Translate

Tuesday, November 29, 2016

Allah First Series Islam 101, oleh : Ustadz Kang Rashid



PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM
                    
Allah First Series Islam 101
Ustadz  Kang Rashid


Jum’at, 20 Muharram 1438H – 21 Oktober 2016.


 Assalamu’alaikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Hidup ini tak ubahnya seperti segerombolan kuda zebra di padang rumput yang luas..  Kuda zebra itu bergerombol bersatu-padu untuk hidup di bumi Allah swt. Namun tatkala  seekor zebra itu terpisah dengan kelompoknya maka zebra itu diterkam dan dimakan oleh seekor singa. Karena zebra itu sudah terlepas dari ikatan persatuan gerombolan zebra.

Begitu pula Umat Islam, ketika Umat Islam bersatu seperti sapu lidi, maka ia akan kuat dan disegani banyak orang. Tetapi ketika sebatang lidi dari sapu lidi itu memisahkan diri, memecah diri dari lidi-lidi yang lain dalam ikatan sapu lidi, maka sebatang atau dua batang lidi itu menjadi lemah, tidak punya kekuatan dan mudah dipatahkan (dihancurkan) karena sebatang lidi itu sudah lepas dari ikatan sapu lidi. Mudah sekali “sponsorship” merusak, mematahkan, menghancurkan lidi itu.

Kita lihat saat ini di DKI Jakarta, yang saat ini Umat Islamnya sedang terpecah belah dan sangat rawan hancur. Maka bila umat Islam ingin mempunyai kekuatan, seharusnya umat Islam masing-masing mendekat kepada Yang Maha Satu, Dia-lah Allah subhanahuu wata’ala.

Bagaimana caranya agar Allah swt selalu  ada dalam hati para suami, para isteri dan anak-anak. Selanjutnya bagaimana caranya agar Allah swt selalu di hati para pemimpin,  bagaimana agar Allah swt selalu ada di hati para pemimpin perusahaan. Bila Allah swt sudah ada dalam hati-hati mereka maka itu akan menjadi kekuatan besar di negeri ini.

Tetapi karena Allah swt di nomor sekian-kan, maka umat Islam DKI ini centang-perenang, tidak punya kekuatan. Jumlah kaum Muslimin di Indonesia sangat banyak, tetapi tak ubahnya seperti buih di lautan.  Jumlahnya banyak tetapi kualitasnya rendah. Itulah umat Islam saat ini di Indonesia.

Ada seorang guru, seorang Imam bernama Syaikh Abdul Al Haqqani, cucu dari Syaikh Abdul Qadir Jailani, beliau datang di Indonesia, diundang ke Istana Negara, beliau selama sepuluh hari di Indonesia, keliling Nusantara.  Sebelum beliau pulang ke negerinya kami bertanya kepada bel;iau : “Ya Syakih Abdul Al Haqqani, apa yang engkau lihat di negeri ini ?”. 
Beliau menjawab dengan dua ungkapan : “Negeri ini banyak sekali pemimpinnya, banyak ulamanya, tetapi mereka tidak takut kepada Allah subhanahu wata’ala. Banyak sekali orang pintar di negeri ini, tetapi sedikit yang benar”. 

Selanjutnya beliau menjelaskan : Sekolah-sekolah dan kampus-kampus perguruan tinggi melahirkan orang pintar, seminar-seminar, tempat-tempat pelatihan banyak melahirkan orang pintar, tetapi sedikit orang yang benar. Memang kita perlu orang pintar tetapi kita sangat butuh orang-orang yang benar. Dua faktor tersebut (Benar dan pintar) harus digabungkan, tidak bisa dipisahkan.  Tetapi nyatanya di negeri ini (Indonesia) banyak orang pintar tetapi keblinger (sesat). Maka dijuallah negeri ini (Indonesia) kepada orang asing.

Yang paling pantas adalah : Bagaimana agar kita pintar dan benar.
Selanjutnya beliau memaparkan :  Tubuh kita (manusia) terdiri dari tiga Faktor :  Akal, Hati dan Jasad.  Ketiga faktor tersebut harus kita gunakan semuanya.
Allah subhanahu wata’ala berfirman : Wahai orang-orang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kaafah (utuh, total, tidak setengah-setengah).

Menurut Imam Al Ghodzali, Islam yang utuh ada tiga faktor : Islam – Iman – Ihsan.
Islam, di dalamnya ada 5 rukun : Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa, Haji.
Iman, di dalamnya ada 6 rukun :  Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-Kitab Allah, para Rasul, Hari Akhir, Qadha dan Qodar.
Ihsan, adalah ketika engkau beribadah kepada Allah, seolah-olah engkau melihat Allah. Bila engkau tidak mampu seperti itu,  maka beribadah-lah solah-olah engkau dilihat oleh Allah swt.

Kita akan mendapatkan posisi Ihsan apabila kita sudah Islam dan Iman. Makna secara umum, bahwa Islam adalah : Tekun beribadah.
Iman adalah Aqidah yang kuat, kalau sudah Islam maka seluruh kehidupannya Islam, jasadnya, ruhnya, hatinya, fikirannya, cita-cita dan keinginannya adalah Islam.  Kuat Aqidahnya.  Maka Islam dan Iman digabung menjadi Ihsan.
Ihsan adalah akhlak yang bagus, tekun ibadahnya, hasilnya : Aqidahnya kuat.

Sholat dan Kedamaian.
Sudah selayaknya orang yang sholat, di luar sholatpun ia tetap sholat, yaitu menebarkan Salam (kedamaian). Ketika orang masuk ke masjid untuk sholat, pertama-tama ketika sholat ia meng-Akbarkan (meng-Agungkan) Allah dengan ucapan Takbirotul Ihrom : Allahu Akbar.

Orang yang sholat adalah membesarkan Nama Allah. Dalam sholat ia melakukan ruku’ dan sujud dan ketika akhir sholat diakhiri dengan Salam : Assalamu’alaikum
Maknanya : Memberi kedamaian kepada lingkungan kita berada.

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam men-Sunnah-kan bagi orang yang selesai sholat : Allahumma antassalam, waminkassalam, wa’alaika ya ‘udussalam, fahayyina robbana bissalam, wa ad-hilna jannata daarussalam ( Wahai Allah, Engkau sumber kedamaian dan dari Engkau aku bisa damai dalam hati ini, dan kepada Engkau aku kembali kepada Darussalam, ya Allah hidupkan aku dengan penuh kedamaian, dan masukkan aku ke dalam surga Darussalam).

Maka orang yang selesaai sholat dan keluar dari masjid ia akan selalu mengucap salam kepada sesama dengan penuh kedamaian.  Akhlaknya semakin bagus.

Orang-orang sholih di negeri kita sering mengatakan : Orang yang beriman seperti buah manggis. Luarnya (kulitnya hitam) tetapi putih dalamnya. Orang yang tidak beriman seperti buah kedondong, kulitnya (diluar halus, licin) tetapi kusut di dalamnya, banyak durinya. Para ahli jiwa mengatakan : Buah manggis itu Inner Beauty (Cantik di dalamnya, jiwanya). Sedangkan kedondong adalah Outer Beauty (cantik di luarnya saja), hatinya buruk, tidak jujur, sombong.  

Di dunia ini banyak manusia seperti buah kedondong, tampilannya bagus, gagah, cantik, tetapi angkuh hatinya, buruk, ambisius, ingin menjadi pemimpin terus, menakjubkan luarnya, dihormati, tetapi hatinya busuk. Outer Beauty tetapi itu memang di-design (dibuat) demikian.  Sebaliknya yang mahal adalah Inner Beauty (Cantik hatinya, jiwanya).  Bagaimana mencari Inner Beauty ?.  Mudah : Seringlah mendatangi Majlis Ta’lim, banyak dzikir, perbanyak sholat-sholat Sunnat.

Tidak cukup hanya pintar,  tetapi harus benar. Sementara di negeri ini campur-aduk antara manggis dan kedondong. Tetapi yang manggis kebanyakan di masjid-masjid sedang yang kedondong banyak yang di gedung-gedung bertingkat. Yang perlu diupayakan adalah bagaimana menggabungkan kedua sifat buah itu, yaitu orang boleh menjadi buah kedondong tetapi hatinya manggis. Boleh gagah dan dan cantik tetapi jujur hatinya (jiwanya).  Tidak hanya indah dipandang (Good Looking) tetapi batinnya Amanah.

Kita sedang mencari pimimpin DKI yang seperti tersebut diatas,  pemimpin yang Islam – Iman – Ihsan.  Dalam bahasa ilmu Kalam : Yakin, Haqqul Yaqin dan ‘Ainul Yaqin.  Menurut bahasa Prof. Dr. Arief Rahman  : Learning to KnowLearning to DoLearning to Be.

Learning to Know (akal, berfikir),  -  Learning to Do (Qalbu) – Learning to Be (Ikhtiar). Silakan orang yang beriman, ikhtiarnya harus maksimal tetapi “menjeritnya” harus kepada Allah subhanahu wata’ala.  Silakan berusaha mencari kehidupan di siang hari, tetapi ketika malam hari Tahajud-lah (menjerit) minta pertolongan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Bila bergabung antara Learning to Know dengan Learning to Do, maka akan muncul Learning to Be.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Nabi Musa dan Harun ‘alaihimussalam,  Muhammad Fatih II (Penakluk Konstantinopel) sudah Learning to Be (Kekuatan).
Lihat sejarah Mesir, Raja Fir’aun adalah luar-biasanya kekuasaannya. Bahkan kecerdasanya hebat. Bisa membikin Piramid yang luar-biasa. Fir’aun itu gagah, pandai, cerdas, tetapi tidak benar. Dia mengaku Tuhan yang paling tinggi.

Bila digabung dengan Qarun, orang terkaya di dunia ketika itu, maka dua-duanya kafir dan maksiat. Kekayaan dan kekuasaan (Fir’aun) kalah dengan Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimussalam. Nabi Musa dan Nabi Harun berani melawan Fir’aun karena mereka punya “Allah First”.  Kita kaum muslimin banyak tetapi kalah, karena tidak punya “Allah First”.

Nabi Musa ‘alaihissalam ketika itu dipesankan oleh Allah subhanahau wata’ala agar ketika menemui Fir’aun berkatalah dengan halus dan santun.
Dan diikut sertakan Nabi Harun (saudaranya) menghadap Raja Fir’aun. Dalam akhir ceritanya, Nabi Musa dan Nabi Harun menang melawan Fir’aun. Karena kualitas Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimussalam tinggi. Kuncinya adalah pada : Lailaha illallah (Tidak ada sesembahan kecuali Allah). Dan disampaikan dengan bahasa yang halus dan santun.  Itu yang terjadi antara Nabi Musa dengan Fir’aun. Nabi Musa dan Harun bisa mengalahkan Fir’aun karena beliau sudah Learning to Be berhadapan dengan Fir’aun dan Qarun.

Sementara kita umat Islam di Indonesia sesama muslim saling membentak, saling menuduh, dan saling menjatuhkan. Itulah centang-perenang kaum Muslimin di Indonesia.

Muhammad Fatih II seorang putera dari Sultan Murad II penguasa Turki Usmani, ia pemuda berumur 24 tahun bisa mengalahkan penguasa Rumawi dalam merebut Konstantinopel.  Pertama-tama Muhammad Fatih II menyerbu Konstantinopel tetapi  kalah. Bala-tentaranya sebanyak 150 ribu orang mati di atas Laut Marmara. Ketika itu Muhammad Fatih II mengandalkan Learning to Know saja, mengandalkan taktik-strategi saja, tetapi tetap kalah oleh Penguasa Rumawi.

Maka ketika suatu malam beliau sholat malam dan berdo’a dalam kesedihannya, karena banyak bala-tentara yang mati. : “Ya Allah, ampunilah kami”.
Ketika itu datanglah seorang guru spiritualnya bernama Syaikh Syamsudin (konon ia adalah keturunan Abubakar as Siddiq) datang mendampingi Muhammad Fatih II, berkata : “Wahai anakku Muhammad Fatih, sehebat apapun strategi-mu dan sebanyak apapun bala-tentaramu, tetapi engkau tidak minta kepada Allah, aku pastikan kamu pasti kalah. Cobalah kamu menjerit kepada Allah, meminta pertolongan Allah agar dimenangkan perangmu”.

Maka malam harinya Muhammad Fatih II beserta bala-tentaranya melakukan sholat Tahajud, menjerit meminta pertolongan kepada Allah subhanahu wata’ala, yang beliau ucapkan salah satu kalimatnya adalah :
Ya Qoyyu ya Qoyyum, birokhtika astaghitsu, Ashlihli sya’ni kullah, Wala takilni ila nafsi thorfata’ain - Wahai Rabb yang Maha Hidup, Yang Maha berdiri sendiri (tidak butuh segala sesuatu)  dengan rahmat-Mu  aku meminta perolongan .  Perbaikilah segala keadaan  dan urusanku, jangan Engkau serahkan aku  kepada diriku meski sekejap mata sekalipun (Tanpa mendapat pertolongan dari-Mu).

Selesai sholat Tahajud, Muhammad Fatih II beserta bala-tentaranya  punya ide bagaimana cara melewati selat Bosporus (Laut Marmara), dimana sebelum itu setiap kapal yang melewati selalu tenggelam dan robek lambung kapalnya.
Muhammad Fatih II diberi ilham (petunjuk) dari Allah subhanahu wata’ala, yaitu agar Bala-tentaranya menggotong kapal melewati daratan (tidak melewati selat Bosporus).  Ternyata dengan susah-payah beliau dan balatentaranya berhasil mengangkat kapal melewati daratan, melewati Bukit Galata  dan masuk laut Hitam di malam hari dan langsung menuju Kontantinopel dan menyerbu ke kota itu.    Berhasil menguasai Konstantinopel tanpa perlawanan berarti. Kemenangan Islam atas pertolongan Allah subhanahu wata’ala.

Sebelumnya,  Muhammad Fatih II dengan Sunnatullah, tetapi lupa kepada Inayatullah.  Maka kemudian beliau menggabungkan antara fikir dan dzikir, antara pintar dan benar, maka Muhammad Fatih II menjadi seorang Pemuda paling hebat ketika itu. Karena bisa menaklukkan Konstantinopel.
Itulah kekuatan Allah First. 

Kalau Nabi Ibrahim ‘alaihissalam  melawan Raja Namrud sudah Learning to Be, Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihissalam, melawan Fir’aun sudah Learning to Be, Muhammad Fatih II melawan Rumawi sudah Learning to Be sehingga berhasil menaklukkan Konstantinopel,   maka bagaimana dengan kita umat Islam saat ini meng-Upgrade diri dari Islam kepada Iman, dan dari Iman kepada Ihsan?

Dari Learning to Know menjadi Learning to Do dan menjadi Learning to Be.  Lalu ada penyakitnya, salah satu sebabnya kenapa tidak meningkat adalah kita beribadah tidak ada Ruh-nya.  Ibadah sholat hanya ritual saja, tidak tahu Ruh dan Makna-nya.  Ibadah Haji atau Umroh begitu-begitu saja, hanya ritual saja, sehingga ibadahnya tidak ada efeknya.  Ibadah harus punya Ruh.

Setelah Learning to Know harus Learning to Do.  Kalau kita tidak bisa meng-Upgrade-nya tentu ada sebabnya.  Sebabnya adalah :

Dosa. Yang menyebabkan tidak meningkat kualitas Imannya adalah karena dosa. Maka negeri ini menjadi centang-perenang. Menurut Imam Al Ghodzali ada 4 maksiat Hati :
1.     Sombong,
2.     Serakah,
3.     Berangan-angan,
4.     Hasud, irihati, dengki dan dendam.

Itulah penyakit yang sangat mempengaruhi kaum muslimin.  

Ada seorang orientalis dari Jepang bernama Prof. Dr. Nakaro Emoto yang mengadakan penelitian seluruh dunia, apakah penyakit hati yang 4 (empat) tersebut ada dalam diri manusia, ternyata beliau menyimpulkan dalam sebuah buku bahwa :

Penyakit angkuh (sombong) : Paling banyak di Amerika, sedikit di Asia. Menurutnya bangsa Amerika adalah bangsa yang paling sombong. Rata-rata diplomat Amerika adalah angkuh (sombong). Pernyataan politiknya-pun pernyataan politik yang angkuh.  Orang Amerika sering mengangkat kaki di depan orangtuanya. Kepada orang tuanya hanya menyebut namanya.

Penyakit Serakah : Adanya di benua Eropa. Dalam sejarah, bangsa penjajah adalah bangsa Eropa : Inggris, Belanda, Spanyol, Portugis, dst.
Penyakit Berangan-angan (Panjang angan-angan) : Paling banyak di benua Afrika.
Penyakit Hasud, Irihati, Dengki dan dendam : Paling banyak di benua Asia. Termasuk Indonesia.

Karena penyakit-penyakit tersebut maka Umat Islam tidak pernah naik-tingkat, dari Islam tetap Islam, tidak pernah menjadi Iman dan menjadi Ihsan.  Hanya Learning to Know saja, tidak pernah naik menjadi Learning to Do apalagi Learning to Be.  

Bagaimana cara menghilangkan biang-kerok kemaksiatan tersebut ?
Bawalah Tauhid hati yang sudah bersih kepada lingkungan masing-masing, dan bawalah Tauhid Hati itu ke Negara (pemerintahan).  Pasti akan ber-efek.

Contoh : Sebuah perusahaan batubara yang sudah hampir jatuh pailit.  Pimpinan perusahaan itu minta nasihat kepada Ustad, lalu disarankan agar pimpinan perusahaan itu banyak shodakoh, memberi santunan kepada anak-yatim, fakir-miskin dst.  Lalu dilaksanakan apa yang menjadi saran itu.

Sambil pimpinan  perusahaan itu berdo’a : Allahumma inkana rizqi fissamaa’i wa anzil-hu, wa inkana fil ardh fa akhrij-hu,  wa inkana mu’siron fayassir-hu, wa inkana haraman fa thohir-hu, wa inkana ba’idan fa qarib-hu (Ya Allah jika rezkiku masih di langit, turunkanlah. Dan jika ada di dalam bumi keluarkanlah. Jika sukar mudahkanlah, jika kotor sucikanlah,  jika masih jauh, dekatkanlah).

Do’a itu di-aminkan oleh sekitar tigaratus orang dan ternyata dahsyat. Dengan disertai zakat dan shodakoh. 
Efeknya : Pimpinan perusahaan batubara tersebut tiba-tiba punya ide mambuat perusahaan pembangkit litrik di Semarang – Jawa Tengah. Dengan bahan bakarnya batubara. Juga membikin tempat pembakaran emas dan baja.  Semenjak itu batubara menjadi laku keras dan ada pembelinya (pemakainya) yaitu Pembangkit listrik dan pembakaran emas dan baja. Perusahaan kembali berjaya lagi, bahkan lebih jaya dibandingkan sebelumnya.  Pertanyaannya : Ide itu dari siapa ?

Tentu itu petunjuk dari Allah subhanahu wata’ala. Yang sebelumnya tidak terfikirkan oleh pimpinan perusahaan batubara itu. Maka sesungguhnya orang yang tidak dekat dengan Allah subhanahu wata’ala kotor hatinya. Padahal seperti difirmankaan oleh Allah subhanahu wata’ala : Siapa yang dekat dengan Allah maka Allah akan memberikan jalan keluar dari segala kesulitan. Bahkan orang akan diberikan rezki dari jalan yang tidak disangka-sangka.

Bagaimana cara membersihkan hati agar agar selalu yakin kepada Allah subhanahu wata’ala, bahkan menjadi Haqqul Yakin dan ‘Ainul Yakin. Dari Learning to Know menjadi Learning to Do selanjutnya meningkat  menjadi Learning to Be.   Bila orang sudah menjadi Learning to Be, maka ia menjadi pemenang.  Untuk itu solusinya adalah selalu mendatangi Majlis Dzikir (Majlis Ta’lim), banyak dzikir.

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Setiap segala sesuatu yang kotor ada pembersihnya.  Membersihkan hati hanyalah dengan cara banyak berdzikir. Perbanyaklah mengucapkan : Lailaha illallah. Kapan saja, di mana saja dan berapa kali saja, sebanyak-banyaknya. 

Kesimpulan :
1.     Mari berubah. Jangan pernah kita bersandar kepada siapapun kecuali kepada Allah subhanahu wata’ala.
2.     Jangan bersandar pada kecerdasan. Apa arti kecerdasan tanpa pertolongan Allah subhanahu wata’ala.
3.     Jangan bersandar pada harta yang kita kumpulkan, karena harta itu mudah bagi Allah untuk mengambilnya kembali.
4.     Allah subhanahau wata’ala berkali-kali meneguhkan janji-Nya.  Barangsiapa yang benar-benar bertakwa kepada Allah, maka bagiya jalan keluar dari setiap kesulitannya. Jalan keluar itu datang justru karena ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala.
5.     Mengapa orang pandai banyak yang sengsara, mengapa orang berharta banyak yang sengsara, karena persoalaan tidak bisa dipecahkan hanya mengandalkan kemampuan kita. Ketakwaan itulah yang mendatangkan pertolongan Allah subhanahu wata’ala.
6.     Dan Allah akan membukakan pintu rezki yang tidak di duga-duga.
7.     Allah subhanahau wata’ala akan mempertemukan dengan siapa yang Dia Kehendaki.
8.     Barang siapa yang bertawakkal kepada Allah akan dicukupkan  segala kebutuhan lahir dan kebutuhan bathinnya. 
9.     Tidak ada persoalan yang bisa diselesaikan tanpa bimbingan Allah subhanahu wata’ala.

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
                                                           ___________

No comments:

Post a Comment