Translate

Monday, August 27, 2018

WAKAF PRODUKTIF, oleh Ustadz Yuniarto - Dompet Dhuafa


PENGAJIAN DHUHA MASJID  BAITUSSALAM


Jum’at,  21 Dzulqo’dah 1439H – 3 Agustus 2018

_____________________________________________________________________

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Muslimin dan muslimah yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala,
Kita semua sudah tahu tentang Rukun Islam : Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa dan  Haji . Dari 4 Rukun Islam tersebut (Syahadat, Shalat, Puasa dan Haji) adalah Ibadah Habluminallah, ibadah individu kepada Allah subhanahu wata’ala.
Kita akan dibalas dengan pahala, bila ibadah tersebut dijalankan dengan benar. Tetapi tidak ada jaminan bahwa ibadah kita tersebut diterima oleh Allah subhanahu wata’ala.

Sedangkan Zakat (termasuk infaq, shodakoh, dan Wakaf) adalah ibadah Habluminnaas, ibadah yang berkaitan dengan sesama manusia. Ibadah tersebut dijamin seratus persen sampai (diterima) oleh Allah subhanahu wata’ala. Walaupun kita tidak ikhlas ketika bershodakoh atau Infaq, tetapi ibadah tersebut  pasti diterima oleh Allah subhanahu wata’ala. Karena manfaatnya jelas, bisa menolong orang lain. Kalaupun salah bersedekah, yaitu bersedekah kepada orang kaya sekalipun, ibadahnya tetap diterima.  Mudah-mudahan orang kaya yang menerima sedekah akan menjadi orang dermawan. Tergerak  hatinya untuk ikut bersedekah.

Tentang Syahadat, dinyatakan (disindir) oleh Allah subhanahu wata’ala dalam Surat Al Hujuraat ayat 14 :

قَالَتِ الۡاَعۡرَابُ اٰمَنَّا‌ ؕ قُلْ لَّمۡ تُؤۡمِنُوۡا وَلٰـكِنۡ قُوۡلُوۡۤا اَسۡلَمۡنَا وَلَمَّا يَدۡخُلِ الۡاِيۡمَانُ فِىۡ قُلُوۡبِكُمۡ‌ ۚ وَاِنۡ تُطِيۡعُوا اللّٰهَ وَرَسُوۡلَهٗ لَا يَلِتۡكُمۡ مِّنۡ اَعۡمَالِكُمۡ شَيۡـًٔــا‌ ؕ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ‏ ﴿۱۴﴾  

Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Allah Maha Mengetahui, bahwa orang tersebut beriman tidak sampai ke dalam hatinya. Hanya basa-basi.  Misalnya seseorang ingin menikah dengan seorang perempuan muslimah, lalu ber-Syahadat (masuk Islam),  belum tentu imannya tersebut sampai ke dalam hatinya.  Kemungkinan ia menyatakan masuk Islam hanya karena ingin menikahi wanita muslimah saja. Banyak kejadian semacam itu terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita.

Tentang sholat, Allah subhanahu wata’ala menyindir dalam Surat Al Ma’un :

اَرَءَيۡتَ الَّذِىۡ يُكَذِّبُ بِالدِّيۡنِؕ‏ ﴿۱﴾  فَذٰلِكَ الَّذِىۡ يَدُعُّ الۡيَتِيۡمَۙ‏ ﴿۲﴾  وَ لَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الۡمِسۡكِيۡنِؕ‏ ﴿۳﴾  فَوَيۡلٌ لِّلۡمُصَلِّيۡنَۙ‏ ﴿۴﴾  الَّذِيۡنَ هُمۡ عَنۡ صَلَاتِهِمۡ سَاهُوۡنَۙ‏ ﴿۵﴾  الَّذِيۡنَ هُمۡ يُرَآءُوۡنَۙ‏ ﴿۶﴾  وَيَمۡنَعُوۡنَ الۡمَاعُوۡنَ‏ ﴿۷﴾  

1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. Dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. Orang-orang yang berbuat riya
7. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

Atas dasar Surat tersebut, maka celakalah orang yang sholat, karena lalai dari sholatnya dan tidak mau membayar zakat, infak dan shodakoh.
Maknanya, bahwa sholat harus khusyu’, menjiwai, dan harus ada rasa- ketersam-bungan  dengan Allah subhanahu wata’ala.

Tentang Puasa (Shaum), dalam Hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah  shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Berapa banyak orang melakukan shaum (puasa) hanya mendapat lapar dan haus, karena ia melakukan yang dilarang oleh Allah, yaitu Ghibah, lisannya tidak terjaga”.

Maksudnya, banyak di antara kita orang Islam yang melakukan Puasa Romadhon tetapi puasanya tidak diterima oleh Allah subhanahu wata’ala karena orang itu tidak bisa mengendalikan lisannya, membicarakan kejelekan orang lain, dst.

Ibadah Haji,  banyak orang yang melaksanakan Ibadah Haji tetapi di Mekkah/Madinah mereka banyak melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan Ibadah Haji, ada yang main fotoselfy, bahkan ada yang Rafats (cekcok sesama jmaah, dst). yang tidak ada ketersambungan kepada Allah subhanahu wata’ala.

Orang bertakwa adalah orang yang menafkah hartanya baik dalam kedaan lapang mapun sempit. Sebagaimana difirman oleh Allah subhanahu wata’ala dalam Surat

Ali Imran ayat 133 – 134 :

وَسَارِعُوۡۤا اِلٰى مَغۡفِرَةٍ مِّنۡ رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالۡاَرۡضُۙ اُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِيۡنَۙ‏ ﴿۱۳۳﴾  الَّذِيۡنَ يُنۡفِقُوۡنَ فِى السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالۡكٰظِمِيۡنَ الۡغَيۡظَ وَالۡعَافِيۡنَ عَنِ النَّاسِ‌ؕ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الۡمُحۡسِنِيۡنَ‌ۚ‏ ﴿۱۳۴﴾  

133. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Maksudnya,  kita bisa disebut ber-Takwa bila kita bisa menafkahkan harta di jalan Allah subhanahu wata’ala.  Bila kita hanya ber-ibadah dalam rangka Hablumminallah saja (Syahadat, Shalat, Puasa dan Haji),  maka belum tentu kita disebut orang ber-Takwa, bila tidak kita imbangi dengan bersedekah (Shodakoh) dan ber-Wakaf.   Makna sedekah bukan hanya mengeluarkan harta (uang) melainkan artinya luas sekali.  Berbuat kebaikan, sekedar senyum, menyenangkan orang lain-pun sudah berarti sedekah.

Jangan karena kita sudah ber-ilmu, lalu yakin dengan ilmu kita beramal sholih.  Kita tidak bisa menjamin bahwa dengan Ilmu kita, lalu kita merasa paling sholih.

Hakikat Harta.
Harta yang selalu kita cari selama hidup ini, lalu sudah kita kuasai, belum tentu itu harta milik kita.  Bila suatu kali kita menderita sakit, lalu berobat ke dokter, membayar, maka uang (harta) kita itu adalah milik si dokter. Bukan milik kita.
Apa yang kita pegang, kita simpan belum tentu menjadi milik kita.

Harta dibagi tiga :
1.     Harta yang kita makan/pakai,
2.     Harta yang kita infakkan,
3.     Harta yang kita simpan.

Harta yang kita simpan belum tentu menjadi milik kita, bisa saja itu milik orang lain atau ahli waris kita. Harta yang kita makan akhirnya menjadi kotoran. Bahkan bila kita makan makanan yang mewah-mewah,  akhirnya akan menjadi kolesteol,  asam urat dst. menjadi penyakit. 

Harta sebenarnya (yang menjadi milik kita yang sebenarnya) adalah harta yang sudah kita infakkan,  kita sedekahkan dan kita zakatkan. Karena harta tersebut akan kita bawa (mengikut kita ) sampai di Akhirat. Harta itu yang akan menolong  kita di Akhirat kelak.  Maka yang dimaksud “Orang kaya” menurut penilaian Akhirat adalah orang yang dermawan (senang ber-sedekahn be-infak dan be-zakat). Profesi yang paling terhormat, bukan Jabatan bukan kedudukan, melainkan orang yang dermawan.

Infak.
Harta milik kita adalah harta yang kita infakkan, yang dibelanjakan di jalan Allah subhanahu wata’ala. Infak ada dua :
1.     Infak Wajib, yaitu Zakat : Zakat Mal (Harta), Zakat Fitrah, Zakat Profesi. 
2.     Infak Sunnat, yaitu shodakoh (sedekah).

Shodakoh (sedekah) yang pahalanya hanya sekali, yaitu  hanya ketika seseorang bersedekah.  Misalnya bersedekah untuk bencana alam (untuk koban gempa bumi, tanah lonsor, dst.)  Pahalanya hanya sekali itu saja, yaitu dilipatkan tujuh ratus kali lipat.  (Lihat Surat Al Baqarah 261). 
Shodakoh Jariyah, yaitu shodakoh yang pahalanya selalu mengalir sepanjang masa. Sampai Hari  Kiamat, pahalanya selalu mengalir kepada yang bersedekah walaupun ia sudah meninggal dunia, yaitu yang disebut WAKAF (Waqaf).
Wakaf ada dua macam :

1.     Wakaf Sosial, setelah terkumpul uangnya, lalu dijadikan untuk mendirikan masjid atau sarana lain misalnya jalan, WC Umum, dst.
2.     Wakaf Produktif, yaitu dikumpulkan uangnya, lalu dijadikan Rumah Sakit, dibuat Hotel Syari’ah, dibuat pabrik, dst. hasil keuntungan dari Wakaf produktif itu dibagikan kepada fakir-miskin.  Artinya, sekali kita ber-Wakaf, pahalanya mengalir terus, berulang-ulang. Misalnya kita mengeluarkan uang Wakaf Rp.10 ribu, dikumpulkan oleh Dompet Dhuafa.  Lalu dari sekian juta orang yang mengeluarkan Wakaf tersebut untuk menolong orang atau untuk mendirikan masjid, maka pahalanya akan mengalir terus, berulang-ulang sampai Hari Kiamat.

Wakaf adalah menahan pokoknya dan menyalurkan hasilnya.
Misalnya seseorang punya rumah, lalu rumah tersebut di-Wakafkan. Kemudian oleh Dompet Dhuafa yang mengelola rumah tersebut untuk dikontrakkan, lalu hasil kontrakannya disalurkan (dibagikan) kepada fakir miskin. Harta Wakaf menjadi milik Allah subhanahu wata’ala, tidak boleh diperjual-belikan. Karena hakekatnya harta yang kita terima adalah dari Allah subhanahu wata’ala.

Wakaf adalah Shodakoh Jariyah yang pahalanya selalu mengalir, walaupun si Waqif (orang yang ber-wakaf) telah meninggal dunia.

Undang-undang No. 41 Th.2004 – PP No.42 Th.2006 Tentang Wakaf.
1.     Wakaf adalah benda tidak bergerak, misalnya tanah, rumah, Ruko, boleh diwakafkan.
2.     Benda bergerak juga boleh diwakafkan, misalnya kendaraan (mobil), untuk Ambulance. Atau keperluan sosial lainnya.
3.     Wakaf Uang. Boleh ber-wakaf dengan uang.  Dikumpulkan uangnya oleh orang/badan yang tepercaya, setelah terkumpul dibelikan harta tidak bergerak, Asset berupa rumah atau Ruko, Hotel, Rumah Sakit, dan diproduktif-kan dan hasilnya untuk Fakir-miskin. Itulah yang disebut :
”Wakaf Suyu’i. (Wakaf Patungan).

Ber-Wakaf Rp 10.000,-(sepuluhribu rupiah).
Berkenaan dengan hal Undng-undang dan PP tersebut, terutama Point 3 : Dompet Dhuafa (DU) menawarkan program kepada semua kita kaum muslimin dan muslimah di seluruh Indonesia untuk ber-wakaf uang, Misalnya dengan berwakaf   Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) atau lebih  per-bulan.

Bila tekumpul satu juta orang Islam Indonesia, maka setiap bulan akan terkumpul wakaf kaum Muslimin dan muslimah sebesar Rp 10.000.000.000,- (Sepuluh Milyar/bulan.  Kita semua tahu bahwa jumlah penduduk Indonesia kira-kira 250 (duaratus lima puluh ) juta orang.  Yang begama Islam 80%  (sekitar 200juta) orang. 

Dari 200 juta orang penduduk Indonesia yang beragama Islam yang tergolong tidak mampu (Fakir-miskin)  menurut Biro Pusat Statistik (BPS) sekitar 40 juta orang. Artinya yang tergolong mampu adalah sekitar 160 juta orang . Bila dari jumlah tersebut sekitar 1.000.000 (satu juta) orang saja ikut berwakaf a Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) perbulan, maka akan terkumpul Wakaf-Uang sebanyak Rp 10. 000.000.000,- (Sepuluh milyar rupiah) perbulan.

Maka DU (Dompet Dhuafa) saat ini sedang meluncurkan program Satu Juta Waqif (Pewakaf).  Wakaf adalah kekayaan kita yang sesungguhnya dan buat  bekal di Akhirat.  Tergantung kita sebagai seorang muslim saat kita mati kelak harus sudah punya sesuatu bekal atau tidak. Wakaf adalah salah satu bekal  yang sangat berguna di Akhirat.  Karena ketika kita sudah meninggal, di alam Barzah ketika Hari Kiamat kita akan ditanya oleh Allah subhanahu wata’ala, antara lain : “Apa bekalmu untuk Akhirat?.  Kalau kita sudah punya bekal Wakaf, maka nilai Wakaf itu akan dilipat-gandakan oleh Allah subhanahu wata’ala di Akhirat.  Demikian Hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam.

Penerima Wakaf tidak dibatasi, siapa saja boleh menerima. Boleh juga Wakaf Khusus (Wakaf Zuri, Wakaf Ahli Waris), boleh kita ber-Wakaf berupa rumah (misalnya), lalu dikelola oleh Nazir (pengelola harta Wakaf), hasilnya sebagian untuk anak (ahli waris kita) dan sebagian lagi disedekahkan untuk orang fakir miskin.  Tergantung akad-nya dengan pihak Nazir (Pengelola harta Wakaf).

Wakaf boleh selamanya, boleh juga berjangka. Misalnya, Wakaf dengan akad: Aku wakafkan tanah kami selama 25 tahun saja.  Demikian itu boleh.  Sebagaimana pihak DU menerima Wakaf dari pihak Bank Mandiri Syari’ah Lampung berupa Rumah Sakit, sebesar Rp 5.000.000.000.- (Lima milyar rupiah) untuk selama 25 tahun. Setelah 25 taun Rumah Sakit itu dikembalikan lagi kepada pemiliknya yaitu Bank Syari’ah Mandiri Lampung.


Keutamaan ber-Wakaf ?
Allah subhanahu wata’ala Maha Sayang kepada kita umat-Nya. Banyak amalan-amalan Premium (Amalan Prima, Utama) yang tidak diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya.  

Sebab bila diwajibkan, pasti kita jarang yang mampu. Itulah Kasih-Sayang Allah kepada kita. Beribadah adalah semampu kita.  Tetapi bagi yang ingin beribadah Premium, beribadah secara maksimal, boleh, tetapi tidak diwajibkan. Ibadah Sholat Sunnah yang paling utama adalah Sholat Tahajud (Sholat Malam). Siapa yang melakukan Tahajud, maka kita akan dinaikkan derajat kita oleh Allah subhanahu wata’ala. Maka orang-orang tertentu yang sudah sampai “Maqamnya”, mereka akan melakukan Tahajud setiap malam.

Amalan Premium (Utama) kedua yang tidak Wajib, karena bila diwajibkan akan memberatkan umat, ialah ibadah Sunnah Puasa Daud (Puasa Nabi Daud ‘alaihissalam). Yaitu sehari puasa – sehari berbuka (tidak puasa).

Dan sedekah yang paling utama adalah Wakaf (Sedekah Jariyah). 
Bila kita bisa mengerjakan ibadah-ibadah sunnah yang utama sebagaiman tersebut diatas, maka kita akan sampai pada tingkat Ketakwaan yang tinggi. Yaitu : Tahaujud, Puasa Daud dan Wakaf. 
Wakaf tidak harus berupa tanah atau gedung, tetapi dengan uang Rp 10.000.- per-bulan sudah bisa ber-Wakaf. Dan itu dijamin pasti diterima oleh Allah subahnahu wata’ala.

Lihat Surat Ali Imran ayat 92 :

لَنۡ تَنَالُوا الۡبِرَّ حَتّٰى تُنۡفِقُوۡا مِمَّا تُحِبُّوۡنَ ؕ  وَمَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ شَىۡءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيۡمٌ‏ ﴿۹۲﴾  
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.

Dalam Hadits Shahih, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Jika manusia meninggal dunia (mati) maka putuslah amalannya kecuali tiga : Ilmu yang bemnfaat, do’a anak yang sholih dan sedekah Jariyah (Wakaf).

Maka sebelum kita mati, bekal untuk di Akhirat nanti adalah Anak yang sholih.  Maka didiklah anak-anak kita dengan didikan agama. Menjadi anak yang sholih dan sholihah.
Agar ketika kita sudah meninggal, anak kita bisa selalu mendo’akan kita orangtuanya.   Tetapi anak-anak kita juga umurnya terbatas,  Yaitu ketika mereka hidup di dunia. Demikian juga ilmu, sifatnya terbatas. Ketika kita meninggal, maka ilmunya selesai dan terbatas banyaknya ilmu yang kita sampaikan kepada orang lain.

Tetapi yang bisa diandalkan adalah Wakaf (Sedekah Jariyah) yang pahalanya mengalir terus sampai Hari Kiamat. Dan itu  menjadi jaminan kita di Akhirat. Maka kalau ada orang mengatakan : “Harta tidak dibawa mati”.  Justru dengan ber-Wakaf maka harta akan dibawa mati sampai di Akhirat. Maka sebagai umat Islam, carilah harta yang banyak, orang Islam hendaknya kaya harta dan mampu,  sehingga bisa menolong orng lain dan bisa menolong diri kita di Akhirat kelak.

Sejarah Wakaf.
Diriwayatkan Dalam Hadits, sahabat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam Umar bin Khathab rodhiyallahu ‘anhu yang memiliki kebun kurma yang luas dan subur.  Suatu ketika beliau (Umar bin Khathab r.a.) sedang santai menikmati pemandangan kebun kurmanya, sehingga beliau lupa bahwa Adzan Ashar sudah berkumandang. Sehingga beliau terlewat tidak bisa sholat berjamaah dengan Rasulullah saw.  Setelah sadar akan keterlambatan sholat Asharnya itu beliau sangat bersedih. Ketika itu meupakan nilai yang sangat tinggi bagi seseorang yang bisa sholat berjamaah dengan Imam-nya Rasulullah saw.

Saking sedihnya, beliau (Umar bin Khathab r.a.) lalu menghadap kepada Rasulullah saw :”Ya Rasulallah, karena sebidang kebun kurmaku, aku menjadi lupa sehingga terlambat untuk sholat bejamaah dengan engkau. Maka akan aku serahkan kebunku itu (aku wakafkan), terimalah ya Rasulallah kebunku itu”.
Tetapi Rasulullah saw dengan bijaksana bersabda : “Tidak usah, wahai Umar, kebunmu hendaklah tetap engkau pelihara, tetapi sebahagian hasilnya engkau sedekahkan”.

Itulah riwayat dari Wakaf dan merupakan Asbabunnuzul Surat Ali Imran ayat 92 tersebut. Intinya : Kita belum bisa disebut beriman (ber-Takwa) sebelum kita menafkahkan (me-Wakafkan) sebagian harta yang kita cintai. Maka Umar bin Khathab r. a. me-Wakafkan harta yang paling beliau cintai.

Demikian pula sahabat yang lain yaitu Utsman bin ‘Affan rodhiyallahu anhu, beliau me-Wakafkan sumur (perigi) yang semula sumur tersebut milik seorang Yahudi, dan airnya dijual kepada orang disekitarnya dengan harga tinggi.  Sehingga banyak orang yang tidak mampu membeli air kepada Yahudi itu.
Lalu dibelinya sumur tersebut oleh ‘Utsman bin ‘Affan dan airnya di wakafkan untuk orang-orang di Madinah.  Sehingga orang-orang yang semula membeli air kepada Yahudi, sesudah sumur dimilki Utsman bin’Affan di gratiskan untuk orang-orang di sekitar sumur tersebut.

Ketika itu sumur tersebut dibeli oleh ‘Utsman bin ‘Affan seharga 20.000,- Real. Bila di kurs harga sekarang sekitar Rp 5 Milyar (Lima Milyar Rupiah). Karena ‘Utsman bin Affan orang kaya maka dibelilah sumur itu dan airnya digratiskan untuk air minum orang-orang sekitar kampung itu.

Sampai sekarang sumur itu masih ada dan hasilnya saat ini sudah berupa Hotel, dan hasil pengelolaan Hotel tersebut dikelola oleh Pemerintah Arab Saudi dan hasilnya dibagikan kepada fakir miskin di sekitar Madinah. Sampai saat ini Hotel tersebut di beri nama Hotel Utsman bin ‘Affan dan bisa anda saksikan bila anda ber-Haji atau Umrah.

Contoh lain : Seorang pe-Wakaf dari Aceh bernama Habib Abdurrahman Al Habsyi, sekitar tahun 1880-an Masehi mewakafkan sebidang tanah di Mekkah dan saat ini sudah menjadi Hotel, tidak jauh dari Masjidil Haram.   Sampai saat ini setiap Jamaah Haji Embarkasi Aceh (Jamaah dari Aceh) ketika  tiba di Mekkah langsung diberikan  uang tambahan 1200 Real (sekiatr Rp 4.5 juta (Empat  setengah juta rupiah)  per-orang.  Itulah hasil Wakaf seorang tokoh Aceh yang ber-wakaf tanah 200 tahun silam, sampai sekarang hasilnya bisa dinikmati jamaah Haji dari Aceh. Dan pahalanya terus mengalir hingga saat ini bahkan sampai Hari Kiamat kelak. 

Habib Abdurrahman Al Habsyi berasal dari Aceh, barasal dari daerah Bugag, Bausangka, Geleumpang , Kabupaten Bireun.  Beliau me-wakafkan sebidang tanh dekat Masjidil Haram. Karena perluasan Masjidil Haram, tanah tersebut mendapat ganti sebidang tanah sekitar 500 meter dari Masjidl Haram dan kemudian didirikan sebuah Hotel, Sampai saat ini seiap jamaah Haji asal Aceh sering menginap di Hotel tersebut dan mendapatkan tambahan bekal (uang) sebesar tersebut di atas.

Hakikat manusia itu tidak mati, melainkan kekal. Yaitu kekal di Akhirat, di surga atau neraka.. Istilah mati itu hanyalah konotasi manusia.  Di hadapan Allah subhanahu wata’ala, bagi manusia  tidak ada istilah mati. Melainkan hanya berpindah alam.  Yaitu dari  Alam Ruh, -  pindah ke Alam Rahim (kandungan ibu), - Alam dunia, - Alam Kubur (Alam Barzah) – terakhir di alam Akhirat (Surga atau Neraka). Dan kekal selamanya di sana.

Di Singapore juga ada lokasi wakaf. Ada seorang muslim yang ber-wakaf sebidang tanah di Singapore, bernama Syekh Omar bin Aljenaid, mewakafkan sebuah Masjid dan 4 buak toko yang sudah tidak layak pakai, ketika itu. Sekitar tahun 1800-an Masehi.
Sekaranag sudah menjadi Apartemen 12 lantai terdiri dari  102 unit kamar,  3 unit kantor, 3 unit toko dan sebuah Masjid modern, terletak di daerah Benkolen, Singapore.

Zakat di Indonesia, menurut penelitan dari BAZNAS tahun 2004 ada potensi Zakat sekitar Rp 286 Trilyun  tetapi yang terealisir baru sekitar Rp 5 Trilyun (Lima trilyun rupiah).
Wakaf secara teori dihitung ada Rp 185 Trilyun per-tahun. Tetapi yang terkumpul baru sekitar Rp 4 (empat trilyun rupiah).  Baru sekitar 2%. Artinya sebagian umat Islam Indonesia belum melaksanakan Hablumminannas-nya.  Ibadah sosialnya belum telaksana dengn baik.

Pertanda umat Islam Indonesiaa belum se-maju seperti di Qatar atau Negara lain.
Dompet Dhuafa banyak menerima Wakaf berupa tanah sehingga pihak Dompet Dhuafa kewalahan untuk mengelola tanah wakaf tersebut. Karena untuk mengelola wanah wakaf tersebut memerlukan dana.  Maka Dompet Dhuafa meluncurkan Gerakan Sejuta Waqif (Pewakaf). Yaitu untuk membangun ekonomi umat dan mengubah Main-Set (pola pikir) manusia, bahwa ber-wakaf tidak harus mahal atau besar. Yaitu cukup dengan Rp 10.000,- (sepuluhribu rupiah) per-bulan, per-orang.
Dengan perhitungan : Bila setiap oarng be-Wakaf Rp 10 ribu perbulan, dikumpulkan, bila terkumpul satu juta orang Indonsia, maka akan tekumpul Wakaf uang sebesar Rp 10  milyar (sepuluh milyar rupiah) per-bulan.

Maka setiap 3 bulan terkumpul Rp 30 milyar dan kita bisa membangun satu Rumah-Sakit untuk menolong kaum Dhuafa. Seperti kita ketahui saat ini banyak Rumah-Sakit milik Non Muslim.  Siloam banyak membangun rumah-sakit di mana-mana. Yang membiayai RS tersebut adalah orang Muslim.  Karena mayoritas yang berobat ke RS tersebut adalah orang Muslim.
Maka marilah umat Islam bersatu, membangun bersama dengan Rp 10 ribu perbulan  untuk memberdayakan umat Islam di Indonesia. Dana Wakaf bisa dikelola untuk kegiatan sedekah (menolong) kaum muslim yang miskin.



Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALALAHUMMA WABIHAMDIKA ASYAHADU AN LAILAHA ILLA ANTA,  ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILIK.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

No comments:

Post a Comment