PENGAJIAN DHUHA
MASJID BAITUSSALAM
Assalamu’alaikum
wr.wb.,
Muslimin
dan muslimah yang dirahmati Allah subhanahu
wata’ala,
Dengan bergulirnya waktu, maka hari ini
28 Dzulqo’dah 1439H kita sudah memasuki bulan-bulan yang disucikan
(di-Haramkan) oleh Allah subhanahu
wata’ala, yaitu empat bulan yang
Allah muliakan di dalamnya, bulan-bulan di mana Allah berikan kekuatan
dengan kekuatan amal-amal sholih.
Ketika Allah subhanahu wata’ala memberikan anugerah waktu, di sana tidak lepas
dari agenda-agenda Amal-Sholih. Maka
sungguh disayangkan kalau di dalam rumah kita masing-masing tidak punya Kalender Hijriyah. Kalau tidak tahu kapan masuk bulan
Dzulqo’dah, bulan Dzulhijjah, bulan Muharram dst, termasuk bila kita hendak melaksanakan Shiam
pertengahan bulan, maka kita akan repot, menjadi tidak tahu tanggal berapa,
dst.
Dalam Surat At Taubah ayat 36 Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّہُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثۡنَا عَشَرَ
شَہۡرً۬ا فِى ڪِتَـٰبِ ٱللَّهِ يَوۡمَ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ مِنۡہَآ
أَرۡبَعَةٌ حُرُمٌ۬ۚ ذَٲلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُۚ فَلَا تَظۡلِمُواْ فِيہِنَّ
أَنفُسَڪُمۡۚ وَقَـٰتِلُواْ ٱلۡمُشۡرِڪِينَ كَآفَّةً۬ ڪَمَا يُقَـٰتِلُونَكُمۡ
ڪَآفَّةً۬ۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلۡمُتَّقِينَ (٣٦)
Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram*]. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam
bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa.
*] Maksudnya antara lain: bulan Haram
(bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram
(Mekah) dan Ihram.
Bulan-bulan
Hijriyah adalah :
1. Muharram, -
(Mu-Sho)
2. Shofar,
3. Robi’ul Awal, -
(Ro – Ro)
4. Robi’ul Akhir,
5. Jumadil Awal, -
(Ju – Ju)
6. Jumadil Akhir,
7. Rojab, - (Ro – Sya)
8. Sya’ban,
9. Romadhon, - (Ro – Sya)
10. Syawal,
11. Dzulqo’dah, - (Dzul – Dzul).
12. Dzulhijjah.
Pada akhir
tahun (Bulan Dzulhijjah) kita umat Islam ditantang oleh Allah subhanahu wata’ala untuk melakukan
kebaikan dan ketaatan serta amal-sholih.
Maka empat bulan yang dimaksud dalam ayat
tersebut adalah Bulan Suci. (Yaitu Dzulqo’dah,
Dzulhijjah, Muharram dan Rojab), bulan yang diharamkan di
dalamnya untuk melakukan perang, melakukan kemaksiatan, melakukan ke-dzoliman,
baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Maka tanggal 1 Dzulhijjah kita siap-siap
untuk melaksanakan Ibadah Haji, Idul
Ad-ha dan Qurban. Tiga Ibadah mengumpul di bulan
Dzulhijjah.
Ada ibadah fisik yaitu Ibadah Qurban. Ibadah Haji, dimana ada Wukuf di Arafah,
Melontar Jumrah, Thawaf, Sa’i, dst. Di
sini dianjurkan agar Ibadah Haji hendaknya ketika masih muda, badan masih kuat
dan bugar. Karena Ibadah di sepuluh
hari Dzulhijjah (Haji) adalah ibadah yang membutuhkan kekuatan tubuh.
Ibadah di sepuluh hari pertama di
bulan Dzulhijjah adalah ibadah yang memerlukan biaya. Yaitu Haji dan Qurban.
Termasuk Ibadah Ruhiyah, semua mengumpul di sepuluh hari awal bulan
Dzulhijjah. Sebagaimana difirmankan oleh
Allah subhanahu wata’ala di Surat Al Fajr ayat 1 – 2
وَٱلۡفَجۡرِ (١) وَلَيَالٍ عَشۡرٍ۬ (٢)
1. Demi
fajar,
2.
Dan malam yang sepuluh
Bila Surat AlQur’an diawali dengan Sumpah,
maka di sana ada sesuatu yang sangat luar biasa. Maka Allah bersumpah dengan
waktu Fajar, dengan Waktu Dhuha,dst. karena di sana ada yang
sangat penting. Ada sumpah :Demi
waktu siang, maka diwaktu siang manusia bisa bekerja, ada waktu malam
manusia bisa tidur (istirahat). Allah
bersumpah dengan Waktu Fajar,
maknanya adalah bahwa Waktu Fajar merupakan keberkahan, kemuliaan, kemenangan, kebahagiaan.
Lihatlah para ulama dan para pendahulu
kita, mereka bangun di waktu menjelang fajar, melakukan Sholat Malam,
bermunajat ke hadapan Allah subnhanahu
wata’ala, menyerah totlitas kepada
Allah subhanahu wata’ala, di situ
dirasakan kenikmatan dan kebahagiaan hidup.
Bisa ber-dialog dengan Allah dan terasa dekat sekali dengan Allah subhanahu wata’ala.
Demi
sepuluh malam
– Para Ahli Tafsir berbeda-beda dikarenakan dalam Surat Al Fajr ada
kalimat : Walayal artinya Malam-malam, maka ini dimaksudkan : Malam-malam
yang sepuluh. Antara lain maknanya adalah sepuluh hari di Akhir bulan
Romadhon.
Ahli Tafsir yang lain memaknai bahwa “Demi sepuluh malam” artinya : Kemuliaan
sepuluh malam di bulan Dzuulhijjah.
Mana yang lebih mulia antara sepuluh hari awal Dzulhijjah dengan sepuluh hari Akhir bulan Romadhon ? Tergantung
tinjauannya. Bila ditinjau dari malam hari, maka maka sepuluh hari
Akhir Romadhon lebih mulia. Di sana ada Lilatul Qadr (Malam Kemuliaan).
Bila tinjauannya siang hari, maka sepuluh awal
Dzulhijjah lebih mulia, karena ibadah-ibadah banyak dilakukan di siang hari
(Puasa Arafah, Wukuf di Arafah, Menyembelih hewan Qurban, dst.).
Hadits Shahih : Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “Tidak ada amal-sholih yang Allah cintai melebihi
amal-sholih yang dilakukan selama sepuluh hari pertama di bulan
Dzulhijjah”. Para sahabat bertanya :
“Apakah tidak boleh Jihad ya Rasulullah ?”. Rasulullah saw bersbda : “Tidak pula jihad, kecuali
orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya, namun tidak ada yang
kembali seorangpun”.
Fiqih
Ibadah Haji
Pertama, perjalanan Ibadah Haji adalah perjalan menuju dan untuk Allah subhanahu wata’ala. Bukan untuk prestise,
melainkan perjalanan berdasarkan Ilmu, dengan Manasik, berdasarkan Fiqih Haji,
dst. Maka jangan sampai tidak ikut Manasik Haji karena ada acara keluarga, ada
acara wisata kuliner, dst. Segala Ibadah
harus dengan Ilmu, bukan hanya
meniru-niru. Jangan diserahkan kepada Ustadnya atau pembimbing Hajinya. Tetapi
harus dipelajari ilmunya dengan saksama. Ini masalah besar, banyak Jamaah Haji yang
hanya menurut saja apa kata Ustad atau Pembimbing Haji.
Kedua adalah masalah Niat. Itulah maka dalam setiap
bunyi ayat tentang Haji selalu diawali dengan “Walillah” (Dan Hajji adalah perjalanan Jihad menuju
Allah dan Hajji adalah perjalanan kematian).
Ibadah Haji bukan saja ditinjau dari segi
Fiqih, tetapi juga ditinjau dari segi Pesan
Moral.
Kenapa ada Ihram ? Jamaah Haji ditarbiyah (diajarkan)
oleh Allah subhanahu wata’ala dengan
berpakaian Ihram adalah : kelak kamu akan
menanggalkan pakaian keduniaanmu, pakaian kebanggaanmu, pakaian
kebesaranmu, pakaian Jenderal dan segala atribut yang menempel dalam tubuhmu,
serta pakaian Ustad-mu dan kamu akan dibungkus selembar kain putih, untuk
menghadap Allah subhanahu wata’ala.
Semua manusia sama di hadapan Allah subhanahu
wata’ala, kecuali yang membedakan hanya ketakwaannya. Ber-Ihram artinya Attajarrut (melepas, menanggalkan).
Maka ketika orang ber-pakaian Ihram, semua
larangan harus ditinggalkan. Hubungan suami-isteri, melepas Rafats
(bertengkar), tidak boleh Jidal (berdebat), berkata-kata
kasar, berkata-kata yang menjurus kepada syahwat, dst.
Dan semua larangan itu adalah perkara
keduniaan. Dan ingat bahwa kematian
adalah pemutus kenikmatan.
Maka pantas ketika sepuluh hari awal
Dzulhijjah setara bahkan di atas Jihad.
Itulah mengapa Allah bersumpah dengan sepuluh hari di awal Dzulhijjah. Karena
manusia mengorbankan waktu, harta, dan jiwanya untuk ketaatan di hadapan Allah subhanahu
wata’ala.
Maka bagi mereka yang niat dengan ikhlas
untuk taat dan melaksanakan ibadah di sepuluh
hari awal Dzulhijjah dengan
sabar, maka akan berdampak kepada Ruh
dan Adab-nya. Tetapi bila perjalananHaji
hanya karena pakaian dan sebutan Haji, maka itu tidak ada artinya apa-apa.
Apalagi kalau sudah di dekat (di hadapan)
Ka’bah, ada yang menitikkan air-mata,
ada yang menangis karena ingat akan dosa-dosanya, dan ada yang terbengong-bengong, ada yang histeris, Dsb. Pelajarannya : Mendekat dan melihat
Ka’bah saja sudah menangis, apalagi kelak di Hari Kiamat bila bertemu dengan
“Pemilik Ka’bah”.(Allah subhanahu
wata’ala) ?.
Maka barangsiapa yang ingin berjumpa
dengan Tuhannya (Allah subhanahu wata’ala),
lakukanlah amal-sholih dan jangan berlaku Syirik (menyekutukan Tuhan). Lihat Surat
Al Kahfi ayat 110 :
قُلۡ إِنَّمَآ أَنَا۟ بَشَرٌ۬ مِّثۡلُكُمۡ يُوحَىٰٓ
إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهٌ۬ وَٲحِدٌ۬ۖ فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ
لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلاً۬ صَـٰلِحً۬ا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ
رَبِّهِۦۤ أَحَدَۢا (١١٠)
Katakanlah(Muhammad) : Sesungguhnya aku ini manusia biasa
seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu
adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya".
Dan masih banyak lagi pesan-pesan moral
dalam Ibadah Haji.
Tetapi sayang dalam Manasik Haji dan
bimbingan Umrah tidak pernah disampai-kan pesan-pesan moral tersebut.
Maka hendaknya sejak sebelum memasuki
bulan Dzulhijjah, siap-siaplah untuk ibadah pada sepuluh hari di awal
Dzulhijjah, dan bagi siapa yang ingin ber-Qurban (menyembelih hewan Qurban)
disunnahkan untuk menahan diri untuk tidak
memotong rambut dan memotong kukunya, sampai selesai sepuluh hari awal
Dzulhijjah (selesai menyembelih hewan Qurban).
Dasarnya adalah Hadits shahih, dari Ummi
Salamah, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Apabila kalian melihat hilal Dzulhijjah dan kalian hendak menyembelih
hewan Qurban, maka hendaklah ia menahan dari mencukur rambutnya dan memotong
kukunya. Kemudian perbanyaklah dzikir,
tahmid, tahlil dan takbir”.
(Maksudnya
perbanyak mengucap : Subhanallah walhamdulillah wa lailaha illallah
huwallahu akbar – ketika sepuluh hari awal Dzulhijjah).
Selanjutnya pada hari ke-9 Dzulhijjah hendaknya
kita berpuasa Arafah (Puasa Sunnah), karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Siapa yang berpuasa sunnah pada hari ke-sembilan Dhulhijjah, maka
itu akan menghapus dosa-dosanya satu
tahun sebelumnya dan satu tahun sesudahnya”.
Hari Arafah yang bertepatan dengan Hari
Jum’at, maka ibadah Hajinya disebut Haji
Akbar. Dan itu biasanya terjadi 10 tahun sekali.
Fiqih
Qurban.
Allah subhanahu
wata’ala berfirman dalam Surat Al
Baqarah ayat 126 :
وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٲهِـۧمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَـٰذَا بَلَدًا ءَامِنً۬ا وَٱرۡزُقۡ أَهۡلَهُ ۥ مِنَ ٱلثَّمَرَٲتِ مَنۡ ءَامَنَ مِنۡہُم بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِۖ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ ۥ قَلِيلاً۬ ثُمَّ أَضۡطَرُّهُ ۥۤ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ (١٢٦)
Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini
(Makkah)
negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada
penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah
berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara,
kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat
kembali".
Ayat tersebut menggambarkan ketika Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam berpamitan
dengan isterinya (Hajar) hendak meninggalkan lembah tandus dan gersang
(Makkah), untuk beliau kembali ke Falisitin, meninggal isteri dan anaknya (bayi
Ismail). Beliau berdo’a sebagaimana tersebut dalam ayat di atas.
Lihat
Surat Ibrahim ayat 35 :
وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٲهِيمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَـٰذَا
ٱلۡبَلَدَ ءَامِنً۬ا وَٱجۡنُبۡنِى وَبَنِىَّ أَن نَّعۡبُدَ ٱلۡأَصۡنَامَ (٣٥)
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku,
jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta
anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.
Dengan dua do’a tersebut, (dalam
dua ayat tersebut), sampai saat ini Mekkah adalah negeri yang aman sentausa,
terdapat berbagai jenis buah-buahan, bahkan semua buah yang di dunia ini, saat
ini ada di Mekkah dengan harga yang murah (tejangkau) oleh masyarakat. Itulah berkat
do’a Nabi Ibrhim ‘alaihissalam yang sampai saat ini
dinikmati oleh berjuta manusia yang setiap tahunnya (Musim Haji) datang ke
Mekkah.
Sa’i adalah berjalan
sambil berlari-lari kecil, bolak-balik dari bukit Sofa – Marwa, yang dilakukan oleh para Jamaah Haji/Umrah adalah
menirukan (menapak-tilas) kisah perbuatan Hajar
(Ibunda Nabi Ismail), ketika ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di dekat (bekas) Ka’bah. Kondisi Ka’bah waktu itu sudah hancur
akibat banjir-bandang Nabi Nuh alaihissalam.
Ketika itu Hajar mencari air untuk anaknya (bayi Ismail) yang menangis
karena kehausan.
Pelajaran
Sa’i
adalah prosesi sebagai simbol ajaran
komitment Istiqomah dalam perjungan hidup setiap manusia. Perjuangan yang
tidak boleh merasa lelah. Harus tetap semangat mengejar agar tetap ada kehidupan.
Ketika itu Hajar mencari air, sebagai symbol kehidupan. Diiringi dengan do’a.
Dan sampai hari ini melahirkan symbol kehidupan (Air Zamzam) yang luar biasa.
Pelajarannya adalah: Kita harus mengajarkan
anak-anak kita agar mengerti akan usaha/bekerja dan berdo’a. Jangan sampai
anak-anak kita hanya mengejar dunia saja, tidak tahu akan do’a, sholat dan
ibadah lainnya kepada Allah subhanahu
wata’ala. Agar anak-anak kita kelak bisa mendo’akan orangtuanya (kita)
setelah kita meninggal (mati).
Dan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang sudah lama tidak punya anak, ketika berumur 86
tahun baru punya anak (Ismail), setelah Ismail beranjak dewasa, tiba-tiba
datang perintah dari Allah subhanahu
wata’ala kepada Nabi Ibrahim a’alihissalam
untuk menyembelih anaknya.
Lihat Surat
Ash Shoffat ayat 102 :
فَلَمَّا بَلَغَ
مَعَهُ ٱلسَّعۡىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلۡمَنَامِ أَنِّىٓ
أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَـٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ
سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ (١٠٢)
Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab:
"Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah
kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
Maka pelajaran dari kesabaran Nabi Ibrahim
dan puteranya Ismail ‘alaihimussalam
Bahwa kita diminta untuk menyembelih hewan
Qurban adalah pelajaran sabar dan taat kepada Allah subhanahu wata’ala. Maknanya,
bahwa Qurban mengajarkan tentang totalitas,
menyerahkan kembali segalanya kepada
Allah subhanahu wata’ala.
Dan ketika Nabi Ibrahim kembali ke Falistin
di rumah beliau semula dan bersama kembali dengan Sarah (isteri pertama Nabi Ibrahim), beberapa hari kemudian datang
tiga orang tamu (misterius), yang mengabarkan bahwa Sarah akan punya anak. Kisah tersebut diabadikan dalam Surat Adz Dzariyat 25 – 30 :
إِذۡ دَخَلُواْ عَلَيۡهِ فَقَالُواْ سَلَـٰمً۬اۖ قَالَ
سَلَـٰمٌ۬ قَوۡمٌ۬ مُّنكَرُونَ (٢٥) فَرَاغَ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦ فَجَآءَ
بِعِجۡلٍ۬ سَمِينٍ۬ (٢٦) فَقَرَّبَهُ ۥۤ إِلَيۡہِمۡ قَالَ أَلَا
تَأۡكُلُونَ (٢٧) فَأَوۡجَسَ مِنۡہُمۡ خِيفَةً۬ۖ قَالُواْ لَا تَخَفۡۖ
وَبَشَّرُوهُ بِغُلَـٰمٍ عَلِيمٍ۬ (٢٨) فَأَقۡبَلَتِ ٱمۡرَأَتُهُ ۥ فِى
صَرَّةٍ۬ فَصَكَّتۡ وَجۡهَهَا وَقَالَتۡ عَجُوزٌ عَقِيمٌ۬ (٢٩) قَالُواْ
كَذَٲلِكِ قَالَ رَبُّكِۖ إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلۡحَكِيمُ ٱلۡعَلِيمُ (٣٠)
25.
(Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan:
"Salaamun". Ibrahim menjawab: "Salaamun (kamu) adalah
orang-orang yang tidak dikenal."
26.
Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging
anak sapi gemuk.
27.
Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata: "Silahkan anda
makan."
28.
(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap
mereka. mereka berkata: "Janganlah kamu takut", dan mereka memberi
kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak).
29.
Kemudian isterinya datang memekik lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata:
"(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul".
30.
Mereka berkata: "Demikianlah Tuhanmu memfirmankan" Sesungguhnya
Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa
usia Sarah ketika itu sudah mencapai 90 tahun. Artinya sudah menopouse, tidak mungkin lagi punya
anak, menurut akal manusia. Nabi Ibrahim
a.s. ketika itu sudah berusia 100 tahun.
Selanjutnya dalam sejarah lahirlah Ishaq, dari Ishaq lahir Ya’qub dst. melahirkan anak-keturunan
Ya’qub (Israil) a.s. yang banyak melahirkan para Nabi-Nabi.
Hari
Qurban
adalah hari ke- 10, 11, 12, 13 Dzulhijjah. Menyembelih Qurban hewan kambing
seekor untuk satu orang dan satu ekor unta/sapi untuk 7(tujuh) orang yang
ber-Qurban. Yang disebutkan dalam Fiqih Qurban adalah : Domba, Kambing, Unta dan
Sapi. Selain hewan tersebut tidak
disebut sebagai hewan Qurban. Penyembelihan hewan Qurban pada hari Tasyrik (11,
12 dan 13 Dzulhijjah, masih dikategorikan Penyembelihan Qurban, tergantung
niatnya.
Bagi orang yang ber-Qurban diwajibkan untuk memakan (sebagian)
dari daging Qurban. Berbeda dengan Zakat, dimana yang ber-Zakat tidak boleh
ikut memakan harta yang dizakatkan. Zakat harus dibagikan (setidaknya) kepada 8 Asnaf (yang berhak menerima Zakat).
Penyembelihan seekor hewan Qurban untuk
atas nama sekeluarga, diperbolehkan.
Dasarnya : Hadits yang meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw pernah menyembelih seekor domba dengan menyebutkan bahwa: Ini Qurban atas namaku dan keluargaku.
Hutang
atau arisan
untuk hewan Qurban atau ‘Aqiqah, diperbolehkan dengan syarat adanya kepastian pembayaran hutangnya.
Tentang ber-Qurban atas nama orang yang
sudah meninggal, ada 3 pendapat Ulama :
1. Kalau orang yang
meninggal bukan sebagai sasaran Qurban yang utama, tetapi statusnya mengikuti
keluarga yang masih hidup dan
ber-Qurban, maka itu dibolehkan
2.
Ber-Qurban
khusus atas nama orng yang sudah meninggal tanpa ada wasiat (pesan), sebagian
Ulama Madzab Hanbali mengatakan : Ini sesuatu hal yang baik. Dan pahalanya bisa
sampai kepada si mayit, sebagaimana sedekah atas nama si mayit. Tetapi itu dibantah, karena yang demikian tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam.
3. Kalau itu
merupakan wasiat si mayit, maka itu harus dilakukan (dilaksanakan) oleh
keluarganya. Dan yang demikian diperbolehkan.
Syarat hewan untuk Qurban :
1. Umur hewan : Unta sudah berumur 5 tahun, Domba, kambing,
minimal 6 bulan.
2. Hewannya : Harus
sehat, tidak cacat, tidak buta, tidak pincang, tidak sakit dan tidak terlalu
kurus. Maka ketika beli hewan harus ada akad dengan pihak penjual hewan, agar
bila ada hewan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana tersebut di atas, harus
diganti dengan hewan yang memenuhi syarat.
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA ASYHADU AN
LAILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK
Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
___________
No comments:
Post a Comment