Translate

Wednesday, August 24, 2016

Zakat, oleh : Muhammad Nasir Tajang (Dir.Kord. Baznas)



PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM

Zakat
Muhammad Nasir Tajang
(Dir.Kord. Baznas)
 
Jum’at,  2 Dzulqo’dah 1437H – 5 Agustus 2016.

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Zakat adalah Rukun Islam yang ter-marjinal-kan (tersisih, ter-abaikan) terutama di Indonesia.  Jarang sekali ada Majlis Ta’lim yang membahas, membicarakan tentang Zakat.   Kalau-pun dibicarakan hanya ketika dua-tiga hari di akhir Romadhon menjelang Idul Fitri. Itupun dititik beratkan pada pelaksanaan Zakat Fitrah. 

Hal itu disebabkan oleh keadan Indonesia di masa lalu (penjajahan Belanda) yaitu peran penjajah Belanda.  Dalam catatan Pemerintahan Penjajah Belanda di Indonesia yahun 1905 Pemerintah Penjajah Belanda melarang pejabat pemerintahan dari tingkat Lurah sampai ke atas dilarang meng-koordinir atau menggerakkan atau mengumpulkan zakat.  Rupanya ada ke-khawatiran dari pemerintah penjajah Belanda. 

Salah satu contohnya adalah Aceh.  Ketika itu Syari’at Islam sudah dijalankan di wilayah Aceh, termasuk pelaksanaan zakat. Sehingga kekuatan ekonomi di Aceh sangat kuat melalui pelaksanaan zakat.

Bahkan dana zakat ketika itu bisa digunakan untuk orang-orang yang melawan penjajah Belanda, antara lain membiayai latihan-latihan berperang untuk melawan penjajah.   Itulah yang dikhawatirkan oleh pihak penjajah Belanda. Ternyata Aceh tidak bisa (sepenuhnya) di jajah oleh Belanda. Maka pemerintahan penjajah Belanda melarang ada kegiatan pengumpulan zakat.

Namun karena zakat merupakan kewajiban orang Islam, maka zakat dilaksakan secara perorangan kepada Kiai, atau langsung kepada Mustahiq (orang yang berhak menerima zakat).  Padahal pelaksanaan zakat yang demikian itu tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam.  Zakat harus dilaksanakan melalui kelembagaan. Tidak pernah ada dalam riwayat (Hadits) bahwa zakat dilaksanakan langsung kepada Mustahiq.  Yang dilaksakan langsung kepada Mustahiq (fakir-miskin, kaum dhu’afa) adalah Infaq, bukan zakat.

Maka tradisi pelaksanaan zakat yang dalam masyarakat sampai saat ini adalah sisa-sisa penjajahan Belanda di Indonesia.  Para tokoh Islam ketika itu sebetulnya sudah ada yang berusaha meng-koordinasikan zakat misalnya Kyai Ahmad Dahlan,  K.H.Hasyim Asy’ari, dll  mereka sudah mencoba untuk memobilisasi pengumpulan zakat melalui komunitas mereka masing-masing, bukan untuk perorangan, tetapi zakat sebagai kekuatan ekonomi Islam, juga untuk organisasi dan kemaslahatan masyarakat, pesantren, dst.

Sebenarnya zakat difungsikan untuk membangun hal-hal yang strategis. Bila kita lihat dalam 8 Asnaf (penerima zakat) semuanya untuk membangun manusianya, dan itu adalah hal yang strategis.  Ketika zaman penjajahan Belanda, orang-orang yang tergabung dalam organisasi Majlis Islam Ala Indonesia  sudah mencoba bagaimana agar zakat, yang merupakan dana umat dimobilisasi, dioptimalkan. Namun organisasi tersebut dibubarkan tahun 1943, ketika penjajahan Jepang.  Karena ketika itu Majlis Islam Ala Indonesia bisa berhasil mendirikan wilayah-wilayah pengumpulan zakat di Jawa, yang oleh pemerintah penjajah Jepang hal itu dianggap berbahaya.

Sehingga sejak tahun 1943 sampai tahun 1968 zakat tidak dikelola oleh lembaga/institusi resmi, tetapi disalurkan langsung kepada Mustahiq, atau ada yang menyalurkan kepada individu-individu (ustad-ustad atau tokoh masyarakat) tidak lagi dimobilisasi.

Pada tahun 1968 mulai muncul kesadaran oleh masyarakat Islam, bahwa dana zakat bisa dipakai untuk membangun perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 
Tahun 1968 dalam forum peringatan Isra’ Mi’raj,  Presiden Suharto (ketika itu) mencoba mencanangkan memobilisasi dana zakat secar besar-besaran. Tetapi ketika itu tidak berhasil ditindak-lanjuti, akhirnya Buya Hamka bersama beberapa tokoh Islam (ada 11 orang), mengambil kesimpulan bahwa zakat harus dioptimalkan.  Maka pada bulan Desember tahun itu juga, Buya Hamka berhasil membujuk Gubernur Ali Sadikin dan berdirilah Bazis (Badan Amal Zakat, Infak dan Sodakoh) DKI Tahun 1968.   

Namun karena budaya lama yang telah berjalan bertahun-tahun,  masyarakat tetap memyalurkan zakatnya langsung kepada mustahiq  atau oleh para ustadz/Kiai yang tidak punya manajemen yang benar. Pelaksanaan zakat tidak melalui lembaga/institusi resmi (Bazis DKI).  Dan itu berlangsung sampai sekarang.

Maka zakat yang berhasil dihimpun oleh Baznas dari seluruh Indonesia sampai saat ini yaitu dari target Rp 217 trilyun (Th.2015) baru berhasil dihimpun 1,2% atau Rp 3,6 Trilyun.  Yang  menggembirakan ialah sejak 20 tahun teraklhir ini Pemerintah dan umat Islam Indonesia sudah mulai memperhatikan tentang pelaksanaan Zakat.  Pada Tahun 2001 BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) didirikan, menjadi Lembaga Negara yang khusus mengelola zakat.

Tetapi yang menjadi PR besar kita adalah pemahaman masyarakat tentang Zakat masih sangat kurang.  Masih banyak orang Islam Indonesia belum bisa membedakan antara Zakat Fitrah dan Zakat Mal (Zakat Harta).  Padahal yang terkait dalam AlQur’an adalah Zakat Mal (Harta).

Posisi Zakat dalam Islam.
Zakat dalam Rukun Islam adalah Rukun ke-tiga. Sebagaimana kita ketahui Rukun Islam ada 5 : Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa, Haji.  Posisi zakat adalah ketiga, tetapi gaung zakat kalah dengan rukun yang ke-empat dan ke-lima. Ketika Puasa Romadhon, gaungnya kuat sekali,  seluruh umat Islam merasakan suasan bulan Romadhon. Demikian pula Haji, sampai di Kementerian ada Dirjen Urusan Haji, tetapi tidak ada Dirjen Zakat.  Dan bisa kita lihat seorang yang ingin menunaikan ibadah haji harus meng-antri sampai 20 tahun. Tetapi tidak pernah terjadi ada orang Indonesia yang antri untuk membayar zakat. Padahal Rukun Islam yang ke-tiga adalah Membayar zakat.

Perhatian AlQur’an tentang Zakat.
Dalam AlQur’an kata “Zakat” diulang sampai 32 kali. Dalam AlQur’an, sesuatu yang penting selalu diulang-ulang dan pengulangan kata itu lebih banyak dibanding sesuatu yang tidak penting.
Kata “Zakat” dalam AlQur’an selalu diulang-ulang dan selalu bergandengan dengan kata “Sholat” sebanyak 28 kali.  Kita tahu bahwa sholat adalah pembeda antara orang Islam dan orang kafir. Hanya dua kali kata “Zakat” terpisah dengan kata “Sholat”. Yaitu ketika AlQur’an bicara tentang Riba. Bahwa untuk mengalahkan Riba maka salah satu yang harus dikembangkan adalah Zakat.

Sementara tentang Puasa (Shiam)  hanya disebutkan satu kali dalam AlQur’an yaitu Surat Al Baqarah ayat 183.  Demikian juga tentang Haji, hanya disebutkan beberapa kali (ayat).   Artinya, Zakat yang sedemikian besarnya dalam AlQur’an, tetapi ter-abaikan (tersisih) di Negara kita yang mayoritas penduduknya muslim. Mungkin itu akibat pengaruh penjajahan, namun sekarang kita harus bangkit, umat Islam Indonesia harus ikut menggerakkan agar Zakat dilaksakan (dioptimalkan) di Indonesia.

Zakat dalam istilah Fiqih disebutkan : Ma’aliyah Ijima’iyah (Kewajiban yang terkait dengan Harta dan terkait dengan kemasyarakatan).  Kalau kita tidak melaksanakan sholat, tidak haji, tidak puasa, dampaknya hanya kepada diri kita  berkaitan dengan kewajiban kita kepada Allah subhanahau wata’ala.  Tetapi kalau zakat tidak dilaksanakan, dampaknya bukan hanya pada dikri kita, karena zakat mempunyai posisi dan peranan penting dari sudut ke-agamaan.

Dari segi sosial, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, bila orang tidak membayar zakat akibatnya luar-biasa, menyangkut segala segi kehidupan umat. Berbeda dengan rukun Islam lainnya, sholat, puasa, Haji.   Maka demikian besar perhatian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalllam terhadap zakat. Sampai-sampai beliau ingin meng-isolasi suatu kaum yang tidak mau menunaikan zakat. Karena orang yang tidak menunaikan zakat seperti virus, bisa menular ke mana-mana.

Ketika Abubakar as Siddiq rodhiyallahu ‘anhu menjabat sebagai Khalifah, beliau bersumpah : “Demi Allah akan aku perangi orang yang tidak mau membayar zakat”.  Artinya, betapa dampaknya kalau zakat tidak dilaksanakan secara optimal. Terutama dampaknya kepada masyarakat.  

Di Indonesia masih banyak orang miskin. Bila dihitung dari dasar pendapatan orang Indonesia  US$ 2.-- per-hari, maka orang miskin di Indonesia ada 52% dari  jumlah penduduk atau 120 juta orang.   Sementara itu dalam Hadits shahih, Rasulullah memperingatkan : “Kefakiran mendekatkan kepada kekufuran”.  Dan ternyata banyak saudara-saudara kita kaum muslimin yang murtad, pindah agama karena kemiskinan.

Khalifah Ali bin Abi Thalib rodhiyallahu ‘anhu berkata : “Seandainya kemiskinan itu berbentuk manusia, maka akan aku bunuh”.
Syaikh Yusuf Qardhawi berkata dalam kitabnya : “Kemiskinan merupakan musibah, bencana sangat besar yang harus ditanggulangi”.
Maka menjadi salah satu PR kita umat Islam, bahwa kemiskinan sudah sangat dahsyat.  Salah satu yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya adalah dengan melaksanakan zakat serta mengelolanya dengan benar.   

Di Negara Sudan yang termasuk Negara miskin, pendapatan per-kapita hanya setengah dari rata-rata penduduk Indonesia dan saat ini Sudan sedang di-embargo.  Penduduk miskinnya hampir sama dengan jumlah penduduk miskin di Indonesia, yaitu 47% dari jumlah penduduk.   Tetapi zakat di Sudan dikelola sedemikian rupa, sampai-sampai yang menjadi Ketua Amil Zakatnya adalah Presiden. Maka dampaknya luar biasa. Pendidikan di Sudan gratis, sampai tingkat perguruan tinggi.  Ada sekitar 400 orang mahasiswa Indonesia yang belajar di perguruan tinggi di Sudan dibiayai oleh Pemerintah Sudan.

Di Sudan orang sakit berobat gratis, dari sakit yang ringan sampai operasi besar,  biaya pengobatan ditanggung oleh Negara.  Orang melahirkan, datang di rumah-sakit tidak ditanya  siapa suaminya, siapa keluarganya, tetapi langsung ditangani sampai anak lahir dan kembali ke rumahnya.  Semua biaya ditanggung oleh Negara.   Bagaimana di Indonesia ?.

Dari segi ekonomi, jumlah binatang ternak di Sudan ada sekitar 135.juta ekor.  Sementara jumlah penduduknya hanya sekitar 35 juta.  Bahkan 30% suplai daging di seluruh Afrika didatangkan dari Sudan.  Bagaimana dengan Indonesia?
Alam dan bumi Indonesia jauh lebih subur dibandingkan Sudan atau negeri manapun. Tetapi sapi diimpor, beras impor, daging diimpor.  Di Sudan setiap orang miskin dalam rumahnya ada stok (persediaan) makan cukup untuk satu bulan. 

Adakah di Indonesia jaminan untuk setiap orang miskin ada makanan cukup untuk satu bulan ?  Kita semua tidak ada yang tahu. Bahkan di Indonesia banyak orang yang meninggal dunia karena kelaparan. Itu dikarenakan zakat di Indonesia tidak dikelola secara benar dan serius.

Karena Zakat adalah Ma’aliyah Ijtima’iyah, maka zakat tidak akan pernah optimal tanpa peran kita kaum Muslimin. Tidak akan pernah optimal bila hanya diserahkan kepada para Ustad untuk mendakwahkan.
Zakat tidak pernah optimal bila hanya diurus oleh Ustad.  Karena badan Amil Zakat adalah lembaga keuangan, harus ada orang-orang ahli Akuntan (ahli keungan) agar dana-nya bisa dilaporkan dan dipertanggungjawabkan, bisa tercatat dengan baik.  Harus ada orang ahli-ahli IT untuk mengurus Zakat, agar zakat bisa ditunaikan secara mudah.  Harus ada orang-orang ahli-ahli hukum, ahli-ahli ekonomi dan ahli-ahli pemberdayaan.

Zakat harus menjadi gerakan kita bersama. Zakat harus dibangkitkan di Indonesia, karena dengan zakat inilah kami yakin Indonesia akan sejahtera dan berkah dari Allah subhanahu wata’ala. Sebagaiamana kita lihat di Sudan negeri miskin tetapi sejahtera karena zakat dikelola dengan baik dan benar.

Posisi zakat adalah sebagai pilar ekonomi Islam. Penduduk  Indonesia terbanyak di Jawa. Ternyata kontribusi Bank Syari’at terhadap dana masyarakat di Bank hanya 5%.  Bank konvensional 95%. Padahal muslim di Indonesia terbanyak di dunia.  Salah satu sebabnya adalah karena Zakat-Infak tidak dioptimalkan.

Pilar ekonomi Islam ada tiga :
1.     Sektor Keuangan,
2.     Sektor Riil,
3.     Zakat-Infak-Shodakoh.

Maka bila ingin bangkit Ekonomi Islam, salah satunya yang harus dikelola dengan baik adalah Zakat.    Di Sudan pelaksanaan Ekonopmi Islam sudah 100%.
Hanya ada dua Negara yang sudah menerapkan Ekonomi Islam, yaitu Sudan dan Iran.  Di Iran ada sistim Ekonomi Islam yang disebut Humusah. Dan hasilnya luar-biasa. Setiap orang dipotong penghasilannya setiap bulan disetorkan kepada Negara sebagai Zakat.

Kita Indonesia kalah dengan Malaysia yang jumlah Muslimnya hanya 60% Kontribusi Bank Syari’at di Malaysia mencapai 20%, bahkan di Inggris kontribusi Bank Syari’ah sudah mencapai 10%.  Indonesia masih dibawah 5%.
Sekali lagi, zakat dapat men-stimulus bagaimana bangkitnya Ekonomi Syari’ah di Indonesia.

Demikian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alikum warohmatullahi wabarokatuh.

No comments:

Post a Comment