Translate

Friday, January 12, 2018

Potensi Diri Menjadi Shohibul Qur’an, oleh : Ustad Isfaq, Lc

PENGAJIAN DHUHA MASJID BAITUSSALAM

Potensi Diri Menjadi Shohibul Qur’an

Ustad Isfaq, Lc


Jum’at,  17 Rabi’ul Akhir 1439 H – 5 Januari 2018.


Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarokatuh

Muslimin dan muslimah yang dirahmati Allah subhanahu wata;ala,

Dalam Hadits shahih diriwayatkan : \Suatu hari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam berpidato dalam sebuah Majlis Ilmu untuk mengisi Ta’lim dihadapan para sahabat beliau.  Di tengah pidato (Maidhoh Hasanahnya) beliau bersabda : “Maukah saudara-saudaraku aku tawarkan satu perbuatan yang seandainya kalian setiap hari pergi ke pasar But-han dan pasar ‘Aqiq, (di Mekkah), dan pulangnya akan membawa (mendapat)  dua ekor unta Quwwamain?” 
Para sahabat menjawab : “Tentu kami mau, ya Rasulullah”.

Harga seekor unta Qawwaman di Pasar ‘Aqiq saat ini (sekarang) adalah 150 ribu Real.  Maka bila dikonversikan dengan nilai Rupiah adalah : 450 juta rupiah. Kalau dua ekor unta Qawwamain berarti 900 juta rupiah. Dalam hadits tersebut dikatakan : Kita ditawarkan untuk pergi ke pasar (setiap hari) dan pulangnya akan mendapat dua ekor unta (gratis) senilai tersebut di atas. Tentu kita mau sekali.

Selanjutnya dalam Hadits tersebut, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Seandainya setiap hari kalian berkumpul di masjid, duduk bersimpuh dan berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala kemudian membaca dan membahas tentang isi AlQur’an dari setiap ayat AlQur’an yang kalian bahas,  itu lebih baik dari pada seekor unta Qawwaman.  Dua ayat yang kalian bahas itu lebih baik daripada dua ekor unta Qawwamain.
Tiga ayat AlQur’an yang kalian baca dan pelajari maka itu lebih baik daripada tiga ekor unta, dan seterusnya, dan seterusnya”.

Pertanyaannya : Sejak Subuh pagi tadi hingga saat ini sudah berapa ayat yang telah kita baca dengan memahami maknanya ?

Hadits tersebut merupakan motivasi, merupakan langkah agar kita lebih bersema-ngat.  Kenapa kita harus  mengkaji AlQur’an ?   Dalam salah sebuah Hadits Shahih, disebutkan bahwa salah satu dari sekian banyak Dzikir kepada Allah adalah AlQur’an yang kita baca, yang kita pelajari, yang kita bahas, kita hafalkan dan kita kaji. 

Dalam sebuah Hadits shahih lain, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Suatu ketika Allah akan menurunkan satu masa yang terjadi tiga musim, musim pertama Allah akan berfirman kepada langit : Wahai langit, jangan engkau turunkan airmu sepertiga. Dan wahai bumi, njangan kamu keluarkan hasil bumimu sepertiga.  Di saat itu manusia belum sadar karena ternak belum banyak mati dan masih ada air kali, air sumur dan sejenisnya.

Kemudian di musim kedua, masih dalam satu masa, Allah berfirmna kepada langit : Wahai langit, jangan engkau turunkan airmu dua pertiga, dan wahai bumi, jangan keluarkan hasil-bumimu dua pertiga. Maka ketika itu manusia suah banyak yang mulai kebingungan. Terjadi paceklik yang berkepanjangan dan sebagaian ternak sudah banyak yang mati. Dan manusia sudah ada yang kelaparan bahkan mati.

Pada musim ketiga, Allah berfirman kepada langit : Wahai langit, jangan engkau turunkan hujan sepenuhnya dan wahai bumi, jangan engkau keluarkan hasil bumi sepenuhnya.   Maka di saat itu di muka bumi tidak ada air, tidak ada hujan, sungai dan danau kering kerontang, binatang ternak banyak yang mati dan seluruh manusia mati, kecuaali manusia yang diijinkan masih hidup saat itu. 

Para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, lalu apa makanan manusia di saat itu?”.  Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Makanan mereka adalah Dzikir, Tasbih, Tahmid, Tahlil, termasuk Tilawatil Qur’an”  Maka sebaikmya AlQur’an di Muroja’ah, dihafal, sehingga di Akhir zaman nanti bila terpepet, tidak ada makanan dan minuman lagi, maka makanan kita adalah  Dzikir kepada Allah subhanahu wata’ala.

Denikian itu sedikit motivasi untuk Muhasabah (nterospeksi) barangkali di antara kita masih ada yang belum serius terhadap AlQur’an, belum termotivasi dengan AlQur’an, hidupnya belum sesuai dengan perintah AlQur’an, sebagaimana diperintah kan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam.

Bila saat ini banyak mengutamakan logika daripada AlQur’an dan Sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam sehingga semua dihalalkan.  Artinya menghalalkan yang Allah haramkan, bagaimana kita ber-interaksi dengan AlQur’an dan diri kita.

Maka dalam bahasan ini tidak banyak dalil-dalil, ayat-ayat yang dikeluarkan, semoga energy waktu yang kita pergunakan ini menjadi bernilai ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala.

Pada potensi diri, ada apa diri kita dengan AlQur’an ?
1.     Banyak Hadits-Hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, salah satunya adalah AlQur’an dan Ibadah Puasa akan menjadi penolong bagi kita di Akhirat.
2.     Kita akan mengambil Ibrah (pelajaran) dari kisah Ahlul Qur’an dari sahabat Rasulullah saw dari 1400 orang yang ikut dalam Perang Uhud, yaitu orang-orang yang selalu berpegang teguh pada AlQur’an,
3.     Harapan dan ralita serta pertanyaan untuk apa hidup kita selama ini.  
4.     Tip (kiat) untuk hidup Istiqomah bersama AlQur’an.
5.     Apa yang bisa kita panjatkan (amalan apa yang bisa kita panjatkan)kepada Allah subhanahu wata’ala, karena selama ini kita tidak mengamalkan AlQur’an, karena tidak hafal dengan ayat-ayatnya.  Kita kurang berdo’a kepada Allah subhanahu wata’a.

Orang Indonesia tidak sedikit yang punya kendaraan tetapi  sedikit sekali dari yang punya kendaraan itu didepan dashboard-nya diletakkan AlQur’an. Tetapi di Mesir, dalam keadaan macet, dalam keadaan kendaraan antri, para sopir atau orang yang membawa  sendiri kendaraannya,  selalu membuka dan membaca AlQur’an.

Makna Shohib dalam bahasa Arab, ada Sembilan, tetapi yang mirip dengan kategori kehidupan kita ada empat : Saudara, Pemilik, Pemegang Kekuasaan, Penguasa) dan  Pelaku.

Secara Syariat, dalam kisah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabat, misalnya dalam Surat Al Fath ayat 29 (ayat terakahir) :


مُّحَمَّدٌ۬ رَّسُولُ ٱللَّهِ‌ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُ ۥۤ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَہُمۡ‌ۖ تَرَٮٰهُمۡ رُكَّعً۬ا سُجَّدً۬ا يَبۡتَغُونَ فَضۡلاً۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٲنً۬ا‌ۖ سِيمَاهُمۡ فِى وُجُوهِهِم مِّنۡ أَثَرِ ٱلسُّجُودِ‌ۚ ذَٲلِكَ مَثَلُهُمۡ فِى ٱلتَّوۡرَٮٰةِ‌ۚ وَمَثَلُهُمۡ فِى ٱلۡإِنجِيلِ كَزَرۡعٍ أَخۡرَجَ شَطۡـَٔهُ ۥ فَـَٔازَرَهُ ۥ فَٱسۡتَغۡلَظَ فَٱسۡتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ يُعۡجِبُ ٱلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِہِمُ ٱلۡكُفَّارَ‌ۗ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ مِنۡہُم مَّغۡفِرَةً۬ وَأَجۡرًا عَظِيمَۢا (٢٩)


Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

Dari ayat tersebut makna Shohib adalah orang-orang beriman, siapa saja, baik dari para sahabat sampai dengan orang yang hidup di akhir zaman yang mereka merelakan dirinya dalam membantu perjuangan, perkembangan kejayaan Islam, baik diri atau golongan dan umat.  Salah satu perkembangan dan kejayaan Islam adalah : Mereka berpegang-teguh pada AlQur’an.

Maka kalau hidup kita masih belum berpegang pada AlQur’an, artinya kita belum termasuk dalam kategori orang-orang yang shohib terhadap perkembangan dan kejayaan Islam. Kita menjadi orang yang mundur.

Dari dua definisi tersebut yang kita ambil sebagai makna yang hakekat daripada makna Shohib adalah Pelaku.  Orang yang benar-benar terjun, melakukan, bukan sekedar memegang, bukan sekedar memiliki, bukan sekedar menjadi teman, melainkan Pelaku.

Dalam Surat Thoha, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam disebutkan oleh Allah yaitu ketika ‘Aisyah rodhiyallahu anha ditanya bagaimana akhlak Rasulullah saw, bahwa Akhlak Rasulullah saw adalah AlQur’an.
Dari mulai bangun tidur sampai duduk, cara makan, minum, berkata-kata, keluar rumah, bergaul dengan masyarakat dst, adalah akhlak AlQur’an.

Ibrah (pelajaran) dari beberapa sahabat Rasulullah saw.
Sahabat Nabi saw yang pertama kali melantunkan AlQur’an dengan suara yang merdu, ialah Ibnu Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu, orang ke-enam yang masuk Islam ketika Nabi Muhammad saw masih di Mekkah.

Ketika itu Ibnu Mas’ud r.a. masih anak kecil usia 9 tahun. Ia adalah anak yatim menjadi penggembala kambing, di saat itu Rasulullah saw  bersama Abubakar as Siddiq r.a. lewat, dan Rasulullah saw bertanya kepada Ibnu Mas’ud, si penggembala kambing : “Nak, bolehkah aku meminjam seekor kambingmu?”. Jawab Ibnu Mas’ud : “Tidak boleh, karena ini kambing kepunyaan orang (majikanku) yang mempercayakan kepadaku”.

Rasulullah saw : “Kalau begitu bolehkah aku memegang salah seekor kambing yang mandul (tidak bisa hamil)”.  Ibnu Mas’ud : “Silakan”. Maka diambillah seekor kambing betina yang sudah tidak bisa beranak (mandul) lalu dipegang (dielus-elus) oleh Rasulullah saw dan ternyata ketika diperah keluar susunya deras sekali.

Ibnu Mas’ud memperhatikan, kambingnya yang sudah mandul ternyata bisa mengeluarkan susu yang banyak sekali. Rasulullah saw mengambil batu yang bentuknya cekung untuk menampung susu kambing itu, lalu diminumnya bersama-sama. Itulah salah satu Mu’jizat Rasulullah saw. Setelah minum susu kambing bersama-sama dengan sahabatnya, maka Rasulullah saw mengelus kembali kambing itu, maka kambing itu kurus kembali seperti semula dan tidak bisa mengeluarkan susu lagi.

Melihat itu semua Ibnu Mas’ud terheran-heran lalu mendekat, dan berkata : “Wahai Muhammad, maukah engkau mengajari mantera-mantera agar kambingku semua itu bisa mengeluarkan susu ?”.  Rasulullah saw tidak menyampaikan doa atau apapun, tetapi beliau menyampaikan pesan : “Kelak engkau akan menjadi seorang yang terpelajar (ber-ilmu)”.

Kisah berikutnya, Ibnu Mas’ud selalu ingin menemui Nabi Muhammad saw di Masjidil Haram. Ketika itu Masjidil Haram masih berbentuk tanah lapang di tengah-tengah ada Ka’bah, dan dipinggir-pinggir ada beberapa tenda (kemah) dan rumah penduduk, ada berhala, ada tempat judi, warung-warung makan dst.

Ibnu Ms’ud selalu mengikuti Nabi Muhammad saw dan mengikuti kajian-kajian beliau, dan Ibnu Mas’ud hafal beberapa ayat AlQur’an.  Suatu ketika sekelompok sahabat Nabi saw sedang berkumpul di depan Ka’bah.  Di saat itu tidak ada seorangpun yang berani membaca (mengucapkan) ayat AlQur’an dengan suara keras (lantang) di antara orang-orang Kabilah Quraisy. Seorang sahabat ketika itu berkata : “Siapa yang berani membaca ayat AlQur’an didekat Kabilah Kafir Quraisy itu?”.  Seorangpun tidak ada yang menjawab, kecuali Ibnu Mas’ud yang ketika itu masih berusia 9 tahun, masih anak-kecil. “Aku siap”, kata Ibnu Mas’ud.

Salah seorang sahabat yang sudah dewasa dan beberapa orang sahabat lainnya berkata : “Jangan, kamu masih kecil, kamu akan dihajar oleh orang-orang Kabilah Qurisy itu”. Ibnu Ms’ud berkata : “Tidak apa-apa, pasti Allah akan menolongku”.

Esok harinya masih waktu Dhuha (pagi hari) banyak orang-orang Arab Quraisy minum kopi di warung-warung pinggir jalan, Ibnu Ms’ud berjalan di dekat orang-orang yang sedang minum kopi itu, sambil menundukkan kepala, sebagai adat Kaum Qurasiy selalu menundukkan kepala ketika dekat pembesar-pembesar mereka. Sambil berjalan menunduk itu Ibnu Mas’ud membaca ayat-ayat AlQur’an dengan suara dikeraskan, yaitu Surat Ar Rahman ayat 1 sampai 6. 

Orang-orang Kafir Quraisy itu terheran-heran, berkata : “Ini anak sudah terkena sihir Muhammad, yang ia ucapkan itu jampi-jampi Muhammad”. Kemudian salah seorang kafir Quraisy itu berdiri menghampiri Ibnu Mas’ud, lalu menamparnya berulang-ulang hingga babak-belur. Maka Ibnu Mas’ud lari sambil kesakitan. Ketika betemu dengan para sahabat yang sudah dewasa, maka kata salah seorang sahabat : “Benar, kan. Tadi aku sudah katakan, jangan membaca AlQur’an di depan mereka, kamu pasti akan dihajar”.

Demikian salah satu kisah yang menimpa Ibnu Mas’ud, yang dengan  tekadnya dan semangatnya yang tinggi menyuarakan ayat-ayat AlQur’an, meskipun akibatnya ia dihajar oleh kafir Quraisy.  Ibnu Mas’ud adalah anak dari Ummi ‘Abdin,  ayahnya sudah meninggal sebelum ia lahir. Maka sejak bayi Ibnu Mas’ud hidup bersama ibunya Ummi ‘Abdin. Sebagaimana disebutkan diatas, awalnya Ibnu Mas’ud adalah seorang anak-miskin, menjadi penggembala kambing. 

Ibrah Kedua, kita ambil dari kisah Hadits berikut:
Suatu ketika Rasulullah saw bersabda dan berpesan kepada para sahabatnya : “Belajarlah oleh kalian AlQur’an dari empat sahabatku yaitu Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abu  Hudzaifah Ibnul Yaman,  Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal”.  

Salim Maula Abu Hudzaifah adalah seorang budak yang menjadi teman baik majikannya (Abu Hudzaifah), sampai di akhir hayatnya Salim mati bareng dengan Abu Hudzaifah di perang Yamamah melawan musuh Kafir yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Waktu itu Khalid bin Walid belum masuk Islam. Pihak kaum Muslimin dipimpin oleh Salim bin Abu Hudzaifah. Sebelum perang dimulai, antara pemimpin mereka yaitu Salim bin Abu Hudzaifah dan Khalid bin Walid bertemu.

Salim bin Abu Hudzaifah berbicara tentang Nabi Muhammad saw, tentang Aqidah, tentang Tauhid, dst. sebaliknya Khalid bin Walid bicara tentang kekuasaan, karena Khalid bin Walid pemimpin dari kaum kafir/musyrik. Akhirnya berita perdebatan itu sampai ke telinga Rasulullah saw. Beliau tidak membela siapa diantara pemimpin perang itu, melainkan yang dibela oleh Rasulullah saw adalah kebenaran. Sampai-sampai Khalid bin Walid luluh hatinya.  Ia mau masuk Islam setelah Salim bin Abu Hudzaifah membacakan beberapa ayat AlQur’an, yang dilaporkan kepada Rasulullah saw bahwa bacaan AlQur’an itu sedemikian indah terdengar oleh semuanya.

Maka Salim adalah perantara Khalid bin Walid masuk Islam. Setelah itu Khalid bin Walid masuk Islam  dengan perantara Salim bin Abu Khudzaifah. Di depan Khalid bin Walid itu Salim bin Abu Hudzaifah mengibarkan bendera Islam dengan membacakan dengan keras dan nyaring Surat Ali Imran ayat 146. sebagai semboyan ke-syahidannya. Dua sahabat yaitu Ibnu Mas’ud dan Salim Abu Hudzaifah benar-benar akhlaknya bersama AlQur’an.

Selanjutnya, bahasan adalah bagaimana kita belajar, mengkaji, Murojaah terhadap AlQur’an adalah antara dua hal : Antara realita dan harapan. Dua hal itu akan senantiasa “perang” dalam diri setiap kita. Dalam diri seorang hamba selalu ada kemaksiatan dan ketaatan.  Dan itu dibawa smpai mati.

Harapan :
Pertama, kita senantiasa ingin membaca AlQur’an dengan benar. Kalau Nabi saw memerintahkan : Belajarlah AlQur’an dari empat orang (Ibnu Mas’ud, Salim bin Abu Hudzaifah, Mu’adz bin Jabal dan Ubay bin Ka’ab), maka harapan  kita adalah membaca AlQur’an dengan benar. Minimal Surat-Surat pendek dalam AlQur’an. Sangat disayangkan bila di antara kita ada yang mengaku dirinya muslim, tetapi seumur hidup tidak bisa membaca AlQur’an. Kalaupun bisa, membacanya tidak benar, baik ejaannya, mahraj-nya maupun tajwid-nya dan seterusnya tidak benar.  
Bagaimana akan ber-dzikir, bila melafalkannya kalimat Dzikir saja salah?. Bagaimana dengan amalan-bacaan yang lain? Padahal kita ingin membaca AlQur’an dengan benar.

Kedua, dalam ‘Ulumulil Qur’an (Ilmu terhadap AlQur’an) yaitu cara membacanya, menghafal-nya, meng-kajinya, memegangnya, dst. Karena hukumnya Sunnah Mu’akad (Sunnah yang disangatkan) adalah dalam sholat membaca Surah setelah membaca Al Fatihah.  Dan membaca AlFatihah adalah Wajib (dalam Sholat).

Maka bisa membaca AlQur’an hukumnya Wajib. Ketika dalam Sholat membaca AlFatihah dengan benar adalah Wajib.  Sementara di antara kita sampai saat ini membaca Al Fatihah dalam sholat saja masih belum benar.

Ketiga, kita sangat ingin menjadi pengamal AlQur’an dalam kehidupan sehari-hari, dengan benar. Dalam AlQur’an ada ayat-ayat yang Muhkamat (jelas) dan ada ayat-ayat yang Mutasyabihat (samar-samar). Yang perlu penjabaran dan penjelasan dalam Hadits.

Misalnya perintah Sholat, dalam AlQur’an diperintahkan dengan ayat : Tunaikan sholat dan bayarlah zakat. Maka uraian dan pelaksanaannya adalah dalam Hadits. Maka harapannya adalah : Laksanakan AlQur’an kalau tidak bisa maksimal maka boleh secara minimal. Ketika Allah memerintahkan dalam AlQur’an : Hai orang yang beriman, makanlah yang halal dan baik. – Maka AlQur’an perlu dijabarkan dan diajarkan dengan benar dalam kehidupan sehari-hari.

Realisasinya :
Pertama, Delapan dari sepuluh umat Islam Indonesia belum bisa membaca AlQur’an dengan baik. Berarti sangat memprihatinkan. Pertanyaannya : Selama ini apa yang  anda kerjakan ? Apa yang anda dengar? Apayang anda ulang-ulang ? Sangat disayangkan kalau sampai detik ini masih ada dalam keluarga kita yang tidak bisa membaca AlQur’an.  Karena dalam rumah kita tidak ada Kitab (Mushaf) AlQur’an.

Sangat disayangkan kalau  sampai detik ini dalam Androit kita tidak ada aplikasi AlQur’an. Seperti disebutkan diatas : Delapan dari sepuluh orang Indonesia tidak bisa membaca AlQur’an.  Berarti masih banyak yang tidak/belum bisa membaca AlQur’an.

Kedua : 90% dari umat Islam Indonesia yang belum hafal AlQur’an, kecuali Surat-Surat pendek (Juz ‘Amma).

Ketiga: 90% umat Islam Indonesia belum paham tentang Ilmu-Ibadah (Manhaj dalam beribadah) dan Ilmu Wilayah (Perwalian).

Solusi :
Cobalah anda membuat catatan kecil, renungkan bersama: 
1.   Pernahkah kita menghitung berapa lama dalam 24 jam/sehari kita gunakan untuk main HP?
2. Berapa menit dalam sehari yang kita gunakan untuk membuka dan membaca AlQur’an ? Sementara main HP bisa berjam-jam.
3. Cobalah sesekali kita menghitung waktu yang kita gunakan untuk AlQur’an dengan obyektif (jelas) dengan hitungan pertama, setiap hari berapa kali memegang AlQur’an, dan sekali memegang AlQur’an berapa menit membacanya.
4. Buatlah data yang akurat : Kita ambil AlQur’an kemudian dibaca, berapa menitkah, kemudian dua jam lagi membuka AlQur’an, berapa menitkah membacanya. Setelah itu sebelum tidur dikalkulasikan dengan cara yang akurat. Tanpa terganggu dengan aktifitas lain.
5.  Bisakah setelah selesai sholat lalu kita membuka dan membaca AlQur’an ? Karena biasanya, setelah selesai sholat sulit sekali untuk membaca AlQur’an. Kemudian dikalkulasikan berapa halaman dari AlQur’an yang dibaca dalam sehari, berapa Juz dalam sebulan dan berapa kali khatam dalam satu tahun.

Dipersilakan  anda fikirkan masing-masing, apakah khatam AlQur’an itu menjelang Romadhon saja, atau sesudah Romadhon, atau jangan-jangan dalam satu tahun sama sekali  tidak khatam AlQur’an ?

Dalam satu Hadits shahih Rasulullah saw bersabda : “Sebaik-baik meng-hafal (khatam) AlQur’an adalah satu bulan sekali”.  Kemudian Ibnu Umar bertanya kepada Rasulullah saw : “Ya Rasulullah, aku masih bisa lebih cepat dari itu”.  Rasulullah saw bersabda : “Jangan lebih cepat dari 20 hari”. Ibnu Umar berkata lagi : “Ya Rasul, aku bisa lebih cepat dari itu”. Rasulullah saw bersabda : “Jangan lebih cepat dari tujuh hari, karena bila lebih cepat dari tujuh hari (khatam dan hafal) akan banyak yang rusak bacaan AlQur’annya”.

Berarti, membaca (khatam) AlQur’an satu bulan satu kali. Kalau standar sahabat 20 hari khatam AlQur’an satu kali.
Maka kalau 7 hari sekali khatam AlQur’an, berarti itu orang-orang pilihan. Bagi orang  yang sibuk bolehlah dua-tiga atau enam bulan sekali khatam AlQur’an.  Tetapi  kalau satu tahun sekali khatam AlQur’an berarti itu main-main atau senda-gurau dengan AlQur’an. 

Penyakit kita dalam interaksi dengan AlQu’an : Menurut perasaan seperti sudah lama, ternyata baru lima menit membaca AlQur’an. Berarti kalah dengan Watshap, dengan Facebook, dengan Gadget, dan sejenisnya.

Maka kalau kita catat dalam sebulan ternyata sedikit sekali kita berinteraksi dengan AlQur’an. Bagaimana bila membaca tidak berurutan  Surat-nya ?  Boleh, tidak mengapa. Asal ayat-ayatnya berurutan, jangan dibalik-balik. Dan hendaknya Istiqomah (kontinyu, ajeg setiap hari) dalam membaca AlQur’an. Biasakan setiap hari membaca AlQur’an. Meskipun satu hari satu ayat.  Kalau sudah terbiasa, bila suatu hari tidak membaca AlQur’an sama sekali,  akan terasa ada yang kurang dalam hidup ini.

Bila kita sudah menemukan catatan data diri kita terhadap AlQur’an, ternyata sesungguhnya membaca, mengkaji dan menghafal AlQur’an bukan karena tidak ada waktu, melainkan karena kita tidak menyisihkan waktu.  

Maka hendaknya kita harus bisa mandiri. Katanya kita harus seimbang antara dunia dan Akhirat.  Siapa bilang ?  Kenyataannya : Kita lebih banyak urusan dunia dibandingkan urusan Akhirat. Maka sebaiknya dimanapun anda bekerja (ber-aktifitas) di situ disediakan AlQur’an. Usahakan setiap ada sela waktu, baca AlQur’an, seberapapun ayat yang anda baca.  Tidak usah malu-malu, bukan sok pinter, bukan sok suci, melainkan Akhlak seorang muslim adalah selalu ber-interaksi dengan AlQur’an.

Tidak ada alasan lagi bagi seorang muslim untuk tidak membaca AlQur’an. Meskipun membacanya masih terbata-bata, tetap bermanfaat dan mendapat pahala dari Allah subhanahu wata’ala.  Sesuau dengan Hadits Rasulullah saw. : Orang yang membaca AlQur’an dengan baik, maka dia disamping mendapatkan pahala, maka dia akan disandingkan dengan para Malaikat yang mulia. Siapa yang membaca AlQur’an dengan terbata-bata (gojlag-gajlug, tidak lancar), maka ia mendapat dua pahala, yaitu pahala membacanya dan pahala bersusah-payahnya.

Bagaimana kiat (tip) agar bisa membaca AlQur’an dengan benar dan lancar antara realita dan harapan ?  

Caranya :
Pertama,
1.     Sisipkan do’a agar bisa lancar membaca AlQur’an, baik dan benar:  Robba zidni ‘ilman nafi’a,  Allahumma zidna nafi’an ‘ilma, (dibaca setiap selesai sholat). Atau berdoa sesuai tuntunan Rasulullah saw selesai sholat Fardhu : Allahumma inni as-aluka ‘ilman nafi’an warizqon thoyyiban wa ‘amalan mutaqobbalan. (Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal, dan amalan yang diterima).

2.  Praktekkan point-point renungan sebagaimana disebut diatas, yaitu membuat catatan harian pribadi kita dalam ber-interaksi dengan AlQur’an setiap harinya.

3. Usahakan hadir dalam majlis kajian khusus AlQur’an. (Tahsin, Tahfim AlQur’an). Bacaan hendaknya diulang-ulang hingga hafal.

4. Mengkaji Hadits-Hadits Nabi saw dan kitab-kitab yang bermotivasi kesinambungan dan terus-menrus. Sebagai pendukung,  agar kita ber-Akhlak dengan AlQur’an.

5.  Usahakan bergaul dengan orang sholih (orang ber-ilmu). Bahwa agama seseorang tergantung agama temannya (Hadits Nabi Saw), 

6.    Murojaah, mengulang-ulang bacaan ayat-ayat AlQur’an, dari surat-surat pendek hingga surat yang dianggap sulit.

Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

                                                          _____________

No comments:

Post a Comment