Translate

Thursday, December 14, 2017

Mengasuh Anak Ketika Orangtua Sibuk Bekerja, oleh : Ustadz Bendri Jaisyurrahman


PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM

  
Mengasuh Anak Ketika Orangtua Sibuk Bekerja
Ustadz Bendri Jaisyurrahman


Jum’at,  19 Rabi’ul Awal 1439H – 8 Desember 2017.

  
Assalamu’alaikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimah yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Menurut pandangan Islam dalam kehidupan sehari-hari, orangtua tidak bisa menghindar tanggungjawab amanah sebagai seorang ayah-ibu terhadap anak-anaknya yang kondisinya di era saat ini orangtua selalu sibuk bekerja. Sementara  tanggungjawab untuk mendidik anak  akan dihisab kelak di Hari Kiamat di hadapan Allah subhanahu wata’ala.

Bukan berarti pekerjaan bisa dipakai sebagai alasan untuk membiarkan atau menelantarkan anak-anak kita. Karena menelantarkan anak-anak adalah  termasuk perbuatan dzolim dari orangtuanya yang menyebabkan Allah murka kepada orangtuanya.

Dalam Hadits Shahih Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia menelantarkan orang yang dibawah tanggungannya”.

Artinya, disebut berdosa kalau menelantarkan (tidak peduli) kepada anak-anaknya dan orng-oarng yang ada dibawah tanggungannya. Ibnul Qoyyim Al Jauziyah dalam kitabnya Tifatul Maulud Bi Ahkamil Maulud menyebutkan bahwa salah satu orang yang dzolim, orangtua yang menyengsarakan anaknya di Akhirat, beliau menyatakan : “Betapa banyaknya orangtua yang menyengsarakan anaknya di dunia dan Akhirat”.

Padhal tidak ada seorangtua yang berniat ingin menyengsarakan anaknya.  Ada tiga macam orang yang menyengsarakan anaknya di dunia dan Akhirat :
1.     Tidak peduli terhadap urusan anaknya. Anaknya bisa makan atau tidak, anaknya  sekolah atau tidak, dibiarkan, tidak diperhatikan.
2.     Dia (orangtua itu) tidak mendidiknya
3.     Dia (orangtua) memfasilitasi syahwat anaknya.

Memfasilitasi syahwat anak, misalnya dengan membelikan anaknya PS (Play Station),  padahal ia tidak tahu bahwa dalam Game PS itu banyak yang merusak dan meracuni jiwa anak.  Atau orangtua tidak mau diganggu di akhir-pekan, lalu anak dipinjami HP padahal dalam HP itu ada program-program yang tidak boleh dilihat oleh anak-anak. Apalagi anak-anak difasilitasi kamar ber-AC, Gadget di tangannya, maka ketika anak men-Download film porno dalam kamarnya,  orangtua tidak akan tahu.

Karena itulah maka jangan sampai kita disebut sebagai orangtua yang Dzolim. Di tengah kesibukan kita, maka Allah subhanahu wata’ala kelak di Akhirat akan menanyakan dan diminta pertnggungjawaban kita terutama dalam mendidik (mengasuh) anak.

Dalam Hadits shahih riwayat Imam Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin  akan dimintai pertanggungjawabannya.  Khususnya seorang ayah ia bertanggungjawab atas keluarganya. Dan ia akan ditanya di Akhirat tentang pertanggungjawaban-nya”. 

Maka anda sebagai kepala keluarga, yang sibuk bekerja, jangan sampai tidak bisa mempertanggungjawabkan ketika ditanya di Akhirat kelak. Menurut ulama Syaikh Abdullah Nasihu dalam Kitab Tarbitul ‘Alam Islam mengatakan : “Nanti akan banyak  para ayah yang mula-mula melangkahkan kakinya menuju Surga dengan percaya-diri (PD), karena membawa pahala shodakoh, pahala Sholat Malam, pahala membaca AlQur’an, tetapi sampai di pintu Surga ada seseorang yang mencegatnya (menundanya) dengan mengadu kepada Allah subhanahu wata’ala : “Ya Allah, tahanlah orang ini, aku menuntut hakku”. 

Ternyata orang itu adalah anaknya sendiri ketika di dunia. Kemudian ditanyakan : “Apa hak yang engkau tuntut dari orang ini?”. Maka jawab orang (anaknya) itu : “Dia tidak kurang-kurang ibadahnya, rajin Sholat Malam, dan ia rajin beribadah kepada Allah ketika di dunia, tetapi sebagai anak aku tidak pernah diurusi ketika aku masih dalam pengasuhannya. Aku menuntut hakku, aku menjadi anak yang melawan, anak yang sering berbuat dzolim karena tidak dididik oleh ayahku. Aku sering melanggar perintah-Mu karena aku tidak pernah mendapat pengajaran tentang Engkau, ya Allah”.

Maka Allah memanggil orang (si ayah) tersebut, seluruh pahalanya diambil oleh Allah dan diberikan kepada anaknya dan dosa si anak diberikan kepada ayahnya itu. Maka orang (si ayah) itu terlantar kelak di Akhirat.
Artinya, pertanggungjawaban tetap akan dipertanyakan oleh Allah subhanahu wata’ala   di Akhirat. Karena anak merupakan amanah dari Allah subhanahu wata’ala.

Demikian pula harus kita pahami bahwa prinsip orangtua bekerja, bukan hanya dirinya saja yang sibuk.  Karena para Nabi terdahulu adalah manusia-manusia yang sibuk berkerja.  Padahal ketika itu para Nabi bekerja tidak difasilitasi dengan dengan sarana tehnologi maju untuk ber-interaksi dengan anaknya.
Contoh : Nabi Ibrahim ‘alaihissalam hanya satu tahun sekali pulang menemui anaknya. Demikian pula Nabi-Nabi yang lain, jarang sekali ber-interaksi dengan anak-anaknya. Tetapi kepedulian tehadap anak-anak mereka tetap mereka lakukan. Mereka tetap menjalankan tugas terhadap anak-anaknya.

Misal-nya seperti yang diceritakan dalam Kitab Sir’alam An Nubala ada seorang ayah yang bernama Faruh, pulangnya 30 tahun sekali. Faruh adalah seorang Mujahid yang berangkat ke medan perang, ingin mati syahid, ternyata selama 30 tahun tidak juga mati-syahid, dengan tubuh yang sudah renta karena usia tua ia pulang kepada keluarganya.

Tetapi ada satu hal yang mengagumkan bagi anaknya, sehingga anaknya tetap meneruskan cita-citanya. Meskipun 30 tahun ayahnya tidak pulang, tetapi bila anaknya ditanya : “Aku ingin meneruskan cita-cita ayahku. Kalau ayahku berjuang di medan perang dengan pedang, maka aku berjuang dengan pena”. 
Nama anaknya itu yang kemudian kita kenal sebagai Ulama, yaitu  Syaikh Robi’ah Ar Ro’yi.   (Kata  “Ar Ro’yi” artinya orang yang pandai ber-argumentasi, banyak Argumentasi).

Beliau adalah guru dari Imam Malik, Imam Sofyan Ats Tsauri dan Imam Abu Hanifah. Memang di Masjid Nabawi ketika itu ada Majlis yang dihadiri oleh para Ustadz.  Para Ustadz itu belajar dan mendalami agama Islam. 
Dan guru para Ustadz itulah yang bernama Syaikh Robi’ah Ar Ro’yi, anak dari Faruh yang tidak pulang selama 30 tahun.

Adakah di antara kita saat ini yang tidak pulang selama 30 tahun karena tugas, adakah yang 10 tahun, atau satu tahun tidak pulang   karena bekerja ?. Ternyata ada yang lebih parah (lama) dibanding kita.
Semantara di zaman sekarang kita difasilitasi sarana komunikasi maju, sehingga tidak pulang satu tahun-pun masih bisa terkoneksi. Ada telepon, ada HP, Wats Up dan sebagainya.   Bagaimana halnya dahulu Nabi Ibrahim a.s. dengan anaknya Ismail a.s.?.

Lalu bagaimana dengan kondisi kita saat ini sebagai orangtua yang sibuk tetapi tetap bisa mendidik anak-anak kita ?  Ada dua yang harus kita pahami dalam prinsip pengasuhan :

Pertama:
Menanamkan persepsi tentang ayah (orangtua) kepada anak secara positif.  Persepsi bahwa ketiadaan ayah secara fisik bukan berarti ketiadaan ayah secara psikis (kejiwaan). Sehingga anak-anak yang tidak mendapatkan sosok ayah dan ibu secara fisik, mereka tetap mendapatkan ayah-ibu secara psikis. Mereka bisa mengatakan : Ayahku seorang yang peduli, ia berjuang di jalan Allah.   Persepsi demikian yang harus dibangun dalam keluarga.

Dalam Kitab Sirrah Wal Manaqib disebutkan bahwa Umar bin Abdul’Aziz bin Marwan, mendapatkan tugas dari Khalifah untuk menjadi Gubernur di Mesir, sedngkan ia berasal dari Madinah.  Karena ditugaskan di Mesir,  ia tidak sempat mendidik anaknya.  Saking pedulinya kepada anaknya, maka ia mencari seorang guru untuk mendidik dan mengajarkan ilmu kepada anaknya, sebagai pelaksana tugas dari fungsi dan missi yang ia miliki.

Bedanya dengan kita di Indonesia pada umumnya, bila seorang mencarikan guru untuk anaknya, maka pesan orangtua itu kepada guru anaknya : “Terserah Pak Ustad, yang penting anaknya saya menjadi baik”.  Sedangkan Umar bin Abdul ‘Azis bin Marwan mencari guru untuk anaknya dengan menyebutkan fisi dan missinya sebagai orangtua. : “Ya Syaikh, aku ingin anakku belajar kepada anda, pertama  belajar bahasa Arab dengan baik dan benar, kedua ajarkan kepada anakku agar ia sholat tepat waktu”.

Sebelum berangkat tugas di Mesir, Umar bin Abdul ‘Azis berkata kepada guru-anaknya : “Selama aku di Mesir, tolong kirimkan laporan perkembangan anakku sebulan sekali”.  
Maka guru-anaknya itu setiap hari menulis perkembangan anak-didiknya itu untuk dilaporkan sebulan sekali kepada ayahnya (Umar bin Abdul ‘Azis ) di Mesir. Bayangkan, ketika itu belum ada alat komunikasi yang canggih seperti sekarang. Maka Umar bin Abdul Aziz selama bertugas di Mesir sebagai Gubernur, beliau menerima setumpuk surat laporan perkembangan anaknya. Maka setiap beliau membaca laporan itu, beliau tahu betul perkembangan anaknya, sampai pada suatu laporan yang tidak mengenakkan hatinya.

Isi surat laporan itu : Hari ini anak Tuan terlambat sholatnya, hari ini anak Tuan tertinggal sholatnya satu rokaat dalam sholat berjamaah, hari ini anak Tuan tidak sempat sholat berjamaah, dst., dst.
Di situlah Umar bin Abdul ‘Azis merasa khawatir karena selama tugas di Mesir, dengan meninggalkan anaknya di Madinah, beliau tahu bahwa sholat anaknya berantakan.  

Maka diminta guru-anaknya itu berangkat ke Mesir, untuk dimintai pertanggung-jawabannya dan ketika sampai di Mesir guru-anaknya itu ditanya : “Kenapa anakku sering terlambat sholat? Bukankah sudah aku pesankan agar mendidik  anakku agar sholat tepat waktu dan belajar bahasa Arab dengan baik ?”. Maka dengan cepat guru-anaknya itu menjawab : “Anak Tuan sekarang sudah berbeda, sekarang anak Tuan sudah menjadi ABG, sekarang ia berambut gondrong, dan ketika hendak sholat ia menyisir rambutnya lama, ia berdandan lama sekali”.

Anak Umar bin Abdul Aziz memang dikenal di Madinah sebagai anak-muda Metro-seksual, senang berdandan, menghias diri.  Karena oleh ayahnya ia selalu dikirim uang dari Mesir sebanyak 1000 Dinar (Bila dikurs sekarang = Rp 2 milyar).   Maka anak itu membeli parfumnya yang paling mahal, tumpah sedikit saja langung ganti, membeli lagi. Bajunya selalu paling bagus, beberapa kali pakai langsung ganti baru. Dan masih banyak lagi kemewahan dan pemborosan lainnya. 

Dengan laporan lisan dari gurunya itu, ayahnya (Umar bin Abdul ‘Azis) menjadi tahu, bahwa karena dandan telalu lama sholatnya menjadi telat. Maka ditulislah surat kepada anaknya, isi suratnya : Bersama surat ini aku utus seorang tukang cukur khusus dari Mesir untuk mencukur gundul kepalamu. Agar  kamu tidak lagi terlambat sholat.  Ketika anak Umar dicukur gundul (habis), ia berkata : “Ayahku memang jauh di mata tetapi dekat di hati”.  

Itulah yang tidak dimiliki orangtua zaman sekarang. Karena anak merasa tidak diperhatikan oleh orangtuanya. Karena sibuk bekerja, sampai mengakibatkan orangtua tidak peduli kepada anak. Sampai tidak tahu perkembangan anak.
Padahal seharusnya, bila sibuk bekerja, sampai harus mencarikan guru untuk anaknya, pastikan guru itu selalu memberikan laopran secara periodik tentang perkembangan anaknya.

Imam Sahid Hasan Al Banna dalam  Kitab yang ditulis oleh Lili Nur Aulia dengan judul : Ada Cinta Di Rumah Hasan Al Banna. Sebagaimana orang mengetahui bahwa Sahid Hasan Al Banna adalah seorang Muaziz Dakwah di Mesir, jamaahnya ratusan ribu bahkan jutaan antara lain adalah Jamaah Al Ihwanul Muslimin di Mesir.  Sampai beliau mendidik Calon Da’i di Indonesia yaitu Jamaah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), termasuk Hizbut Tahrir awalnya dulu dipimpin oleh Syaikh Taqiudin Al Nabhani yang merupakan murid dari Sahid Hasan Al Banna. Karena lalu berbeda pandangan dengan gurunya, kemudian Syaikh Taqiudin mendirikan Hizbut Tahrir di Indonesia.

Syaikh Sahid Hasan Al Banna selalu sibuk berdakwah, kemana-mana beliau menenteng Map, isi Map itu adalah laporan perkembangan anaknya dari isterinya yang sehari-hari mendidik anaknya. Sehingga suaminya (Syaikh Sahid Hasan Al Bani) tahu dari laporan isterinya : Anakmu yang bernama Saiful Islam yang berumur satu tahun lima bulan sekarang sudah bisa bejalan. Anakmu sudah bisa mengucap ini dan itu, anakmua senang sekali main bola, dst.dst. Semua ditulis dalam laporan surat dalam Map itu. 

Sehingga setiap kali bertemu dengan anaknya, Syaikh Sahid Hasan Al Banna bertanya : “Bagaimana dengan main Futsalmu, nak?”.  Maka si anak dengan heran kembali bertanya : “Kok Papa tahu, dari mana?”.    Itulah yang menyebabkan si anak merasa selalu diperhatikan. Maka persepsikan oleh anda sebagai orangtua seperti itu.
Persepsi : Anak tahu bahwa ayahnya sibuk, tetapi peduli kepadanya.

Jangan smpai seperti yang terjadi di negeri kita :
1.     Anak merasa tidak dipedulikan oleh orangtuanya.
2.     Anak dititipkan di pesantren, tetapi orangtua tidak tahu siapa nama teman akrab-nya
3.     Orangtua tidak tahu anaknya sudah kelas berapa, dst.dst.

Bagaimana caranya agar anak punya persepsi sebagaimana tersebut di atas ?

Caranya :
1.     Konfirmasi setiap hari, bahwa Bapak tetap peduli kepada anak-anaknya, 
2.     Ibu tetap menunjukkan kasih-sayangnya.

Memang banyak bapak-bapak yang mengatakan : Saya tetap sayang kepada anak-anak saya.  Semua kebutuhan anak saya cukupi, dst.
Bapak-bapak itu lupa bahwa yang dimaksud sayang bukanlah apa yang mereka berikan kepada anak-anak mereka, melainkan : Apa yang anak-anak terima dari bapak-ibunya. Sebab banyak orangtua yang mengaku mencintai anak-anaknya, tetapi si anak tidak pernah merasa dicintai oleh orangtuanya.

Maka sering terjadi dialog, ketika si anak ditanya :  Bagaimana dengan Bapakmu ? Anak itu menjawab : Bapak jahat. Bagaimana dengan mama-mu ? Anak menjawab : Mama bawel, dst.  Orangtua merasa mencintai anak-anaknya, tetapi si anak menganggap orangtuanya tidak sayang, bawel, cuek, dst. Sepertinya ada yang “hilang” di sini. Itulah mengapa, bukan banyaknya cinta yang orangtua berikan melainkan : Apa yang anak-anak terima dari orangtuanya.

Kita bisa melihat kisah Nabi Ya’qub ‘alaihissalam dengan anak-anaknya dalam AlQur’an.  Disebutkan dalam AlQur’an Surat Yusuf ayat 8 :

إِذۡ قَالُواْ لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَىٰٓ أَبِينَا مِنَّا وَنَحۡنُ عُصۡبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِى ضَلَـٰلٍ۬ مُّبِينٍ (٨)

[Yaitu] ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya [Bunyamin] lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita [ini] adalah satu golongan [yang kuat]. Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. (8)

(Yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.

Nabi Ya’qub ‘alaihissalam bila ditanya apakah beliau sayang kepada anak-anak  beliau. Pasti jawabannya : Aku sayang kepada semua anakku. Tetapi lihat kata-kata anak-anak Nabi Ya’qub a.s. : Yusuf dan Bunyamin lebih disayang oleh ayah kita dibanding kepada kita.

Itulah persepsi anak. Orangtua sering lupa bahwa masalah cara kasih-sayang kepada anak adalah keliru. Keliru caranya. Masalah inilah yang membuat anak menolak.  Sehingga salah satu rahasia kesuksesan orang-orangtua terdahulu di tengah kesibukannya, anak-anak mereka memiliki gambaran dalam diri mereka tentang ayahnya : Ayahku adalah sosok yang hebat, penyayang, peduli kepadaku, walaupun jarang pulang tetapi ia adalah pahlawanku.

Itulah tugas kita sebagai orangtua, caranya :
1.     Pastikan pengasuh utamanya yang orangtua amanahkan selalu menceritakan hal-hal yang positif tetang diri orangtua si anak.
2.     Pastikan bagi Bapak-bapak yang pulangnya jarang-jarang, bahwa isteri bapak tidak pernah bercerita negatif tentang Bapak kepada anak.
3.     Jangan sampai isteri menumpahkan kekesalan tentang bapaknya kepada anak, karena akibatnya anak tidak akan hormat kepada bapaknya.
4.     Agar pengasuh selalu menceritakan orangtua adalah sosok yang hebat, berikan sikap yang baik kepada pengasuh anak.
5.     Jadikan pengasuh utama dari anak kita adalah juru penerang yang baik bagi anak-anak kita.
6.     Katakan oleh ibunya, bahwa ayah sedang berjuang.

Kedua :
Jaga nama baik keluarga di lingkungan luar,
Karena zaman sekarang anak sulit tercegah dari informasi tentang keluarganya. Banyak anak-anak yang kecewa dan kesal serta malu sekali karena mendapat informasi bahwa dikantor bapaknya terkenal sebagai penggoda wanita. Ada lagi anak yang mendengar bahwa bapaknya “tukang kawin”, dst. Ada lagi anak yang merasa malu sekali karena mendengar bahwa ayahnya adalah seorang penipu.
Nama buruk orangtua menyebabkan anak tidak punya nilai terhadap orangtuanya. I

Sebaliknya ada anak yang bangga karena mendengar cerita dari orang bahwa ayahnya adalah pekerja yang rajin, jujur, cerdas, dan sangat dipercaya oleh perusahaan dimana ia bekerja.

Nama baik dan buruk zaman seakarang sangat mudah diperoleh bagi anak-anak kita melalui Medsos, Internet, dst. Maka bila pernah berbuat buruk, berusahalah untuk menutupinya terutama kepada anak-anak. Dan berusahalah untuk memperbaikinya. Bila seorang ayah dahulu-nya perokok, maka hentikan kebiasaan merokok. Yang demikian akan memberi dampak positif terhadap anak-anak dan keluarga.

Kesimpulan, bahwa untuk mendidik anak maka buatlah persepsi kepada anak :
1.     Persepsi ditanamkan melalu pengasuh/pendidik,
2.     Persepsi ditanamkan melalui dedikasi di luar (umum),
3.     Persepsi dikaitkan dengan usaha memperbaiki diri (orangtua), dan menjaga nama (kehormatan) keluarga,
4.     Persepsi memunculkan dengan memasang di rumah piagam-piagam perhargaan dari Pemerintah atau Perusahaan tempat orangtua bekerja, bisa membuat isnpirasi bagi anak-anak. Bisa juga dengan foto-foto ketika orangtua bertugas, dst.
5.     Persepsi dengan men-siasati merebut peluang-Emas (Golden Moment) yaitu ayah – ibu yang selalu sibuk tetapi bisa membuat peluang (kumpul keluarga). Usahakan bersama anak ketika anak sedang membuat prestasi. Misalnya anak sedang berlomba, atau sedng pentas, ayah-ibunya bisa mendampingi.

Salah satu yang diajarkan oleh Islam, ada tiga waktu dimana seorang ayah (ibu) harus hadir secara fisik dan psikis ditengah kesibukan, untuk menjaga persepsi keadaan kita, yaitu :

1. Hendaknya orangtua hadir saat anak sedang sedih. Orangtua yang cepat merespon dengan baik ketika anak sedang sedih, akan memberikan dampak anak merasa nyaman. 
2.   Hendaknya orangtua hadir ketika anak sedang sakit. Karena anak sakit sedang membutuhkan jiwanya ingin disentuh dengan perhatian orangtuanya.  
3.  Hendaknya orangtua hadir ketika anak sedang unjuk-prestasi, sedang pentas, sedang ikut perlombaan, ulang tahun. dst.

Sekian bahasan mudah-mudahan bermnafaat.

SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.  

Wasalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
                                                            _____________

 





No comments:

Post a Comment