Translate

Wednesday, January 24, 2018

Menutupi Kekurangan, oleh : Ustad H.Syahroni Mardani, Lc.

PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM

                                            

Menutupi Kekurangan
(Ustad H.Syahroni Mardani, Lc.)





Jum’at, 2 Rojab 1439H – 19 Januari 2018.


Assalamu’alaikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimah yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala.
Sebagai manusia kita pasti banyak kekurangan. Maka bagaimana kita mengisi kekurangan di satu sisi dengan kelebihan di sisi yang lain. Atau mungkin kita mempunyai masa muda dan masa tua.  Ketika masa muda banyak kekurangan, maka kita tutupi, kita sempurnakan di masa tua.  Bila di awalnya kurang baik, mudah-mudahan dalam akhir hidupnya menjadi sempurna. Maka kekurangan di awal (di masa muda) bisa tertutupi di masa tuanya.

Ada sebuah syair yang ditulis oleh ulama besar kita yaitu Imam Syafi’i, sebagai berikut :
-         Apabila dirimu banyak berlumur aib,  
-         Dan kemudian engkau ingin menutupinya,
-         Maka tutupilah aib dirimu dengan kedermawanan. 
-         Karena kedemawanan itu konon dapat menutupi aib.

Orang Arab sering mengatakan : Kedermawanan mengubur segala aib.
Dan itu memng benar adanya.  Misalnya ada seorang anggota keluarga besar, yang tidak pernah (jarang) berkumpul dengan anggota keluarga yang lain. Ketika ada arisan keluarga ia tidak datang, ada pertemuan keluarga ia juga tidak pernah  hadir, sehingga banyak anggota keluarga yang lain kecewa. Tetapi karena ia adalah orang yang banyak ber-derma, mengeluarkan sebahagian hartanya untuk menolong keluarga lain yang mendapat kecelakaan, sakit, dsb, maka kekuarangan itu bisa ditutupi dengan sifat kedermawanannya itu.  Anggota keluarga lain yang semula kecewa, setelah tahu bahwa orang itu banyak ber-derma untuk keluarga lain yang membutuhkan pertolongan, maka ia tetap dianggap sebagai anggota keluarga yang baik. Kedermawanan akan menutupi kekurangannya.
Kedermawanan mengubur segala aib.

Demikian pula dalam lingkungan tempat tinggal, bila ada seorang warga RT tidak pernah hadir dalam acara pertemuan warga, tetapi karena orang itu banyak berderma, setiap ada kegiatan ia menyumbang sejumlah uang, ada warga lain yang sakit, orang itu menolong yang sakit dengan sukarela, menolong biaya pengobatannya, maka orang itu dianggap orang baik, suka menolong,  dermawan, dsb. Meskipun ia jarang datang dalam pertemuan keluarga.

Dalam Islam ada istilah Hablumminallah dan Habluminannaas.
Hablumminallah artinya hubungan kita manusia dengan Allah, yaitu melaksanakan ibadah, dzikir, berdo’a dan semua yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Hablumminannas artinya hubungan antara sesama manusia. Kita dituntut agar berhubungan dengan sesama manusia dengan baik.

Maka kekurangan pada Hablumminallah akan tertutupi dengan kelebihan pada Hablumminannas. Mungkin seseorang itu Hablumminallah-nya banyak kekurangannya, sholat hanya yang wajib-wajib saja, tidak pernah membaca AlQur’an, tidak pernah ber-dzikir, melakukan shaum hanya shaum Romadohn saja, tidak pernah melakukan yang sunnah-sunnah, tetapi Hablumminannas-nya baik sekali, maka kekurangan pada sisi yang pertama, akan tertutupi dengan kelebihan pada sisi keduanya (Hablumminannas).

Dalam Hadits shahih, diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al Badry rodhiyallahu ‘anhu Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Di Hari Kiamat kelak ada seorang yang dihisab oleh Allah subhanahu wata’ala,  tidak dijumpai kebaikan sedikitpun yang dia lakukan.  Namun orang ini adalah orang yang bergaul dengan manusia dan suka memudahkan urusan (jika ada yang berhutung padanya, dia kerap memberi tempo ).  Lalu Allah berfirman : Aku lebih berhak untuk memudahkan urusan daripada dia, maka mudahkanlah urusannya.  (Hadits Riwayat Imam Muslim).

Maksudnya, meskipun amal ibdahnya pas-pasan tetapi karena ketika hidup di dunia ia sering membuat kemudahan bagi orang lain, selama masih dalam koridor yang halal, maka oleh Allah dimudahkan ketika ia dihisab. Diampuni dosa-dosanya dan masuk surga.

Dalam Hadits lain : Dari A’isyah rodhiyallahu ‘anha berkata, aku mendengar Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Seorang mu’min itu dengan akhlaknya yang mulia akan dapat menyemai derajat seorang yang rajin berpuasa dan seorang yang rajin melakukan Qiyamulail” (Hadits riwayat Abu Dawud).

Maksudnya, akhlak yang baik bisa menutupi kekurangan dalam beribadah.
Dalam kehidupan sehari-haripun ketika seseorang tidak terlalu tinggi sekolahnya, tetapi karena ia punya akhlak yang mulia, maka ia akan lebih dihargai dibanding orang yang punya ilmu tinggi tetapi akhlaknya rendah.

Hadits shahih :  Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ Seorang yang bersungguh-sungguh membantu para janda dan orang-orang miskin, maka pahalanya  bagaikan seorang yang berjihad di jalan Allah”. Aku (Abu Hurairah) yakin beliau bersabda : “Pahalanya bagaikan seorang yang Qiyamullail  sepanjang malam dan berpuasa sunnah setiap hari”. (Hadits Mutafaqun ‘Alaih).

Kekurangan dimasa muda ditutupi di  masa tua.
Jika kurang maksimal pada bagian awalnya, maka maksimalkan-lah pada bagian akhirnya. (Husnul Khotimah).
Imam Ibnul Qoyim Al Jauziyah rohimukumullah, berkata : “Sebuah amal itu dilihat pada akhirnya. Maka jika kamu tidak bisa memberikan peyambutan yang terbaik, maka berikanlah perpisahan yang mengesankan”.

Kita diaanjurkan untuk selalu berdo’a :  Allahumma ini as-alukal husnul khotimah (Ya Allah sesungguhnya aku bermohon kepada Engkau  untuk mendapatkan akhir hidup yang baik).

Makna dari Imam Ibnul Qoyyim : Kalau tidak bisa memberikan penyambutan pada pertemuan awalnya, maka  maka berikan penyambutan yang terbaik pada waktu perpisahan. Bila di masa muda  merasa kurang dalam berbuat kebaikan, kurang beribadah kepada Allah, maka sejak saat sekarang lakukan yang terbaik dan perbanyak beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala.

Ibnu Taimiyah berkata : Hal yang menjadi dasar penilaian adalah kesempurnaan di saat akhirnya  dan bukan pada kekurangan di saat awalnya.

Imam Hasan Al Bashri berkata : Berbuatlah yang terbaik pada waktu yang tersisa maka kekuarangan di masa lalu akan tertutupi.

Do’a makan.
Bila seseorang lupa ketika hendak makan tidak membaca do’a (Bismillah), maka boleh berdo’a ketika akhir makan. 

Hadits shahih :  Dari A’isyah rodhiyallahu ‘anha, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Jika salah seorang dari kamu makan, maka sebutlah nama Allah (ucapkan : Bismillah).  Lalu kalau ia lupa membacanya dari awal, maka ucapkan : Bismillahi Awwaluhu wa Akhiruhu (Dengan menyebut Nama Allah pada awalnya dan pada Akhirnya)”. Hadits Riwayat Abu Dawud dan Turmudzi).

Sikap anak terhadap orangtua.
Kalau dahulu pernah menyakiti orangtua, maka sekarang tutupilah kesalahan itu dengan cara membahagiakannya.  Kalau dulu mungkin pernah membuat mereka menangis,  maka kini berusahalah untuk membuat mereka tertawa bahagia.

Hadits shahih : Dari Abdullah bin Amr rodhiyallahu ‘anhu  bahwa seorang pemuda datang menghadap Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam  ingin berbai’at untuk Hijrah.  Namun kedua orangtuanya menangis dengan rencana hijrahnya itu. Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya : “Pulanglah engkau ke rumahmu, buatlah kedua orangtuamu tersenyum sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.
(Hadits Riwayat Imam Bukhari). 

Seorang anak berbakti kepada orangtuanya dengan beragam cara.   Ada yang berbakti dengan hartanya, ada yang berbakti dengan waktunya, dengan tenaganya,  dan dengan beragam cara yang lain. Kalau tidak bisa berbakti dengan harta (karena tidak punya harta) maka berbaktilah dengan cara yang lain. Saling menutupi.

Dalam AlQur’an Surat Yusuf, ada ayat yang bercerita tentang Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Yaitu tentang baju (Gamis) Nabi Yusuf a.s. Ketika Yusuf kecil dibuang ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya, bajunya dibuka diolesi darah kambing. Saudara-saudaranya pulang menemui ayahnya (Nabi Ya’qub ‘alaihissalam, membawa baju Yusuf sambil menangis dan menceritakan bahwa Yusuf dimakan binatang buas. Padahal cerita itu dusta belaka.

Surat Yusuf ayat 18 :  

وَجَآءُو عَلَىٰ قَمِيصِهِۦ بِدَمٍ۬ كَذِبٍ۬‌ۚ قَالَ بَلۡ سَوَّلَتۡ لَكُمۡ أَنفُسُكُمۡ أَمۡرً۬ا‌ۖ فَصَبۡرٌ۬ جَمِيلٌ۬‌ۖ وَٱللَّهُ ٱلۡمُسۡتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ (١٨)

Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku. dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan."

Surat Yusuf ayat 84 :

وَتَوَلَّىٰ عَنۡہُمۡ وَقَالَ يَـٰٓأَسَفَىٰ عَلَىٰ يُوسُفَ وَٱبۡيَضَّتۡ عَيۡنَاهُ مِنَ ٱلۡحُزۡنِ فَهُوَ كَظِيمٌ۬ (٨٤)

Dan Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).

Nabi Ya’qubalaihissalam sangat sedih melihat baju  Yusuf, anak yang paling beliau sayangi, baju Yusuf yang berlumuran darah. Nabi Ya’qub a.s. menangis terus-menerus sampai matanya menjadi buta. Itulah kisah baju yang pertama sehingga Nabi Ya’qub a.s. menjadi buta.

Ketika Yusuf dibuang ke dalam sumur, lalu ditemukan oleh serombongan kafilah-dagang, lalu dibawa ke Mesir dan dijual sebagai budak, dibeli oleh seorang Perdana Menteri di Mesir.  Singkat cerita, Yusuf akhirnya menjadi Raja di Mesir. Kemudian datang musim kering, paceklik, banyak rakyat yang kekurangan bahan pangan.  Tetapi karena Raja Mesir (Yusuf) pandai mengatur strategi pangan, maka Mesir tidak  kekurangan bahan pangan.
Datang pula saudara-saudara Yusuf yang meminta bantuan pangan. Dan diungkaplah kisah Yusuf yang saat itu menjadi Raja Mesir, diungkaplah bahwa beliau adalah Yusuf yang dulu dibuang oleh saudara-saudaranya di lubang sumur. Maka terkejutlah semua saudara-saudara Yusuf.  Kemudian Yusuf bertanya : “Bagaimana kabar bapak kita?”. Maka diceritakan oleh saudara-saudaranya bahwa bapak mereka (Ya’qub) setiap hari menangis, sehingga matanya menjadi buta.

Maka Nabi Yusuf ‘alaihissalam membuka baju Gamisnya lalu diserahkan kepada saudara-saudaranya agar diberikan kepada bapaknya.

Lihat Surat Yusuf ayat 93 – 94 :

ٱذۡهَبُواْ بِقَمِيصِى هَـٰذَا فَأَلۡقُوهُ عَلَىٰ وَجۡهِ أَبِى يَأۡتِ بَصِيرً۬ا وَأۡتُونِى بِأَهۡلِڪُمۡ أَجۡمَعِينَ (٩٣) وَلَمَّا فَصَلَتِ ٱلۡعِيرُ قَالَ أَبُوهُمۡ إِنِّى لَأَجِدُ رِيحَ يُوسُفَ‌ۖ لَوۡلَآ أَن تُفَنِّدُونِ (٩٤)
93. Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia kewajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku".

94. Tatkala kafilah itu telah ke luar (dari negeri Mesir) berkata ayah mereka: "Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku)".

Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir dan dalam Kitab Tafsir Shofwatuttafsir (karya Syaikh Ali Ash Shobuni ) menjelaskan bahwa anak yang membawa baju (Gamis) pada kisah yang pertama (Ayat 18)  adalah juga anak yang membawa baju  pada kisah kedua  (ayat 93 – 94) .   Anak Nabi Ya’qub a.s. ini ngotot sekali ingin membawa baju pada kisah yang kedua.  Ketika ditanyakan mengapa dia ingin membawa baju Yusuf pada kisah kedua  yang akhirnya membuat bapaknya dapat melihat kembali, sang anak mengatakan bahwa : “Dahulu akulah yang membuatnya menangis hingga mata ayah menjadi buta,  dan sekarang aku ingin membuatnya gembira”.  Hingga akhirnya Nabi Ya’qub a.s. dapat melihat lagi karena mencium baju Yusuf, dan beliau diberitahu bahwa Yusuf anak kesayangannya itu masih hidup dan menjadi Raja di Mesir.

Pelajarannya : Kalau kita dahulu pernah membuat orangtua kita menangis, maka sekarang buatlah orangtua kita tertawa karena bahagia.  Menutupi kekurangan yang dahulu terjadi dengan membahagiakan (menyenangkan) orangtua pada akhir hidupnya.

Bila belum sempat berbakti semasa orangtua masih hidup, maka berbaktilah pada mereka setelah mereka tiada.

Hadits: Dari Malik bin Rabiah rodhiyallahu ‘anhu berkata :  Satu hari saat kami sedang bersama Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam  tiba-tiba datang seorang sahabat dari Kabilah Bani Salamah dan bertanya kepada beliau : “Ya Rasulullah, adakah cara yang dapat aku lakukan sebagai  bakti pada orangtuaku yang telah wafat ?”. 
Rasulullah saw menjawab : “Ya  ada, caranya adalah kamu mendo’akan kebaikan untuknya, memohonkan ampunan baginya, melaksanakan janji-janjinya, menyambung silaturahmi  dan memuliakan kawan-kawanya”. (Hadits Riwayat Abu Dawud).

Pasangan suami-isteri.
Tak ada pasangan hidup yang sempurna.  Sepasang suami-isteri masing-masing memiliki kekurangan. Maka tutupilah kekurangan yang ada itu dengan kelebihan pada sisi yang lain.  Meskipun ada kekurangannya, tetapi masih banyak kelebihannya.


Hadits : Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Janganlah seorang suami membenci isterinya, jika dia tidak suka pada salah satu akhlaknya (kebiasaan buruknya)  maka masih banyak  sisi lain yang membuat dia senang (ridho) pada isterinya”. (Hadits Riwayat Imam Muslim).

Hadits riwayat Imam Muslim tersebut  mengajarkan kepada kita beberapa pelajaran penting :
1.     Janganlah seorang suami membenci isterinya karena ia melihat ada kekurangan pada isterinya.
2.     Mungkin satu sisi ada kekurangan, tetapi pasti ada sisi lain yang dia sukai.
3.     Hendaklah isteri (suami) memiliki beragam kelebihan pada sisi yang lain, yang mana kelebihan itu pada akhirnya dapat menutupi kekurangan yang ada.

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WBIHAMDIKA, ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
                                                         _________


 Profile singkat: 
Ust Syahroni Mardani, Lc.

Pendidikan: Univ Al AzharCairo(Usuluddin Hadits)

Aktifitas:

-PP Ikadi (Ikatan Da’i Indonesia)
-Forum Sulaturahim Masjid Perkantoran Jakarta (Forsimta)
-Pengajar paket Kajian Kisah Kisah dari Sunnah.



No comments:

Post a Comment