PENGAJIAN DHUHA
MASJID BAITUSSALAM
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Muslimin dan muslimah yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Tentang sejarah
periwayatan AlQur’an dari masa Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam sampai kepada
kita, bagaimana para Ulama menjaga keutuhan, keaslian dan kemurnian AlQur’an,
maka hendaknya kita berkenalan terlebih dahulu dengan AlQur’an.
Para ulama
mengatakan bahwa AlQur’an adalah Kalamullah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shollallahu
‘alaihi wasallam Ada Kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Musa a.s. yaitu Taurat, kepada Nabi Dawud a.s. yaitu
Zabur, yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s. yaitu Injil.
Keistimewaan
AlQur’an dibandingkan dengan Kalamullah yang lain (yang diturunkan kepada
Nabi-Nabi yang lain), antara lain bahwa AlQur’an bersifat sebagai Mu’jizat. Dan Mu’jizat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam jumlahnya
ratusan, salah satunya adalah AlQur’an.
Pertama, dari
susunan kata dan ayatnya saja AlQur’an tidak ada yang bisa menandingi. Bahkan
Allah subhanahu wata’ala menantang
dalam AlQur’an, siapa yang ragu terhadap kebenaran AlQur’an, silakan membuat
yang semisal satu ayat saja, dan tantangan tersebut sampai sekarang masih
berlku, tetapi tidak pernah ada yang bisa membuat satu ayat saja yang semisal
dengan Ayat AlQur’an.
Lihat AlQur’an Surat Al Baqarah ayat 23 :
وَاِنۡ کُنۡتُمۡ فِىۡ رَيۡبٍ مِّمَّا نَزَّلۡنَا عَلٰى
عَبۡدِنَا فَاۡتُوۡا بِسُوۡرَةٍ مِّنۡ مِّثۡلِهٖ وَادۡعُوۡا شُهَدَآءَكُمۡ مِّنۡ
دُوۡنِ اللّٰهِ اِنۡ كُنۡتُمۡ صٰدِقِيۡنَ ﴿۲۳﴾
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran
yang Kami(Allah) wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat
(saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,
jika kamu orang-orang yang benar.
Kedua, dari
sisi konten-nya, betapa banyak konten (isi) yang baru saja bisa dipahami,
misalnya konten yang berhubungan dengan bidang kedokteran (medis), di zaman
Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi
wasallam orang tidak paham, setelah beratus tahun kemudian barulah para
ahli kedokteran menemukan, ternyata apa yang dikatakan AlQur’an sesuai dengan
penelitian ilmiahnya.
Demikian pula di
bidang biologi, astronomi dsb., maka baik lafadz, susunan katanya maupun kontennya AlQur’an merupakan Mu’jizat.
Mu’jizat artinya
sesuatu yang melemahkan. Selalu mengalahkan lawannya.
Ketiga, di
antara keistimewaan yang lain dari AlQur’an adalah : Senantiasa bernilai ibadah ketika kita membacanya, walaupun tidak paham
maknanya.
Misalnya ada orang
membaca : Alif – Laam – Miim, orang tidak paham maknanya, tetapi tetap
mendapat pahala dari Allah subhanahu
wata’ala.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dalam Hadits
menegaskan : Siapa yang membaca satu
huruf di dalam AlQur’an, maka ia akan mendapatkan satu kali sepuluh kebaikan.
Maka bila orang membaca Alif – Laam – Miim (tiga huruf), maka ia mendapat
pahala tigapuluh kebaikan.
Demikian itu yang
tidak paham akan maknanya, apalagi yang paham, menghayati, lalu mendakwahkan
kepada orang lain, maka ia akan mendapat berlipat-lipat pahala dari Allah subhanahu wata’ala.
AlQur’an sampai
kepada kita secara mutawatir bersambung
terus menerus, yaitu dari Rasulullah saw kepada para sahabat, lalu kepada
Tabi’in dan dari Tabi’in kepada Tabi’uttabi’in, dan seterusnya sampai kepada
zaman kita saat ini.
Di antara ciri
AlQur’an adalah tertulis pada Mushaf dari mulai Surat Al Fatihah sampai
dengan Surat An Naas.
Maka deffinisi
AlQur’an : Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam, bernilai sebagai Mu’jizat, bernilai
ibadah ketika membacanya, sampai kepada kita secara mutawatir, terus-menerus
tidak terputus, tertulis pada Mushaf-Mushaf, diawali Surat AlFatihah dan
diakhiri dengan Surat An Naas.
Bagaimana
AlQur’an sampai kepada kita.
AlQur’an tidak
mungkin mengalami penambahan dan pengurangan, karena AlQur’an sampai kepada
kita dengan dua cara :
1.
Dengan cara Talaqqi, dari lisan ke lisan.
2.
Dengan cara menuliskan, sejak zaman para
sahabat.
Melalui
Tulisan.
Ketika ayat-ayat
AlQur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw, lalu dismpaikan kepada para
sahabat, oleh para sahabat dicatat dan dihafalkan. Mencatatnya bukan hanya di kertas tetapi di
permukaan apa saja, pelepah korma, kulit binatang, lempengan batu, kain jubah
para sahabat, tulang-tulang, dst.
Para sahabat
menuliskan, menghafalkannya berulang-ulang di hadapan Rasulullah saw , sehingga
yakin tidak ada yang salah.
Para sahabat yang
menulis dan menghafalkan ayat-ayat AlQur’an tidak langsung menyampaikan ke
orang lain, tetapi membacakan kembali terlebih dahulu di hadapan Rasulullah saw
supaya tidak ada yang keliru.
Sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Zaid bin Tsabith rodhiyallahu
‘anhu.
Dalam Hadits : Zaid bin Tsabith berkata : Aku selalu
menulis di hadapan Rasulullah saw ketika wahyu turun. Ketika aku selesai
menulis maka aku membacakan kembali hasil tulisanku di hadapan beliau, karena
beliau menyuruh kami :”Bacalah lagi berulang-ulang”, maka aku menyerahkan tulisanku itu kepada
beliau, bila ada hal-hal yang keliru
beliau langsung membetulkan saat itu juga. Setelah dinytakan benar, maka aku
keluar menyampaikan apa yang telah aku tulis dan menyampaikan kepada manusia”
Artinya, dari orang pertama AlQur’an benar-benar ketat
cara penjagaannya.
Yang menulis wahyu
(AlQur’an) bukan hanya satu atau dua orang, melainkan banyak para sahabat
Rasulullah saw. Selain Zaid bin Tsabith r.a. ada Ali bin Abi Thalib, ‘Utsman
bin ‘Affan, Abubakar as Siddiq, Umar bin Khathab dan masih banyak lagi. Kemudian ketika di Madinah ketika wahyu
turun, lebih banyak lagi yang menulisnya.
Ketika di zaman
Rasulullah AlQur’an tidak dibukukan, masih berupa lembaran-lembaran.
Masing-masing para sahabat ada yang memegang tulisan Surat Al Baqarah, ada yang
pegang Surat Al Fatihah saja, ada yang memegang catatan 20 Juz, bahkan ada yang
memegang 30 Juz tetapi susunannya belum rapih.
Ketika Rasulullah
saw wafat dan pada masa
ke-Khalifahan Abubakar as Siddik r.a
terjadi peperangan terhadap orang-orang yang Murtad (keluar dari Islam),
dan para penghafal AlQur’an banyak yang wafat, gugur di medan peperangan. Para
ahli sejarah Islam mengatakan yang meninggal sekitar 700-an orang Syuhada.
Sehingga Umar bin
Khathab r.a berinisiatif dan memberikan saran kepada Khalifah Abubakar as
Siddiq agar segera mengumpulkan ayat-ayat AlQur’an, karena dikhawatirkan ada
ayat-ayat yang tercecer, ada perubahana kalimat dst. maka hal itu tidak boleh
dibiarkan. Sementara itu para penghafal
AlQur’an sudah semakin sedikit jumlahnya.
Maka ketika itu
Khalifah Abubakar as Siddiq r.a. mengumpulkan seluruh sahabat yang hafal
AlQur’an dan menyimpan catatannya. Kemudian dibentuk panitia penyusunan
AlQur’an. Ketua Panitianya ditunjuk Zaid
bin Tsabith r.a., orang yang paling banyak menulis wahyu (ayat-ayat
AlQur’an).
Ternyata penjagaan
terhadap AlQur’an ini sangat ketat. Mereka yang hafal tidak serta-merta
hafalannya langsung ditulis kembali, tetapi syaratnya harus membawa lembaran
tulisannya masing-masing. Jika ada seseorang hanya membawa lembaran catatannya
saja dan tidak ada yang hafal selain yang membawa catatan itu, maka tulisan itu
di tolak. Demi menjaga ke-aslian AlQur’an.
Ada yang hafal
saja, tidak ada tulisannya, maka itupun ditolak, karena tidak mungkin AlQur’an
tidak ditulis. Pasti ada yang menulisnya. Sampai akhirnya disepakati oleh para
sahabat hingga terkumpul secara sempurna 30 Juz AlQur’an yang di awali dengan Surat Al Fatihah dan di akhiri dengan Surat An Naas.
Maka disalinlah
seluruhnya, disusun dalam satu kitab dan
susunan catatan itu disimpan oleh Asmah
putri Khalifah Abubakar as Siddiq r.a.
Ketika Khalifah
Abubakar as Siddiq r.a wafat, maka kumpulan catatan yang semula disimpan oleh
Asmah kemudian disimpan oleh Hafshah putrid
Umar bin Khathab r.a dan selanjutnya ketika masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan r.a. terjadi hal yang mengejutkan,
yaitu di sebagian tempat (daerah) kaum muslimin ada yang berbeda cara
membacanya. Naskahnya sama yaitu AlQur’an 30 Juz yang sudah disepakati, tetapi
ternyata sebagian kaum muslimin berbeda cara membacanya.
Misalnya dalam
Surat Al Lail : Wama kholaqodzdzakaro wal untsa – sebagian kaum muslimin
membacanya : Dzakaro wal untsa – tanpa Ma kholaqo.
Di lain ayat : Kal
‘ihnil manfus – sebagian kaum muslimin membacanya : Kassufil
manfus.
Mengapa itu bisa
tgerjadi, karena AlQur’an diturunkan dengan tujuh cara membaca yang berbeda. Maka kita pernah mendengar bacaan
Murotal Surat Adh Dhuha : Wadhdhuha
wallaili idza saja – dibacanya: Wadhdhuhee wallaili idza sajee. .Demikian masih banyak lagi cara membaca ayat
yang berbeda ejaannya.
Tetapi demi
kemaslahatan umat, maka Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan atas usul sahabat Hudzaifah
r.a. mengatakan : Mushaf AlQur’an telah
tersusun 30 Juz maka cara membacanya harus diseragamkan. Tidak boleh ada lafadz
yang berbeda. Maka dipilih cara
membaca dengan ejaan yang paling
banyak diamalkan dan dipilih yang paling fasih. Maka itulah yang ditulis dalam
Mushaf AlQur’an, sehingga lafadz-lafadz yang lain dihilangkan (dimusnahkan).
Kemudian oleh
Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan Mushaf
Induk itu dikirimkan ke beberapa wilayah (tempat) : Satu disimpan
Madinah, satu dikirim ke Mekkah, dan masing-masing satu buah Kitab Mushaf
dikirim ke Yaman, Bahrain, Bashrah, Kuffah, dan Syam. Ada tujuh Salinan dan itulah yang menjadi cikal-bakal Mushaf AlQur’an Kontemporer (Sampai
kini).
Ketika masa
Abubakar as Siddiq r.a beliau tidak
membatasi, selama itu datang dari Rasulullah saw maka silakan dibaca. Ketika
masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan, bukan sekedar dikumpulkan tetapi
dipilah-pilah lagi dan hanya boleh satu ejaan (satu kata) saja. Kata dan ejaan
yang lain harus dimusnahkan (ditiadakan).
Karena pada masa
Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan terjadi peperangan antar kaum muslimin hanya karena
perbedaan Lafadz ketika membaca AlQur’an, maka demi menghindari fitnah
yang lebih besar, Khalifah ‘Utsman bin
‘Affan memusnahkan Mushaf selain Mushaf yang telah disepakati oleh para
sahabat. Setelah itu Mushaf itu disalin
dan dicetak sebagaimana Mushaf yang kita kenal sekarang.
Tetapi muncul
persoalan baru lagi, yaitu Mushaf pada masa ‘Utsman bin ‘Affan tidak seperti
Mushaf AlQur’an yang kita kenal sekarang.
Mushaf yang kita kenal sekarang huruf-hurufnya mudah dibaca, antara
huruf satu dan lainnya sudah bisa dibedakan cara membacanya dengan tanda-tanda
baca, dengan titik, baris dan harakat yang membedakan ejaan a – i – u, dan panjang-pendeknya ejaan (Mad).
Mushaf AlQur’an
zaman ketika itu tidak ada tanda bacanya, titik atau baris dan harakatnya. Dan
AlQur’an yang kita kenal dan kita gunakan sekarang adalah AlQur’an asli dari zaman
‘Utsman bin ‘Affan. Dan itu sudah diberi tanda-tanda baca bahwa sebagian
Mushaf sudah diberi warna-warni, namun dari kita masih banyak yang tidak bisa
membaca. Kalaupun bisa, membacanya tidak
lancar.
Kemudian muncul Ilmu
Rasm dan Ilmu Dhabt.
Imu Rasm adalah
ilmu yang mempelajari huruf demi huruf AlQur’an.
Ilmu Dhabt adalah
ilmu yang mempelajari Tanda-Baca dari AlQur’an.
Sebetulnya
inisiasi Tanda-Baca sudah dimulai ketika masa Abul Aswad Ad Du’ali. Kemudian AlQur’an diberikan tanda-baca oleh
Imam Abul Aswad Ad Du’ali tetapi hanya terbatas pada tanda baca I’rab, supaya tidak salah makna.
Karena dalam
AlQur’an, harakat sangat berpengaruh
pada makna. Misalnya Dhomah dan Fat-hah bisa berbeda
makna. Dengan dhomah yang bermakna
subjek dan ketika dengan fat-hah menjadi objek.
Maka Abul Aswad Ad
Du’ali menuliskan sebagian Tanda-Baca, yaitu suatu huruf diberi titik di atas (fat-hah) dan titik di bawah huruf (kasrah) dan dhomah titiknya di depan huruf. Tanda baca dobel berarti Tanwin. Itupun tidak semua huruf, hanya
tempat-tempat yang berpotensi akan berubah makna bila salah membacanya.
Karena masih banyak
juga yang salah baca, kemudian diberi tanda baca lagi oleh Imam Nashr bin ‘Ashim Thariq, yaitu diberi tanda I’jam (tanda-baca yang membedakan
antara satu huruf dengan huruf yang lain. Misalnya : huruf Ba – Ta – Tsa dengan tanda titi-titik di atasnya,
misalnya : Sin dan Syin
dengan tanda baca titik-titik di atasnya. Dahulunya titik itu berupa garis,
sekarang menjadi titik. Dan Harakat, dahulunya bukan garis
tetapi titik.
Sampai akhirnya
berupa Mushaf seperti yang kita kenal sekarang. Benar-benar terjaga
keasliannya, baik dari sisi tulisannya maupun dari sisi bacaannya. Bahkan
huruf-hurufnya terjaga, tidak ada penambahan dan pengurangan.
Demikianlah para
Ulama menjaga AlQur’an dari sisi bacaan dan tulisannya.
Maka sejarah
periwayatan AlQur’an dari sisi penulisan tersebut melahirkan dua cabang Ilmu : Ilmu
Rasm dan Ilmu Dhabt. Sebagaimana disebutkan di atas.
Bagaimana
AlQur’an sampai kepada kita melalui lisan.
Pertama,
Malaikat Jibril menyampaikan wahyu (ayat-ayat AlQur’an) kepada Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam. lafadz,
makna dan tafsirnya.
Kemudian Nabi
Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam
menyampaikan wahyu tersebut kepada Para
Sahabat. Selanjutnya para sahabat membacakan kepada para Tabi’in
(anak-anak para sahabat), kemudian para Tabi’in membacakan kepada para Tabi’uttabi’in
(cucu para sahabat) dan para Tabi’uttabi’in meneruskan kepada
generasi berikutnya sampai kepada kita.
Begitulah AlQur’an
disampaikan dari lisan ke lisan.
Yang menarik
adalah : Tidak semua para sahabat mengajarkan AlQur’an, terutama dari sisi cara
membacanya. Rasulullah shollllahu ‘alaihi
wasallam telah memilihkan sebagian para sahabat yang bisa dijadikan
rekomendasi untuk belajar AlQur’an. Rasulullah s.a.w. sendiri yang memberikan
saran kepada sahabat siapa seseorang harus belajar AlQur’an. Misalnya dalam
Hadits Shahih disebutkan bahwa beliau
menyarankan agar belajar AlQur’an kepada sahabat bernama Ibnu Mas’ud rodhiyallahu
‘anhu. Juga
disebutkan nama sahabat Salim bin
Khudzaifah, ada lagi Zaid bin
Tsabith, Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib, ‘Utsman bin ‘Affan. dst.
Tidak semua
sahabat mengajar cara membaca AlQur’an. Para sahabat yang mengajarkan cara
membaca AlQur’an adalah para sahabat “yang telalh lulus” cara membacanya dari
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam.
Sahabat yang lain mungkin bisa, tetapi belum pada tingkat “terbaik”.
Namun demikian
kenyataannya cara membaca AlQur’an masih ada yang berbeda meskipun sudah
diseragamkan. Misalnya di wilyah-wilayah
Afrika, Maroko atau Aljazair,
Karena AlQur’an
diturunkan dengan 7(tujuh) macam huruf (cara bacaan) yang berbeda, kemudian
pada Masa Tabi’uttabi’in muncul para Imam yang dijadikan rujukan,
tetapi ternyata para Imam tersebut cara membacanya berbeda satu sama lain.
Padahal Mushaf-nya sama, yaitu Mushaf
‘Utsmani (Mushaf Utsman bin ‘Affan). Maka dari sekian banyak Imam lalu
diseleksi-lah oleh Imam Ibnu Mujahid, dan lahirlah 7(tujuh) Imam
ditambah 3 (tiga) oleh Imam Al Jazari,
ternyata sekarang telah disimpulkan oleh para Ulama bahwa AlQur’an yang shahih
(Asli) cara membacanya harus mengikuti salah
satu dari sepuluh (7+3) Imam tersebut di atas yang telah dinyatakan cara
membaca AlQur’an adalah shahih, walaupun cara membacanya berbeda-beda.
Bahwa bacaan
AlQur’an yang shahih harus merujuk salah-satu dari sepuluh Imam tersebut di
atas, kalau ada orang membaca AlQur’an keluar dari sepuluh Imam tersebut, maka
bacaannya dianggap Shagh (tidak sah).
Ternyata bacaan
AlQur’an yang ada saat ini di seluruh dunia 90% mengikuti bacaan Imam ‘Ashim. Beliau punya dua murid
yang terkenal : Imam Syu’bah dan Imam Hafs. Ternyata bacaan kedua murid itu berbeda. Lalu
kita ikut Imam yang mana ? Ikutlah Imam
Hafs, salah seorang murid Imam ‘Ashim.
Dalil bahwa
AlQur’an diturunkan dengan 7 (tujuh) macam bacaan yang berbeda, diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, disepakati keshahihan Haditsnya, Rasulullah
saw bersabda : “Jibril membacakan
AlQur’an kepadaku dengan satu huruf bacaan, kemudian aku mengulanginya tujuh
kali, sehingga satu ayat bisa tujuh macam cara membacanya”.
Ketika Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam membacakan
kepada para sahabat, beliau tidak membacakan semuanya, melainkan mengajarkan cara
yang beliau anggap paling mudah menurut para sahabat yang asal Kabilahnya
berbeda-beda.
Akhirnya AlQur’an
yang sampai kepada kita banyak sekali variasi cara membaca-nya. Namun tidak
boleh keluar dari sepuluh cara Imam yang disebutkan di atas.
Kenapa cara bacaan
yang berbeda masih bertahan sampai sekarang ?
Karena :
1.
Rasm
Utsmani
bersifat Muhtamal (Cara membaca
huruf yang berbeda)
2.
Para sahabat menerima perbedaan cara
membacanya dari Rasulullah saw.
3.
Standar ke-fasihan setiap Kabilah
berbeda-beda.
Standar bacaan
AlQur’an dilihat dengan 3 hal menurut
para Ulama sebagaimana disampaikan oleh Ibnul Jazari :
1.
Memenuhi standar bahasa Arab yang fasih.
2.
Harus sesuai Rasm Utsmani
3.
Sanad-nya shahih.
Tiga rukun
tersebut yang kemudian menjadi standar apakah bacaan AlQur’an itu diterima atau
tidak dan para Ulama kemudian menyeleksi ada 10 Imam yang masing-masing punya
dua orang murid yang dipilih dan
memenuhi standar, yaitu:
1.
Imam Nafi’ murid dari Imam Qalun dan Warsy
2. Imam Ibnu Katsir Murid dari Al Bihzi dan Kunbul
(Bukan Ibnu Katsir Ahli Tasir AlQur’an).
3.
Abu Amr, murid dari Ad Duri dan Assusi.
4. Ibnu Amir, Hisyam Ibnu Dzakwan, murid dari
Imam ‘Asim (yang kita ambil sebagai contoh bacaan kita).
5.
Hamzah,
6.
Khalad dan Khallas,
7.
Al Kisa’i, murid dari Abul Kharis ad Duri,
8.
Abu Ja’far , murid dari Ibnu Wardan dan
Ibnu Jammaz
9.
Ya’qub Ruwais,
10. Rauh - Khollaf, murid dari Ishaq dan
Idris.
Sepuluh Imam
tersebut yang bacaannya telah memenuhi tiga rukun sebagaimana disebut di atas.
(Bahasa Arab yang Fasih, sesuai dengan
standar ‘Utsmani dan Sanadnya shahih). Kita tinggal memilih saja, silakan
semuanya boleh, tetapi ke-umuman kaum muslimin sedunia adalah cara Imam Hafs, murid Imam ‘Ashim.
Kaidah
(tatacara) membaca AlQur’an yang sesuai menurut Imam’Ahsim adalah yang
tercantum dalam Kitab Matan Syatibiyah yang
ditulis oleh Imam Asy Syatibi.
Demikianlah
paparan tentang periwayatan AlQur’an sehingga melahirkan kecintaan terhadap
AlQur’an. dan kita yakin bahwa AlQur’an tidak mungkin bisa diubah sedikitpun,
baik dari sisi tulisan maupun bacaannya.
Harapannya, kita
bisa lebih semangat lagi dalam belajar membaca AlQur’an sesuai dengan yang
diriwayatkan oleh para Imam. Bukan sekadar sesuai dengan perasaan kita,
sepertinya enak, sepertinya sudah benar. Bagaimana agar bacaan kita benar-benar
sesuai dengan jalur riwayat yang shahih.
. Karena selama ini kebanyakan orang tidak faham sesuaikah bacaan
AlQur’annya dengan jalur sanad yang shahih?. Itulah PR kita.
Demikianlah
bahasan, mudah-mudahan yang serba sedikit ini bisa bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA
WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA,
ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
No comments:
Post a Comment