PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM
Menutupi Kekurangan
(Ustad
H.Syahroni Mardani, Lc.)
Jum’at, 2 Rojab
1439H – 19 Januari 2018.
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Muslimin dan muslimah yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala.
Sebagai manusia
kita pasti banyak kekurangan. Maka bagaimana kita mengisi kekurangan di satu
sisi dengan kelebihan di sisi yang lain. Atau mungkin kita mempunyai masa muda
dan masa tua. Ketika masa muda banyak
kekurangan, maka kita tutupi, kita sempurnakan di masa tua. Bila di awalnya kurang baik, mudah-mudahan
dalam akhir hidupnya menjadi sempurna. Maka kekurangan di awal (di masa muda)
bisa tertutupi di masa tuanya.
Ada sebuah syair
yang ditulis oleh ulama besar kita yaitu Imam
Syafi’i, sebagai berikut :
-
Apabila
dirimu banyak berlumur aib,
-
Dan
kemudian engkau ingin menutupinya,
-
Maka
tutupilah aib dirimu dengan kedermawanan.
-
Karena
kedemawanan itu konon dapat menutupi aib.
Orang Arab
sering mengatakan : Kedermawanan mengubur
segala aib.
Dan itu memng
benar adanya. Misalnya ada seorang
anggota keluarga besar, yang tidak pernah (jarang) berkumpul dengan anggota
keluarga yang lain. Ketika ada arisan keluarga ia tidak datang, ada pertemuan
keluarga ia juga tidak pernah hadir,
sehingga banyak anggota keluarga yang lain kecewa. Tetapi karena ia adalah
orang yang banyak ber-derma, mengeluarkan sebahagian hartanya untuk menolong
keluarga lain yang mendapat kecelakaan, sakit, dsb, maka kekuarangan itu bisa
ditutupi dengan sifat kedermawanannya itu.
Anggota keluarga lain yang semula kecewa, setelah tahu bahwa orang itu
banyak ber-derma untuk keluarga lain yang membutuhkan pertolongan, maka ia
tetap dianggap sebagai anggota keluarga yang baik. Kedermawanan akan menutupi
kekurangannya.
Kedermawanan
mengubur segala aib.
Demikian pula
dalam lingkungan tempat tinggal, bila ada seorang warga RT tidak pernah hadir
dalam acara pertemuan warga, tetapi karena orang itu banyak berderma, setiap
ada kegiatan ia menyumbang sejumlah uang, ada warga lain yang sakit, orang itu
menolong yang sakit dengan sukarela, menolong biaya pengobatannya, maka orang
itu dianggap orang baik, suka menolong,
dermawan, dsb. Meskipun ia jarang datang dalam pertemuan keluarga.
Dalam Islam ada
istilah Hablumminallah dan Habluminannaas.
Hablumminallah
artinya hubungan kita manusia dengan Allah, yaitu melaksanakan ibadah, dzikir,
berdo’a dan semua yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Hablumminannas
artinya hubungan antara sesama manusia. Kita dituntut agar berhubungan dengan
sesama manusia dengan baik.
Maka kekurangan
pada Hablumminallah
akan tertutupi dengan kelebihan pada Hablumminannas. Mungkin
seseorang itu Hablumminallah-nya banyak kekurangannya, sholat hanya yang
wajib-wajib saja, tidak pernah membaca AlQur’an, tidak pernah ber-dzikir, melakukan
shaum hanya shaum Romadohn saja, tidak pernah melakukan yang sunnah-sunnah,
tetapi Hablumminannas-nya baik sekali, maka kekurangan pada sisi yang pertama,
akan tertutupi dengan kelebihan pada sisi keduanya (Hablumminannas).
Dalam Hadits shahih,
diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al Badry rodhiyallahu
‘anhu Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : Di Hari Kiamat
kelak ada seorang yang dihisab oleh Allah subhanahu wata’ala, tidak dijumpai kebaikan sedikitpun yang dia
lakukan. Namun orang ini adalah orang
yang bergaul dengan manusia dan suka memudahkan urusan (jika ada yang berhutung
padanya, dia kerap memberi tempo ). Lalu
Allah berfirman : Aku lebih berhak untuk memudahkan urusan daripada dia, maka
mudahkanlah urusannya. (Hadits Riwayat
Imam Muslim).
Maksudnya,
meskipun amal ibdahnya pas-pasan tetapi karena ketika hidup di dunia ia sering
membuat kemudahan bagi orang lain, selama masih dalam koridor yang halal, maka
oleh Allah dimudahkan ketika ia dihisab. Diampuni dosa-dosanya dan masuk surga.
Dalam Hadits
lain : Dari A’isyah rodhiyallahu ‘anha
berkata, aku mendengar Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Seorang mu’min itu dengan akhlaknya yang mulia akan dapat menyemai derajat
seorang yang rajin berpuasa dan seorang yang rajin melakukan Qiyamulail” (Hadits riwayat Abu Dawud).
Maksudnya, akhlak yang baik bisa menutupi
kekurangan dalam beribadah.
Dalam kehidupan
sehari-haripun ketika seseorang tidak terlalu tinggi sekolahnya, tetapi karena
ia punya akhlak yang mulia, maka ia akan lebih dihargai dibanding orang yang
punya ilmu tinggi tetapi akhlaknya rendah.
Hadits shahih
: Dari
Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “
Seorang yang bersungguh-sungguh membantu para janda dan orang-orang miskin,
maka pahalanya bagaikan seorang yang
berjihad di jalan Allah”. Aku (Abu Hurairah) yakin beliau bersabda : “Pahalanya
bagaikan seorang yang Qiyamullail
sepanjang malam dan berpuasa sunnah setiap hari”. (Hadits Mutafaqun
‘Alaih).
Kekurangan
dimasa muda ditutupi di masa tua.
Jika kurang
maksimal pada bagian awalnya, maka maksimalkan-lah pada bagian akhirnya.
(Husnul Khotimah).
Imam
Ibnul Qoyim Al Jauziyah rohimukumullah,
berkata : “Sebuah amal itu dilihat pada
akhirnya. Maka jika kamu tidak bisa memberikan peyambutan yang terbaik, maka
berikanlah perpisahan yang mengesankan”.
Kita diaanjurkan
untuk selalu berdo’a : Allahumma
ini as-alukal husnul khotimah (Ya
Allah sesungguhnya aku bermohon kepada Engkau untuk mendapatkan akhir hidup yang baik).
Makna dari Imam Ibnul Qoyyim : Kalau tidak bisa
memberikan penyambutan pada pertemuan awalnya, maka maka berikan penyambutan yang terbaik pada
waktu perpisahan. Bila di masa muda
merasa kurang dalam berbuat kebaikan, kurang beribadah kepada Allah,
maka sejak saat sekarang lakukan yang terbaik dan perbanyak beribadah kepada
Allah subhanahu wata’ala.
Ibnu
Taimiyah
berkata : Hal yang menjadi dasar
penilaian adalah kesempurnaan di saat akhirnya
dan bukan pada kekurangan di saat awalnya.
Imam
Hasan Al Bashri berkata : Berbuatlah
yang terbaik pada waktu yang tersisa maka kekuarangan di masa lalu akan
tertutupi.
Do’a
makan.
Bila seseorang
lupa ketika hendak makan tidak membaca do’a (Bismillah), maka boleh berdo’a
ketika akhir makan.
Hadits shahih
: Dari
A’isyah rodhiyallahu ‘anha, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Jika salah seorang dari kamu makan, maka sebutlah nama Allah (ucapkan : Bismillah). Lalu kalau ia lupa membacanya dari awal, maka
ucapkan : Bismillahi Awwaluhu wa
Akhiruhu (Dengan menyebut Nama Allah pada awalnya dan pada Akhirnya)”.
Hadits Riwayat Abu Dawud dan Turmudzi).
Sikap
anak terhadap orangtua.
Kalau dahulu
pernah menyakiti orangtua, maka sekarang tutupilah kesalahan itu dengan cara
membahagiakannya. Kalau dulu mungkin
pernah membuat mereka menangis, maka kini
berusahalah untuk membuat mereka tertawa bahagia.
Hadits shahih : Dari Abdullah bin Amr rodhiyallahu
‘anhu bahwa seorang pemuda datang
menghadap Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam ingin berbai’at untuk Hijrah. Namun kedua orangtuanya menangis dengan
rencana hijrahnya itu. Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
bersabda kepadanya : “Pulanglah engkau ke rumahmu, buatlah kedua orangtuamu
tersenyum sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.
(Hadits Riwayat
Imam Bukhari).
Seorang anak
berbakti kepada orangtuanya dengan beragam cara. Ada yang berbakti dengan hartanya, ada yang
berbakti dengan waktunya, dengan tenaganya,
dan dengan beragam cara yang lain. Kalau tidak bisa berbakti dengan
harta (karena tidak punya harta) maka berbaktilah dengan cara yang lain. Saling
menutupi.
Dalam AlQur’an Surat Yusuf, ada ayat yang
bercerita tentang Nabi Yusuf ‘alaihissalam.
Yaitu tentang baju (Gamis) Nabi Yusuf a.s. Ketika Yusuf kecil dibuang ke dalam
sumur oleh saudara-saudaranya, bajunya dibuka diolesi darah kambing.
Saudara-saudaranya pulang menemui ayahnya (Nabi Ya’qub ‘alaihissalam, membawa
baju Yusuf sambil menangis dan menceritakan bahwa Yusuf dimakan binatang buas.
Padahal cerita itu dusta belaka.
Surat
Yusuf ayat 18 :
وَجَآءُو عَلَىٰ قَمِيصِهِۦ بِدَمٍ۬ كَذِبٍ۬ۚ قَالَ
بَلۡ سَوَّلَتۡ لَكُمۡ أَنفُسُكُمۡ أَمۡرً۬اۖ فَصَبۡرٌ۬ جَمِيلٌ۬ۖ وَٱللَّهُ
ٱلۡمُسۡتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ (١٨)
Mereka
datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub
berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang
buruk) itu; Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku. dan Allah sajalah
yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan."
Surat
Yusuf ayat 84 :
وَتَوَلَّىٰ عَنۡہُمۡ وَقَالَ يَـٰٓأَسَفَىٰ عَلَىٰ
يُوسُفَ وَٱبۡيَضَّتۡ عَيۡنَاهُ مِنَ ٱلۡحُزۡنِ فَهُوَ كَظِيمٌ۬ (٨٤)
Dan
Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: "Aduhai duka
citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan
dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).
Nabi
Ya’qub
‘alaihissalam sangat sedih melihat
baju Yusuf, anak yang paling beliau
sayangi, baju Yusuf yang berlumuran darah. Nabi Ya’qub a.s. menangis
terus-menerus sampai matanya menjadi buta. Itulah kisah baju yang pertama
sehingga Nabi Ya’qub a.s. menjadi buta.
Ketika Yusuf
dibuang ke dalam sumur, lalu ditemukan oleh serombongan kafilah-dagang, lalu
dibawa ke Mesir dan dijual sebagai budak, dibeli oleh seorang Perdana Menteri
di Mesir. Singkat cerita, Yusuf akhirnya
menjadi Raja di Mesir. Kemudian datang musim kering, paceklik, banyak rakyat
yang kekurangan bahan pangan. Tetapi
karena Raja Mesir (Yusuf) pandai mengatur strategi pangan, maka Mesir
tidak kekurangan bahan pangan.
Datang pula
saudara-saudara Yusuf yang meminta bantuan pangan. Dan diungkaplah kisah Yusuf
yang saat itu menjadi Raja Mesir, diungkaplah bahwa beliau adalah Yusuf yang
dulu dibuang oleh saudara-saudaranya di lubang sumur. Maka terkejutlah semua
saudara-saudara Yusuf. Kemudian Yusuf
bertanya : “Bagaimana kabar bapak kita?”. Maka diceritakan oleh
saudara-saudaranya bahwa bapak mereka (Ya’qub) setiap hari menangis, sehingga
matanya menjadi buta.
Maka Nabi Yusuf ‘alaihissalam membuka baju Gamisnya lalu
diserahkan kepada saudara-saudaranya agar diberikan kepada bapaknya.
Lihat
Surat Yusuf ayat 93 – 94 :
ٱذۡهَبُواْ بِقَمِيصِى هَـٰذَا فَأَلۡقُوهُ عَلَىٰ
وَجۡهِ أَبِى يَأۡتِ بَصِيرً۬ا وَأۡتُونِى بِأَهۡلِڪُمۡ أَجۡمَعِينَ (٩٣)
وَلَمَّا فَصَلَتِ ٱلۡعِيرُ قَالَ أَبُوهُمۡ إِنِّى لَأَجِدُ رِيحَ يُوسُفَۖ
لَوۡلَآ أَن تُفَنِّدُونِ (٩٤)
93. Pergilah kamu
dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia kewajah ayahku, nanti ia
akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku".
94.
Tatkala kafilah itu telah ke luar (dari negeri Mesir) berkata ayah mereka:
"Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah
akal (tentu kamu membenarkan aku)".
Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir dan dalam Kitab Tafsir Shofwatuttafsir (karya
Syaikh Ali Ash Shobuni ) menjelaskan bahwa anak yang membawa baju (Gamis) pada
kisah yang pertama (Ayat 18) adalah juga
anak yang membawa baju pada kisah
kedua (ayat 93 – 94) . Anak Nabi Ya’qub a.s. ini ngotot sekali
ingin membawa baju pada kisah yang kedua.
Ketika ditanyakan mengapa dia ingin membawa baju Yusuf pada kisah
kedua yang akhirnya membuat bapaknya
dapat melihat kembali, sang anak mengatakan bahwa : “Dahulu akulah yang membuatnya menangis hingga mata ayah menjadi
buta, dan sekarang aku ingin membuatnya
gembira”. Hingga akhirnya Nabi
Ya’qub a.s. dapat melihat lagi karena mencium baju Yusuf, dan beliau diberitahu
bahwa Yusuf anak kesayangannya itu masih hidup dan menjadi Raja di Mesir.
Pelajarannya :
Kalau kita dahulu pernah membuat orangtua kita menangis, maka sekarang buatlah
orangtua kita tertawa karena bahagia. Menutupi
kekurangan yang dahulu terjadi dengan membahagiakan (menyenangkan) orangtua
pada akhir hidupnya.
Bila belum sempat
berbakti semasa orangtua masih hidup, maka berbaktilah pada mereka setelah
mereka tiada.
Hadits: Dari Malik bin Rabiah rodhiyallahu ‘anhu
berkata : Satu hari saat kami sedang
bersama Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam
tiba-tiba datang seorang sahabat dari Kabilah Bani Salamah dan bertanya
kepada beliau : “Ya Rasulullah, adakah cara yang dapat aku lakukan sebagai bakti pada orangtuaku yang telah wafat
?”.
Rasulullah
saw menjawab : “Ya ada, caranya adalah
kamu mendo’akan kebaikan untuknya, memohonkan ampunan baginya, melaksanakan
janji-janjinya, menyambung silaturahmi dan
memuliakan kawan-kawanya”. (Hadits Riwayat Abu Dawud).
Pasangan
suami-isteri.
Tak ada pasangan
hidup yang sempurna. Sepasang
suami-isteri masing-masing memiliki kekurangan. Maka tutupilah kekurangan yang
ada itu dengan kelebihan pada sisi yang lain.
Meskipun ada kekurangannya, tetapi masih banyak kelebihannya.
Hadits : Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “Janganlah seorang suami membenci isterinya, jika dia tidak
suka pada salah satu akhlaknya (kebiasaan buruknya) maka masih banyak sisi lain yang membuat dia senang (ridho)
pada isterinya”. (Hadits Riwayat Imam Muslim).
Hadits riwayat
Imam Muslim tersebut mengajarkan kepada
kita beberapa pelajaran penting :
1.
Janganlah seorang suami membenci isterinya
karena ia melihat ada kekurangan pada isterinya.
2.
Mungkin satu sisi ada kekurangan, tetapi
pasti ada sisi lain yang dia sukai.
3.
Hendaklah isteri (suami) memiliki beragam
kelebihan pada sisi yang lain, yang mana kelebihan itu pada akhirnya dapat
menutupi kekurangan yang ada.
Sekian bahasan,
mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA
WBIHAMDIKA, ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
_________
Profile singkat:
Ust Syahroni
Mardani, Lc.
Pendidikan: Univ
Al AzharCairo(Usuluddin Hadits)
Aktifitas:
-PP Ikadi (Ikatan
Da’i Indonesia)
-Forum Sulaturahim
Masjid Perkantoran Jakarta (Forsimta)
-Pengajar paket
Kajian Kisah Kisah dari Sunnah.
No comments:
Post a Comment