisasi
dan kemaslahatan masyarakat, pesantren, dst.
Sebenarnya zakat difungsikan untuk membangun hal-hal yang strategis. Bila kita
lihat dalam 8 Asnaf (penerima zakat) semuanya untuk membangun manusianya, dan
itu adalah hal yang strategis. Ketika
zaman penjajahan Belanda, orang-orang yang tergabung dalam organisasi Majlis Islam Ala Indonesia sudah mencoba bagaimana agar zakat, yang
merupakan dana umat dimobilisasi, dioptimalkan. Namun organisasi tersebut
dibubarkan tahun 1943, ketika penjajahan Jepang. Karena ketika itu Majlis Islam Ala Indonesia
bisa berhasil mendirikan wilayah-wilayah pengumpulan zakat di Jawa, yang oleh
pemerintah penjajah Jepang hal itu dianggap berbahaya.
Sehingga sejak tahun 1943 sampai tahun
1968 zakat tidak dikelola oleh lembaga/institusi resmi, tetapi disalurkan langsung
kepada Mustahiq, atau ada yang menyalurkan kepada individu-individu
(ustad-ustad atau tokoh masyarakat) tidak lagi dimobilisasi.
Pada tahun 1968 mulai muncul kesadaran
oleh masyarakat Islam, bahwa dana zakat bisa dipakai untuk membangun
perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tahun 1968 dalam forum peringatan Isra’
Mi’raj, Presiden Suharto (ketika itu) mencoba
mencanangkan memobilisasi dana zakat
secar besar-besaran. Tetapi ketika itu tidak berhasil ditindak-lanjuti,
akhirnya Buya Hamka bersama beberapa
tokoh Islam (ada 11 orang), mengambil kesimpulan bahwa zakat harus
dioptimalkan. Maka pada bulan Desember
tahun itu juga, Buya Hamka berhasil membujuk Gubernur Ali Sadikin dan
berdirilah Bazis (Badan Amal Zakat, Infak
dan Sodakoh) DKI Tahun 1968.
Namun karena budaya lama yang telah
berjalan bertahun-tahun, masyarakat
tetap memyalurkan zakatnya langsung kepada mustahiq atau oleh para ustadz/Kiai yang tidak punya
manajemen yang benar. Pelaksanaan zakat tidak melalui lembaga/institusi resmi
(Bazis DKI). Dan itu berlangsung sampai
sekarang.
Maka zakat yang berhasil dihimpun oleh Baznas dari seluruh Indonesia sampai
saat ini yaitu dari target Rp 217 trilyun (Th.2015) baru berhasil dihimpun 1,2%
atau Rp 3,6 Trilyun. Yang menggembirakan ialah sejak 20 tahun teraklhir
ini Pemerintah dan umat Islam Indonesia sudah mulai memperhatikan tentang
pelaksanaan Zakat. Pada Tahun 2001
BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) didirikan, menjadi Lembaga Negara yang
khusus mengelola zakat.
Tetapi yang menjadi PR besar kita adalah
pemahaman masyarakat tentang Zakat masih sangat kurang. Masih banyak orang Islam Indonesia belum bisa
membedakan antara Zakat Fitrah dan Zakat Mal (Zakat Harta). Padahal yang terkait dalam AlQur’an adalah
Zakat Mal (Harta).
Posisi
Zakat dalam Islam.
Zakat dalam Rukun Islam adalah Rukun ke-tiga.
Sebagaimana kita ketahui Rukun Islam ada 5 : Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa, Haji. Posisi zakat adalah ketiga, tetapi gaung zakat kalah dengan rukun yang
ke-empat dan ke-lima. Ketika Puasa Romadhon, gaungnya kuat sekali, seluruh umat Islam merasakan suasan bulan
Romadhon. Demikian pula Haji, sampai di Kementerian ada Dirjen Urusan Haji,
tetapi tidak ada Dirjen Zakat. Dan bisa
kita lihat seorang yang ingin menunaikan ibadah haji harus meng-antri sampai 20
tahun. Tetapi tidak pernah terjadi ada orang Indonesia yang antri untuk
membayar zakat. Padahal Rukun Islam yang ke-tiga adalah Membayar zakat.
Perhatian
AlQur’an tentang Zakat.
Dalam AlQur’an kata “Zakat” diulang
sampai 32 kali. Dalam AlQur’an, sesuatu yang penting selalu diulang-ulang dan
pengulangan kata itu lebih banyak dibanding sesuatu yang tidak penting.
Kata “Zakat” dalam AlQur’an selalu
diulang-ulang dan selalu bergandengan dengan kata “Sholat” sebanyak 28
kali. Kita tahu bahwa sholat adalah
pembeda antara orang Islam dan orang kafir. Hanya dua kali kata “Zakat”
terpisah dengan kata “Sholat”. Yaitu ketika AlQur’an bicara tentang Riba. Bahwa untuk mengalahkan Riba maka
salah satu yang harus dikembangkan adalah Zakat.
Sementara tentang Puasa (Shiam) hanya
disebutkan satu kali dalam AlQur’an yaitu Surat Al Baqarah ayat 183. Demikian juga tentang Haji, hanya disebutkan
beberapa kali (ayat). Artinya, Zakat
yang sedemikian besarnya dalam AlQur’an, tetapi ter-abaikan (tersisih) di
Negara kita yang mayoritas penduduknya muslim. Mungkin itu akibat pengaruh
penjajahan, namun sekarang kita harus bangkit, umat Islam Indonesia harus ikut
menggerakkan agar Zakat dilaksakan (dioptimalkan) di Indonesia.
Zakat dalam istilah Fiqih disebutkan : Ma’aliyah
Ijima’iyah (Kewajiban yang terkait dengan Harta dan terkait dengan
kemasyarakatan). Kalau kita tidak
melaksanakan sholat, tidak haji, tidak puasa, dampaknya hanya kepada diri
kita berkaitan dengan kewajiban kita
kepada Allah subhanahau wata’ala. Tetapi kalau zakat tidak dilaksanakan,
dampaknya bukan hanya pada dikri kita, karena zakat mempunyai posisi dan
peranan penting dari sudut ke-agamaan.
Dari segi sosial, ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat, bila orang tidak membayar zakat akibatnya luar-biasa,
menyangkut segala segi kehidupan umat. Berbeda dengan rukun Islam lainnya,
sholat, puasa, Haji. Maka demikian
besar perhatian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalllam terhadap
zakat. Sampai-sampai beliau ingin meng-isolasi suatu kaum yang tidak mau menunaikan
zakat. Karena orang yang tidak menunaikan zakat seperti virus, bisa menular ke
mana-mana.
Ketika Abubakar as Siddiq rodhiyallahu
‘anhu menjabat sebagai Khalifah, beliau bersumpah : “Demi Allah akan aku perangi orang yang tidak mau membayar zakat”. Artinya, betapa dampaknya kalau zakat tidak
dilaksanakan secara optimal. Terutama dampaknya kepada masyarakat.
Di Indonesia masih banyak orang miskin.
Bila dihitung dari dasar pendapatan orang Indonesia US$ 2.-- per-hari, maka orang miskin di
Indonesia ada 52% dari jumlah penduduk
atau 120 juta orang. Sementara itu
dalam Hadits shahih, Rasulullah memperingatkan : “Kefakiran mendekatkan kepada
kekufuran”. Dan ternyata banyak
saudara-saudara kita kaum muslimin yang murtad, pindah agama karena kemiskinan.
Khalifah
Ali bin Abi Thalib
rodhiyallahu ‘anhu berkata : “Seandainya kemiskinan itu berbentuk manusia,
maka akan aku bunuh”.
Syaikh
Yusuf Qardhawi
berkata dalam kitabnya : “Kemiskinan
merupakan musibah, bencana sangat besar yang harus ditanggulangi”.
Maka menjadi salah satu PR kita umat
Islam, bahwa kemiskinan sudah sangat dahsyat.
Salah satu yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya adalah dengan
melaksanakan zakat serta mengelolanya dengan benar.
Di Negara
Sudan yang termasuk Negara miskin, pendapatan per-kapita hanya setengah
dari rata-rata penduduk Indonesia dan saat ini Sudan sedang di-embargo. Penduduk miskinnya hampir sama dengan jumlah
penduduk miskin di Indonesia, yaitu 47% dari jumlah penduduk. Tetapi zakat di Sudan dikelola sedemikian
rupa, sampai-sampai yang menjadi Ketua Amil Zakatnya adalah Presiden. Maka
dampaknya luar biasa. Pendidikan di Sudan gratis, sampai tingkat perguruan
tinggi. Ada sekitar 400 orang mahasiswa
Indonesia yang belajar di perguruan tinggi di Sudan dibiayai oleh Pemerintah
Sudan.
Di Sudan orang sakit berobat gratis,
dari sakit yang ringan sampai operasi besar,
biaya pengobatan ditanggung oleh Negara.
Orang melahirkan, datang di rumah-sakit tidak ditanya siapa suaminya, siapa keluarganya, tetapi
langsung ditangani sampai anak lahir dan kembali ke rumahnya. Semua biaya ditanggung oleh Negara. Bagaimana
di Indonesia ?.
Dari segi ekonomi, jumlah binatang ternak di Sudan ada sekitar
135.juta ekor. Sementara jumlah
penduduknya hanya sekitar 35 juta. Bahkan
30% suplai daging di seluruh Afrika didatangkan dari Sudan. Bagaimana dengan Indonesia?
Alam dan bumi Indonesia jauh lebih subur
dibandingkan Sudan atau negeri manapun. Tetapi sapi diimpor, beras impor,
daging diimpor. Di Sudan setiap orang
miskin dalam rumahnya ada stok (persediaan) makan cukup untuk satu bulan.
Adakah di Indonesia jaminan untuk setiap
orang miskin ada makanan cukup untuk satu bulan ? Kita semua tidak ada yang tahu. Bahkan di
Indonesia banyak orang yang meninggal dunia karena kelaparan. Itu dikarenakan
zakat di Indonesia tidak dikelola secara benar dan serius.
Karena Zakat adalah Ma’aliyah Ijtima’iyah,
maka zakat tidak akan pernah optimal tanpa peran kita kaum Muslimin. Tidak akan
pernah optimal bila hanya diserahkan kepada para Ustad untuk mendakwahkan.
Zakat tidak pernah
optimal bila hanya diurus oleh Ustad. Karena
badan Amil Zakat adalah lembaga keuangan, harus ada orang-orang ahli Akuntan
(ahli keungan) agar dana-nya bisa dilaporkan dan dipertanggungjawabkan, bisa
tercatat dengan baik. Harus ada orang
ahli-ahli IT untuk mengurus Zakat, agar zakat bisa ditunaikan secara
mudah. Harus ada orang-orang ahli-ahli
hukum, ahli-ahli ekonomi dan ahli-ahli pemberdayaan.
Zakat
harus
menjadi gerakan kita bersama. Zakat harus dibangkitkan di Indonesia, karena
dengan zakat inilah kami yakin Indonesia akan sejahtera dan berkah dari Allah subhanahu wata’ala. Sebagaiamana kita
lihat di Sudan negeri miskin tetapi sejahtera karena zakat dikelola dengan baik
dan benar.
Posisi zakat adalah sebagai pilar
ekonomi Islam. Penduduk Indonesia terbanyak
di Jawa. Ternyata kontribusi Bank Syari’at terhadap dana masyarakat di Bank hanya
5%. Bank konvensional 95%. Padahal
muslim di Indonesia terbanyak di dunia.
Salah satu sebabnya adalah karena Zakat-Infak tidak dioptimalkan.
Pilar
ekonomi Islam ada tiga :
1.
Sektor
Keuangan,
2.
Sektor
Riil,
3.
Zakat-Infak-Shodakoh.
Maka bila ingin bangkit Ekonomi Islam,
salah satunya yang harus dikelola dengan baik adalah Zakat. Di Sudan pelaksanaan Ekonopmi Islam sudah
100%.
Hanya ada dua Negara yang sudah
menerapkan Ekonomi Islam, yaitu Sudan dan
Iran.
Di Iran ada sistim Ekonomi Islam yang disebut Humusah. Dan hasilnya
luar-biasa. Setiap orang dipotong penghasilannya setiap bulan disetorkan kepada
Negara sebagai Zakat.
Kita Indonesia kalah dengan Malaysia
yang jumlah Muslimnya hanya 60% Kontribusi Bank Syari’at di Malaysia mencapai
20%, bahkan di Inggris kontribusi Bank Syari’ah sudah mencapai 10%. Indonesia masih dibawah 5%.
Sekali lagi, zakat dapat men-stimulus bagaimana bangkitnya
Ekonomi Syari’ah di Indonesia.
Demikian bahasan, mudah-mudahan
bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alikum
warohmatullahi wabarokatuh.
No comments:
Post a Comment