Translate

Friday, September 16, 2016

Keutamaan Awal Dzulhijjah Dan Fiqih Qurban, oleh : Ahmad Bani Hasyim



PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM  

Keutamaan Awal Dzulhijjah Dan Fiqih Qurban
Ahmad Bani Hasyim

Jum’at,  7 Dzulhijjah 1437H – 9 September 2016.
 
Assalamu’alaikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Pada kesempatan kali ini (awal bulan Dzulhijjah 1437H), kita bicara tentang Keutamaan awal Bulan Dzulhijjah dan Fiqih Idul Qurban, di mana Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam AlQur’an Surat Al Fajr :

سُوۡرَةُ الفَجر
بِسۡمِ اللهِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِيۡمِ

وَالۡفَجۡرِۙ‏ ﴿۱﴾  وَلَيَالٍ عَشۡرٍۙ‏ ﴿۲﴾  وَّالشَّفۡعِ وَالۡوَتۡرِۙ‏ ﴿۳﴾  وَالَّيۡلِ اِذَا يَسۡرِ‌ۚ‏ ﴿۴﴾  


1. Demi fajar,
2. Dan malam yang sepuluh*],
3. Dan yang genap dan yang ganjil,
4. Dan malam bila berlalu.

*] Malam yang sepuluh itu ialah malam sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan. dan ada pula yang mengatakan sepuluh yang pertama dari bulan Muharram Termasuk di dalamnya hari Asyura. ada pula yang mengatakan bahwa malam sepuluh itu ialah sepuluh malam pertama bulan Zulhijjah.

Para Ulama ahli Tafsir AlQur’an mengatakan bahwa Allah subhanahu wata’ala bila bersumpah selalu menyebut makhluk-Nya. 
Sedangkan manusia bila bersumpah harus menyebut Asma Allah swt.  Manusia bila bersumpah tidak boleh menyebut nama selain Allah swt. Tidak boleh bersumpah : Demi Bapakku, Demi Matahari, Demi Bulan  atau nama makhluk lainnya.  Bersumpah harus menyebut Nama Allah swt : Demi Allah, saya bersumpah, dst.  Sedangkan Allah swt. bersumpah dengan nama makhluk-Nya.

Kenapa Allah swt bersumpah dengan menyebut nama  makhluk-Nya, adalah untuk menarik perhatian kita manusia, karena setiap nama media yang Allah sebut sebagai sumpah, maka ada sesuatu yang istimewa pada media itu. Ketika Allah swt bersumpah : Wal ‘Ashri (Demi Masa), berarti kita manusia diminta untuk memperhatikana “Masa” (Waktu).   Atau Allah swt bersumpah : Wan Najmi (Demi Bintang), maka kita diminta untuk memperhatikan pada bintang-bintang, pasti ada sesuatu yang istimewa di sana.

Begitu juga ketika Allah swt bersumpah : Wal Fajr (Demi waktu Fajar), Walayalin ‘Asr (Demi Malam ke sepuluh), dalam Kitab Ibnu Katsir para ulama mengatakan bahwa : Malam yang  Sepuluh maknanya adalah sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah atau sepuluh hari terakhir di bulan Romadhon, dimana ibadah yang kita lakukan demikian luar-biasa arti dan pahalanya. 

Atau bermakna : Sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah (tanggal 1 – 10 Dzulhijjah), karena itu Imam Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan : Tidak ada hari yang istimewa melebihi ke-istimewaan awal bulan Dzulhijjah. Karena dihari-hari itu berkumpul-lah semua ibadah : Sholat, Shaum, Ber-infak, Ber-Qurban, Haji, maka disebut sebagai hari yang istimewa.  

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Imam Thirmidzy, Imam Ibnu Majah, Imam Ahmad, dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidak ada amal-sholih yang dilakukan oleh seorang hamba yang jauh lebih dicintai oleh Allah subhanahau wata’ala, melebihi amalan yang dilakukan pada hari-hari sepuluh pertama di bulan Dzulhijjah”.  Maka para sahabat bertanya : “Bahkan dibandingkan dengan Jihad ya Rasulullah ?’ Beliau bersabda : “Bahkan jika dibandingakan dengan jihad fissabilillah. Kecuali seseorang berjihad dengan mambawa dirinya dan ia tidak kembali”.

Maka bila kita beribadah, sholat atau ber-infak pada hari-hari tersebut (Hari sepuluh pertama Dzulhijjah) pahalanya lebih besar dibandingkan ibadah di hari-hari yang lain. Karena ibadah tersebut lebih dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala.  
Hendaknya setiap muslim mengetahui akan hal tersebut. Agar waktu tersebut tidak disia-siakan. Setiap muslim yang cerdas akan tahu mana hari-hari (waktu-waktu) yang Allah melebihkan dibanding hari-hari yang lain.

Orang yang tidak berilmu tidak bisa membedakan akan hal tersebut. Maka sering terjadi hari-hari atau waktu-waktu yang berharga itu sering tidak diperhatikan, berlalau begitu saja (ditinggalkan).
Apakah amal sholih yang bisa kita lakukan ?  Ialah :  Shaum (puasa).
Dalam Hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam melakukan shaum sejak hari pertama sampai dengan hari ke sembilan Dzulhijjah. Hal itu berdasarkan ke-umuman dalil. Artinya, kita boleh melakukan Shaum Sunnah dari tanggal 1 – 9 Dzulhijjah.  Atau  3 hari, 5 hari atau 6 hari  saja tergantung kemampuan.

Bagaimana dengan Shaum Tarwiyah (8 Dzulhijjah)?  Ternyata dalilnya lemah, Haditsnya Maudhu’(palsu) tidak bisa dibuat dasar beramal. Kecuali seseorang melakukan shaum sejak 1 Dzulhijjah. Maka tanggal 8 Dzulhijjah (Hari Tarwiyah) boleh shaum sampai dengan tanggal 9 Dzulhijjah. Tanggal 9 Dzulhijjah adalah Hari Arofah, para jamaah Haji melakukan Wukuf di Arofah, dan kita yang tidak berhaji melalukan shaum Arofah. 

Ketika pagi hari Idul Ad-ha kita disunnahkan berpuasa sampai selesai sholat Idul Adha, barulah kita dibolehkan untuk makan dan minum.  Berbeda dengan Idul Fitri, di mana  kita dianjurkan untuk makan pagi sebelum melakukan sholat Idul Fitri.

Sedangkan Shaum Arofah disunnahkan, ada Haditsnya. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Shaum Arofah aku harapkan dalam pandangan Allah akan mampu menghapuskan dosa satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Haditsnya Shahih.

Para Ulama berpandangan,  apakah yang bisa dihapus hanya dosa-dosa kecil ataukah termasuk dosa-dosa besar ? Imam An Nawawi mengatakan : Yang bisa dihapuskan dengan puasa Arofah hanya dosa-dosa kecil saja. Tetapi mudah-mudahan dosa-dosa besarnya dikurangi walaupun tidak dihapuskan.  Tetapi Ibnu Taimiyah dalam Fattawa-nya mengatakan : Bahkan dosa besar-pun dihapuskan.  Sebagaimana dalam Hadits tidak disebutkan dosa besar atau dosa kecil.

Mengenai Takbir dan Dzikir.
Dalam hadits diceritakan bahwa Ibnu Mas’ud dan Ibnu Umar bertakbir sampai beliau masuk ke pasar-pasar.Dan orang-orang yang mendengar lalu mengikutinya bertakbir.  Dan itu dilakukan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.

Atas dasar Hadits tersebut, para ulama mengatakan bahwa Takbir, Tahmid, dan Tasbih adalah Mutlaq dan Muqayat.  Mutlak,  artinya tidak terikat waktu dan tempat boleh dilakukan, tidak harus dan disesuaikan dengan situasi. Muqayat (Terbatas waktunya), sejak terbit Fajar tanggal 9 Dzulhijjah setelah Sholat Subuh sampai Sholat Ashar  tanggal 13 Dzulhijjah. Silakan Takbiran (ber-Takbir) setelah sholat Fardhu dipimpin oleh imam Sholat. Jangan terlalu lama, tetapi sesuaikan dengan keadaan (kebutuhan).

Haji dan Umrah.
1.     Keutamaan yang luar-biasa bagi yang berkesempatan melakukan Haji dan Umrah, Alhamdulillah. Yang belum berkesempatan harap bersabar.
2.     Amalan sholih secara umum : Sholat, dzikir, shaum, shodakoh, membaca AlQur’an, bertaubat, ber- Amar-Ma’ruf Nahi Munkar, akan berlipat-lipat pahalanya (nilai kebaikannya), ketika sepuluh hari pertama Dzulhijjah.
3.     Ber-Qurban. Selain ber-Qurban juga melakukan amalan yang lain. Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhu mengatakan : Bila kita mengamalkan  Amal-sholih, maka pahalanya berlipat-lipat.  Demikian pula bila kita melakukan keburukan, dosa, pada hari-hari sepuluh Dzulhijjah, maka dosa-dosanya juga berlipat-lipat.  Maka berhati-hatilah, jangan tidak melakukan amal-sholih tetapi justru melakukan keburukan di sepuluh pertama Dzulhijjah. Na’udzubillah.

Istilah Qurban, tidak lazim bagi orang-orang di Arab Saudi, yang mereka lazim-kan adalah ‘Ud-hiyah.  Istilah Qurban berasal dari kata Qaraba (dekat), merupa-kan upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata’ala.  Media Qurban (mendekatakan diri) bisa berupa apa saja, misalnya Ber-Qurban, Sholat, Ber-shodakoh, Shaum, membaca AlQur’an dst. semua itu termasuk dalam katagori ber-Qurban. 
Tetapi ‘Ud-hiyah adalah khusus pada hewan yang disembelih untuk ber-Qurban.

Untuk istilah Qurban, bisa dilihat pada AlQur’an Surat Al Maa-idah ayat 27 :

سُوۡرَةُ المَائدة

وَاتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَاَ ابۡنَىۡ اٰدَمَ بِالۡحَـقِّ‌ۘ اِذۡ قَرَّبَا قُرۡبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنۡ اَحَدِهِمَا وَلَمۡ يُتَقَبَّلۡ مِنَ الۡاٰخَرِؕ قَالَ لَاَقۡتُلَـنَّكَ‌ؕ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الۡمُتَّقِيۡنَ‏ ﴿۲۷﴾  


Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".

Atas dasar ayat tersebut, para ulama berpendapat bahwa tidak semua Qurban diterima oleh Allah subhanahu wata’ala. Dikarenakan orang yang ber-Qurban tidak ikhlas karena Allah swt, tetapi karena ingin dipuji, dst. Atau hewan yang dibuat Qurban cacat, sakit atau terlalu kurus tidak memenuhi syarat ber-Qurban.

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, para sahabat bertanya :”Ya Rasulullah, bagaimana hukum menyembelih Qurban (‘Ud-hiyah), beliau menjawab : Menyembelih Qurban adalah Sunnah (ajaran) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Para sahabat bertanya : “Lantas kami mendapat apa dengan menyembelih Qurban itu?”. Beliau menjawab : “Setiap helai bulu hewan yang dibuat Qurban akan dihitung sebagai pahala”.

Maksud Hadits tersebut adalah : Bahwa pahala bagi orang yang ber-Qurban adalah sebanyak bulu hewan yang disembelih. Maknanya : Tidak terhitung, saking banyaknya pahala. Sanggupkah manusia menghitung bulu hewan yang dibuat Qurban ? Pasti tidak sanggup, saking banyaknya bulu hewan itu. Demikianlah pahala bagi orang yang ber-Qurban.

Hadits yang lain (Hadits Dho’if), Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang ada keluasan rezki tetapi tidak mau ber-Qurban, hendaklah ia tidak mendekati masjidku”.  Hadits tersebut Dho’if tetapi bisa dibuat untuk mendorong orang berbuat amal. Barangsiapa yang ada kelebihan harta, jangan ragu-ragu untuk ber-Qurban. Pasti akan diganti oleh Allah subhanahu wata’ala.

Secara Syar’i, definisi Qurban adalah : Hewan yang disembelih dalam rangka orang mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata’ala, pada hari tertentu dengan syarat khusus.
Waktunya tertentu, tidak boleh menyembelih Qurban sebelum Sholat Idul Ad-ha 10 Dzulhijjah, tetapi setelah selesai Khutbah Idul Ad-ha maka boleh menyembelih hewan Qurban, sampai waktu Ashar 13 Dzulhijjah.

Hukum Ber-Qurban.
Terbagi dua, yaitu : 
1.     Menurut pendapat Rubi’ah Al ‘Uzai juga Madzhab Hanafi dan sebagian Madzhab Maliki. Mereka berpendapat bila seseorang sudah punya harta pada 10 Dzulhijjah tetapi tidak mau ber-Qurban, maka ia berdosa.
2.     Jumhur Ulama berpendapat bahwa Hukum Ber-Qurban adalah Sunnah Muakadah (Sangat dianjurkan).  Bila tidak ber-Qurban maka tidak berdosa. Demikian pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Syarat Wajib atau Sunnah, menurut Imam Abu Hanifah  (Madzhab Hanafi),  bila seseorang memiliki harta senilai 200 Dirham, atau 595 gram perak, (bila harga perak Rp 11.000,- per-gram), maka senilai Rp 6,545.000,- (Enam juta lima ratus enam puluh lima ribu rupiah),  padah hari 10 – 13 Dzulhijjah ia tidak ber-Qurban, maka ia berdosa. Ia wajib ber-Qurban.

Menurut Imam Maliki seseorang yang mempunyai harta untuk kebutuhan satu tahun, senilai dengan hewan Qurban, maka ia termasuk orang mampu. Ia sudah terkena Sunnah ber-Qurban.  Jangan khawatir kehabisan harta karena ber-Qurban, Bila ber-Qurban maka Allah mengganti dengan yang lebih banyak lagi. Itu pasti.

Menurut Imam Syafi’i : Bila seseorang memiliki kelebihan harta untuk kebutuhan pada hari-hari Qurban (10 – 13 Dzulhijjah) atau senilai dengan hewan Qurban., meskipun dengan cara berhutang, dengan syarat pasti mampu membayar hutangnya itu, maka ia disunnahkan untuk ber-Qurban.

Memotong kuku dan rambut sebelum ber-Qurban.
Hadits shahih riwayat Imam Muslim dari Ummu Salamah, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bila kalian melihat hari pertama (Hilal) satu bulan Dzulhijjah lalu salah satu dari kalian berniat untuk menyembelih Qurban maka hendaklah ia menahan memotong kuku dan rambutnya”.

Menanggapi Hadits tersebut para Ulama berbeda pendapat, larangan tersebut berarti haram atau makruh.  Sebagian Madzhab Hanabilah (Hambali) mengata-kan : Haram. Tidak boleh memotong kuku dan/atau  rambut (cukur, potong  kumis, jenggot, bulu ketiak, dst), adalah Haram hukumnya.  
Tetapi Jumhur Ulama mengatakan : Makruh.  Abu Hanifah mengatakan : Boleh.  Karena sebetulnya larangan itu hanya berlaku bagi orang yang sedang dalam keadaan Ihram ketika  ibadah Haji.

Syarat hewan yang disembelih untuk Qurban:
1.     Tidak buta, sakit, pincang, tidak terlalu kurus atau tua.
2.     Umur Hewan : Domba minimal 6 bulan, Kambing minimal 2 tahun, Sapi minimal 2 tahun dan unta minimal 5 tahun.

Menurut Hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bila seseorang mampu untuk ber-Qurban seekor unta atau sapi, maka boleh untuk atas namanya sendiri (seorang)  atau mengatas-namakan keluarga misalnya sebanyak 20 orang, maka itu boleh. Atau patungan (gotongroyong)  seekor unta (sapi) untuk 7 orang., maka itu boleh.  Boleh 7 orang itu satu keluarga, boleh juga orang bukan keluarga. Bila tidak bisa 7 orang, maka lebih baik  dibelikan kambing(domba), setiap orang  ber-Qurban seekor kambing (domba). 

Seekor kambing(domba) boleh untuk Qurbannya orang sekeluarga.  Dalam Hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menyembelih seekor domba dengan ucapan : Ini dariku, keluargaku dan orang yang belum sempat ber-qurban. 
Seekor kambing (domba) boleh untuk atas-nama sekeluarga tetapi bukan (tidak boleh) patungan. Misalnya seorang Bapak ber-Qurban dengan ucapan : Ini dariku dan keluargaku. Maka itu boleh.

Sunnahnya dalam menyembelih :
1.     Pisau harus tajam,
2.     Tidak boleh mengasah pisau di depan hewan yang akan disembelih.
3.     Ketika menyembelih hadapkan hewan ke arah Kiblat, orang yang menyembelih-pun menghadap ke arah Kiblat.
4.     Membaca Basmalah, sholawat (boleh juga), Takbir sebelum menyembelih. Bismlahi Allahhu Akbar atau Bismillahirrohmanairrohim, Allahu Akbar – Allahu Akbar.   
5.     Sebelumnya membaca do’a (boleh dengan bahasa Indonesia) : Ya Allah ini Qurban dari saya,  terimalah ya Allah.  Sebaiknya orang yang ber-Qurban yang menyembelih, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw, beliau menyembelih hewan Qurban beliau sendiri.   Tetapi boleh juga diwakilkan kepada orang lain yang bisa menyembelih.
6.     Tidak menyembelih di hadapan hewan yang belum disembelih.
7.     Hewan yang disembelih harus benar-benar sudah mati, jangan sampai  menguliti hewan yang belum benar-benar mati. Jatuhnya menjadi haram, statusnya menjadi bangkai.

Pembagian daging Qurban.
Madzhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali pendapatnya sama : Daging hewan dibagi tiga bagian, sepertiga untuk dimakan keluarga sendiri, sepertiga untuk orang-orang  terdekat dan sepertiga untuk disedekahkan.  
Tetapi ada yang memahaminya : Daging Qurban dibagi tiga (masing-masing bagian tidak harus sama), satu bagian untuk dimakan sekeluarga, satu  bagian untuk orang-orang terdekat dan satu bagian untuk disedekahkan.
Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa tidak ada pembagian sepertiga atau seper-berapa, silakan  disedekahkan semua.  Imam Syafi’i mengatakan : Sedekahkan seluruhnya, kecuali sedikit saja dimakan oleh keluarga sendiri, sebagai Taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah subhanahu wata’ala, mudah-mudahan berkah.

Pendistribusian daging Qurban.
Bolehkah seseorang ber-Qurban di tempat tinggalnya tetapi dagingnya dikirimkan ke daerah-daerah yang sangat memerlukan pembagian daging?  Menurut pendapat Imam Abu Hanifah (Madzhab Hanafi) yang demikian itu Makruh, kecuali untuk kerabat atau orang yang lebih membutuhkan. Harus dibuktikan bahwa memang benar-benar suatu daerah memerlukan daging Qurban.  Kalau benar-benar membutuhkan maka boleh.  Tetapi bila tidak benar-benar membutuhkan, atau hanya sekedar sebagai bangga-banggaan, maka itu makruh. 

Menurut Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal (Madzhab Hanabillah) jaraknya harus 65 km. Lebih dari itu tidak boleh. Kecuali bagi orang yang membutuhkan.  Maka MUI (Majlis ulama Indonesia) menfatwakan : Boleh untuk kemaslahatan.

Bolehkah memberikan daging Qurban untuk orang kafir (Yahudi, Nasrani, dll) yang bukan muslim?
Dalam Hadits disebutkan bahwa seorang sahabat ketika membagikan daging Qurban sambil bertanya : “Ya Rasulullah, kami sedang membagikan daging Qurban, bolehkan kami memberikan kepada orang Yahudi dan Nasrani?”.   Rasulullah shollallahu ‘laihi wasallam menjawab : ‘Bila engkau berikan orang itu semakin cinta kepada Islam dan sesudah itu ia masuk Islam, maka silakan engkau berikan. Tapi bila tidak, bahkan mereka semakin memusuhi kita, maka tidak usah engkau berikan”.

Hadits tersebut menjadi Asbabunnuzul  turunnya Surat Al Baqarah ayat 272 :

سُوۡرَةُ البَقَرَة

لَيۡسَ عَلَيۡكَ هُدٰٮهُمۡ وَلٰـكِنَّ اللّٰهَ يَهۡدِىۡ مَنۡ يَّشَآءُ‌ ؕ وَمَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ خَيۡرٍ فَلِاَنۡفُسِكُمۡ‌ؕ وَمَا تُنۡفِقُوۡنَ اِلَّا ابۡتِغَآءَ وَجۡهِ اللّٰهِ‌ؕ وَمَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ خَيۡرٍ يُّوَفَّ اِلَيۡكُمۡ وَاَنۡـتُمۡ لَا تُظۡلَمُوۡنَ‏ ﴿۲۷۲﴾  


Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).

Atas dasar ayat tersebut, para ulama berpendapat bahwa kita boleh memberikan kepada non-muslim, karena mereka bertetangga dengan kita, baik mereka miskin atau kaya.

Tanya-Jawab.

Pertanyaan:
Bolehkah ber-Qurban dengan membeli hewan Qurban dari uang hasil arisan?

Jawaban :
Boleh.  Sebagaimana bolehnya orang be-Qurban dengan berhutang, yang hutang tersebut dijamin pasti dibayar.

Pertanyaan :
Bolehkah ber-Qurban dengan atas nama orang (orangtua kita) yang sudah meninggal ?

Jawaban :
Boleh.  Tetapi bila ber-Qurban,  diutamakan untuk atas nama orang masih hidup.  Tetapi ber-Qurban untuk atas nama bayi yang sedang dalam kandungan, menurut sahabat Ibnu Umar, tidak boleh.

Pertanyaan:
Bagaimana dengan anak yang sampai dewasa tidak di ‘Aqiqah-kan. Bolehkah ia ber-Qurban?

Jawaban:
‘Aqiqah adalah menyembelih kambing(domba) sebagai rasa syukur atas kelahiran seorang anak (bayi).  Tetapi bila tidak bisa menyembelih hewan ‘Aqiqah ketika bayi lahir,  maka kelak setelah dewasa anak tersebut bisa melakukan Qurban (menyembelih Qurban) saja, tidak usah melakukan ‘ Aqiqah.
Tetapi bila seseorang hendak melakukan Qurban tetapi ada anak yang masih kecil belum di ‘Aqiqah-kan, maka boleh melakukan penyembelihan Qurban  dan menyembelih satu hewan lagi untuk ‘Aqiqah anaknya, waktunya bersamaan dengan menyembelih hewan Qurban. Yang demikian boleh tetapi niatnya harus jelas, satu untuk Qurban dan yang satu lagi diniatkan untuk ‘Aqiqah.

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYAHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUB U ILAIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
                                                             ___________

No comments:

Post a Comment