PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM
Ahmad Bani Hasyim
Assalamu’alaikum
wr.wb.,
Muslimin
dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Pada kesempatan kali ini (awal bulan
Dzulhijjah 1437H), kita bicara tentang Keutamaan awal Bulan Dzulhijjah dan
Fiqih Idul Qurban, di mana Allah subhanahu
wata’ala berfirman dalam AlQur’an Surat
Al Fajr :
سُوۡرَةُ الفَجر
بِسۡمِ اللهِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِيۡمِ
بِسۡمِ اللهِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِيۡمِ
وَالۡفَجۡرِۙ ﴿۱﴾ وَلَيَالٍ عَشۡرٍۙ ﴿۲﴾ وَّالشَّفۡعِ
وَالۡوَتۡرِۙ ﴿۳﴾
وَالَّيۡلِ اِذَا يَسۡرِۚ ﴿۴﴾
1. Demi
fajar,
2.
Dan malam yang sepuluh*],
3. Dan
yang genap dan yang ganjil,
4. Dan
malam bila berlalu.
*] Malam yang sepuluh itu ialah malam sepuluh terakhir
dari bulan Ramadhan. dan ada pula yang mengatakan sepuluh yang pertama dari
bulan Muharram Termasuk di dalamnya hari Asyura. ada pula yang mengatakan bahwa
malam sepuluh itu ialah sepuluh malam pertama bulan Zulhijjah.
Para Ulama ahli Tafsir AlQur’an
mengatakan bahwa Allah subhanahu wata’ala
bila bersumpah selalu menyebut makhluk-Nya.
Sedangkan manusia bila bersumpah harus
menyebut Asma Allah swt. Manusia bila
bersumpah tidak boleh menyebut nama selain Allah swt. Tidak boleh bersumpah :
Demi Bapakku, Demi Matahari, Demi Bulan
atau nama makhluk lainnya.
Bersumpah harus menyebut Nama Allah swt : Demi Allah, saya bersumpah, dst. Sedangkan Allah swt. bersumpah dengan nama
makhluk-Nya.
Kenapa Allah swt bersumpah dengan
menyebut nama makhluk-Nya, adalah untuk
menarik perhatian kita manusia, karena setiap nama media yang Allah sebut sebagai sumpah, maka ada sesuatu yang
istimewa pada media itu. Ketika Allah swt bersumpah : Wal ‘Ashri (Demi Masa),
berarti kita manusia diminta untuk memperhatikana “Masa” (Waktu). Atau Allah swt bersumpah : Wan
Najmi (Demi Bintang), maka kita diminta untuk memperhatikan pada
bintang-bintang, pasti ada sesuatu yang istimewa di sana.
Begitu juga ketika Allah swt bersumpah :
Wal
Fajr (Demi waktu Fajar), Walayalin ‘Asr (Demi Malam ke
sepuluh), dalam Kitab Ibnu Katsir para ulama mengatakan bahwa : Malam
yang Sepuluh maknanya adalah
sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah atau sepuluh hari terakhir di bulan
Romadhon, dimana ibadah yang kita lakukan demikian luar-biasa arti dan
pahalanya.
Atau bermakna : Sepuluh hari pertama di
bulan Dzulhijjah (tanggal 1 – 10 Dzulhijjah), karena itu Imam Ibnu Hajar Al
Asqalani mengatakan : Tidak ada hari yang istimewa melebihi ke-istimewaan awal
bulan Dzulhijjah. Karena dihari-hari itu berkumpul-lah semua ibadah : Sholat,
Shaum, Ber-infak, Ber-Qurban, Haji, maka disebut sebagai hari yang istimewa.
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Abu Daud, Imam Thirmidzy, Imam Ibnu Majah, Imam Ahmad, dari Ibnu ‘Abbas,
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidak ada amal-sholih yang dilakukan oleh
seorang hamba yang jauh lebih dicintai oleh Allah subhanahau wata’ala, melebihi
amalan yang dilakukan pada hari-hari sepuluh
pertama di bulan Dzulhijjah”. Maka
para sahabat bertanya : “Bahkan
dibandingkan dengan Jihad ya Rasulullah ?’ Beliau bersabda : “Bahkan jika dibandingakan dengan jihad
fissabilillah. Kecuali seseorang berjihad dengan mambawa dirinya dan ia tidak
kembali”.
Maka bila kita beribadah, sholat atau
ber-infak pada hari-hari tersebut (Hari sepuluh pertama Dzulhijjah) pahalanya
lebih besar dibandingkan ibadah di hari-hari yang lain. Karena ibadah tersebut
lebih dicintai oleh Allah subhanahu
wata’ala.
Hendaknya setiap muslim mengetahui akan
hal tersebut. Agar waktu tersebut tidak disia-siakan. Setiap muslim yang cerdas
akan tahu mana hari-hari (waktu-waktu) yang Allah melebihkan dibanding
hari-hari yang lain.
Orang yang tidak berilmu tidak bisa
membedakan akan hal tersebut. Maka sering terjadi hari-hari atau waktu-waktu
yang berharga itu sering tidak diperhatikan, berlalau begitu saja (ditinggalkan).
Apakah amal sholih yang bisa kita
lakukan ? Ialah : Shaum (puasa).
Dalam Hadits diriwayatkan bahwa
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
melakukan shaum sejak hari pertama sampai dengan hari ke sembilan Dzulhijjah.
Hal itu berdasarkan ke-umuman dalil. Artinya, kita boleh melakukan Shaum Sunnah dari tanggal 1 – 9
Dzulhijjah. Atau 3 hari, 5 hari atau 6 hari saja tergantung kemampuan.
Bagaimana dengan Shaum Tarwiyah (8
Dzulhijjah)? Ternyata dalilnya lemah,
Haditsnya Maudhu’(palsu) tidak bisa dibuat dasar beramal. Kecuali seseorang
melakukan shaum sejak 1 Dzulhijjah. Maka tanggal 8 Dzulhijjah (Hari Tarwiyah)
boleh shaum sampai dengan tanggal 9 Dzulhijjah. Tanggal 9 Dzulhijjah adalah Hari
Arofah, para jamaah Haji melakukan Wukuf di Arofah, dan kita yang tidak
berhaji melalukan shaum Arofah.
Ketika pagi hari Idul Ad-ha kita
disunnahkan berpuasa sampai selesai sholat Idul Adha, barulah kita dibolehkan
untuk makan dan minum. Berbeda dengan
Idul Fitri, di mana kita dianjurkan
untuk makan pagi sebelum melakukan sholat Idul Fitri.
Sedangkan Shaum Arofah disunnahkan,
ada Haditsnya. Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam bersabda : Shaum
Arofah aku harapkan dalam pandangan Allah akan mampu menghapuskan dosa satu
tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Haditsnya Shahih.
Para Ulama berpandangan, apakah yang bisa dihapus hanya dosa-dosa
kecil ataukah termasuk dosa-dosa besar ? Imam
An Nawawi mengatakan : Yang bisa dihapuskan dengan puasa Arofah hanya
dosa-dosa kecil saja. Tetapi mudah-mudahan dosa-dosa besarnya dikurangi
walaupun tidak dihapuskan. Tetapi Ibnu Taimiyah dalam Fattawa-nya
mengatakan : Bahkan dosa besar-pun
dihapuskan. Sebagaimana dalam Hadits
tidak disebutkan dosa besar atau dosa kecil.
Mengenai
Takbir dan Dzikir.
Dalam hadits diceritakan bahwa Ibnu Mas’ud dan Ibnu Umar bertakbir sampai beliau masuk ke pasar-pasar.Dan
orang-orang yang mendengar lalu mengikutinya bertakbir. Dan itu dilakukan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.
Atas dasar Hadits tersebut, para ulama
mengatakan bahwa Takbir, Tahmid, dan Tasbih adalah Mutlaq dan Muqayat. Mutlak, artinya tidak terikat waktu dan tempat boleh
dilakukan, tidak harus dan disesuaikan dengan situasi. Muqayat (Terbatas waktunya), sejak terbit Fajar tanggal 9
Dzulhijjah setelah Sholat Subuh sampai Sholat Ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Silakan Takbiran
(ber-Takbir) setelah sholat Fardhu dipimpin oleh imam Sholat. Jangan terlalu
lama, tetapi sesuaikan dengan keadaan (kebutuhan).
Haji
dan Umrah.
1.
Keutamaan yang
luar-biasa
bagi yang berkesempatan melakukan Haji dan Umrah, Alhamdulillah. Yang belum berkesempatan harap bersabar.
2.
Amalan sholih
secara umum
: Sholat, dzikir, shaum, shodakoh, membaca AlQur’an, bertaubat, ber-
Amar-Ma’ruf Nahi Munkar, akan berlipat-lipat pahalanya (nilai kebaikannya),
ketika sepuluh hari pertama Dzulhijjah.
3. Ber-Qurban. Selain ber-Qurban juga melakukan
amalan yang lain. Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhu mengatakan : Bila
kita mengamalkan Amal-sholih, maka
pahalanya berlipat-lipat. Demikian pula
bila kita melakukan keburukan, dosa, pada hari-hari sepuluh Dzulhijjah, maka dosa-dosanya juga berlipat-lipat. Maka berhati-hatilah, jangan tidak melakukan
amal-sholih tetapi justru melakukan keburukan di sepuluh pertama Dzulhijjah. Na’udzubillah.
Istilah Qurban, tidak lazim bagi orang-orang di Arab Saudi, yang mereka
lazim-kan adalah ‘Ud-hiyah. Istilah Qurban berasal dari kata Qaraba (dekat), merupa-kan upaya untuk
mendekatkan diri kepada Allah subhanahu
wata’ala. Media Qurban (mendekatakan
diri) bisa berupa apa saja, misalnya Ber-Qurban, Sholat, Ber-shodakoh, Shaum,
membaca AlQur’an dst. semua itu termasuk dalam katagori ber-Qurban.
Tetapi ‘Ud-hiyah adalah khusus pada hewan yang disembelih untuk ber-Qurban.
Untuk istilah Qurban, bisa dilihat pada AlQur’an Surat Al Maa-idah ayat 27 :
سُوۡرَةُ المَائدة
وَاتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَاَ ابۡنَىۡ اٰدَمَ بِالۡحَـقِّۘ
اِذۡ قَرَّبَا قُرۡبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنۡ اَحَدِهِمَا وَلَمۡ يُتَقَبَّلۡ مِنَ
الۡاٰخَرِؕ قَالَ لَاَقۡتُلَـنَّكَؕ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ
الۡمُتَّقِيۡنَ ﴿۲۷﴾
Ceritakanlah
kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil)
dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti
membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang
bertakwa".
Atas dasar ayat tersebut, para ulama
berpendapat bahwa tidak semua Qurban diterima oleh Allah subhanahu wata’ala. Dikarenakan orang yang ber-Qurban tidak ikhlas
karena Allah swt, tetapi karena ingin dipuji, dst. Atau hewan yang dibuat
Qurban cacat, sakit atau terlalu kurus tidak memenuhi syarat ber-Qurban.
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah, para sahabat bertanya :”Ya
Rasulullah, bagaimana hukum menyembelih Qurban (‘Ud-hiyah), beliau menjawab :
Menyembelih Qurban adalah Sunnah (ajaran) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Para
sahabat bertanya : “Lantas kami mendapat apa dengan menyembelih Qurban itu?”. Beliau
menjawab : “Setiap helai bulu hewan yang dibuat Qurban akan dihitung sebagai
pahala”.
Maksud Hadits tersebut adalah : Bahwa
pahala bagi orang yang ber-Qurban adalah sebanyak bulu hewan yang disembelih.
Maknanya : Tidak terhitung, saking banyaknya pahala. Sanggupkah manusia menghitung
bulu hewan yang dibuat Qurban ? Pasti tidak sanggup, saking banyaknya bulu
hewan itu. Demikianlah pahala bagi orang yang ber-Qurban.
Hadits yang lain (Hadits Dho’if),
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
bersabda : “Barangsiapa yang ada keluasan
rezki tetapi tidak mau ber-Qurban, hendaklah ia tidak mendekati masjidku”. Hadits tersebut Dho’if tetapi bisa dibuat untuk mendorong orang berbuat amal. Barangsiapa
yang ada kelebihan harta, jangan ragu-ragu untuk ber-Qurban. Pasti akan diganti oleh Allah subhanahu wata’ala.
Secara Syar’i, definisi Qurban adalah : Hewan
yang disembelih dalam rangka orang mendekatkan diri kepada Allah subhanahu
wata’ala, pada hari tertentu dengan syarat khusus.
Waktunya tertentu, tidak boleh menyembelih
Qurban sebelum Sholat Idul Ad-ha 10
Dzulhijjah, tetapi setelah selesai Khutbah Idul Ad-ha maka boleh menyembelih
hewan Qurban, sampai waktu Ashar 13 Dzulhijjah.
Hukum
Ber-Qurban.
Terbagi dua, yaitu :
1. Menurut pendapat Rubi’ah Al ‘Uzai juga Madzhab Hanafi
dan sebagian Madzhab Maliki. Mereka berpendapat bila seseorang sudah punya
harta pada 10 Dzulhijjah tetapi tidak mau ber-Qurban, maka ia berdosa.
2.
Jumhur
Ulama berpendapat bahwa Hukum Ber-Qurban adalah Sunnah Muakadah (Sangat dianjurkan). Bila tidak ber-Qurban maka
tidak berdosa. Demikian pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin
Hanbal.
Syarat Wajib atau Sunnah, menurut Imam Abu Hanifah (Madzhab Hanafi), bila seseorang memiliki harta senilai 200 Dirham, atau 595 gram perak, (bila
harga perak Rp 11.000,- per-gram), maka senilai Rp 6,545.000,- (Enam juta lima
ratus enam puluh lima ribu rupiah), padah
hari 10 – 13 Dzulhijjah ia tidak ber-Qurban, maka ia berdosa. Ia wajib
ber-Qurban.
Menurut Imam Maliki seseorang yang mempunyai harta untuk kebutuhan satu tahun,
senilai dengan hewan Qurban, maka ia termasuk orang mampu. Ia sudah terkena
Sunnah ber-Qurban. Jangan khawatir
kehabisan harta karena ber-Qurban, Bila ber-Qurban maka Allah mengganti dengan
yang lebih banyak lagi. Itu pasti.
Menurut Imam Syafi’i : Bila seseorang memiliki kelebihan harta untuk
kebutuhan pada hari-hari Qurban (10 – 13 Dzulhijjah) atau senilai dengan hewan
Qurban., meskipun dengan cara berhutang, dengan syarat pasti mampu membayar
hutangnya itu, maka ia disunnahkan
untuk ber-Qurban.
Memotong
kuku dan rambut sebelum ber-Qurban.
Hadits shahih riwayat Imam Muslim dari Ummu
Salamah, Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “Bila kalian
melihat hari pertama (Hilal) satu
bulan Dzulhijjah lalu salah satu dari kalian berniat untuk menyembelih Qurban
maka hendaklah ia menahan memotong kuku dan rambutnya”.
Menanggapi Hadits tersebut para Ulama
berbeda pendapat, larangan tersebut berarti haram atau makruh. Sebagian Madzhab
Hanabilah (Hambali) mengata-kan : Haram.
Tidak boleh memotong kuku dan/atau
rambut (cukur, potong kumis,
jenggot, bulu ketiak, dst), adalah Haram hukumnya.
Tetapi Jumhur Ulama mengatakan : Makruh.
Abu Hanifah mengatakan : Boleh. Karena sebetulnya larangan itu hanya berlaku
bagi orang yang sedang dalam keadaan Ihram ketika ibadah Haji.
Syarat
hewan
yang disembelih untuk Qurban:
1. Tidak buta, sakit,
pincang, tidak terlalu kurus atau tua.
2. Umur Hewan : Domba
minimal 6 bulan, Kambing minimal 2 tahun, Sapi minimal 2 tahun dan unta minimal
5 tahun.
Menurut Hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bila
seseorang mampu untuk ber-Qurban seekor unta atau sapi, maka boleh untuk atas
namanya sendiri (seorang) atau
mengatas-namakan keluarga misalnya sebanyak 20 orang, maka itu boleh. Atau
patungan (gotongroyong) seekor unta
(sapi) untuk 7 orang., maka itu boleh. Boleh
7 orang itu satu keluarga, boleh juga orang bukan keluarga. Bila tidak bisa 7
orang, maka lebih baik dibelikan
kambing(domba), setiap orang ber-Qurban
seekor kambing (domba).
Seekor kambing(domba) boleh untuk
Qurbannya orang sekeluarga. Dalam Hadits
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
menyembelih seekor domba dengan ucapan : Ini
dariku, keluargaku dan orang yang belum sempat ber-qurban.
Seekor kambing (domba) boleh untuk atas-nama
sekeluarga tetapi bukan (tidak boleh) patungan. Misalnya seorang Bapak
ber-Qurban dengan ucapan : Ini dariku dan keluargaku. Maka itu boleh.
Sunnahnya dalam menyembelih :
1. Pisau harus tajam,
2. Tidak boleh
mengasah pisau di depan hewan yang akan disembelih.
3.
Ketika
menyembelih hadapkan hewan ke arah Kiblat, orang yang menyembelih-pun menghadap
ke arah Kiblat.
4.
Membaca Basmalah, sholawat (boleh juga),
Takbir sebelum menyembelih. Bismlahi Allahhu Akbar atau Bismillahirrohmanairrohim,
Allahu Akbar – Allahu Akbar.
5. Sebelumnya membaca
do’a (boleh dengan bahasa Indonesia) : Ya
Allah ini Qurban dari saya, terimalah ya
Allah. Sebaiknya orang yang
ber-Qurban yang menyembelih, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw, beliau
menyembelih hewan Qurban beliau sendiri.
Tetapi boleh juga diwakilkan kepada orang lain yang bisa menyembelih.
6. Tidak menyembelih
di hadapan hewan yang belum disembelih.
7. Hewan yang
disembelih harus benar-benar sudah mati, jangan sampai menguliti hewan yang belum benar-benar mati.
Jatuhnya menjadi haram, statusnya menjadi bangkai.
Pembagian
daging Qurban.
Madzhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali
pendapatnya sama : Daging hewan dibagi tiga bagian, sepertiga untuk dimakan keluarga sendiri, sepertiga untuk orang-orang
terdekat dan sepertiga untuk
disedekahkan.
Tetapi ada yang memahaminya : Daging
Qurban dibagi tiga (masing-masing bagian tidak harus sama), satu bagian untuk
dimakan sekeluarga, satu bagian untuk orang-orang
terdekat dan satu bagian untuk disedekahkan.
Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa tidak ada pembagian sepertiga atau
seper-berapa, silakan disedekahkan
semua. Imam Syafi’i mengatakan : Sedekahkan seluruhnya, kecuali sedikit
saja dimakan oleh keluarga sendiri, sebagai Taqarrub (mendekatkan
diri) kepada Allah subhanahu wata’ala,
mudah-mudahan berkah.
Pendistribusian
daging Qurban.
Bolehkah seseorang ber-Qurban di tempat
tinggalnya tetapi dagingnya dikirimkan ke daerah-daerah yang sangat memerlukan
pembagian daging? Menurut pendapat Imam
Abu Hanifah (Madzhab Hanafi) yang demikian itu Makruh, kecuali untuk kerabat atau orang yang lebih membutuhkan.
Harus dibuktikan bahwa memang benar-benar suatu daerah memerlukan daging
Qurban. Kalau benar-benar membutuhkan
maka boleh. Tetapi bila tidak benar-benar membutuhkan,
atau hanya sekedar sebagai bangga-banggaan, maka itu makruh.
Menurut Imam Maliki, Imam Syafi’i dan
Ahmad bin Hanbal (Madzhab Hanabillah) jaraknya harus 65 km. Lebih dari itu
tidak boleh. Kecuali bagi orang yang membutuhkan. Maka MUI (Majlis ulama Indonesia) menfatwakan
: Boleh untuk kemaslahatan.
Bolehkah memberikan daging Qurban untuk
orang kafir (Yahudi, Nasrani, dll) yang bukan muslim?
Dalam Hadits disebutkan bahwa seorang
sahabat ketika membagikan daging Qurban sambil bertanya : “Ya Rasulullah, kami sedang membagikan daging Qurban, bolehkan kami
memberikan kepada orang Yahudi dan Nasrani?”. Rasulullah shollallahu ‘laihi wasallam menjawab : ‘Bila engkau berikan orang itu semakin cinta kepada Islam dan sesudah
itu ia masuk Islam, maka silakan engkau berikan. Tapi bila tidak, bahkan mereka
semakin memusuhi kita, maka tidak usah engkau berikan”.
Hadits tersebut menjadi Asbabunnuzul
turunnya Surat Al Baqarah ayat 272 :
سُوۡرَةُ البَقَرَة
لَيۡسَ عَلَيۡكَ هُدٰٮهُمۡ وَلٰـكِنَّ اللّٰهَ يَهۡدِىۡ
مَنۡ يَّشَآءُ ؕ وَمَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ خَيۡرٍ فَلِاَنۡفُسِكُمۡؕ وَمَا
تُنۡفِقُوۡنَ اِلَّا ابۡتِغَآءَ وَجۡهِ اللّٰهِؕ وَمَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ خَيۡرٍ
يُّوَفَّ اِلَيۡكُمۡ وَاَنۡـتُمۡ لَا تُظۡلَمُوۡنَ ﴿۲۷۲﴾
Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang
memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja
harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk
kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari
keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu
akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).
Atas dasar ayat tersebut, para ulama
berpendapat bahwa kita boleh memberikan kepada non-muslim, karena mereka
bertetangga dengan kita, baik mereka miskin atau kaya.
Tanya-Jawab.
Pertanyaan:
Bolehkah ber-Qurban dengan membeli hewan
Qurban dari uang hasil arisan?
Jawaban
:
Boleh.
Sebagaimana bolehnya orang be-Qurban dengan berhutang, yang hutang
tersebut dijamin pasti dibayar.
Pertanyaan
:
Bolehkah ber-Qurban dengan atas nama orang
(orangtua kita) yang sudah meninggal ?
Jawaban
:
Boleh.
Tetapi bila ber-Qurban, diutamakan untuk atas nama orang masih
hidup. Tetapi ber-Qurban untuk atas nama
bayi yang sedang dalam kandungan, menurut sahabat Ibnu Umar, tidak boleh.
Pertanyaan:
Bagaimana dengan anak yang sampai dewasa
tidak di ‘Aqiqah-kan. Bolehkah ia ber-Qurban?
Jawaban:
‘Aqiqah adalah menyembelih kambing(domba)
sebagai rasa syukur atas kelahiran seorang anak (bayi). Tetapi bila tidak bisa menyembelih hewan
‘Aqiqah ketika bayi lahir, maka kelak
setelah dewasa anak tersebut bisa melakukan Qurban (menyembelih Qurban) saja,
tidak usah melakukan ‘ Aqiqah.
Tetapi bila seseorang hendak melakukan
Qurban tetapi ada anak yang masih kecil belum di ‘Aqiqah-kan, maka boleh
melakukan penyembelihan Qurban dan
menyembelih satu hewan lagi untuk ‘Aqiqah anaknya, waktunya bersamaan dengan
menyembelih hewan Qurban. Yang demikian boleh tetapi niatnya harus jelas, satu
untuk Qurban dan yang satu lagi diniatkan untuk ‘Aqiqah.
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYAHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUB U ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
___________
No comments:
Post a Comment