PENGAJIAN MASJID
BAITUSSALAM
Napak Tilas Hijrah Nabi
Muhammad SAW.
Ahmad Fihri, MA
Jum’at,
23 Muharram 1439H – 13 Oktober 2017
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Muslimin dan muslimah yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Ketika Nabi
Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam
Hijrah dari Mekkah ke Madinah, sebelumnya oleh beliau sudah disebutkan beberapa
pilihan untuk Hijrah antara lain ke Habasyah (Ethiopia) atau ke Thaif. Tetapi bila kita melihat sejarah hidup beliau
sebelumnya, yaitu ketika beliau berusia 0 – 12 tahun kehidupan beliau dalam
keadaan menderita. Sejak dalam kandungan ibundanya (Aminah) sudah ditinggal
mati ayahnya, yaitu ayahnya (Abdullah) wafat.
Kemudian ketika
Muhammad kecil berusia 6 tahun ibundanya (Aminah) wafat. Bahkan ketika beliau
masih bayi (baru lahir), banyak para perempuan tukang menyusui tidak mau
menyusuinya. Karena dianggap tidak mampu membayar. Tetapi seorang perempuan
bernama Halimatussa’diyah dipaksa
oleh suaminya untuk mau menyusui Muhammad kecil, kemudian Muhammad dibawa ke
suku Bani Sa’ad untuk disusui dan diasuh oleh Halimatussa’diyah sampai usia 4
tahun.
Dan ketika
diasuh oleh Halimatussa’diyah selama 4 tahun itu di kalangan Bani Sa’ad banyak
terjadi keanehan. Yang biasanya
keluarga Halimatussa’diyah yang
miskin itu sering
terjadi kelaparan, terutama tidak ada makanan di malam hari, sejak keluarga itu
menyusui bayi Muhammad, sejak itu selalu ada rezki dan tidak pernah kelaparan
di malam hari.
Dari
Halimatussa’diyah sendiri keluar air susu yang tidak seperti biasanya, air susu
Halimatussa’diyah mengalir dengan deras dan cukup untuk disusukan sepanjang
hari. Tanaman kebunnya tumbuh dengan
subur sehingga keluarganya cukup makanan, bahkan berlebih. Dan Muhammad sejak
kecil tumbuh sehat, tidak pernah merepotkan keluarga yang mengasuhnya, tidak
pernah rewel, atau nangis secara berlebihan.
Ketika usia 4
tahun Muhammad kecil terjadi kejadian luar biasa, yaitu beliau mendapat
pembelahan dada, hati beliau dibersihklan oleh Malaikat. Kemudian Muhammad
diantar ke ibundanya, dan ketika usia beliau 6 tahun dibawa oleh ibundnya ke
Madinah. Itulah sebabnya Muhammad sudah berhubungan dengan keluarga Bani Najar di Madinah. Karena sejak kecil Muhammad sudah
dipertemukan dengan keluarga besarnya di Madinh. Maka ketika beliau hijrah ke Madinah,
orang-orang Madinah menyatakan bahwa dahulu sejak kecil Muhammad sudah
dipertemukan dan tinggal bersamanya. Dan ketika dalam perjalanan kembali ke
Mekkah ibundanya wafat, dan dimakamkan
di Abwa, desa antara Makkah dan Madinah. Ketika itu Muhammad berusia 6 tahun.
Selanjutnya
Muhammad diasuh oleh kakeknya, Abdul
Mutholib seorang pemuka Quraisy, sampai usia 8 tahun. Kemudian beliau
diasuh oleh paman beliau Abu Thalib.
Ketika tinggal bersama pamannya, beliau sering di ajak ke negeri Syam (sekarang
Syiria) untuk berdagang.
Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam sebelum Hijrah ke Madinah, beliau telah
pernah mengirim serombongan para sahabatnya ke Habasyah (Ethiopia). Dan
diterima baik oleh Raja Habasyah.
Ketika beliau
berusia antara 12 – 25 tahun beliau Muhammad muda sudah bisa mandiri . Maka
ketika beliau diangkat menjadi Nabi, beliau sudah terencana menjadi
pemimpin. Beliau sudah terlatih untuk
menggembala kambing, terlatih untuk menjadi pemimpin. Ketika diiajak berdagang
ke negeri Syam, sudah diajarkan oleh pamananya cara mengatur strategi dagang,
sehingga terbentuklah jiwa enterpreuner-ship (usaha bisnis), karena pengalaman
beliau sejak usia 12 – 25 tahun, bersama orang-orang yang mencintai beliau. Bahkan beliau sudah diperkenalkan dengan perang ketika beliau berusia berusia 15
tahun.
Maka ketika
beliau berusia 25 tahun sudah menjadi seorang owner (seorang boss), karena beliau diminta menikah dengan Hadijah
seorang boss pedagang kaya di Mekkah. Maka beliau berubah menjadi Boss,
mengatur strategi, dst.
Ketika usia beliau
25 – 35 tahun merupakan usia kematangan jiwa leadership (seorang pemimpin) dan
jiwa Enterpreunership-nya.
Di usia 35 – 40
tahun beliau “merapat” dengan Tuhannya (Allah subhanahu wata’ala).
Mengapa
ber-Hijrah ?
Banyak orang
mengira bahwa Rasulullah saw di Mekkah putus asa. Padahal beliau berdakwah di
Mekkah selama 13 tahun, sementara di Madinah beliau hanya 10 tahun kemudian wafat. Jadi bukan karena putus asa, melainkan beliau
mengatur strategi dakwah. Seandainya
Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi
wasallam tidak berhijrah ke Madinah, bisa jadi umat beliau akan tetap
menjadi umat Jahiliyah, umat yang penuh
dengan Ke-syirikan dan Ke-dzoliman, sebagaimana penduduk Mekkah ketika itu.
Bagaimana
Jahiliyah Mekkah?
Pertama, kaum
Jahiliyah Mekkah antara lain suka berjudi, mengubur bayi hidup-hidup, minum
Khomer, fanatisme Kabilah, mengundi
nasib dengan anak-panah, Thawaf dengan cara yang salah, dst. Adat-kebiasaan di Mekkah ketika itu, bila seorang perempuan hendak melahirkan,
maka ia siap-siap di dekat kuburan. Bila anak bayinya lahir perempuan, maka
segera dikubur hidup-hidup. Tetapi bila lahir bayi laki-laki segera dibawa
pulang kerumahnya untuk dipelihara menjadi anak yang sehat. Adat Mekkah ketika itu bila seseorang punya
anak perempuan, maka keluarganya malu sekali. Maka segera bayi perempuan
dikubur hidup-hidup, tidak diberitakan kepada masyarakat.
Dan ketika
seorang pemuda Arab ingin menikah, ingin berumah tangga, mencari perempuan
sebagai pasangan hidupnya sangat sulit. Karena adat mereka dahulu, martabat
perempuan diinjak-injak oleh mereka sendiri, sehingga sulit sekali mencari
orang perempuan sebagai pasangan hidup. Bila ada perempuan yang bersedia
dinikahi, maharnya tinggi sekali, disamping parsyaratan yang serba sulit. Maka
di Mekkah ketika itu banyak laki-laki membujang sampai tua. Paling muda orang
menikah adalah 30 tahun bagi seorang laki-laki. Rata-rata pemuda Arab menikah
setelah cukup tua, tidak muda lagi.
Demikian pula
kebiasaan minum Khomer (minuman
keras), sampai tiga kali dalam
AlQur’an ayat turun tentang larangan
minum Khomer. Ayat pertama hanya
mengatakan bahwa memang khomer ada manfaatnya, tetapi lebih banyak mudharatnya.
Ayat kedua mengingatkan, bila hendak sholat jangan minum khomer, karena bisa mabuk dalam sholat dan sholatrnya tidak
khusyu’.
Waktu itu minum
khomer sudah mendarah-daging bagi laki-laki Arab. Maka tidak sekaligus langsung
dilarang, melainkan tahap demi tahap, setelah dirasa orang Arab mulai bisa menahan
tidak minum Khomer, barulah ayat
ketiganya langsung berisi larangan bahwa Khomer haram.
Lihat Surat Al
Maidah ayat 90 :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَـٰمُ رِجۡسٌ۬ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَـٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ (٩٠)
Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Dalam ayat
tersebut, kata “Jauhi” artinya perintah untuk ditinggalkan. Maka ketika Ruh
Islam dan ayat tersebut sudah mereka dengar,
dan sudah memasuki jiwa-jiwa mereka, langsung ketika itu juga drum-drum
yang berisi Khomer dibuang isinya ditumpahkan di halaman-halaman, di tengah
jalan, seolah-olah kota menjadi becek karena tumpahan Khomer.
Adat-kebiasaan
Jahiliyah lainnya, adalah perang antar Kabilah. Sering terjadi terjadi tawuran hanya karena
perkara yang tidak seberapa. Setiap kali darah tertumpah maka dibalas dengan
darah.
Dan masih banyak
lagi pola-pola adat Jahiliyah yang buruk, berbeda jauh dengan peradaban di
Madinah ketika itu.
Kedua,
peradaban Mekkah penuh dengan Syirik dan
Kesyirikan. Dimana-mana banyak
patung. Bahkan Ka’bah dan sekitarnya dipenuhi dengan patung-patung berhala dewa
mereka. Maka Do’a Nabi Ibrahim dalam Surat Ibrahim ayat 35 :
وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٲهِيمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَـٰذَا
ٱلۡبَلَدَ ءَامِنً۬ا وَٱجۡنُبۡنِى وَبَنِىَّ أَن نَّعۡبُدَ ٱلۡأَصۡنَامَ (٣٥)
Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini
(Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada
menyembah berhala-berhala.
Itulah doa Nabi Ibrhim ‘alaihissalam. Dan kita harus memahamai do’a kita sebagai seorang
ayah kepada anak-anak kita.
Dalam bagian kisah
lain tentang Nabi Ibrahim ‘alaihissalam,
yaitu ketika beliau akan meninggalkan Hajar dan puteranya (Ismail) di lembah
Bakkah (Mekkah), lalu Hajar, isteri beliau bertanya kepada suaminya, Ibrahim ‘alaihissalam :
“Wahai Ibrahim, apakah engkau akan meninggalkan kami berdua
ini ditempat yang tidak ada makanan dan tidak air ini ? Ataukah karena isterimu
(Sarah) cemburu kepadaku ?”. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tidak menjawab.
Kemudian Hajar meneruskan pertanyaannya : “Apakah ini perintah Allah?’.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
menjawab : “Iya, ini perintah Allah”. Hajar-pun
menundukkan mukanya, kemudian kembali menghampiri Ismail anaknya yang masih kecil
tidak jauh dari mereka berdiri. Dan Nabi Ibrahim-pun melangkahkan kaki meninggalkan
lembah Bakkah (Mekah), kembali ke Filistin
(sekarang Palestina).
Selanjutnya
setelah berganti tahun dan Nabi Ibrahim mendatangi Mekkah kembali yang sudah
penuh dengan patung berhala, dan patung
adalah simbul ke-syirikan. maka
beliau berdo’a sebagaimana dalam Surat
Ibrahim ayat 36 :
رَبِّ إِنَّہُنَّ أَضۡلَلۡنَ كَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلنَّاسِۖ
فَمَن تَبِعَنِى فَإِنَّهُ ۥ مِنِّىۖ وَمَنۡ عَصَانِى فَإِنَّكَ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬
(٣٦)
Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah
menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku,
sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai
aku, maka sesungguhnya Engkau (Allah), Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Berdasarkan ayat
tersebut, ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
kembali ke Mekkah beliau menyaksikan banyak sekali patung-patung berhala di
kota Mekkah, maka beliau lalu berdoa sebagaimana dalam ayat tersebut.
Dan simbul
kesyirikan tersebut saat ini (di zaman sekarang ini) di negeri kita banyak
berdiri patung-patung simbul ke-syirikan
itu, hampir di setiap kota ada patung.
Ketiga,
peradaban Mekkah ketika zaman Jahiliyah penuh dengan Ke-dzoliman, sampai-sampai seorang tokoh Mekkah yang bernama Abu Lahab beserta isterinya sangat
memusuhi Nabi Muhammad shollallahu
‘alaihi wasallam. Hingga suatu hari
ketika Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi
wasallam sedang sholat, Abu Lahab mendatanginya sambil membawa sekarung
kotoran unta, lalu kotoran unta itu ditimpakan ke badan Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam yang sedang
sujud. Kemudian puteri Nabi yang bernama Fatimah
datang, ikut membantu membersihkan kotoran unta itu dari tubuh ayahnya. Nabi Saw ketika itu tidak
marah atau ingin membalas dendam, tidak. Beliau terima dengan sabar.
Juga Nabi Muhammad
shollallahu ‘alaihi wasallam ketika itu dihina, dicaci-maki,
dikatakan gila, pembawa ajaran sesat, dst. Saking lelah karena dihina dan dicaci maki, dst
itu maka Nabi Muhammad shollallahu
‘alaihi wasallam dihibur dan disemangati oleh Allah subhanahu wata’ala dengan turunnya Surat Al Syarh :
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
أَلَمۡ نَشۡرَحۡ لَكَ صَدۡرَكَ (١) وَوَضَعۡنَا عَنكَ
وِزۡرَكَ (٢) ٱلَّذِىٓ أَنقَضَ ظَهۡرَكَ (٣) وَرَفَعۡنَا لَكَ ذِكۡرَكَ (٤)
فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا (٥) إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرً۬ا (٦)
فَإِذَا فَرَغۡتَ فَٱنصَبۡ (٧) وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَٱرۡغَب (٨)
1. Bukankah Kami (Allah)
telah melapangkan untukmu dadamu?,
2.
Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
3.
Yang memberatkan punggungmu.
4.
Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.
5.
Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
6.
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
7.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
8.
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
Demikianlah
kondisi Mekkah ketika itu, penuh dengan kebodohan, kedzoliman, penuh dengan
ancaman dan segala macam penindasan.
Maka bila Nabi
Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam
tidak melakukan Hijrah dari Mekkah ke Madinah, bisa jadi umat ini tetap akan
penuh dengan Jahiliyah, ke-syirikan, dst.
Berbeda dengan
kota Madinah, yang para penduduknya
bersifat santun, dan penuh dengan peradaban yang tinggi. Maka bagi kita di
Indonesia, marilah kita membikin komunitas-komunitas peradaban Madinah.
Maka Nabi Muhammad
shollallahu ‘alaihi wasallam
ber-Hijrah ke Madinah, yang penuh dengan peradaban yang tinggi, punya Ilmu,
Iman dan punya Adab.
Dan itu diabadikan
dalam Surat Al Hasyr ayat 9 :
وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلۡإِيمَـٰنَ مِن
قَبۡلِهِمۡ يُحِبُّونَ مَنۡ هَاجَرَ إِلَيۡہِمۡ وَلَا يَجِدُونَ فِى صُدُورِهِمۡ
حَاجَةً۬ مِّمَّآ أُوتُواْ وَيُؤۡثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِہِمۡ وَلَوۡ كَانَ
بِہِمۡ خَصَاصَةٌ۬ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ
ٱلۡمُفۡلِحُونَ (٩)
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan
telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor)
'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor)
tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan
kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin),
atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung
Ketika orang-orang Muhajirin (orang-orang yang baru hijrah
dari Mekkah) datang di Madinah tentu mereka menghadapi berbagai persoalan,
seperti tempat tinggal, makan dan minumnya, pisah dengan keluarganya yang masih
tetap tinggal di Mekkah, dst. oleh orang-orang Madinah disambut, ditolong,
dicukupi pangan mereka, mereka diberi tempat tinggal bahkan ditawari isteri
oleh orang-orang Madinah sebagai penolong (Anshor). Demikian
santun-nya peradaban mereka, sehingga Madinah dan penduduknya di-abadikan dalam
Ayat tersebut.
Pelajaran untuk
kita, saat ini, maka jadikan komunitas kita penuh dengan peradaban, penuh dengan
Ilmu, banyak kajian-kajian, pelajari AlQur’an, dan Ilmu-ilmu yang lain.
Sebagaimana kota Madinah yang penuh dengan perdaban tinggi, penuh Iman, setelah
mendapat celupan AlQur’an, celupan Sunnah, celupan Ruh Islami, maka mereka
punya karakter adab yang luar biasa pada saat ini.
Kita merindukan
kondisi peradaban seperti Madinah, dan peradaban saat itu adalah peradaban Quraisy, bukan peradaban
Yahudi. Peradaban Quraisy adalah Gentlemen. Dan
Madinah diberi sebutan Al Madinah al
Munawarah (Kota yang penuh cahaya, yang ter-cerahkan dengan Ilmu).
Sebelum Nabi Muhammad shollallahu
‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah,
beliau memerintahkan para sahabatnya hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Tetapi
Habsyah tidak menjadi tujuan utama, karena tanahnya tidak subur.
Padahal Nabi
Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam
berpendapat daerah yang layak untuk Hijrah adalah daerah yang tanahnya subur,
sehingga bisa ditanam pohon buah-buahan sebagai
makan sehari-hari, ialah kurma.
Beliau juga berpendapat bahwa Habasyah tidak cocok untuk tempat tujuan Hijrah karena secara geografis Habasyah adalah
daerah dataran rendah, wilayahnya sangat sulit untuk perkembangan agama Islam.
Maka sungguh
piawai Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi
wasallam mengatur strategi dakwah, memimpin dakwah Islam disesuaikan dengan
kondisi daerah dan negeri, karena beliau sejak kecil sudah dibina oleh keadaan
hidup yang serba prihatin. Di negeri kita-pun banyak orang-orang yang sukses di
Ibukota, karena mereka merasakan kegetiran hidupnya di daerah asalnya,
dilatar-belakangi kemiskinan di daerahnya ketika masih sekolah di SMP, di SMA, dst.
Jazirah Arab,
Mekkah dan Madinah sebagai tempat turunnya wahyu dan pijakan awal bagi perkembangan Islam,
bukanlah faktor kebetulan, karena tanah-tanah di situ memiliki berbagai macam
karakterisitik.
Sementara kondisi
lingkungan Habasyah tidak memungkinkan tumbuhnya agama baru (Islam) dan
bersanding dengan keyakinan lama
(Nasrani). Dan Romawi yang ketika itu menguasai keyakinan Nasrani tidak
mengijinkan Habasyah menerima kaum Muslimin. Faktor lain, berbagai penderitaan kaum
Muslimin ketika itu tidak membuat Aqidah mereka goyah, justru semakin kuat Iman
mereka.
Tujuan Hijrah ke
Habasyah sangat beragam, maka Nabi Muhammad shollallahu
‘alaihi wasallam untuk merealisasikannya beliau merancang strateginya:
Pada tahap
pertama, Hijrah ke Habasyah diperintahkan kepada para pembesar Sahabat,
kemudian diikuti oleh Sahabat lainnya, dan beliau menempatkan Ja’far (anak paman beliau) sebagai
Ketua rombongan Hijrah ke Habasyah, agar yang menghadapi resiko yang ditanggung terlebih dahulu oleh
orang-orang terdekat dengan beliau. Itulah strategi beliau, beliau tidak mau
mengorbankan orang lain sebelum keluarganya sendiri yang melangkah.
Berangkatlah Ja’far beserta rombongan Hijrah ke
Habasyah. Ternyata negeri Habsyah tidak
cocok untuk dakwah Islam, karena tandus dan kering, tidak subur. Sedangkan
mereka Ja’far dan rombongan punya militansi ke-Islaman yang tidak diragukan
lagi. Semua Hafidz AlQur’an dan pemahaman ke-Islamannya luar-biasa.
Maka untuk Hijrah
kedua adalah ke Yatsrib yang
kemudian diubah namanya menjadi Madinatul
Munawarah atau Madinah.
Dakwah di Mekkah
selama 13 tahun, penuh dengan ketidak-puasan, kedzoliman dan penindasan penguasa Mekkah semakin menjadi-jadi. Namun demikian Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam tidak
langsung Hijrah ke Yatsrib (Madinah) tetapi mengutus beberapa orang terlebih
dahulu untuk menjajagi Yatsrib, apakah
cocok untuk dakwah Islam. Beliau mengutus sahabat yang bernama Mus’ab bin Umair untuk mengadakan
penjajagan di Yatsrib. Ternyata Masyarakat
Yatsrib siap menerima kedatangan Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam beserta Muhajirin lainnya.
Mereka orang-orang
Yatsrib berjanji setia kepada Nabi Muhammad saw, yang akan hijrah ke Yatsrib
(Madinah), maka mereka disebut Bai’at Aqabah II. Maksudnya mereka bersedia
mengadakan MOU dengan pihak Nabi Muhammad saw beserta orang-orang Muhajirin. Ternyata
bertepatan dengan proses Bai’at Aqabah itu syeithan mendengar rumusan Bai’at
mereka. Kemudian sebelum berngkat Hijrah ke Madinah Nabi Muhammad saw bersabda
: “Syeithan mendengar pembicaraan kita,
maka berhati-hatilah kalian”.
Ternyata benar,
suara Bai’at itu terdengar oleh orang
kafir Quraisy Mekkah, maka segera mereka mempercepat “buruan” mereka yaitu Nabi
Muhammad saw. dengan pernyataan mereka agar Nabi Muhammad saw segera
dibunuh. Maka pada suatu malam yang genting, rumah Nabi
Muhammad saw dikepung oleh para pemuda Quraisy dengan pedang terhunus,
mengadakan pagar-betis di sekeling rumah beliau. Siang hari sebelum dikepung
rumahnya, beliau mengatur strategi dengan Abubakar as Siddik dn Ali bin Abi
Thalib. Mereka bersepakat Abubakar akan menyiapkan kendaraan dua ekor unta dan
Ali bin Abi Thalib menggantikan tidur ditempat tidur di mana biasa Nabi
Muhammad saw tidur, dengan berselimut rapat-rapat.
Di saat malam
pengepungan rumah beliau, ada kejadian yang merupakan ibrah (pelajaran) bagi kita semua,
yaitu : Bila orang sudah dekat dengan
Allah subhanahu wata’ala, maka Allah-pun akan dekat dengan orang
itu. Kalau kita mampu menjaga Allah, maka Allah-pun akan menjaga kita.
Pada malam itu
Nabi Muhammad saw. mendapat pertolongan langsung dari Allah subhanahu wata’ala, ketika beliau hendak
keluar rumah dengan selamat, berjalan melewati barisan pemuda Quraisy yang
telah dibikin lumpuh oleh Allah subhanahu
wata’ala , sebagaimana disebutkan dalam Surat Yaasin ayat 8 – 9 :
إِنَّا جَعَلۡنَا فِىٓ أَعۡنَـٰقِهِمۡ أَغۡلَـٰلاً۬
فَهِىَ إِلَى ٱلۡأَذۡقَانِ فَهُم مُّقۡمَحُونَ (٨) وَجَعَلۡنَا مِنۢ بَيۡنِ
أَيۡدِيہِمۡ سَدًّ۬ا وَمِنۡ خَلۡفِهِمۡ سَدًّ۬ا فَأَغۡشَيۡنَـٰهُمۡ فَهُمۡ لَا
يُبۡصِرُونَ (٩)
8.
Sesungguhnya Kami(Allah) telah memasang belenggu dileher mereka, lalu tangan
mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah.
9.
Dan Kami (Allah) adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka
dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat
melihat.
Selanjutnya beliau
mengadakan perjalanan Hijrah ke Madinah, setelah singgah terlebih dahulu di Gua Tsur beberapa malam. Demikian itu
untuk mengatur strategi perjalanan agar tidak ditemui oleh orang-orang kafir
Quraisy Perjalanan beliau, dengan didampingi
oleh sahabat beliau Abubakar as Siddiq dan seorang penunjuk jalan. tidak
melalui jalan yang biasa dilalui orang, melainkan melewati jalan lain yang
tidak biasa dilewati orang.
Sementara itu di
Yatsrib orang-orang sudah mendengar bahwa Nabi Muhammad saw akan datang, mereka
senang sekali. Sampai di Yatsrib (Madinah) untuk yang dikendarai Nabi Saw
berjalan terus, tidak mau berhenti, sampai akhirnya pada suatu tempat di dalam
kota Yatsrib di sebidang tanah yang luas milik seorang anak yatim dari suku
Bani Najar. Pemilik tanah itu menyerahkan kepada Nabi Muhammad saw untuk
kemudian dibangun Masjid Nabawi. Dan
Yatsrib diganti nama, yaitu dengan nama : Madinah
Al Munawarah, artinya Kota yang
bercahaya, (bercahaya dengan Ilmu). Karena berfungsinya Masjid Nabawi, yang
tidak sekedar untuk sholat berjamaah, tetapi berfungsi berbagai keperluan
warga, seperri pos kesehatan, urusan ekonomi, urusan strategi perang, dst.
Ketika itu ada
beberapa kelompok Yahudi di Madinah : Bani
Nadir, Bani Qainuqa’ dan Bani
Quraidhoh. Mereka secara
sembunyi-sembunyi di benteng-benteng mereka, sambil mereka melihat orang-orang
Muhajirin dan Anshor yang bersatu-padu dalam gerak dan langkah, akrab, kokoh,
gagah, dipimpin oleh Nabi Muhammad saw yang luar-biasa.
Pelajaran bagi
kita umat Islam : Mem-fungsikan masjid sebagai pusat peradaban, pusat Ilmu,
pusat penyebaran Iman. Masjid bukan
sekedar untuk sholat berjamaah saja, melainkan di-fungsikan untuk berbagai
keperluan masyarakat.
Jamaah masjid
harus bersatu, akrab, tidak usah mengembangkan perbedaan yang sifatnya Furu’iyah.
Termasuk para pemuda dan remajaya, bersama-sama membangun peradaban
ekonomi umat, dst. Alangkah indahnya cahaya Masjid dengan berbagai program kegiatan sebagaimana
disebutkan di atas, apalagi diselenggarakan dengan Istiqomah (terus-menerus).
Sekian bahasan,
mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA
WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alikum
warohmatullahi wabarokatuh.
___________
No comments:
Post a Comment